PEMFIGUS VULGARIS
Disusun Oleh:
Trisia Windy 112021261
Edo Chandra S 112021262
Vania Hadi 112022104
Pembimbing
dr. Desidera Husadani, Sp. KK
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT IMANUEL BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
17 OKTOBER 2022 - 18 NOVEMBER 2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
2
1.
2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemfigus Vulgaris
Definisi
Epidemiologi
3
vulgaris merupakan jenis pemfigus yang terbanyak ditemukan yakni
sebanyak 26 pasien (78,78%).4
Etiologi
Pemfigus merupakan penyakit autoimun serta dapat diinduksi oleh
obat. Akan tetapi, pemfigus yang diinduksi oleh obat lebih sering berbentuk
pemfigus foliaseus daripada pemfigus vulgaris. Pada pemfigus, terdapat
faktor genetik yang berhubungan dengan HLA-DR4. Pemfigus juga dapat
menyertai penyakit autoimun lainnya seperti lupus eritomatosus sistemik,
pemfigoid bulosa, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa.2
Patogenesis
Bula yang terbentuk pada pemfigus vulgaris disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe II yaitu reaksi antibodi IgG terhadap antigen pemfigus
vulgaris. Antigen pemfigus vulgaris merupakan glikoprotein transmembran
dengan berat molekul 130 kDa pada permukaan sel keratinosit. Target dari
antigen pemfigus vulgaris dengan lesi membran mukosa adalah desmoglein
1, sedangkan mukokutan adalah desmoglein 1 dan 3. Desmoglein
merupakan komponen desmosom, yang berfungsi untuk meningkatkan
kekuatan mekanik sel epitel pada kulit dan mukosa. Saat desmoglein
diinvasi oleh antigen, maka akan terjadi reaksi antigen-antibodi yang
menyebabkan kekuatan epitel kulit dan mukosa terganggu serta
mengaktivasi protease.3,5
Pada awal terjadinya pemfigus vulgaris, hanya terdapat antibodi
terhadap antigen desmoglein 3, yang menyebabkan bula hanya terbentuk di
membran mukosa dalam dan tidak terbentuk bula pada kulit. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya kompensasi dari desmoglein 1 pada membran
mukosa, sedangkan kompensasi dari desmoglein 1 ada pada kulit. Pada
pemfigus vulgaris dengan lesi mukokutan, terdapat antibodi terhadap
desmoglein 1 dan 3, yang menyebabkan bula terbentuk pada membran
mukosa dan kulit (lihat gambar 1).
4
Gambar 1 Desmoglein 3 pemfigus vulgaris
(Sumber: Fitzpatrick’s Edisi 7)
Manifestasi klinis
Keadaan umum penderita biasanya buruk dan diawali dengan lesi di
kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus.
Lesi berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah di
diagnosis sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis
dengan infeksi sekunder. Pemfigus vulgaris biasanya timbul pertama kali di
mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital.
Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas
dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa
lokasi selama beberapa bula hingga timbul bula generalisata.1
5
tertutup krusta bila lesi ini sembuh sering berupa hiperpigmentasi tanpa
pembentukan jaringan parut. Tanda Nikolskiy positif disebabkan oleh
adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua, pertama dengan
menekan dan menggeser kulit diantara dua bula dan kulit tersebut akan
terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula, maka bula akan meluas
karena cairan yang didalamnya mengalami tekanan. Pruritus tidak biasanya
dikeluhkan oleh penderita pemfigus vulgaris, tetapi pasien sering mengeluh
nyeri pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan
dengan meninggalkan hipopigmentasi dan hiperpigmentasi dan biasanya
tanpa jaringan parut.1
6
perlekatan antar sel telah banyak ditemukan dan sukar untuk dibedakan
karena memiliki manifestasi klinis yang mirip. Ciri klinis seperti tanda
Nikolsky tidaklah spesifik untuk penyakit ini saja. Karena itu ,selain dari
anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik lesi yang muncul, pemeriksaan
biopsi, histopatologi dan immunologi yang baik merupakan hal yang perlu
diindikasikan.
