Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI PENYAKIT
Sindrom paraneoplastik adalah penyakit atau gejala yang dihasilkan
dikarenakan keberadaan Kanker dalam tubuh, bukan dikarenakan keberadaan sel
kanker lokal. Keadaan ini disebabkan oleh faktor imunitas humoral
(oleh Hormon atau Sitokina) yang dikeluarkan oleh sel kanker atau melalui
respons imunitas melawan tumor.
Sindrom paraneoplastik adalah simtoma atau gejala yang umum terjadi pada
pasien paruh baya atau pasien yang lebih tua, dan biasanya disertai dengan kanker
di paru paru, payudara, ovari atau Limfoma. Terkadang gejala Sindrom paraneoplastik
muncul sebelum didiagnosa sebagai penyakit yang malignant(berbahaya), yang telah
diduga berkaitan dengan patogenesis penyakit. Dalam pola pikir ini, sel-sel tumor
menekan jaringan yang dibatasi antigen (seperti protein saraf), memicu respon imun
anti-tumor yang mungkin sebagian atau, jarang, benar-benar efektif dalam menekan
pertumbuhan dan gejala tumor.
Pemfigus atau pemfigus vulgaris adalah gangguan kulit serius yang ditandai
dengan lepuhan di kulit, bagian dalam mulut, hidung, tenggorokan, dan kelamin.
Lepuhan tersebut mudah pecah dan meninggalkan bekas luka yang rentan terinfeksi.
Pemfigus merupakan peyakit yang jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan kematian
bila tidak ditangani. Pemfigus lebih sering dialami oleh orang berusia 50-60 tahun,
walaupun sebenarnya dapat terjadi pada usia berapa pun. Perlu diingat penyakit kulit
ini tidak menular.
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang
kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal
akibat proses ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi
ditemukan antibody terhadap komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis
Ig I, baik terikat mupun beredar dalam sirkulasi darah ( Djuanda:2001, hal :186)
Pemfigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran
gelembung secara berturut-turut yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak
berwarna gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya
mempengaruhi keadaan umum si penderita. (Laksman: 1999, hal:261).
2. ETIOLOGI
(Smeltzer dan Bars, 2002, hal:1879)
1. Genetik
2. penyakit autoimun
3. obat-obatan (Penisilin dan kaptopril)
4. sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma

3. PATOFISIOLOGI
Semua proses pemfigus sifat yang khas yaitu:

1. Poses akontolisis]
2. adanya antibody Ig G terhadap antigen diterminan yang ada pada permukaan
keratinosis yang sedang berdeferensiasi
Sebagian besar pasien, pada mulanya ditemukan dengan testoral yang tampak
sebagai erosi – erosi yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri, mudah berdarah dan
sembuh lambat. Bula pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah
daerah erosi yang lebar serta nyeri disertai dengan pembentukan krusta dan pembesaran
cairan. Bau yang menususk dan khas akan memancar dari bula dan yang merembes
keluar. Kalau dilakukan penekanan yang meminimalkan terjadinya pembentukan
lepuh/ pengelupasan kulit yang normal ( tanda nikolsky ). Kulit yang erosi sembuh
dengan lambah sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas. Sekunder
infeksi disertai dengan terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sering
terjadi akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami ruptur.
Hipoalbuminemia sering dijumpai kalau proses penyakit mencakup daerah permukaan
kulit tubuh dan membran mukosa yang luas. ( smeltzer dan Bars:2002, hal 1880)

4. PENYEBAB
Pada penderita pemfigus, sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi yang
berbalik menyerang sel sehat di kulit dan lapisan tubuh lainnya. Kondisi ini
dinamakan autoimun. Normalnya, antibodi berfungsi untuk menyerang organisme
berbahaya, seperti virus atau bakteri.
Belum diketahui secara pasti apa penyebabnya, namun diduga pemfigus dipicu
oleh penggunaan obat-obatan, seperti:
- Rifampicin.
- Antibiotik, misalnya sefalosporin.
- Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).
- Obat darah tinggi golongan ACE inhibitor, misalnya captopril.

Faktor lain yang diduga dapat memicu pemfigus adalah:

- Stres.
- Paparan sinar UV.
- Luka bakar.
- Infeksi.
- Usia.
- Menderita penyakit autoimun lain, terutama myasthenia gravis dan thymoma.

