Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.


Segala puji bagi Allah S. W. T., tuhan seluruh alam yang telah memberikan kami
kemudahan dalam penyusunan kumpulan artikel kelompok tiga ini. Tanpa pertolongan dan
karunia-Nya tentu kami tak sanggup menyelesaikan ini dengan baik. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad S. A. W. yang telah menuntun kita,
umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang ini.
Kami mengucapkan rasa syukur pada Allah S. W. T. yang telah melimpahkan nikmat dan
karunianya untuk kami sehingga bisa meniti hidup ini dengan lancar dan sanggup menyelesaikan
kumpulan karya artikel kami.
Seluruh artikel kami memiliki tema Kekerasan Seksual dan akan berkutat soal itu.
Semoga dengan tema kami kali ini akan membawa manfaat dan menambah wawasan bagi
pembacanya dalam memberantas kasus kekerasan seksual yang menjadi masalah di masyarakat
berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini.
Kami menyadari bahwa artikel kami masih jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan segala bentuk umpan balik
berupa kritik dan saran yang membangun supaya kami dapat memperbaiki artikel kami di masa
yang akan datang.
Terima kasih, wassalamu’alaikum wr. wb.
Disusun oleh :
Azka Larasati Purnomo Putri
2208010150
Kelompok 3 Farmasi C

Apa Itu Kekerasan Seksual Pada Remaja?

Sering terdengar di bibir masyarakat mengenai kekerasan seksual apalagi pada seusia
remaja. Kekerasan seksual telah terjadi lebih dari 2000 kasus di Indonesia. Ini membuat dampak
yang sangat buruk bagi individu maupun kelompok. Menurut WHO pada tahun 2017, kekerasan
seksual didefinisikan sebagai setiap tindakan seksual, usaha melakukan tindakan seksual,
komentar atau menyarankan untuk berperilaku seksual dengan paksaan kepada seseorang.
Korbannya bahkan dari usia dini maupun usia lanjut. Kekerasan seksual dapat menyebabkan
tekanan psikologis dan fisik karena hubungan gender yang tidak setara.

Tentu saja hukum di negara Indonesia memiliki pasal-pasal yang mengatur kekerasan
seksual. Contohnya dalam pasal 28 G, yaitu “setiap orang berhak atas perlindungan diri,
kehormatan, dan martabat, serta rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu”. Itu berarti siapapun memiliki hak untuk membela dirinya
ketika dilecehkan atau saat dirinya merasa terancam. Dan selama ini, penanganan kasus tindak
kekerasan seksual mengacu pada kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Itu artinya,
pelaku dari kekerasan seksual ini akan dihukum sesuai dengan ketentuan yang ada.

Lalu pada UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dalam KUHP. Tentu
saja agar menghindari kekerasan seksual kepada remaja, orang tua perlu memberikan edukasi
kepada anaknya semasa dini tentang melindungi diri dari bahaya dunia luar. Apalagi sekarang di
sosial media sudah banyak hal-hal negatif karena mayoritas penduduk sudah menggunakan
sosial media sebagai patokan sehari-hari. Tidak hanya itu, kekerasan seksual pun banyak diawali
dari bersosial media.

Apa saja faktor terjadinya kekerasan seksual yang perlu kita waspadai? Kekerasan
seksual rentan terjadi pada perempuan. Lalu tingkat pendidikan, pendidikan yang rendah rentan
sekali menjadi korban kekerasan seksual. Tingkat ekonomi, kekerasan seksual cenderung terjadi
pada golongan ekonomi kurang, akibat rendahnya tingkat pengawasan dari orang tua. Dan
kerentanan lingkungan. Kita harus berhati-hati di manapun kita berada. Apalagi pada lingkungan
yang bebas dan tanpa pengawasan orang dewasa.

Salah satu faktor yang paling banyak terjadi kekerasan seksual pada remaja adalah
pergaulan. Pergaulan adalah jembatan bagi seorang remaja untuk mengekspresikan diri dan dapat
berinteraksi dengan banyak orang. Dalam pergaulan, tentu saja kita harus tetap berhati-hati
bahkan dengan orang terdekat atau disekitar kita. Kasus kekerasan seksual pada remaja
didominasi oleh gaya dan perilaku pertemanan. Jadi, sebagai seorang remaja kita harus tetap
menjaga diri, menjaga sikap, perilaku kepada siapapun apalagi kepada lawan jenis. Kekerasan
seksual akan sangat berdampak pada diri seseorang kelak sampai ia menikah nantinya.
Disusun oleh :
Juliana Jasmine
2208010129
Kelompok 3 Farmasi C

Kekerasan Seksual dan Aneka Jenisnya

Pelecehan seksual bukan semata tentang seks. Inti dari masalah ini adalah
penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas, meskipun pelaku mungkin mencoba untuk meyakinkan
korban dan dirinya sendiri bahwa perilaku pelecehan yang ia lakukan sebenarnya adalah
ketertarikan seksual dan keinginan romantis semata. Kebanyakan pelecehan seksual dilakukan
oleh laki-laki terhadap perempuan. Namun, ada juga kasus pelecehan perempuan terhadap laki-
laki, dan juga dengan sesama jenis (baik sesama laki-laki maupun perempuan).

