Disusun oleh :
1. Selvi Kartika L 1601 1213 0002
2. Niken Tri Hapsari 1601 1213 0011
3. Anita Putri Isabela 1601 1213 0048
Pembimbing :
Riani Setiadhi, drg.Sp.PM.
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2016
JUDUL : LESI ORAL TERKAIT PEMPHIGUS VULGARIS
Menyetujui :
Pembimbing Utama,
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II LAPORAN KASUS 2
2.1 Status Klinik IPM I 2
2.2 Status Klinik IPM II 4
2.3 Status Klinik IPM III 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 9
3.1 Pemphigus 9
3.1.1 Definisi 9
3.1.2 Klasifikasi 9
3.2 Pemphigus Vulgaris 17
3.2.1 Definisi 18
3.2.2 Etiologi 18
3.2.3 Patogenesis 18
3.2.4 Manifestasi Klinis 19
3.2.4.1 Tanda dan Gejala 19
3.2.4.2 Manifestasi Sistemik 19
3.2.4.3 Manifestasi Oral 20
3.2.5 Pemeriksaan dan Penegakkan Diagnosis 21
3.2.6 Diagnosis Banding 25
3.2.7 Penatalaksaan 26
3.2.7.1 Prinsip Penatalaksanaan Pemphigus Vulgaris 26
3.2.7.2 Kortikosteroid 28
3.2.7.3 Deksametason 33
BAB IV PEMBAHASAN 37
BAB V KESIMPULAN 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR GAMBAR
autoimun berupa bula yang bersifat kronik, dapat mengenai membran mukosa
maupun kulit. Pada penyakit ini ditemukan antibodi IgG yang bersirkulasi dan
yaitu reaksi pemisahan sel-sel epidermis karena tidak adanya kohesi antara sel-sel
paraneoplastik.
Rumah Sakit Hasan Sadikin dengan keluhan awal berupa sakit dan bengkak pada
2.1.2 Anamnesis
Keadaan bibir dan rongga mulut sudah membaik, rasa sakit dan
mudah berdarah berkurang, sudah dapat makan nasi lunak, obat digunakan
teratur.
Pasien datang pertama kali pada tanggal 09 Juli 2015 mengeluhkan
sakit dan bengkak pada bibir yang dirasakan sejak sekitar 3 bulan yang
lalu.Pernah dirawat secara rutin di poli Penyakit Mulut tahun 2011 hingga
2012 dengan keluhan yang sama. Keadaan sakit saat ini dirasakan muncul
kembali setelah berobat ke dokter Penyakit Dalam dengan keluhan batuk.
2.1.5 Diagnosis
- Lesi oral terkait pemphigus vulgaris
- Gingivitis marginalis kronis generalisata
- Susp. kandidiasis oral
2.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan
- Oral Hygiene Instruction dan KIE (melanjutkan kompres bibir dengan
NaCl 0.9% berkumur dan minum obat rutin dan teratur)
- R/ Dexamethasone 0,5 mg tab No XV
ʃ1-0-1 pc
R/ Dexamethasone 1 mg
disp. pulv dtd No. XV
ʃ 1-0-1 pc
(1 pulv add aqua 10 ml, kumur, buang)
R/ Entrasol gold 360mg box No. I
ʃ 2 dd 1
R/ Dexamethasone 0.05mg
Avil 0.25 mg
Lanoline 2.5 gr
Add vaseline 25 gr
mf unguentum
ʃ 3 dd 1 p.a (oles bibir tipis-tipis)
R/ NaCl 0.9% fl No I
ʃ kompres bibir 4-5x / hari
R/ Chlorhexidine gluconate 0.2% 150 ml fl No. I
ʃ col oris 3 dd 1
- Pro kontrol tanggal 4 Januari 2016
2.3.4 Diagnosis
- Lesi oral terkait pemphigus vulgaris
- Gingivitis marginalis kronis generalisata
2.3.5 Rencana Perawatan
- Oral Hygiene Instruction dan KIE (kompres bibir dengan rutin 5x
sehari, mempraktikkan berkumur dengan benar dan rutin)
- R/ Dexamethasone 0,5 mg tab No XV
ʃ1-0-1 pc
R/ Dexamethasone 0.5 mg No. XXX
ʃ 2-0-2 pc (gerus add aqua 10 ml, kumur, buang)
R/ Entrasol gold 360mg box No. I
ʃ 2 dd 1
- Salep bibir racikan (dexamethasone add vaselin) dioleskan 5x sehari
setelah mengkompres bibir dengan NaCl 0,9%)
Kontrol tanggal 25 Januari 2016
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pemphigus
3.1.1 Definisi
gelembung atau bullae (Lubis, 2008). Definisi pemphigus dalam Kamus Saku
ulserasi pada mukosa dan/ atau daerah kutaneus. Pemphigus pada beberapa
3.1.2 Klasifikasi
et.al, 2000).
