Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK SEXUAL HARRASMENT TERHADAP KESEHATAN MENTAL

TREND DAN ISSUE

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa


Yang dibina oleh: Ibu Esti Widiani, S.Kep., Ners., M.Kep

Oleh:
Rahul Nurcholik (P17210223144) /2C

POLTEKKES KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG
TAHUN 2023
Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa merupakan masalah-masalah yang sedang
hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah tersebut dianggap sebagai ancaman atau
tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam regional maupun global.
Masalah kesehatan jiwa akan meningkat di era globalisasi ini, sudah terbukti bahwa sampai
sekarang teknologi berkembang sangat pesat dengan kemudahan dalam mengakses informasi
baik melalui media cetak, maupun media elektronik, internet mestinya memberikan manfaat yang
besar dalam kehidupan kita, tetapi justru perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sering
disalahgunakan oleh anak muda, tayangan yang bertendensi pornografi telah menyeret generasi
muda bahkan anak-anak untuk melakukan seks.

Issue keperawatan jiwa yang kini sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat baik di
Indonesia maupun dunia salah satunya yaitu sexsual harassment. Sexual harassment merupakan
rayuan seksual yang tidak dikehendaki oleh penerimanya, sehingga mengganggu yang dilecehkan.
Pelecehan seksual dapat dilakukan dimana saja dan dalam kondisi tertentu, korban yang terlibat
mulai dari usia remaja bahkan anak-anak di bawah umur baik perempuan ataupun laki-laki. Faktor
yang mempengaruhi seseorang melakukan pelecehan seksual di antaranya yaitu kecanduan video
porno, kurangnya pengawasan orang tua, kondisi keluarga yang tidak harmonis (broken home)
(Kurniawan, 2023).

Bentuk sexsual harassment yang pertama yaitu verbal, yang merupakan bujukan seksual
yang tidak diharapkan, seperti komentar sugestif atau cabul dan ungkapan seksis mengenai
pakaian, tubuh atau aktivitas seksual. Bentuk yang kedua yaitu fisik, berupa tatapan yang sugestif
terhadap bagian-bagian tubuh, pemberian lirikan yang menggoda hingga perilaku atau tindakan
yang tidak senonoh terhadap korban karena situasi yang mendukung, seperti misalnya di lift,
koridor, dan ruangan lain yang sepi, mulai dari tawaran makan bersama hingga memojokan korban
untuk melakukan aktivitas seksual. Hal ini lah yang membuat pelaku seksual semakin agresif
hingga tidak jarang menimbulkan pemerkosaan (Wirman et al., 2021).

Sexual harassment merupakan kejahatan yang dapat terjadi di mana saja dan kapan saja.
Kasus kejahatan pelecehan seksual terhadap anak merupakan salah satu kasus yang mengalami
peningkatan secara signifikan belakangan ini. Tidak saja meningkatkan secara kuantitatif tapi juga
secara kualitatif, dari waktu ke waktu kejahatan pelecehan seksual terhadap anak jumlahnya tidak
terbendung dan modusnya pun semakin tidak berprikemanusiaan. Dan yang lebih tragis lagi
pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada,
antara lain di dalam rumahnya sendiri, sekolah, lingkungan sosial anak. Anak menjadi kelompok
yang sangat rentan terhadap kejahatan kekerasan seksual akan selalu diposisikan sebagai sosok
lemah atau yang tidak berdaya dan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan orang-orang
dewasa di sekitarnya. Hal inilah yang membuat anak tidak berdaya saat diancam untuk tidak
memberitahukan apa yang dialaminya (Nurfazryana, 2022).