Pada dasarnya kekerasan seksual tidak mengenal usia dan jenis kelamin. Saat ini para
pelaku pelecehan seksual sudah tidak lagi hanya menargetkan perempuan sebagai korban
pelecehan, namun laki-laki pun sudah mulai dijadikan sebagai korban pelecehan seksual.

Lalu, apa saja sih jenis pelecehan seksual?

1. Pelecehan gender: Pernyataan dan perilaku seksis yang menghina atau merendahkan
wanita. Contohnya termasuk komentar yang menghina, gambar atau tulisan yang
merendahkan wanita, lelucon cabul atau humor tentang seks atau wanita pada umumnya.
2. Perilaku menggoda: Perilaku seksual yang menyinggung, tidak pantas, dan tidak
diinginkan. Contohnya termasuk mengulangi ajakan seksual yang tidak diinginkan,
memaksa untuk makan malam, minum, atau kencan, mengirimkan surat dan panggilan
telepon yang tak henti-henti meski sudah ditolak, serta ajakan lainnya.
3. Penyuapan seksual: Permintaan aktivitas seksual atau perilaku terkait seks lainnya
dengan janji imbalan. Rencana mungkin dilakukan secara terang-terangan atau secara
halus.
4. Pemaksaan seksual: Pemaksaan aktivitas seksual atau perilaku terkait seks lainnya
dengan ancaman hukuman. Contohnya seperti evaluasi kerja yang negatif, pencabutan
promosi kerja, dan ancaman pembunuhan.
5. Pelanggaran seksual: Pelanggaran seksual berat (seperti menyentuh, merasakan, atau
meraih secara paksa) atau penyerangan seksual.

Ada juga pelecehan seksual menurut perilaku yaitu komentar seksual tentang tubuh anda,
ajakan seksual, sentuhan seksual, grafiti seksual, isyarat seksual, lelucon kotor seksual,
menyebarkan rumor tentang aktivitas seksual orang lain, menyentuh diri sendiri secara seksual di
depan orang lain, berbicara tentang kegiatan seksual sendiri di depan orang lain, menampilkan
gambar, cerita, atau benda seksual

.
Disusun oleh :
Devita Krisna Jati Mulya
2208010132
Kelompok 3 Farmasi C

Kekerasan Seksual Pada Remaja

Apa itu kekerasan seksual pada remaja? Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan
merendahkan, menghina, melecehkan, atau menyerang tubuh, dan fungsi reproduksi seseorang,
karena ketimpangan relasi kuasa atau gender, yang berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik
termasuk yang mengganggu kesehatan mental. Kasus kekerasan terhadap anak dan remaja
selama ini menjadi persoalan besar di seluruh dunia dan Indonesia. United Nation Children’s
Fund (UNICEF) melaporkan kasus kekerasan pada remaja di dunia mencapai 120 juta (Anthony,
2015). Jenis kasus kekerasan yang sering terjadi pada anak dan remaja meliputi kekerasan fisik,
kekerasan psikologis, penelantaran, bullying dan kekerasan seksual (Hartono,2015). Di antara
jenis kekerasan tersebut, kekerasan seksual yang paling mendominasi (Mulyadi.S ;
Erlinda,2016). Kekerasan seksual akan mempengaruhi perkembangan dan masa depan remaja.
Menurut Gaskil dan Perry (2012) dampak kekerasan seksual akan berpengaruh pada
pertumbuhan fisik, psikologis dan perkembangan psikososial. Selain itu, mereka dapat
mengalami depresi, stres pasca trauma, kegelisahan, pikiran bunuh diri, gangguan makan, dan
isolasi sosial yang dapat berlanjut hingga dewasa ( Haileye, Gordana & Dragana, 2013). Studi
lainnya melaporkan dampak kekerasan seksual dapat menganggu kesehatan mental seperti bunuh
diri, kehamilan yang tak diinginkan, komplikasi ginekologi dan HIV.

Kekerasan seksual terdiri 2 kategori yang Berbeda yaitu;

1. Pra-kontak seperti kata-kata, sentuhan, gambar visual, dan perilaku ekshibisionisme.

2. Kontak seperti inses, perkosaan, dan eksploitasi seksual.

Jadi, kekerasan seksual pada bisa dikategorikan menjadi 2 yaitu kontak langsung dan
tanpa kontak.