sebagai berikut
1. Pemphigus Vulgaris
semua kasus pemphigus, biasanya pada usia 50-60 tahun dan jarang
2008). Bullae atau bula berupa kantung berisi cairan yang berkembang
pada bagian atas kulit, sehingga tampak tipis dan rapuh, mudah pecah
serta menimbulkan area erosi yang dapat meluas dan terasa nyeri.
Predileksi bula terdapat pada kulit dan membran mukosa dasar mulut,
lesi terbakar dari ringan sampai berat. Apabila tidak dirawat dengan
mukosa bukal, mukosa palatal, dan bibir. Ulserasi ini juga dapat
Selain itu, pemphigus vulgaris juga sering terjadi pada pasien dengan
Langlais, 2009)
2. Pemphigus Vegetans
tipe Hallopeau. Onset dari tipe Neumann ditandai dengan lepuhan dan
lebih baik.
Gambar 3.2 Pemphigus Vegetans (Dhamija, 2012)
3. Pemphigus Foliaceus
endemik lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Sering
terjadi pada wajah, kulit kepala, dada bagian atas dan perut, namun
terkait dengan lalat hitam dari famili Simuliidae. Lebih dari 1000
5. Pemphigus Erythematosus
foliaceus dan terjadi kebanyakan pada usia paruh baya dan orang tua.
daerah wajah, dahi, daerah sternum, dan daerah tulang skapula. Secara
histologik sama dengan gambaran pada pemphigus foliaceus.
6. Drug-Induced Pemphigus
7. Pemphigus Paraneoplastik
yang terlibat tidak diketahui namun berat molekulnya adalah 250, 230,
Dalam makalah ini akan membahas lebih lengkap mengenai pemphigus vulgaris.
3.2.1 Definisi
aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok dan mengadakan regresi
terjadi, yaitu 1-5 pasien per 1 juta orang dalam suatu populasi per tahun dengan
onset usia 50-60 tahun. Penyebarannya di seluruh dunia dan dapat mengenai
semua ras. Frekuensi antara laki-laki dan perempuan hampir sama (Chaudhary et
al., 2014).
3.2.2 Etiologi
Etiologi dari penyakit ini adalah autoimun saat terjadi perikatan antara IgG
3.2.3 Patogenesis
subjektif seperti malaise, anoreksia, subfebris, kulit terasa panas dan sakit
serta sulit menelan. Pruritus (rasa gatal) jarang ditemui. Bila lesi meluas ke
bagian laring maka akan timbul kesulitan menelan karena rasa nyeri.
esophagus, labia, vagina, serviks, penis, uretra, dan anus (Harahap, 2000).
dapat dimulai dengan adanya lesi di kulit kepala berambut atau di rongga
kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder. Lesi
Gambar 3.9 (A) Bulla pada kulit pasien dengan PV, (B) Lesi erosif di kulit
(Greenberg, 2008)
akan menimbulkan lesi baru. Hal ini dinamakan sebagai Nikolsky’s sign.
intra oral. Butuh waktu rata-rata sekitar 5 bulan dari waktu onset lesi oral
kemudian bullae pecah menjadi lesi ulser irregular yang tertutup benang-
bukal merupakan lokasi awal terdapat bullae namun lesi dapat meluas
Greenberg, 2008).
