Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEKERASAN BERBASIS GENDER

DOSEN PENGAMPU : NURMISIH,S.Pd.M.Kes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 10:


1. MARDHATILLAH FITRI PO71241230609
2. KURRATUL AYUNI PO7124123068
3. PAIRUS SUADA PO71241230619
4. YULI GUSTINAWATI PO71241230620

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, Karena hanya dengan ijin,rahmat
dan kuasa-Nyalah kami masih diberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah Paket Pelayanan Awal Minumum Kesehatan Reproduksi dalam Situasi
Darurat Bencana dengan judul Kekerasan Berbasis Gender

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita khususnya mengenai Kekerasan Berbasis Gender. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan- kekurangan. Untuk
itu, kami mengharapkan kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Musi Rawas Utara, Januari 2024

Penyusun
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berbagai bentuk tindakan kekerasan yang dominan korbanya adalah perempuab dan anak
merupakan sebuah fenomena global yang tidak terpengaruh oleh batas-batas rasial, kultur dan kelas
sosial. Salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang terjadi akibat adanya ketimpangan dan
ketidakseimbangan kekuasaan relasi personal emosi antara laki-laki dan perempuan adalah kekerasan
berbasis gender. Lingkup kekerasan berbasis gender tersebut dapat terjasi dalam ranah rumah tangga/
domestik ( personal) yang dikenal sebagai kekerasan dalam rumah tangga(KDRT), maupun pada
ranah publik (Komunitas)

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi kekerasan berbasis gender

2. Untuk mengetahui pencegahan terhadap kekerasan seksual

3. Untuk mengetahui penangan akibat-akibat kekerasan seksual

4. Untuk mengetahui mekanisme penangan kasus kekerasan seksual


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian
1. Gender
Perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam peran, fungsi,hak,
perilaku yang dibentuk oleh ketentuan sosial dan budaya setempat yang
dapat diubah dan berubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman.
2. Kekerasan berbasis gender
Setiap tindakan penyimpangan yang disebabkan adanya ketidakseimbangan
kekuasaan dalam relasi antara perempuan dan laki-laki yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan termasuk anak-anak baik secara
fisik, seksual dan psikologi, termasuk ancaman tindakan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang yang
terjadi dalam ranah domestik dan ranah publik.

B. Melaksanakan Pencegahan terhadap Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang
tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang
berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan
reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.

Kekerasan seksual saat ini masih sering terjadi di kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga,
masyarakat, sekolah maupun perkantoran. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan
dan Anak yang digagas oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun
2022 terdapat 11.686 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Dikutip dari sumber yang sama,
perempuan adalah korban yang paling banyak dibandingkan laki-laki.

Kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan bukan hanya kekerasan seksual, namun juga terdapat
usikan seksual yang termasuk dalam kekerasan seksual secara tidak langsung. Berbagai macam usikan
seksual menurut Till (dalam Kusumiati; 2001: 6) seperti gender harrasment, seduction, bribery, sexual
coercion serta sexual imposition. Usikan seksual tersebut didominasi oleh perilaku yang merayu dan
menggoda kaum perempuan untuk dapat memenuhi hasrat seksual kaum laki-laki.

Usikan seksual yang dialami oleh kaum perempuan akan memberikan dampak yang sangat besar
terhadap perkembangan psikososial korban maupun keluarga korban. Selain itu kekerasan terhadap
perempuan juga dapat berdampak pada kematian, misalnya upaya untuk bunuh diri, gangguan kesehatan
fisik, gangguan mental, perilaku tidak sehat, serta gangguan kesehatan reproduksi.
Mengingat bahwa kaum perempuan terutama remaja perempuan tidak bisa dihindarkan dari topik
masalah kekerasan seksual, maka perlu dilakukannya upaya-upaya preventif yang bersifat menyeluruh
sehingga para perempuan tidak menjadi korban kekerasan seksual. Akhir-akhir ini pun sudah banyak
perempuan yang memberanikan diri untuk melaporkan kejadian kekerasan seksual yang dialami.

Menurut World Health Organization (WHO) (2017) ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya
kekerasan seksual, antara lain:

1. Pendekatan Individu dengan cara:

o Merancang program bagi pelaku kekerasan seksual dimana pelaku harus bertanggung jawab terhadap
perbuatannya seperti menetapkan hukuman yang pantas bagi pelaku kekerasan seksual;

o Memberikan pendidikan untuk pencegahan kekerasan seksual seperti pendidikan kesehatan reproduksi,
sosialisasi menganai penyakit menular seksual, dan pendidikan perlindungan diri dari kekerasan seksual.

