Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PEMPHIGUS VULGARIS

Oleh :

Kelompok 6 Stase Keperawatan Medikal Bedah

GUNAWAN FEBRIANTO 032STYJ22


JULIA NINGSIH 050STYJ22
NOVITASARI 072STYJ22
SELLY KRIMAWATI 117STYJ22
ST NUR 091STYJ22

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI
MATARAM
2023
POKOK BAHASAN : pemphigus vulgaris
SUB POKOK BAHASAN : a. menjelaskan pengertian pemphigus vulgaris
b. menjelaskan penyebab pemphigus vulgaris
c. menjelaskan cara mencegah pemphigus
vulgaris
d. menjelaskan penanganan pertama pemphigus
vulgaris
SASARAN : Pasien dan keluarga
WAKTU : Jum’at, 31 Maret 2023

A. Latar Belakang
Status kesehatan masyarakat suatu bangsa dapat ditinjau dari seberapa
banyak peningkatan angka penyakit kronik. Sekitar 70% kematian di dunia
disebabkan oleh penyakit kronik, persentase ini jika dijumlahkan mencapai
39,5 juta jiwa. Karakteristik yang khas yakni penyakitnya menetap dan
berlangsung lama dan membutuhkan waktu penyembuhan yang relatif lama
akan menimbulkan dampak negatif secara meluas bagi penderita.
Pemphigus vulgaris adalah suatu penyakit akibat dari kelainan autoimun
yang berupa vesikel atau bulla pada kulit ataupun mukosa yang berasal dari
lapisan
suprabasal epidermis yang dihasilkan dari produksi autoantibodi terhadap
desmoglein 1 dan 3 (William, 2016). Pemphigus vulgaris merupakan jenis
penyakit yang tersering dijumpai dari seluruh kasus Pemphigus yakni sebesar
80% dari seluruh kasus (Djuanda, dkk., 2019). Biasanya, lepuh muncul pada
kulit yang tampak normal, tetapi dapat berkembang pada kulit yang
eritematosa. Karena lepuh pemfigus vulgaris rapuh, lesi kulit yang paling
umum diamati pada pasien adalah erosi akibat lepuh pecah.
Pemfigus vulgaris merupakan bentuk yang tersering dijumpai dari seluruh
kasus pemfigus (80% dari seluruh kasus) (Djuanda, dkk., 2019). Insiden yang
dilaporkan adalah antara 0,1 dan 0,5 per 100.000 orang per tahun. Rata-rata
onset pemvigus vulgaris biasanya terlihat antara usia 40 sampai 60 tahun,

1
namun dapat pula terjadi pada anak-anak (Ingold, dkk., 2022). Juga, dalam
demografi, orang yang tinggal di India, Eropa Tenggara, dan Timur Tengah
berada pada risiko terbesar untuk pemfigus vulgaris. Prevalensi PV kira-kira
sama pada pria dan wanita (Ingold, dkk., 2022)
Penegakan diagnosis dari pemfigus vulgaris dapat ditegakkan jika
ditemukan hasil positif pada pemeriksaan klinis berupa tanda nikolsy sign
positif, pemeriksaan histologi, dan uji imunologik, atau dua tanda yang
mengarah diagnosis pemfigus vulgaris dan adanya uji imunologik (Porro,
dkk., 2019)
Pemphigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan sebaran gelembung
secara berturut- turut yang mengering dan meninggalkan bercak- bercak
berwarna gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya
mempengaruhi keadaan umum si penderita.(dr. Hendra T. Laksman)
Pemphigus adalah kelainan kulit dengan erupsi bulosa (lepuh) namun
lebih tepat bila digunakan istilah kelompok penyakit berbahaya yang disebut
pemfigus vulgaris, pemfigus vegetans, dan pemfigus erimatosus.(sue
hinchliff)
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai
oleh timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada
kulit yang tampak normal dan membrane mukosa (misalnya, mulut, vagina).
(Brunner & Suddarth)
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang
merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher
disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu
atau beberapa bulan (Dorland)
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah diberikan penyuluhan kesehatan, diharapkan pasien dan keluarga di
ruang rawat inap Kawi RS Dr. Saiful Anwar Kota Malang dapat memahami
tentang penyakit pemfigus vulgaris
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