5. TANDA DAN GEJALA


Gejala pemfigus adalah lepuhan pada kulit yang rentan pecah, sehingga
meninggalkan luka berkerak. Lepuhan dapat menimbulkan nyeri, namun tidak terasa
gatal. Bisa juga sebaliknya, terasa gatal, tetapi tidak menimbulkan nyeri. Lepuhan dapat
timbul di area berikut ini:
- Bahu.
- Dada.
- Punggung.
- Bagian dalam mata, hidung, mulut, tenggorokan, paru-paru, dan kelamin.

Lepuhan dapat muncul dalam ukuran kecil, kemudian membesar secara bertahap.
Seiring waktu, lepuhan akan bertambah banyak hingga menyelimuti wajah, kulit
kepala, dan seluruh tubuh. Adanya lepuhan di dalam mulut dapat meyebabkan rasa
perih saat makan, minum, atau menggosok gigi. Suara penderita juga dapat menjadi
serak akibat lepuhan di tenggorokan.

1. Pemfigus Vulgaris

a. Kulit berlepuh, Ø 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang
terkelupas, erosi
b. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
c. Tanda nikolsky ada
d. Kelamin, mukosa mulut 60%
e. Biasanya usia 30-60 tahun
f. Bau specifik
2. pemfigus eritematosus
a. Biasanya pada usia 60-70 tahun
b. Lesi awal : daerah wajah, kulit kepala, punggung, seluruh tubuh berupa bercak,
eritematosa batas tegas ( seperti kupu-kupu pada wajah) , krusta sifatnya kronis
residif
c. Dinding bula kendur, mudah pecah, erosif yang dikelilingi dasar eritematosa, krusta
dan skuama krusta basah, bau khas
d. Tanda nikolsky ada
e. Mukosa mulut terkena
3. pemfigus bullosa
a. Biasanya usia 50-70 tahun
b. Dinding bula tegang berisi cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang tampak normal
atau eritema
c. Diameter bula bervariasi
d. Lesi mulut / genitalis ( 20 – 40 %)
e. Tidak ada tanda nikolsky
4. pemfigus vegetans
a. pada usia lebih muda dibandingkan dengan pemfigus vulgaris
b. lesi awal dimukosa mulut berbulan-bulan
c. lesi kulit : lokasi inter triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas, selluruh tubuh
berupa bula kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau amis, hiperpigmentasi
d. tanda nikolsky ada
6. PATHWAY

7. KOMPLIKASI
Lepuhan yang terbuka, rentan terinfeksi bakteri. Infeksi dapat ditandai dengan
rasa nyeri dan panas pada kulit, keluarnya nanah berwarna kehijauan atau kekuningan
pada lepuhan, serta meluasnya warna kemerahan di sekitar lepuh. Bakteri dapat
menyebar ke aliran darah dan menyebabkan kondisi berbahaya yang disebut sepsis.
Komplikasi lain dapat muncul akibat penggunaan kortikosteroid dan obat
imunosupresif dalam jangka panjang, yaitu:
- Gangguan pertumbuhan pada anak-anak.
- Gangguan hormon.
- Osteoporosis.
- Timbul kanker, seperti limfoma.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Banyak kondisi yang dapat menyebabkan lepuhan di kulit. Oleh karena itu,
dokter akan menjalankan pemeriksaan agar dapat mendiagnosis pemfigus dengan tepat,
di antaranya adalah:
- Tes darah. Pemeriksaan darah dilakukan untuk mendeteksi antibodi penyebab
pemfigus.
- Biopsi. Dokter kulit akan mengambil sampel jaringan kulit dari lepuhan untuk
diperiksa di bawah mikroskop.
- Endoskopi. Pada penderita pemfigus, dokter akan melakukan peneropongan atau
endoskopi untuk melihat luka di dalam tenggorokan.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemfigus vulgaris

a. Umum
- Perbaiki keadaan umum
- Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-tanda vital
b. Sistemik
- Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit
- Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah
sampai dosis pemeliharaan
- Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB )
untuk sparing efek.
- Antibiotika bila ada infeksi sekunder
- KCL 3x500 mg/ hari
- Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c. Topikal
- Eksudatif : kompres
- Darah erosif : - Silver sulfadiazine
- Krim antibiotik bila ada infeksi
- Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah eksudatif