A B
Gambar 3.10 (A) erosi dangkal irregular pada mukosa bukal dan
permukaan palatum disebabkan pemphigus, (B) Lesi bula pada
pemphigus (Greenberg, 2008)
Diagnosis ditegakkan oleh seorang Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dan
juga bagian lain yang berhubungan seperti Dokter Gigi Spesialis Ilmu Penyakit
Mulut, namun harus dilakukan pemeriksaan penunjang agar lebih akurat. Terdapat
a. Pemeriksaan Visual
melihat anggota bagian tubuh yang terlibat. Selain itu ada cara khusus
yang dapat dilakukan melalui Nikolsky’s sign, caranya dengan menekan
baik dilakukan pada vesikel dan bullae yang terbentuk kurang dari 24
Histopatologi
pada lapisan basal. Sel epidermis suprabasal terpisah dari sel basal
membentuk suatu ruang dan bullae. Sel basal terpisah satu dengan
lainnya dan tampak berjajar seperti tombstone pada dasar bullae namun
sel tersisa tetap menempel pada membran basal. Bullae berisi sel
c. Direct Immunofluorescence
dan sekitar lesi. Tes ini dilakukan secara in vivo menggunakan antibodi
dan reaktan imun. Lokasi yang baik untuk dilakukan DIF yaitu pada
kulit perilesi yang terlihat normal. Ketika dilakukan tes DIF, kulit yang
kelainan ini. IDIF menggunakan serum pasien, hal ini dilakukan bila
e. Pemeriksaan ELISA
antibodi PV dalam darah namun tes ini hanya dapat dilakukan pada
laboratorium yang besar dan lengkap. Tes ini juga dapat memantau
multiforms, dan lichen planus merupakan penyakit dengan gejala klinis sama
dengan pemphigus vulgaris yaitu memiliki lesi menyerupai erosi pada bagian
karena jika dilakukan tes Tzanck, kedua penyakit ini memiliki sel akantolisis yang
dikenali sebagai sel Tzanck (Greenberg, 2008). Tes Tzanck adalah pemeriksaan
cairan dari bulla (lepuh) untuk mencari sel Tzanck yang merupakan karakteristik
varicella (cacar air), herpes zoster, herpes simpleks, dan pemphigus vulgaris. Sel
infeksi parasit dan traumatic eosinophilic ulcer memiliki lesi vesiko ulseratif yang
vulgaris tetapi dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit ini (Greenberg, 2008).
3.2.7 Penatalaksanaan
Berdasarkan percobaan klinis dan penelitian selama ini, terapi pilihan untuk
yang biasa digunakan adalah steroid yang disertai dengan adjuvant drugs. Terapi
dengan dosis minimal yang dibutuhkan untuk kontrol penyakit tersebut. (Harman
sebesar 38%, 50%, dan 75% dalam waktu 3, 5, dan 10 tahun setelah
1. Definisi
bagian korteks kelenjar adrenal yang terletak di atas ginjal, sebagai tanggapan atas
ini berperan pada banyak sistem fisiologis tubuh, misalnya tanggapan terhadap
elektrolit dan air, dengan cara merangsang reabsorbsi Na+ dan Cl- dalam tubulus
2. Oral Kortikosteroid
menunjukkan adanya remisi total sebesar 29% dalam 4-6 tahun. Efek
peningkatannya secara klinis dapat dilihat jelas dalam beberapa hari setelah
penggunaan kortikosteroid. Rata-rata penurunan bullae membutuhkan waktu 2-3
Pemberian kortikosteroid sejauh ini masih bersifat empiris, dan didasari oleh
keparahan penyakit itu sendiri. Pasien dengan penyakit ringan dirawat dengan
dosis inisial prednisolone 40-60mg/hari, sedangkan pada kasus yang lebih parah
dirawat dengan dosis 60-100mg/hari. Jika tidak ada respon positif (tidak ada lesi
yang membaik) dalam 5-7 hari, dosis dapat ditingkatkan dengan penambahan 50-
Saat steroid digunakan dalam jangka waktu lama, adjuvant drugs seperti
mg/kgBB per hari digunakan untuk mengontrol penyakit, dan saat hal ini tercapai,
prednisone dalam jangka waktu pendek dan dosis rendah (Arini, 2005).