2
Setelah dilakukan penyuluhan, pasien dan keluarga di ruang rawat inap
Kawi RS Dr Saiful Anwar Kota Malang diharapkan dapat:
a. Mengetahui pengertian pemphigus vulgaris
b. Mengetahui penyebab pemphigus vulgaris
c. Mengetahui tanda dan gejala pemphigus vulgaris
d. Mengetahui penataklasaan pemphigus vulgaris
e. Mengetahui cara mencegah pemphigus vulgaris
C. Materi Pelajaran
Pokok Bahasan: pemphigus vulgaris (materi terlampir).
Sub Pokok Bahasan:
1. Menjelaskan pengertian pemphigus vulgaris
2. Menjelaskan penyebab pemphigus vulgaris
3. Menjelaskan tanda dan gejala pemphigus vulgaris
4. Menjelaskan penataklasaan pemphigus vulgaris
5. Menjelaskan cara mencegah pemphigus vulgaris
D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
E. Media
1. Leaflet
F. Rencana Penyuluhan
NO TAHAPAN/ KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN
WAKTU SASARAN
1 Pembukaan 3 menit 1. Mengucapkan salam Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri Memperhatikan
3. Menjelaskan tujuan dari Memperhatikan
penyuluhan
4. Kontrak waktu Memperhatikan
5. Menjelaskan peraturan Memperhatikan
penyuluhan
2 Melaksanaan 25 1. Menjelaskan pengertian Memperhatikan
menit pemphigus vulgaris
2. Menjelaskan penyebab Memperhatikan
pemphigus vulgaris
3. Menjelaskan tanda dan Memperhatikan

3
gejala pemphigus vulgaris Memperhatikan
4. Menjelaskan
penataklasaan pemphigus
vulgaris
5. Menjelaskan cara
mencegah pemphigus
vulgaris
3 Penutup 3 menit 1. Menanyakan materi yang Menjawab
telah disampaikan pertanyaan yang
2. Mengucapkan terima kasih diajukan
dan salam penutup Menjawab salam
G. Pengorganisasian
Protokol/pembawa acara : Gunawan Febrianto
Penyuluh : Julia Ningsih
Notulen : St. Nur
Fasilitator : Selly Krimawati
Novitasari
H. Setting tempat
Tempat kondisional

I. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Semua peserta hadir dalam kegiatan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa bekerja sama
dengan Perawat Ruangan kawi RSUD dr.SAIFUL ANWAR Malang
c. Pengorganisasian dilakukan sebelum pelaksanaan penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi yang disampaikan permateri.
b. Peserta tidak meninggalkan tempat selama penyuluhan berlangsung.
c. Peserta terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta memahami materi yang telah disampaikan.
b. Ada umpan balik positif dari peserta seperti dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan permateri.
c. Jumlah peserta 10 orang (kondisional)

4
Lampiran
Materi pemphigus vulgaris
A. Definisi pemphigus vulgaris
Pemfigus merupakan kumpulan dari penyakit kulit autoimun berbula
kronik, menyerang kulit serta membrane mukosa yang secara histologik
ditandai dengan bula intraepidermal akibat proses akantolisis (pemisahan sel
epidermis satu sama lain) (Goldsmith, dkk., 2019) dan secara imunopatologik
ditemukan antibody terhadap komponen desmosome pada permukaan
keratinosit jenis IgG, yang terikat maupun beredar dalam sirkulasi darah
(Djuanda, dkk., 2019).
Pemfigus merupakan penyakit kulit yang jarang terjadi, tetapi dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera ditangani. Pemfigus bisa terjadi pada
semua kelompok usia, tetapi lebih sering dialami oleh orang usia 50–60 tahun.
Meski begitu, pemfigus tidak termasuk penyakit kulit yang menular.
Pemphigus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan sebaran gelembung
secara berturut-turut yang mengering dan meninggalkan bercak- bercak
berwarna gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya
mempengaruhi keadaan umum si penderita.(dr. Hendra T. Laksman)
Pemphigus adalah kelainan kulit dengan erupsi bulosa (lepuh) namun
lebih tepat bila digunakan istilah kelompok penyakit berbahaya yang disebut
pemfigus vulgaris, pemfigus vegetans, dan pemfigus erimatosus (sue
hinchliff)
Pemphigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa rekuren yang
merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher
disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu
atau beberapa bulan. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit
yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengan berbagai ukuran
(misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa
(misalnya mulut dan vagina). berdinding kendur, terletak intra epidermal, dan
dapat mengakibatkan fatal. Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit
autoimun yang menyerang kulit dan membrane mukosa yang menyebabkan
timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, hidung, tenggorokan, dan

5
genital. meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat diiringi dengan
rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum penderita.
Biasanya mukosa oral menjadi tempat pertama terjadinya lesi pemfigus
vulgaris, tetapi tak jarang lesi juga bisa muncul di konjungtiva, mukosa
hidung, tenggorokan, esofagus, vulva, vagina, penis, anus, kulit kepala dan
daerah intertriginosa.