2. pemfigus eritematosus
a. umum
- Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input atau output cairan dan elektrolit
- Diet lunak, TKTP, rendah garam
b. Sistemik
- Kortikosteroid : prednison 60-100 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit)
- Kombinasi kortikosteroid dan azatioprin (1-2 mg/kg BB)
- Antibiotik : bila terdapat infeksi sekunder
- Anbolik ( anabolene 1x1 tb/ hari)

c. Topikal
- Untuk lesi basah : kompres
- Untuk lesi erosif : mupirocin
- Untuk lesi berskuama : kompres hidrokortison 2,5 %, lanalcin 10 %, vaselin
albumin 100
3. Pemfigus bulosa
a. umum

- Pengawasan keadaan umum, tanda vital


- Diet TKTP
- Hindari infeksi sekunder (K/P) infus untuk mengantisipasi gangguan cairan dan
elektrolit
d. Sistemik
- Prednison 40-80 mg/hr, bila tampak perbaikan tapering off
- DDS 200-300 mg/hari
- Dapat diberikan gabungan prednison dengan imunosupresan lain
- MTX 20-30 mg/ minggu interval 12 jam diberikan saat prednison dosis 400 mg
- Azatioprin 50-150 mg/hr setelah 3-4 minggu kemudian dilakukan alternate day
- Anbolik bila ada infeksi sekunder
- CTM 3x1 tablet sehari ( bila gatal)
e. Topikal
- Untuk lesi basah : kompres rivanol
- Untuk lesi erosi kering : kortikosteroid topikal
- Antibiotik topikal
- Bula besar : aspirasi
4. pemfigus vegetans

a. umum

- Pengawasan keadaan umum, tanda vital, input output cairan dan elektrolit
- Diet lunak, TKTP, rendah garam
f. Sistemik
- Prednison 60-150 mg/hr, tapering off sesuai dengan kondisi klinis sampai dosis
pemeliharaan
- Antibiotik bila ada infeksi sekunder
- Alternate dapseon 100-200 mg/hari
- KCL 2x500 mg (k/p)
- Anabolik (anabolene 1x1 tablet sehari)
g. Topikal
- Betadine gargle untuk kumur
- Bibir kenalog in arabase
- Garamicin krim atau fucidine krim 2xsehari untuk daerah erosif
- Untuk krusta : kompres salep antibiotik
- Mandi PK / 10.000

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. DATA FOKUS PENGKAJIAN
- Biodata

Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai dewasa muda

- Riwayat kesehatan
Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi

Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan ( neoplasma ),
riwayat penyakit lain, Riwayat hipertensi

- pola kesehatan fungsional Gordon yang terkait


a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula
mengalami ruptur
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Nyri akibat pembentukan bula dan erosi

c. Pola hubungan dengan orang lain


Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena adanya bula atau
bekas pecahan bula yang meninggalkan erosi yang lebar

d. Pola persepsi dan konsep diri


Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/ bula pecah meninggalkan erosi
yang lebar serta bau yang menusuk

- Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Baik
- Tingkat kesadaran : Composmentis
- Tanda – tanda vital :
o TD : Dapat meningkat/ menurun
o N : Dapat meningkat/ menurun
o RR : Dapat meningkat/ menurun
o S : Dapat meningkat/ menurun
- Kepala : Kadang ditemukan bula
- Dada : Kadang ditemukan bula
- Punggung : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
- Ekstremitas : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus

- Pemeriksaan diagnostik
a. Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula
b. Laborat darah : hipoalbumin
c. Biopsi kulit : mengetahui kemungkinan maligna
d. Test imunofluorssen : didapat penurunan imunoglobulin

2. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan dan protein

2) gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula
3) resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan
membran mukosa
4) gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan
daerah kulit yang terbuka
5) intoleransi aktfitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kekakuan sendi
6) ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik

3. PERENCANAAN

1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan
protein
 Tujuan
Pemenuhan volume cairan yang optimal dan elektrolit seimbang

 Intervensi
a. Pantau TTV, haluaran cairan urine dan waspada terhadap tanda-tanda hipovolemia
R: hipovolemia merupakan resiko utama yang harus segera ditangani

b. Pantau haluaran urine setiap 1 jam sekali dan menimbang BB setiap hari
R: dapat memberikan informasi tentang status cairan

c. Pertahankan pemberian cainan infus dan atur tetesan sesuai dengan program
R: pemberian cairan yang adekuat guna mempertahankan keseimbangan cairan

d. Naikkan kepala dan tinggikan ekstremitas


R: peninggian akan meningkatkan aliran darah vena

e. Hitung balance cairan


R: dapat memberikan informasi tentang input-output cairan.

2. gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula
 Tujuan
Nyeri berkurang atau hilang

 Intervensi
a. Periksa daerah yang terkena dan terlibat
R: pemahaman tentang luasnya dan karakteristik kulit untuk memudahkan menyusun
intervensi
b. Kendalikan faktor-faktor iritan ( kelembaban, suhu, sabun ringan, batasi pakaian, cuci
linen)
R: rasa nyeri diperburuk ileh panas, bahan kimia dan fisik

c. Kaji skala nyeri


R: mengetahui perkembangan penyakit

d. Berikan tindakan kenyamanan dasar, seperti pijatan daerah atau area yang tidak sakit
dan perubahan posisi sesering mungkin
R: meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan kelelahan umum

e. Ajarkan manajemen stres seperti relaksasi nafas dalam dan distraksi


R: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol yang menurunkan
ketergantungan pada obat

f. Kolaburasi pemberian analgetik


R: untuk mengurangi nyeri

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran
mukosa
 Tujuan
Tidak terjadi infeksi

 Intervensi
a. Implementasi teknik isolasi yang tepat sesuai indikasi
R: menurunkan resiko terkontaminasi silang atau terpajan pada flora bakteri multiple

b. Tekankan pentingnya teknik mencuci tangan yang baik untuk semua individu yang
kontak dengan pasien
R: mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi

c. Awasi atau batasi pengunjung bila perlu dan jelaskan prosedur isolasi terhadap
pengunjung bila perlu
R: mencegah kontamiasi silang dari pengunjung

d. Periksa luka setiap hari, perhatikan atau catat perubahan penampakan bau atau
kuntitas
R: mengidentifikasi adanya penyembuhan dan memberikan deteksi dini adanya
infeksi.
e. Rawat luka dengan teknik aseptik
R: menurunkan resiko infeksi

4. gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah kulit
yang terbuka
 Tujuan
Pemeliharaan integritas kulit

 Intervensi
a. Kompres yang basah dan sejuk atau therapi rendaman
R : dapat mengurangi rasa nyeri

b. Setelah dimandikan kulit segera dikeringkan dengan hati-hati dan taburi dengan
bedah yang tidak mengiritasi
R : jumlah bedak yang cukup banyak mungkin diperlukan untuk menjaga agar kulit
pasien tidak lengket dengan sprei

c. Jangan menggunakan plester


R: dapat menimbulkan pecahnya bula sehingga perlu diberikan perban.

5. Intoleransi aktfitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kekakuan sendi


 Tujuan
Toleran terhadap aktifitas

 Intervensi
a. Kaji tingkat aktifitas pasien
R: untuk mengetahui tingkat ADL pasien

b. Anjurkan pasien untuk menghemat energi


R: untuk mengurangi energi

c. Bantu pemenuhan ADL


R: agar tidak terjadi ADL

d. Monitor TTV
R: aktifitas banyak dapat meningkatkan nadi

e. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat


R: istirahat dapat memulihkan energi
6. Ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
 Tujuan
Pengembangan penerimaan diri

 Intervensi
a. Kaji adanya gangguan citra diri ( menghindar, kontak mata kurang)
R: gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit yang tampak nyata

b. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan emosi


R: pasien butuh pengalaman didengarkan dan dipahami

c. Motivasi pasien untuk bersosialisasi dengan orang lain


R: meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi

d. Motivasi supaya pasien memperbaiki citra tubuh


R: meningkatkan kepercayaan diri

4. DAFTAR PUSTAKA
Doengoes Marilynn, 1999; Rencana Asuhan Keperawatan , EGC, Jakarta Smelltzer and
bars, 2002, hal 188. Harnowo, 2002, hal: 29
Brunner and suddath, 2001; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, Dkk, 1999; Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Medikal Aesculapis

Anda mungkin juga menyukai