klinis yang sangat luas. Manfaat dari kortikosteroid cukup besar tetapi karena efek
Tabel 3.1 Efek Samping Kortikosteroid Menurut Organ yang Terkena (Barret,
2010)
Tempat Macam Efek Samping
topikal:
Tabel 3.2 Efek Samping Kortikosteroid Secara Sistemik dan Topikal (Gilman,
2007; Katzung, 2004)
Sistemik Topikal
a. Insufisiensi adrenal akut/ krisis adrenal a. Atrofi
dapat terjadi pada penggunaan jangka b. Striae atrofi
panjang (>2 minggu) yang dihentikan c. Telangiektasis
secara mendadak. d. Purpura
b. Habitus Cushing e. Dermatosis acneformis
Kortikosteroid yang berlebihan akan memicu f. Hipertrikosis setempat : pertumbuhan
katabolisme lemak sehingga terjadi redistribusi rambut dalam tubuh yang jumlahnya
lemak di bagian tertentu tubuh. Gejala yang dianggap abnormal
timbul : moon face, buffalo hump, g. Hipopigmentasi
penumpukan lemak supraklavikular, h. Dermatitis peroral
ekstremitas kurus, striae acne, dan hirsutism
c. Hiperglikemia dan glikosuria Efek Epidermal
Hal ini terjadi karena kortikosteroid Penipisan epidermal yang disertai dengan
(glukokortikoid) berperan dalam metabolisme peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
glukosa melalui peningkatan glukoneogenesis penurunan ketebalan rata-rata lapisan
dan aktivitas enzim glukosa-6-pospat keratosit, dengan pendataran dari konvulsi
d. Penurunan absorpsi kalsium intestinal dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah
e. Keseimbangan nitrogen negatif dengan penggunaan tretinoin topikal secara
Kortikosteroid menyebabkan mobilisasi asam konkomitan
amino dari jaringan ekstrahepatik, yang Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan
digunakan sebagai substrat untuk seperti vitiligo, telah ditemukan.
glukoneogenesis sehingga kadar asam amino Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi
dalam plasma tinggi, meningkatkan steroid atau injeksi steroid intrakutan
pembentukan urea, dan keseimbangan nitrogen
menjadi negatif Efek Dermal
f. Mudah terkena infeksi Terjadi penurunan sintesis kolagen dan
Efek antiinflamasi ini terjadi melalui berbagai pengurangan pada substansi dasar. Ini
mekanisme salah satunya penekanan aktivitas menyebabkan terbentuknya striae dan
fosfolipase sehingga mencegah pembentukan keadaan vaskulator dermal yang lemah
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan akan menyebabkan mudah ruptur jika
leukotrien. Penekanan sistem imun ini dapat terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
menghentikan reaksi peradangan, namun intradermal yang terjadi akan menyebar
memudahkan pasien terkena infeksi dengan cepat untuk menghasilkan semacam
g. Tukak peptik blot hemorrhage atau bisa disebut juga
h. Osteoporosis (steroid-induced aneurysms yaitu pembengkakan/
osteoporosis) pembesaran pembuluh darah. Ini nantinya
Kortikosteroid dapat menurunkan kadar Ca2+ akan terserap dan membentuk jaringan
dalam darah dengan enghambat pembentukan parut stellata, yang akan membuat kulit
osteoklast, namun dalam jangka waktu lama terlihat seperti kulit prematur.
malah menghambat pembentukan tulang
(sintesis protein di osteoblast) dan
meningkatkan resorpsi sehingga memicu
terjadinya osteoporosis Efek Vaskular
i. Miopatik Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid
Katabolisme protein akibat penggunaan pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
kortikosteroid yang dapat menyebabkan pada pembuluh darah yang kecil di
berkurangnya massa otot, sehingga superfisial
menimbulkan kelemahan dan miopatik Fenomena rebound. Vasokontriksi yang
j. Psikosis lama akan menyebabkan pembuluh darah
Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya perifer mengalami dilatasi berlebihan, bisa
gangguan keseimbangan elektrolit dalam otak, mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan
sehingga mempengaruhi kepekaan otak kadang-kadang pustulasi.
k. Hiperkoagubilitas darah
Biasanya ditemukan pada pasien yang
mempunyai penyakit yang memudahkan
terjadinya trombosis intravaskular
l. Pertumbuhan terhambat
Mekanisme terjadinya melalui stimulasi
somatostatin, yang menghambat growth
hormone; menyebabkan kehilangan Ca2+
melalui ginjal sehinbgga terjadi sekresi PTH
yang meningkatkan aktivitas osteoklas
meresorpsi tulang; menghambat hormon-
hormon gonad, yang dapat menyebabkan
gangguan proses penulangan sehingga
menghambat pertumbuhan
m. Peningkatan tekanan darah
Efek retensi natrium yang mengakibatkan
retensi air dan meningkatkan tekanan darah
n. Glaukoma (steroid-induced glaucoma)
Diduga terdapat defek berupa peningkatan
akumulasi glikosaminoglikan atau peningkatan
aktivitas respon protein trabecular-meshwork
inducible glucocorticoid (TIGR) sehingga
menyebabkan obstruksi cairan.
