Anda di halaman 1dari 14

PEMPHIGUS VULGARIS

BAB II
PEMBAHASAN

A.
PENGERTIAN
1. Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang
merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha,
dan leher disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi
sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan (Dorland, 1998).
2. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang
ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran
(misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane
ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002).
3. Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan
membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses
ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan antibody terhadap
komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig I, baik terikat mupun beredar dalam
sirkulasi darah ( Djuanda:2001, hal :186)
4. Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara
berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat
diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum si penderita.
(Laksman: 1999, hal:261).

5. Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang


menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan
timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, idung,
tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com)

Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar


dari epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris
adalah autoimmune disorder yaitu system imun memproduksi
antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane
mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan
pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain
karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya
perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody)
belum diketahui.
B.

ETIOLOGI

Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang


dapat
didefinisikan
antara
lain:
1. Faktor genetic
2. Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60
tahun. Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena
terinfeksi
dari
antibody
sang
ibu.
3. Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain,
biasanya myasthenia gravis dan thymoma
C.

TANDA DAN GEJALA

Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi


oral yang tampak sebagai erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri,
mudah berdarah dan sembuhnya lambat. Bulla pada kulit akan
membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang
lebar serta nyeri yang disertai dengan pembentukan kusta dan
perembesan cairan. Bau yang menusuk dan khas akan memancar
dari bulla dan serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan

penekanan yang minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau


pengelupasan kulit yang normal (tanda Nicolsky) kulit yang erosi
sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang
terkena sangat luas , superinfeksi bakteri sering yang terjadi.
Komplikasi yang sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses
penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya
kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan
terhadap infeksi sekunder. Bakteri kulit mudah mencapai bula
karena bula mengalami perembesan cairan, pacah dan
meninggalkan daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena kehilangan
cairan
serta
protein
ketika
bula
mengalami
rupture.
Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalu proses mencapai kulit tubuh
dan membrane mukosa yang luas (Brunner, 2002).

Tanda dan gejala Pemfigus Vulgaris :


a. Kulit berlepuh, 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang terkelupas, erosi.
b. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
c. Tanda nikolsky ada
d. Kelamin, mukosa mulut 60%
e. Biasanya usia 30-60 tahun.
f. Bau specifik.

D.

PATOFISIOLOGI
Semua proses pemfigus sifat yang khas yaitu:
1. Poses akontolisis

2. adanya antibody Ig G terhadap antigen diterminan yang ada pada permukaan keratinosis yang
sedang berdeferensiasi
Sebagian besar pasien, pada mulanya ditemukan dengan testoral yang tampak sebagai erosi
erosi yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuh lambat. Bula pada
kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah daerah erosi yang lebar serta nyeri disertai
dengan pembentukan krusta dan pembesaran cairan. Bau yang menususk dan khas akan mem
ancar dari bula dan yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang meminimalkan
terjadinya pembentukan lepuh/ pengelupasan kulit yang normal (tanda nikolsky). Kulit yang
erosi sembuh dengan lambah sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas. Sekunder
infeksi disertai dengan terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sering terjadi
akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminemia sering
dijumpai kalau proses penyakit mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa
yang luas. ( smeltzer dan Bars:2002, hal 1880)

E.

KOMPLIKASI

1. Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin terjadi
karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus
memperlambat

penyembuhan

luka

dan

meningkatkan

resiko

timbulnya

scar.

2. Malignansi dari penggunaan imunosupresif


Biasanya

ditemukan

pada

pasien

yang

mendapat

terapi

immunosupresif.

3. Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan
lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5. Osteoporosis

Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik.


6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium
klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan
harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau
proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.

F.

EVALUASI DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis.


2. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan
untuk diperiksa di bawah mikroskop atau pemeriksaan
immunofluoresent.
3. Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis.
4. Nikolskys sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan
terjadi pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit.
G.
PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat
mungkin, mencegah infeksi sekunder dan meningkatkan
pembentukan tulang epitel kulit (pembaharuan jaringan epitel).
Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan
penyakit dan menjaga kulit dari bulla. Kadar dosis yang tinggi
dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian
kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankankan seumur hidup
penderitanya.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera
sesudah makan dan dapat disertai dengan pemberian antacid
sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang

penting pada penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat


badan, tekanan darah, kadar glukosa darah dan keseimbangan
darah setiap hari . Preparat imunosupresif (azatioprin, ziklofosfamid,
emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan
mengurangi takaran ktikosteroid. Plasmaferesis (pertukaran
plasma). Secara temporer akan menurunkan kadar antibody serum
dan pernah dihasilkan keberhasilan yang bervariasi sekalipun
tindaka ini dilakukan untuk kasus yang mengancam jiwa pasien.
Dermatologi merupakan keahlian yang orientasinya visual,
disamping mendapatkan pasien, pemeriksa juga dapat melakukan
pemeriksaan terhadap lesi primer dan sekunder, dan konfigurasi
dan kontribusi lesi. prosedur diagnostic tertentu dapat pula
digunakan untuk mengenali kelainan kulit, prosedur yang biasanya
digunakan yaitu :
1) Biopsy
a). Punch Biopsy
Prosedur sederhana untuk mendapatkan jaringan guna
pemeriksaan histopatologis. dipilah lesi yang dewasa tumbuh
sempurna, pilih lesi paling awal, dan atap usahakan utuh.
b). Shave Biopsy
Mengambil bagian kulit yang menonjol atau meninggi bermanfaat
untuk biopsy berbagai tumor epidermis.
c). Biopsy eksisi cirurgis
Untuk mendapatkan jaringan yang meliputi tebalnya kulit misalnya
eritema , nodusum.
2) Kuret
Cara sederhana untuk pengambilan lesi kulit yang benigna seperti
kutil.

3) Usapan sitologi
Bermanfaat dalam diagnosa penyakit bulosa, erupsi virus yang solid
maupun yang vesikuler.
4) Kerokan dan biakan jamur
Konfirmasi segera terhadap adanya infeksi jamur dengan
penemuan organisme secara mikroskopis pada lesi berskuama,
dari kulit kepala, sudut mulut, aksila, pantat, dan lain-lain.
5) Pemeriksaan dengan sinar wood
Untuk menemukan infeksi jamur :
a). Mengontrol dan menemukan jamur kulit kepala
mikrosporum audovini dan mikrosporum canis akan berfluorsensi
hijau kebiruan cerah.
b). Penemuan infeksi jamur lain
Tinea vesikolor dapat berfluorsensi kuning emas. perubahan
pigemn yang menyertai dapt terlihat jelas.
c). Penemuan infeksi jamur
d). Penentuan kelainan pigmen
Sinar ulsi akan berfluorsensi putih kebiruan, digunakan dalam
pemeriksaan
penderita
vertiligo,
albilisme,
lepra,
dan
hiperpigmentasi lainnya
e). Penentuan obat
6) Patch testing
Digunakan untuk membuktikan dan menegakkan diagnosa
sensitifitas alergi.
Hasil yang dinilai adalah sebagai berikut :
1 + : Hanya eritema
2 + : Ertema dan papula
3 + : Eritem dan papula, vesikula kecil

4 + : Semua diatas dan vesikulor besar, bulae dan ulserasi


H.
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, golongan darah, penghasilan,
hubungan pasien dengan penanggung jawab, dll.
2. Riwayat pasien sekarang
Pada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di
rumah sakit pada suatu saat sewaktu terjadi pada suatu saat
sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa
pemfigus vulgaris bisa menjadi penyebab ketidakmampuan
bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan dan stress yang
dialami pasien serta bau lesi yang amis.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system
integument maupun penyakit sistemik lainnya. Demikian pula
riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit
menular, herediter.
4. Pemeriksaan fisik
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane
mukosa, kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari
kesehatan seseorang secara menyeluruh dan perubahan yang
terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan penyakit pada
system organ lain. Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama
yang digunakan dalam memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan
karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologic.
Pada pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang
berbatas jelas, mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm

dalam diameter, dengan struktur anatomis bulat. Inspeksi keadaan


dan penyebaran bulla atau lepuhan pada kulit. Sebagian besar
pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang tampak
tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah
berdarah, dan sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat
kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan tanda-tanda
hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan kulit, dan
hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan
untuk
mengkaji
tanda-tanda
infeksi.
5. Pengkajian psikologis
Dimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk
data psikologisnya tidak dapat di dinilai, sedangkan pada pasien
yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya
gangguan emosi, perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel,
apatis, kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan
sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang diperlukan
adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan
lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga.
Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami
penyakit pemfigus vulgaris.
5. Data/pangkajian spiritual
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan
falsafah hidup pasien serta ketuhanan yang diyakininya.
6. Pemeriksaan diagnostic
o Nikolskys sign
o Skin lesion biopsy (Tzank test)
o Biopsy dengan immunofluorescene
7. Penatalaksanaan umum

o Kortikosteroid
o Preparat imunosupres (azatioprin, siklofosfamid, emas)

Diagnosa Keperawatan
1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan
protein
2. gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula
3. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran
mukosa
4. gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah kulit
yang terbuka
5. intoleransi aktfitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kekakuan sendi
6. ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik

Fokus Intervensi
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
protein
Tujuan
Pemenuhan volume cairan yang optimal dan elektrolit seimbang
Intervensi
a. Pantau TTV, haluaran cairan urine dan waspada terhadap tanda-tanda hipovolemia
R: hipovolemia merupakan resiko utama yang harus segera ditangani
b. Pantau haluaran urine setiap 1 jam sekali dan menimbang BB setiap hari
R: dapat memberikan informasi tentang status cairan
c. Pertahankan pemberian cainan infus dan atur tetesan sesuai dengan program
R: pemberian cairan yang adekuat guna mempertahankan keseimbangan cairan

cairan dan

d. Naikkan kepala dan tinggikan ekstremitas


R: peninggian akan meningkatkan aliran darah vena
e. Hitung balance cairan
R: dapat memberikan informasi tentang input-output cairan.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula
Tujuan
Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi
a. Periksa daerah yang terkena dan terlibat
R: pemahaman tentang luasnya dan karakteristik kulit untuk memudahkan menyusun intervensi
b. Kendalikan faktor-faktor iritan ( kelembaban, suhu, sabun ringan, batasi pakaian, cuci linen)
R: rasa nyeri diperburuk ileh panas, bahan kimia dan fisik
c. Kaji skala nyeri
R: mengetahui perkembangan penyakit
d. Berikan tindakan kenyamanan dasar, seperti pijatan daerah atau area yang tidak sakit dan
perubahan posisi sesering mungkin
R: meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan kelelahan umum
e. Ajarkan manajemen stres seperti relaksasi nafas dalam dan distraksi
R: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol yang menurunkan ketergantungan
pada obat
f. Kolaburasi pemberian analgetik
R: untuk mengurangi nyeri
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran mukosa
Tujuan
Tidak terjadi infeksi
Intervensi
a. Implementasi teknik isolasi yang tepat sesuai indikasi
R: menurunkan resiko terkontaminasi silang atau terpajan pada flora bakteri multiple

b. Tekankan pentingnya teknik mencuci tangan yang baik untuk semua individu yang kontak
dengan pasien
R: mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi
c. Awasi atau batasi pengunjung bila perlu dan jelaskan prosedur isolasi terhadap pengunjung
bila perlu
R: mencegah kontamiasi silang dari pengunjung
d. Periksa luka setiap hari, perhatikan atau catat perubahan penampakan bau atau kuntitas
R: mengidentifikasi adanya penyembuhan dan memberikan deteksi dini adanya infeksi.
e. Rawat luka dengan teknik aseptik
R: menurunkan resiko infeksi
4. Gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah kulit yang
terbuka
Tujuan
Pemeliharaan integritas kulit
Intervensi
a. Kompres yang basah dan sejuk atau therapi rendaman
R : dapat mengurangi rasa nyeri
b. Setelah dimandikan kulit segera dikeringkan dengan hati-hati dan taburi dengan bedah yang
tidak mengiritasi
R : jumlah bedak yang cukup banyak mungkin diperlukan untuk menjaga agar kulit pasien tidak
lengket dengan sprei
c. Jangan menggunakan plester
R: dapat menimbulkan pecahnya bula sehingga perlu diberikan perban.
5. Intoleransi aktfitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kekakuan sendi
Tujuan
Toleran terhadap aktifitas
Intervensi
a. Kaji tingkat aktifitas pasien

R: untuk mengetahui tingkat ADL pasien


b. Anjurkan pasien untuk menghemat energi
R: untuk mengurangi energi
c. Bantu pemenuhan ADL
R: agar tidak terjadi ADL
d. Monitor TTV
R: aktifitas banyak dapat meningkatkan nadi
e. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
R: istirahat dapat memulihkan energi
6. Ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
Tujuan
Pengembangan penerimaan diri
Intervensi
a. Kaji adanya gangguan citra diri ( menghindar, kontak mata kurang)
R: gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit yang tampak nyata
b. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan emosi
R: pasien butuh pengalaman didengarkan dan dipahami
c. Motivasi pasien untuk bersosialisasi dengan orang lain
R: meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi
d. Motivasi supaya pasien memperbaiki citra tubuh
R: meningkatkan kepercayaan diri

Evaluasi
Evalusi tidakan yang telah diberikan. Jika keadaan pasien mulai membaik. Hentikan
tindakan. Sebaliknya, jika keadaan pasien memburuk, intervensi harus mengalami perubahan.

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, Djuanda Dr. Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Dermatologi.


Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.
Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
http://www.akperppni.ac.id/sistem-integumen-kulit/askep-pemphigus-vulgaris
http://soemabali.wordpress.com/2009/03/23/asuhan-keperawatan-klien-dengan-pemfigusvulgaris/
www.pemfigus.org.com
www.medicalholistik.com
http://www.portalkalbe.com.

Anda mungkin juga menyukai