B. Etiologi
Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat
didefinisikan antara lain:
1. Faktor genetic
2. Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun.
Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dan
antibody sang ibu
3. Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya
myastheniagravis dan thymoma
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).
1. Genetik
2. Penyakit autoimun
3. Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril)
4. Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma.

C. Tanda dan Gejala


Penyakit Pemfigus Vulgaris memberi gejala yang khas, yaitu:
1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal
dan mudah pecah.
2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif)
3. Akantolisis selalu positif.
4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang
dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat diefidermis. Semua selaput
lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput lender

6
konjungtiva, hidung, farings, larings, esofaring.
Tanda dan gejala Pemfigus vulgaris:
1. Kulit berlepuh, 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang
terkelupas, erosi
2. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
3. Tanda nikolsky ada
4. Kelamin, mukosa mulut 60%
5. Biasanya usia 40-60 tahun
6. Bau spesifik

D. Penatalaksanaan
Tatalaksana pemfigus vulgaris dibagi dalam 3 fase, yaitu fase kontrol, fase
konsolidasi, dan fase maintenance (James, dkk., 2011) yang terfokus pada
pemberian kortikosteroid jenis prednisone yang diberikan sesuai dosis tertentu
dengan monitoring ketat agar mencegah dari efek samping sistemik yang
dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid jangka panjang. Pada pasien
hipertensi dengan pemfigus vulgaris, maka dosis metilprednisolon yang
diberikan ialah 40- 125 mg dengan dosis terbagi (Djuanda, dkk., 2019).
1. Fase kontrol
Merupakan fase penyakit dapat dikontrol, terbukti dari tidak terbentuknya
lesi baru dan penyembuhan lesi yang sudah ada. Direkomendasikan
Kortikosteroid dosis tinggi, umumnya diberikan prednisone dan
deksametason. Dosis pada bervariasi bergantung berat dan ringan dari
penyakit, yakni berkisar antara 60-150 mg/hari. Ada pula yang
menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus yang berat. Pada dosis
tinggi, sebaiknya diberikan deksametason secara intramuskular atau
intravena. Dosis harus di taper off segera setelah lesi terkontrol (Djuanda,
dkk., 2019). Jika belum ada perbaikan atau ditandai dengan timbul lesi
baru setelah 5-7 hari dengan dosis inisial, maka dosis dinaikan sebesar
50%. Apabila telah ada perbaikan, maka dosis dapat diturunkan secara
bertahap. Biasanya setiap 5-7 hari diturunkan 10-20 mg ekuivalen
prednisone tergantung respon dari masing-masing individu. Apabila
pemberian prednisone melebihi 40 mg sehari, maka harus disertai

7
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder (Djuanda, dkk., 2019). Selama
terapi kortikosteroid dosis tinggi harus dipantau risiko diabetes, infeksi,
hipertensi, gangguan jantung dan paru. Obat-obat imunosupresi, seperti
azathioprine, mycophenolate mofetil, methrotrexate, dan
cyclophosphamide, dikombinasi dengan kortikosteroid dosis rendah dapat
mengurangi efek samping kortikosteroid. Azathrioprine merupakan terapi
adjuvan yang sering digunakan karena relatif murah dan aman
dikombinasikan dengan kortikosteroid dosis tinggi. Dosis azathriopine 2,5
mg/kgBB/ hari. Prednison dengan azathriopine lebih efektif daripada
prednison saja, azathriopine tanpa prednison baru memberikan efek positif
3-5 minggu kemudian (William, 2016).
2. Fase konsolidasi
Merupakan fase terapi untuk mengontrol penyakit hingga sebagian
besar (sekitar 80%) lesi kulit sembuh, fase ini dimulai saat berlangsung
penyembuhan kulit hingga sebagian besar lesi kulit telah sembuh. Lama
fase ini hanya beberapa minggu, jika penyembuhan lambat dosis terapi
kortikosteroid ataupun terapi adjuvan imunosupsresan perlu ditingkatkan
(William, 2016).
3. Fase pemeliharaan atau maintenance
Fase ini dimulai saat sebagian besar lesi telah sembuh dan tidak tampak
lagi lesi baru. Pada fase ini dosis kortikosteroid diturunkan bertahap,
sekitar seperempat dosis setiap satu hingga dua minggu. Penurunan yang
terlalu cepat berisiko memunculkan lesi kulit baru, penurunan yang terlalu
lambat meningkatkan risiko efek samping kortikosteroid. Jika pada fase
ini muncul lesi baru minimal dapat diberi kortikosteroid topikal atau
intralesi. Jika lesi jumlahnya banyak, dosis kortikosteroid ditingkatkan 25-
50%. Pada fase ini obat-obat imunosupresi perlu dibatasi karena
mempunyai efek samping infertilitas dan meningkatkan risiko kanker
(William, 2016). Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid, obat
diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari pukul 08.00 pagi oleh
karena pada pagi hari kadar kortisol dalam darah paling tinggi. Sebaiknya
obat diberikan selang sehari, diharapkan pada waktu bebas obat tidak