3.2.7.3 Deksametason
efek anti inflamasi dan anti alergi dengan pencegahan pelepasan histamin
Deksametason adalah obat anti inflamasi dan anti alergi yang sangat kuat.
(Yagiela, 2010).
obat ini banyak digunakan untuk berbagai penyakit bahkan sering disebut
life saving drugs (Suherman, 2007). Penggunaan deksametason di
rhinitis alergi
sistemik
gout akut
e. Alergi dan inflamasi akut dan kronik pada mata seperti konjungtivitis,
sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf, dan organ lainnya
(Katzung, 2002).
hampir tidak ada. Diperkirakan paling sedikit 70% kortisol yang diekskresi
ginjal. Dosis deksametason adalah 0,5 - 10 mg per hari untuk dewasa dan
0,08 - 0,3 mg/kgBB per hari dibagi dalam tiga atau empat dosis untuk
2007).
BAB IV
PEMBAHASAN
untuk kontrol ke poli IPM Rumah Sakit Hasan Sadikin dengan keadaan bibir dan
rongga mulut membaik, rasa sakit dan mudah berdarah berkurang, sudah dapat
Pasien datang pertama kali pada tanggal 09 Juli 2015 mengeluhkan sakit
dan bengkak pada bibir yang dirasakan sejak sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien
pernah dirawat secara rutin di poli Penyakit Mulut tahun 2011 hingga 2012
dengan keluhan yang sama. Keadaan sakit saat ini dirasakan muncul kembali
Pada pemeriksaan ekstra oral di bibir atas dan bawah ditemukan lesi erosif,
berdarah,terasa sakit; di sudut bibir ditemukan plak putih, dapat dikerok, kaku,
dan tidak terasa sakit.Pada pemeriksaan intra oral di mukosa bukal, lidah, dan
palatum ditemukan lesi erosif, sakit, multipel, difus, dilapisi bercak plak putih
terkait pemphigus vulgaris dan diagnosis banding berupa bullous pemphigoid dan
generalisata.
Alasan ditegakkannya diagnosis pemphigus vulgaris bahwa terjadi
pemphigus vulgaris pada pasien sama seperti yang diungkapkan oleh Greenberg
dan Glick (2008) yaitu lesi oral dimulai dengan bulla berdinding tipis pada
daerah kulit atau mukosa normal yang mudah ruptur namun akan terus melebar
dan pada akhirnya akan meninggalkan area dengan lapisan epitel yang hilang.
bentuk bulanya. Menurut Greenberg and Glick (2008), lesi awal bullous
pemphigoid adalah bula yang meluas meliputi daerah subepitelial, sedangkan pada
Selain itu gambaran histologis dasar bullous pemphigoid memiliki gambaran khas
vesicobullous. Lesi kulit pada pemphigus vulgaris berupa bullae yang ruptur
dengan cepat meninggalkan area yang tidak tertutup oleh epitel, sedangkan
erythema multiforme memiliki lesi target yang khas. Selain observasi lesi pada
pengaplikasiannya.
bibir dengan NaCl 0.9% berkumur dan minum obat rutin dan teratur, mengompres
bibir dengan gunakan kasa steril yang direndam dalam larutan NaCl 4-5x sehari,
anjuran untuk meminum entrasol gold 2 kali sehari, serta resep deksametason
0,5mg 15 butir diminum 1 butir setiap pagi dan malam, deksametason 1mg 15
butir dilarutkan 1 butir dalam 10 ml air lalu digunakan sebagai obat kumur –
buang setiap pagi dan malam, aplikasi obat oles bibir mengandung deksametason
0,005mg; avil 0,25mg; lanoline 2,5mg; vaselin 25gr setiap pagi, siang, dan malam
hari.
sekitar 30% dengan remisi sempurna berkisar antara 13-20%. (Harman et al.,
2003).
setiap pagi dan malam. Deksametason diberikan secara peroral agar pasien dapat
mengontrol pemberian obat sendiri. Hal ini disebabkan pasien memiliki masalah
2010).