2. Pendekatan Perkembangan

Pendekatan perkembangan yaitu mencegah kekerasan seksual dengan cara menanamkan pendidikan
pada anak-anak sejak usia dini, seperti:

o Pendidikan mengenai gender;

o Memperkenalkan pada anak tentang pelecehan seksual dan risiko dari kekerasan seksual;

o Mengajarkan anak cara untuk menghindari kekerasan seksual;

o Mengajarkan batasan untuk bagian tubuh yang bersifat pribadi pada anak; dan

o Mengajarkan batasan aktivitas seksual yang dilakukan pada masa perkembangan anak.

3. Pencegahan Sosial Komunitas seperti:

o Mengadakan kampanye anti kekerasan seksual;

o Memberikan pendidikan seksual di lingkungan sosial

o Mensosialisasikan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan sosial.

4. Pendekatan Tenaga Kesehatan, yakni:

o Tenaga Kesehatan memberikan Layanan Dokumen Kesehatan yang mempunyai peran sebagai alat bukti
medis korban yang mengalami kekerasan seksual;

o Tenaga Kesehatan memberikan pelatihan kesehatan mengenai kekerasan seksual dalam rangka
mendeteksi secara dini kekerasan seksual;
o T enaga Kesehatan memberikan perlindungan dan pencegahan terhadap penyakit HIV; dan

o Tenaga Kesehatan menyediakan tempat perawatan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

5. Pendekatan Hukum dan Kebijakan Mengenai Kekerasan Seksual, yakni:

o Menyediakan tempat pelaporan dan penanganan terhadap tindak kekerasan seksual;

o Menyediakan peraturan legal mengenai tindak kekerasan seksual dan hukuman bagi pelaku sebagai
perlindungan terhadap korban kekerasan seksual;

o Mengadakan perjanjian internasional untuk standar hukum terhadap tindak kekerasan seksual; dan

o Mengadakan kampanye anti kekerasan seksual.

Tindakan-tindakan tersebut tentu hanya bersifat pencegahan. Walaupun demikian, setidaknya dengan
melakukan upaya-upaya di atas, diharapkan kasus kekerasan seksual utamanya dapat dicegah seoptimal
mungkin.

C. Menangani akibat-akibat kekerasan seksual

Berikut merupakan beberapa cara menangani trauma akibat kekerasan seksual yang diambil
dari sumber American Psychological Association (APA):
1. Melakukan Terapi dengan Profesional
Perasaan cemas, bingung, merasa bersalah, dan putus asa setelah terjadinya kejadian
traumatis biasanya akan mulai perlahan memudar dalam jangka waktu yang relatif cepat.
Namun, jika reaksi stres traumatis timbul kembali dengan begitu kuat dan terus-menerus
sehingga menghalangi aktivitas dapat meminta bantuan dari profesional kesehatan mental.

Terdapat beberapa tanda dari stres traumatis seperti kondisi tidak kunjung baik setelah
enam minggu kejadian, mengalami kesulitan untuk beraktivitas seperti biasanya,
mengalami kenangan menakutkan, mimpi buruk, atau kilas balik, dan mengalami pikiran
atau perasaan untuk bunuh diri.
2. Terbuka dengan Orang Terdekat
Mulai melakukan identifikasi teman atau anggota keluarga untuk mendapatkan dukungan.
Jika merasa sudah siap untuk mendiskusikan peristiwa traumatis, bisa langsung berbicara
dengan mereka tentang pengalaman dan perasaan yang dirasakan.
Hal ini juga bisa dilakukan dengan meminta orang terdekat yang dipercaya untuk
membantu tugas-tugas rumah tangga atau kewajiban lain untuk menghilangkan beberapa
stres harian.
3. Mulai Menerima Keadaan
Menerima keadaan yang terjadi dimasa lampau merupakan sikap yang bijak. Mungkin
terbilang sulit, tetapi hal ini dapat dilakukan secara perlahan.
Secara bertahap, cobalah untuk kembali ke rutinitas normal. Dukungan dari orang-orang
terkasih atau profesional kesehatan mental dapat banyak membantu untuk menerima
keadaan yang sudah terjadi.

Hal ini tentu saja diperlukan kesabaran yang ekstra. Perlu diingat bahwa sangatlah wajar
untuk memiliki reaksi ‘keras’ terhadap peristiwa yang menyedihkan. Seiring berjalannya
waktu, gejala trauma ini akan mulai membaik secara bertahap.
4. Mencintai Diri Sendiri
Hal ini dapat mulai dilakukan dengan perawatan diri yaitu makan makanan yang bergizi,
melakukan aktivitas fisik secara teratur, dan tidur malam yang nyenyak. Sebisa mungkin
carilah strategi koping sehat lainnya seperti seni, musik, meditasi, relaksasi, dan
menghabiskan waktu di alam.
Dengan mencintai diri sendiri, secara perlahan trauma akan dapat dikendalikan. Oleh
karenanya, sampai di tahap ini korban kekerasan seksual dapat memulai ‘hidup baru’
dengan hal-hal yang disukai.
5. Selalu Berpikir Positif
Berpikir positif merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh semua orang, terutama
korban kekerasan seksual. Hal ini dapat dilakukan dengan mulai ikut kegiatan sosial, rutin
afirmasi diri sendiri, dan aktivitas positif lainnya.
Selain bisa mencegah stres dan mengurangi depresi, berpikir positif juga dapat
mengendalikan trauma. Dengan begitu, korban kekerasan seksual dapat membuat
perubahan.