8
terjadi penekanan terhadap kelenjar korteks adrenal (Djuanda, dkk., 2019).
Pada pasien hipertensi dengan pemfigus vulgaris, maka dosis
metilprednisolon yang diberikan ialah 40-125 mg dengan dosis terbagi
(Djuanda, dkk., 2019)
Tujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin, mencegah
hilangnya serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan
pembentukan epitel kulit (pembaruan jaringan epitel). Kortikosteroid
diberikan dalam dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga agar
kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai
kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus terapi ini, harus
dipoertahankan seumur hidup penderitanya.
1. Penatalaksanaan umum
a. Perbaiki keadaan umum
b. Atasi keseimbangan cairan (input atau output), elektrolit, tanda-tanda
vital
2. Penatalaksanaan sistemik
a. Kortikosteroid: prednison 60-150 mg/hr (tergantung berat ringannya
penyakit)
b. Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam
darah sampai dosis pemeliharaan
c. Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3
mg/KgBB) untuk sparing efek
d. Antibiotika bila ada infeksi sekunder
e. KCL 3x500 mg/hari
f. Anabolik (anabolene 1x1 tablet/hari)
3. Topikal
a. Eksudatif: kompres
b. Darah erosif: silver sulfadiazine
c. Krim antibiotik bila ada infeksi
d. Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidak eksudatif

9
E. Cara Mencegah pemphigus vulgariS
1. Perawatan kesehatan mulut yang lebih baik, luka lepuh pada mulut dapat
mempengaruhi kesehatan mulut, jadi merawat gigi dan gusi dengan baik
sangat penting
2. Krim prednisone dan steroid mungkin diresepkan untuk mengobati
peradangan
3. Pemberian obat-obatan imonosupresi yang berfungsi sebagai obat penekan
kekebalan
4. Plasmapheresis atau immunoglobulin intravena, orang-orang dengan
pemphigus vulgaris yang tidak merespon bentuk perawatan lain mungkin
memerlukan perawatan yang lebih intensif.perawatan mungkin dapat
dilakukan dengan penggantian plasma darah dan pemberian infus
imonoglobin yang sehat
5. Pemeriksaan rutin kondisi ini dapat kambuh kembali, bahkan setelah
perawatan berhasil. Perlu melakukan pemeriksaan rutin sesuai dengan
yang diarahkan dokter

10
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Pemphigus Vulgaris, Skin Cosmos, 2006. Dikutip dari


http://www.skincosmos.com/id/pemphigus-vulgaris/ pada tanggal 30
Januari 2010.
Djuanda, A, dkk. (2019). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, AS., Leffell, DJ., Wolff, K.
(2019). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Eight Edition.
Volume one. US: McGraw-Hill
Ingold, C.J., Khan, M.A.B. (2022). Pemphigus Vulgaris. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
James, W., Berger, T., Elston, D. (2011) Chronic blistering disorder. Andrew’s
disease of the skin. 11th ed. Elsevier.
Mawarli harahap, Prof. dr.  Infeksi Jamur Kulit, Ilmu Penyakit Kulit. 2000.
Editor: Prof.dr. mawarli harahap. Jakarta:  Hipokrates.
Porro, A.M., Seque, C.A., Ferreira, M.C.C., Enokihara, M.M.S.E.S. (2019).
Pemphigus vulgaris. An Bras Dermatol. Jul 29;94(3):264-278.
Siregar, Prof. Dr. Atlas Bewarna, Saripati Penyakit Kulit, Edisi Ke-2, 2003.
Editor: dr. Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC.
William, V. (2016). Pemfigus Vulgaris: Diagnosis dan Tatalaksana. CDK-247/
vol. 43 no. 12 th

11

Anda mungkin juga menyukai