Obat ini juga merupakan anti inflamasi dan anti alergi yang sangat kuat.
2010). Obat ini juga memiliki aksi yang lebih lama dibandingkan dengan
Entrasol merupakan makanan cair dengan kandungan gizi yang lengkap dan
seimbang, diindikasikan pada pasien ini sebagai makanan selingan atau makanan
dan omega 6 yang baik untuk kesehatan jantung, serta antioksidan (Vitamin C
dan Setyawati, 2009). Efek samping lain yang mungkin terjadi pada penggunaan
system saraf pusat seperti psychotic, retensi natrium dan cairan, lelah, rentan
Pada tanggal 07 Januari 2016, pasien kontrol. Pada kunjungan ini keadaan
bibir dan rongga mulut tidak ada perubahan yang berarti, namun dapat makan
dengan lebih nyaman, salep bibir racikan sejak hari Minggu (3 Januari 2016)
Pada pemeriksaan ekstra oral di bibir atas dan bawah ditemukan lesi erosif
dilapisi krusta kekuningan dan merah kehitaman masih ada namun juga
berkurang, mudah berdarah, terdapat rasa sakit, dan terdapat perbaikan jaringan;
di sudut bibir terdapat plak putih namun sudah berkurang, tidak terasa kaku dan
tidak terasa sakit juga. Pada pemeriksaan intraoral di 2/3 posterior dorsum lidah
terdapat nodul, ukuran ± Ø 1 cm, eritema dilapisi selaput putih kekuningan yang
tidak dapat dikerok, terasa sakit; 1/3 anterior lidah terdapat makula, erosif, difus,
dilapisi selaput putih kekuningan yang tidak dapat dikerok, terasa sakit; di mukosa
palatum dan bukal terdapat lesi erosif, multipel, difus, tidak terdapat plak putih
2,5mg; vaselin 25gr, meminum entrasol gold 2kali sehari, dan resep
dihentikan terlebih dahulu sampai terbentuk re-epitelisasi pada luka. Hal ini
satu komponen selular dari jaringan ikat yang paling penting,adalah sel target dari
kortikosteroid pada proses penyembuhan luka. Perawatan kortikosteroid
kunjungan ini keadaan bibir sudah mengering dan terasa jauh lebih baik, rasa
sakit berkurang, dan tidak terlalu mudah berdarah lagi. Di dalam mulut masih
terasa sakit namun lebih baik dari kontrol sebelumnya. Obat digunakan secara
teratur.
Pada pemeriksaan ekstra oral di bibir atas dan bawah ditemukan lesi
erosif, multipel, difus (sudah berkurang) dilapisi krusta kekuningan dan merah
kehitaman, mudah berdarah, dan terasa sakit; di sudut bibir ditemukan plak putih,
dapat dikerok, tidak terasa kaku dan tidak sakit. Pada pemeriksaan intra oral di 1/3
anterior lidah ditemukan lesi erosif, multipel, difus (sudah berkurang) dilapisi
krusta kekuningan dan merah kehitaman, mudah berdarah, sakit; di palatum dan
mukosa bukal ditemukan lesi erosif, multipel, difus, dilapisi selaput putih
sehari, mempraktikkan berkumur dengan benar dan rutin, serta aplikasi kembali
obat oles bibir mengandung deksametason 0,005mg; avil 0,25mg; lanoline 2,5mg;
vaselin 25gr; sebanyak 5 kali sehari setelah mengkompres bibir dengan NaCl
0,9%, meminum entrasol gold 2kali sehari, dan pemberian resep Deksametason
0,5mg sebanyak 40 butir diminum setiap pagi dan malam masing-masing 1 butir,
SIMPULAN
tahun yang datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin untuk kontrol dengan keluhan
awal berupa sakit dan bengkak pada bibir. Setelah dilakukan observasi,
secara sistemik dan topical; terapi suportif berupa pemberian makanan cair :
0,9%. Setelah diberikan terapi, keadaan intra oral dan ekstra oral pada pasien
85
86
DAFTAR PUSTAKA
Barret K, et. al. 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology. 23rd ed. The
McGraw-Hill Companies: New York.