Seperti pada kasus di atas, fakta menyatakan bahwa pelaku sering kali berasal dari orang
terdekat kita, seperti keluarga, guru, dan juga anak-anak dibawah umur yang melakukan tindakan
pemerkosaan, pencabulan, seks bebas, bahkan perbuatan inses. Sesungguhnya inses ini tidak
dikehendaki pada hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang
keberadaan inses. Oleh karena itu inses “hubungan seksual sedarah” tidak diperbolehkan karena
dapat mengakibatkan keturunan yang dihasilkan dari perbuatan inses tersebut akan sangat
membahayakan baik dari rahim ibu maupun anak yang lahir dari hasil inses itu. Contohnya saja
yang sering terlihat dengan perbutan inses yang dilakukan oleh anak sebagai pelakunya, anatara
lain di pengaruhi oleh rendahnya kualitas moral dalam lingkungan keluarga dan besar
kemungkinan juga karena usia anak muda yang mengalami penyimpangan dan kemudian
melakukan percobaan seksual dengan saudara sedarahnya agar bisa terpenuhinya rasa keingin
tahuan tentang seks tersebut, disisi lain selain anak, juga banyak orang tua yang menjadikan anak
atau keluarganya sebagai pelampiasan nafsu hingga tega menyetubuhi darah dagingnya sendiri
(Nur et al., 2023).

Sexual harassment menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi psikis, fisik, dan
gangguan perilaku yang dialami korban. Seperti depersi, kecemasan yang berlebih, penyalahan
diri, gangguan tidur hingga makan, hilangnya motivasi, hilangnya kehidupan pribadi, hancurnya
karakter dan reputasi, menjadi objek pembicaraan hingga menimbulkan pikiran untuk bunuh diri
(Rusyidi et al., 2019).

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk melindungi orang yang sedang mengalami
pelecehan? Menurut saya ada lima cara untuk melindungi orang yang sedang mengalami
pelecehan, yaitu 5D yang terdiri dari ditegur, dialihkan, dilaporkan, ditenangkan, dan direkam.
Yang pertama ditegur, secara tegas tanpa basa basi kita beraksi menghentikan pelecehan, misalnya
dengan menegur pelaku seketika, ini metode yang paling jitu tetapi paling beresiko perlu
keberanian lebih dan harus dipastikan situasi kita aman, karena bisa saja si pelaku berbalik
menyasari kita. Begitu juga dengan korban pastikan posisinya tidak malah lebih rentan ketika kita
mengintervensi aksi pelaku, pikirkan apakah situasinya tak berpotensi memburuk, apakah memang
korban sedang berharap seseorang membelanya. Yang kedua dialihkan, caranya dengan
mengalihkan perhatian si korban maupun pelaku sehingga pelecehan yang sedang terjadi bisa
terhenti, intinya ciptakan gangguan untuk aksi pelecehan itu, caranya bermacam-macam misalnya
mengajak ngobrol pelaku atau korban, sok kenal amat diizinkan dalam situasi seperti ini. Ketiga
dilaporkan, bila kita punya pertimbangan khawatir untuk melakukan pencegahan sendirian kita
bisa mencari bantuan ke orang lain. Pertolongan bisa dicari dari petugas keamanan atau siapapun
orang terdekat yang sanggup diajak bekerja sama untuk melakukan intervensi. Melapor ke polisi
juga pilihan tapi perlu diingat tidak semua korban akan nyaman dengan keterlibatan polisi, jadi
andalkan penilaian terbijak kita. Yang keempat ditenangkan, untuk aksi pelecehan yang
berlangsung sekejap atau memang sudah kadung terjadi kita bisa memberi dukungan dengan
menanyakan kondisinya setelah kejadian, ajak korban duduk, tenangkan dirinya lalu tawarkan
bantuan apa yang sekiranya yang bisa diberikan. Dan yang terakhir direkam, kita bisa
mendokumentasikan aksi pelecehan itu sehingga korban terbekali bukti bila dia ingin
melaporkannya, tetapi jangan langsung menyebar rekamannya atau mengunggahnya ke media
sosial biarkan korban yang menentukan apa yang ingin dia lakukan dengan rekaman itu.

