PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kekerasan berasal dari kata keras di mana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), merupakan perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan
cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang milik
orang lain dan dapat berupa paksaan.1 Kekerasan sendiri dapat berbentuk serangan
atau penganiayaan secara fisik ataupun psikis. Kekerasan dibagi dalam dua kategori
yaitu kekerasan fisik dan non fisik.
Kekerasan fisik merupakan kekerasan kasat mata, di mana terdapat sentuhan fisik
langsung antara pelaku dan korban seperti memukul, menendang, menampar,
melempar korban dengan barang, dan lainnya. Sementara itu, kekerasan non fisik
berupa kekerasan yang tidak kasat mata, yang berarti tidak dapat diketahui secara
pasti apakah terdapat kontak langsung antara pelaku dan korban. Kekerasan secara
fisik dan non fisik (verbal ataupun psikologis) dapat mempengaruhi kondisi fisik dan
mental dari seseorang serta dapat menimbulkan trauma hingga kematian.
Berdasarkan sebuah studi pada tahun 2011, terdapat empat jenis kekerasan yang
sering terjadi yaitu kekerasan secara fisik, emosional, ekonomi dan seksual.
Kekerasan fisik dan terutama kekerasan seksual sering dijumpai. 2 WHO (2021)
menyebutkan bahwa secara global, 1 dari 3 (30%) perempuan di seluruh dunia telah
atau pernah mengalami kekerasan secara fisik atau seksual dari pasangan ataupun
orang lain dalam hidup mereka dan sekitar 1⁄3 (27%) perempuan berumur 15-49 tahun
merupakan korban kekerasan pasangan.3
Sebuah organisasi dukungan terhadap pria korban pelecehan serta kekerasan seksual
yang berbasis di Australia juga menunjukkan prevalensi kekerasan seksual di
beberapa bagian dunia di tahun 2013. Prevalensi terbesar berada di Barbados,
Trinidad, dan Jamaica (40-54%) dan terkecil di China (12%). Sementara itu,
Indonesia (6/7-12%) menempati urutan ke 12.4
Dari tahun 2016 hingga 2018, Komnas Perempuan mencatat terdapat 17.088 kasus
kekerasan seksual.6 Selanjutnya, sebuah survei dari Koalisi Ruang Publik Aman
(KRPA), menunjukkan bahwa 64% atau 3 dari 5 perempuan serta 11% atau 1 dari 10
laki-laki setidaknya pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.7
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015, terdapat sekitar 46.8%
laki-laki dan 38.8% perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual dan
melaporkan hal tersebut ke polisi.8 Hal tersebut menggambarkan bahwa laki-laki
dapat menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual baik dengan pelaku yang
juga laki-laki atau perempuan. Pada tahun 2014 di Indonesia, terdapat kasus
pelecehan seksual terhadap seorang murid laki-laki yang diduga dilakukan oleh guru
perempuan nya. Berita ini pun cukup dibincangkan karena pelaku yang berprofesi
sebagai guru dan merupakan seorang perempuan.
Semua hal di atas terkait dengan kognisi pelaku. Kognisi sendiri merupakan tindakan
mental atau proses memperoleh pengetahuan dan pemahaman melalui pikiran,
pengalaman, dan indera seseorang serta merupakan kombinasi dari proses di otak
yang terlibat dalam hampir setiap aspek kehidupan.13 Hal-hal tersebut termasuk
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ingin diketahui berdasarkan latar belakang adalah sisi kogniti
f atau proses berpikir dari perempuan pelaku kekerasan seksual.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Memberikan gambaran kognisi pada pelaku kekerasan seksual.
Tujuan Khusus
Memberikan gambaran kognisi pada perempuan pelaku kekerasan seksual.
Manfaat Penelitian
Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan pada peneliti mengenai kognisi perempuan pelaku
kekerasan seksual dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ke
dokteran di Universitas Kristen Krida Wacana.
Bagi Institusi
Menambah referensi penelitian untuk institusi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehat
an Universitas Kristen Krida Wacana tentang gambaran kognisi pada perempuan pel
aku kekerasan seksual.
Bagi Pembaca
Manfaat dari penelusuran literatur ini yaitu dapat menjadi salah satu sumber informasi
bagi masyarakat tentang gambaran kognisi pada perempuan pelaku kekerasan seksual.