Histopatologi
7
yang menyebabkan terbentuknya bula di suprabasal dan membuat
percobaan Tzanck positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan adanya
sel-sel akantolitik, tetapi bukan diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop electron dapat
diketahui, bahwa permulaan perubahan patologik ialah perlunakan
interselular. Juga dapat dilihat perusakan desmosome dan tonofilamen2
A B
Immunopatologi
Pada PV, pemeriksaan DIF (direct immunofluoresen) menunjukkan
adanya deposit interseluler antibodi diantara seluruh sel epidermis. Deposit yang
8
sering ditemukan adalah IgG dan C3. Untuk diagnosis dini pemphigus,
pemeriksaan DIF lebih sensitif dibandingkan IIF (indirect iimunofuoresen). Selain
untuk diagnosis dini, DIF juga dapat menilai remisi terapi. Hasil DIF negatif
menunjukkan remisi imunologis sehingga terapi dapat dihentikan dan resiko
kambuh rendah.7
A. Immunoflourescen langsung (DIF)
9
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pemfigus vulgaris adalah pemfigoid bulosa dan
dermatitis herpetiformis. Penderita pemfigoid bulosa atau dermatitis herpetiformis
memiliki keadaan umum yang baik. Selain itu, pemfigoid bulosa dan dermatitis
herpetiformis memiliki bula yang berdinding tegang dan letaknya pada
subepidermal.2,8
11
Gambar 6.
Gambaran
12
Gambar 8. Lesi Dermatitis Herpetiformis pada Siku.8
13
Gambar 10. Gambaran Imunofloresensi Langsung pada Dermatitis
Herpetiformis.9
Tatalaksana
Jika terapi kortikosteroid sudah dilakukan selama 7 hari dan masih muncul
lesi baru, maka dosis dinaikkan sebanyak 50%. Jika terapi 7 hari dan tidak muncul
lesi baru, dosis diturunkan secara bertahap. Setiap 5-7 hari dosis diturunkan
sebanyak 10-20 mg ekuivalen prednison sesuai dengan respons penderita. Cepat
atau lambatnya penurunan dosis dapat dipantau dari titer antibodi. Jika titer
antibodi stabil, maka penurunan dosis lambat. Jika titer antibodi menurun,
penurunan dosis lebih cepat. Selain kortikosteroid, diberikan juga antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder pada pemakaian kortikosteroid dosis tinggi.2
14
pemeliharaan terakhir, diharapkan agar tidak terdapat supresi korteks adrenal dan
tidak muncul lesi baru pada hari bebas obat. Sebagian besar penderita
mendapatkan dosis pemeliharaan sepanjang hidup dan sebagian kecil dapat bebas
obat.2
Selain sitostatik, terdapat juga ajuvan lain yang sering digunakan yaitu
diaminodifenisulfon (DDS). Efek terapi DDS tidak seadekuat sitostatik tetapi
memiliki efek samping yang lebih sedikit. Dosis DDS adalah 100-300 mg/hari
dan dimulai dengan dosis rendah. Dosis terapi 100 mg/hari umumnya tidak
menimbulkan efek samping, namun dosis di atas 100 mg/hari akan menimbulkan
efek samping seperti agranulositosis, anemia hemolitik, dan methemoglobinemia.2
Prognosis
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
6. V. Ruocco.2013. “Pemphigus and Managemen Guidilines, Fact and
Contraversies Vulgaris journa; of Punmed diakses pada tanggal 04
November 2022 dari ”.http://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-
3-662-07131-1_70
7. Devitasari R, Yuniaswan A, Retnani D. Pemeriksaan histopatologi dan
imunofluoresen pada pemfigus vulgaris. Jurnal Klinik dan Riset
Kesehatan. 2021; 1(1):41-50.
8. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical
dermatology. 6th ed. Amerika: McGraw-Hill; 2009.
9. Kumar V, Abbas AK, Aster JC, editor. Robbins basic pathology. 9th ed.
Kanada: Saunders Elsevier; 2013.
18