Itulah 5 cara yang dapat dilakukan untuk menangani trauma akibat kekerasan seksual. Jika
kamu atau orang terdekatmu mengalami trauma yang tidak kunjung mereda, bisa
dikonsultasikan kepada dokter spesialis jiwa.

D. Mekanisme Penanganan Kasus Kekerasan Seksual


Dukungan psikologis/Psychological First Aid (PFA) awal adalah serangkaian keterampilan
yang bertujuan untuk mengurangi distress dan mencegah munculnya perilaku tampilan kondisi
kesehatan mental negatif yang disebabkan oleh bencana atau situasi kritis yang dihadapi
individu.

Dalam kasus kekerasan seksual, PFA diberikan untuk:


Mengurangi ketidaknyamanan yang disebabkan karena reaksi emosi dan pikiran setelah
mengalami kekerasan seksual.
Mengurangi dampak negatif dari pengalaman traumatis. Menyediakan dukungan emosional
bagi korban.
Membantu korban untuk mengakses informasi terkait layanan dan dukungan yang dia
butuhkan.
Membantu memenuhi kebutuhan dasar yang mendesak setelah korban mengalami kekerasan,
seperti: minuman, makanan, pengobatan luka fisik, dan rumah aman.
PFA dapat dilakukan oleh keluarga, teman, relawan, atau Satuan Tugas PPKS kepada korban
kekerasan seksual. PFA dilakukan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi korban
untuk mempersiapkan proses pendampingan dan penanganan lebih lanjut. Ada enam strategi
yang dapat dilakukan oleh pendamping dalam PFA:

 Safeguard
Melindungi dan mengamankan korban dari bahaya, resiko, dan menawarkan upaya
perlindungan. Fokus strategi ini adalah membangun keamanan dan keselamatan korban,
seperti contoh berikut:
Perkenalkan diri serta peran (jika Anda anggota Satuan Tugas PPKS) kepada korban.
Segera bawa korban ke tempat aman dan jauhkan dari bahaya yang mengancam.
Jauhkan korban dari hal yang menyebabkan trauma Lindungi korban dari perilaku menyakiti
diri sendiri.
Sediakan tempat aman bagi korban.Tidak meninggalkan korban sendirian. Apabila terpaksa
meninggalkan korban,

berikan alasan dan minta bantuan orang lain yang dapat dipercaya untuk menjaga korban.

 Sustain
Memberikan kebutuhan mendesak korban pasca mengalami kekerasan seksual, seperti
menawarkan minum, perawatan luka, dan tempat aman untuk bercerita.
 Comfort
Mengurangi perasaan tidak nyaman korban dengan membangun komunikasi yang empatik
dan tidak menyalahkan.
 Connect
Menghubungkan korban dengan lingkungan sosial terdekat dan bermakna serta lembaga
layanan yang bisa memberikan bantuan. Jika kekerasan seksual terjadi di lingkungan
kampus, kita dapat menghubungkan korban pada Satuan Tugas PPKS.
 Advise
Memberikan informasi pada korban mengenai apa yang terjadi dan memvalidasi reaksi
korban dengan menyatakan bahwa reaksi yang mereka lakukan adalah hal yang wajar
dan mengajarkan cara mengatasi atau mengurangi trauma pasca peristiwa.
 Activate
Mendorong korban untuk berpartisipasi dalam proses pemulihan pasca trauma dengan
memberikan informasi apa saja yang dapat dilakukan oleh korban untuk mendapatkan
penanganan dan pemulihan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekerasan berbasis gender sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat terutama
yang menganut sistem patriark. Kekerasan berbasis gender diartikan sebagai perbuatan
yang mengakibatkan salah satu pihak menderita atau sakit yang bersumber dari relasi
antara laki-laki dan perempuan, biasanya perempuan adalah korban.

B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat memberi banyak manfaat bagi pembaca khususnya bagi para
mahasiswa yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai kekerasan berbasis gender.

DAFTAR PUSTAKA
1. https://id.scribd.com/document/538807208/142467903-Kekerasan-Berbasis-Gender

diakses tanggal 27 Januari 2024

Anda mungkin juga menyukai