Brenner S., Mashiah ., Tamir E., Goldberg I., Wohl Y. Pemphigus: An Acronym
for A Disease With Multiple Causes. Tersedia online di
[http://www.pemphigus.org/index.php?option=com_content&view=article&
catid=2:medial-articlesid=44:pemphigus-an-acronym-for-a-disease-with-
multiple-causes&Itemid=100081]
Cawson R. and Odell E. 2003. Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine.
7th ed. Churcill Livingstone: Edinburg.
Cerci, Celai., et al. 2008. The Effects of Topical and Systemic Beta Glucan
Administration on Wound Healing Impaired by Corticosteroids. Tersedia
online di : [http://www.woundsresearch.com/content/the-effects-topical-
and-systemic-beta-glucan-administration-wound-healing-impaired-
corticost]
87
Dahl MV. 2001. Clinical Immunodermatology. 2nd ed. CV Mosby Co.: St. Louis.
Fernando, Suran L., Jamma Li, and Mark Schifter. 2013. Pemphigus Vulgaris and
Pemphigus Foliaceus. Tersedia online di [http://cdn.intechopen.com/pdfs-
wm/45418.pdf]
Fields, A & Longman, L. 2004. Tyldesley’s Oral Medicine.5th edition. New York:
Oxford.
Gilman, A.G. 2007. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi.
Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Edisi X.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Greenberg, M.S; M. Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and
Treatment. 10th ed. Hamilton. BC Decker Inc.
Harahap, M. 2000. Infeksi Jamur Kulit, Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.
Harman, et al. 2003. Guidelines for the management of pemphigus vulgaris.
British Journal of Dermatology 149: 926–937
Herbst A, Bystryn JC. Patterns of remission in pemphigus vulgaris. J Am Acad
Dermatol 2000; 42: 422–7.
88
Kester M., et. al. 2007. Elsevier’s Integrated Pharmacology. Mosby Inc: USA.
Langlais, R.P., Miller C.S., Nield-Gehrig J.S. 2009. Color Atlas of Common Oral
Diseases. Lippincott William & Wilkins: Philadelphia.
Mycek, M.J., et. al. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi II. Widya
Medika: Jakarta.
Neville, B. W., et. al. 2002. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. W. B
Saunders Company: Philadelphia.
Pilih, A. Benedicic. 2003. Drug Induced Linear IgA Dermatosis: Case Report and
A Short Review. Acta Dermatoven APA Vol. 12. Tersedia online di
[https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2
4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi0i5SfgJfMAhWCqJQKHQ0YCow4F
BAWCDQwAw&url=http%3A%2F%2Fwww.dlib.si%2Fstream%2FURN
%3ANBN%3ASI%3Adoc-PAAIYNGS%2Fb1eb5ca8-0d7b-4021-a042-
89
b16c1eb20e54%2FPDF&usg=AFQjCNEnOv-YJ-dZlbmnLtR4JwYWZk-
qBA]
Rezeki, Sri dan Titik Setyawati. 2009. Pemphigus Vulgaris: Pentingnya Diagnosis
Dini, Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Adekuat (Laporan Kasus).
Indonesian Journal of Dentistry: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia.Tersedia online di
[http://www.jdentistry.ui.ac.id/index.php/JDI/article/viewFile/20/17]
Tarigan, Ravina dan Titiek Seyawati. 2009. Tantangan dalam Perawatan Oral
Lichen Planus pada Pasien Diabetes Mellitus : Laporan Kasus. Indonesian
Journal of Dentistry; 16(1):8-17. Tersedia online di
[https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&ved=0ahUKEwjQpcjtx8LLAhUJW5QKHaFgAZ8QFggcMAA&url=http
%3A%2F%2Fwww.jdentistry.ui.ac.id%2Findex.php%2FJDI%2Farticle%2F
download%2F19%2F16&usg=AFQjCNHuWKDdOD6q5Xh7B58_hIPyY-
S6zQ&cad=rja]
Thomas B., Johnson RA., Klauswoff, Suurmond D. 2000. Color Atlas and
Synopsys of Clinical Dermatology, Common and Serious Disease. McGraw-
Hill: New York.
Yagiela, et. al. 2010. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry. Elsevier:
Illinois.
90
www.kalbenutritionals.com/about_you_product.asp?id=12&strlang=ind