Intervensi yang bisa dilakukan untuk korban sexual harassment yang pertama yaitu
Feminist Therapy yang bertujuan untuk mengorganisasi amsumsi tentang konseling dan
psikoterapi dengan pemahaman tentang konsep feministment. Yang kedua yaitu intervensi
psikososial yang bertujuan untuk mengembalikan keberfungsian psikologis atau kejiawaan dan
sosial klien dari dampak kasus yang dialaminya. Yang ketiga terapi kognitif, yaitu untuk mengubah
kepercayaan yang tidak rasional yang menganggu emosi serta aktivitas korban. Yang keempat
terapi manajemen ansietas yang bertujuan untuk membantu mengalihkan pikiran yang membuat
klien stress. Dan yang terakhir exposure yang bertujuan untuk mengatasi situasi yang
mengingatkan klien pada trauma yang dialaminya (Priyatna et al., 2023).

Kini saya mempunyai tips untuk menghindari sexual harassment, yaitu yang pertama
gunakan pakaian yang sewajarnya saat berpergian. Yang kedua bersikap tegas terhadap perilaku
catcalling atau ejekan seperti siulan dan panggilan-panggilan menggoda. Yang ketiga jika
mendapati perlakuan pelecehan berupa sentuan pada beberapa bagian tubuh segera berganti posisi
dan tegur secara tegas sehingga banyak orang memperhatikan agar pelaku menghentikan aksinya.
Keempat bekali diri dengan kemampuan bela diri praktis atau safety bench. Dan yang kelima jika
mendapatkan perlakuan pelecehan jangan diam dan segera laporkan.

Kasus sexual harassement merupakan kasus yang harus mendapatkan perhatian khusus.
Terutama di kalangan remaja bahkan anak-anak. Saat ini sexual harassement merupakan issue dan
trend problematika kesehatan masyarakat. Pelecehan seksual berdampak buruk pada kesehatan
fisik maupun psikis korbannya. Strategi intervensi untuk menekan kasus pelecehan seksual dapat
dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang pendidikan seks. Pendidikan seks sangat
penting diberikan kepada anak, hal ini bertujuan agar anak mendapat informasi dan pengetahuan
sehingga dapat mencegah anak dari kemungkinan terjadinya pelecehan maupun kekerasan seksual.
Peran orang tua, sekolah, dan lingkungan penting untuk memberikan dukungan, pengawasan dan
control tehadap perilaku remaja untuk masa depan remaja yang lebih baik.
REFERENSI

Kurniawan, R. B. (2023). Hubungan Sexual Belief Dengan Intensi Pelecehan Seksual Pada
Remaja Di SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan. (Doctoral Dissertation, Universitas Medan
Area)., 44(2), 8–10.

Nur, S., Azizih, W., Islam, U., Sunan, N., Surabaya, A., Wibowo, H. D., Studi, P., Pidana, H.,
Islam, U., Sunan, N., & Surabaya, A. (2023). Analisis viktimologi dalam kejahatan inses.
Eksekusi: Jurnal Ilmu Hukum Dan Administrasi Negara, 1(3), 106–127.

Nurfazryana, M. (2022). Dampak Psikologis Kekerasan Seksual Pada Anak SEXUAL ABUSE ,
CHILD , IMPACT. UNES Journal of Social and Economics Research. 7(2): 32-43, 7(2), 15–
24.

Priyatna, S. R., Zulfikar, M., & Lubis, M. A. (2023). Konseling Feminis Untuk Pemulihan
Korban Kekerasan seksual. TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 6(3), 348–354.
https://doi.org/10.26539/teraputik.631371

Rusyidi, B., Bintari, A., & Wibowo, H. (2019). Pengalaman Dan Pengetahuan Tentang Pelecehan
Seksual: Studi Awal Di Kalangan Mahasiswa Perguruan Tinggi (Experience and
Knowledge on Sexual Harassment: a Preliminary Study Among Indonesian University
Students). Share : Social Work Journal, 9(1), 75. https://doi.org/10.24198/share.v9i1.21685

Wirman, W., Sari, G. G., Hardianti, F., & Roberto, T. P. (2021). Dimensi konsep diri korban
cyber sexual harassment di Kota Pekanbaru. Jurnal Kajian Komunikasi, 9(1), 79.
https://doi.org/10.24198/jkk.v9i1.27363
CEK PLAGIASI

Anda mungkin juga menyukai