Ada 9 faktor yang menyebabkan kekerasan seksual, antara lain:

1. Keluarga yang mengalami broken home alias lingkungan keluarga yang tidak sehat.
2. Pola asuh orang tua yang tidak sehat.
3. Mudahnya mendapatkan konten pornografi.
4. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran.
5. Rentannya ketahanan keluarga.
6. Kecendrungan korban kejahatan seksual yang belum tertangani.
7. Rendahnya efek jera.
8. Efek cegah dari norma dan hukum.

Nah, berikut beberapa cara menghindari pelecehan seksual yang bisa diterapkan:

1. Jangan percaya penuh. Jadi, untuk menghindari pelecehan seksual, akan lebih baik bila kamu
sedikit menjaga jarak dengan mereka yang bukan anggota keluarga atau kerabat yang benar-
benar dekat.
2. Hindari Obrolan Berbau Porno Obrolan berbau pornografi dapat membuat orang lain berpikir
bahwa kamu terbiasa dengan hal-hal yang berbau seksual. Oleh sebab itu, hindari obrolan yang
terlalu menjurus ke arah pornografi, terutama dengan orang yang baru dikenal. Dikhawatirkan,
lawan bicara sengaja memancing obrolan panjang agar ujung-ujungnya bisa membuat kamu
terbawa suasana sehingga tanpa sadar berbicara hal-hal berbau porno.

3. Kuasai beberapa metode melumpuhkan lawan. Walaupun sering diidentikan sebagai kelompok
lemah, wanita harus bisa memberikan perlawan kepada pelaku tindak kejahatan seksual. Kamu
tidak perlu menjadi ahli bela diri tertentu, cukup belajar beberapa teknik atau gerakan yang dapat
digunakan ketika menghadapi tindak kekerasan.

4. Berani bersikap tegas. Kamu tidak dilarang untuk bersikap ramah kepada siapa pun. Namun,
kamu tetap harus menjaga image diri agar tidak dicap sebagai orang yang selalu berpikiran dan
bersikap terbuka terhadap hal apa pun, apalagi bila berurusan dengan orang yang baru dikenal.
Apabila dipaksa atau mengalami perilaku tidak senonoh di luar dugaan, segera ambil tindakan.
Di samping itu, laporkan pula tindakan pelecehan seksual tersebut kepada pihak berwajib agar
pelaku segera ditindak.

5. Bersikap percaya diri. Menurut salah satu komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi,
wanita yang terlihat tidak percaya diri dan tampak lemah lebih berisiko mengalami kekerasan
seksual ketimbang mereka yang percaya diri. Pasalnya, mereka yang tidak percaya diri biasanya
lebih takut melawan dan berbicara ketika menjadi korban kekerasan. Oleh karena itu, jadilah
lebih percaya diri.

6. Mempersiapkan alat pelindung diri. Di tengah banyaknya laporan terkait kekerasan seksual,
maka setiap orang harus lebih mempersiapkan diri agar terhindar dari masalah tersebut. Salah
satu bentuk persiapannya adalah membawa alat perlindungan diri seperti semprotan cabe atau
alat setrum di dalam tas. Alat-alat tersebut dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan
terburuk ketika menghadapi kekerasan dalam bentuk apa pun, termasuk kekerasan seksual.
Pelecehan seksual dapat terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Baik pria maupun wanita,
keduanya sama-sama berisiko mengalami perilaku bejat tersebut.

7.Tambah wawasan serta edukasi lingkunganmu mengenai fakta dan mitos kekerasan seksual.
Banyak kasus yang terjadi dan terus terjadi karena minimnya informasi mengenai kekerasan
seksual
Disusun oleh :
Astianisa Zahra
2208010178
Kelompok 3 Farmasi C

Pandemi Covid 19 Meningkatkan Jumlah Kasus Kekerasan Fisik dan Seksual.

Laporan terbaru WHO menyatakan bahwa hampir 736 juta wanita atau hampir sepertiga
wanita di dunia pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual. Satu dari empat wanita berusia
antara 15-24 tahun mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasangan mereka. WHO
menyatakan bahwa studi kasus ini adalah yang terbesar mengenai kekerasan terhadap wanita.
Data analisi WHO menyurvei dari tahun 2000 hingga tahun 2018 untuk mengemukakan data
terbaru. Namun studi ini tidak memasukan data saat pandemi covid 19 terjadi.

Sekitar 641 juta wanita mengaku pernah mengalami kekerasan dalam bentuk pelecehan
dari pasangan mereka. Di luar itu, 6% wanita mengaku pernah diserang orang yang bukan suami
atau pasangan mereka.

"Kekerasan terhadap perempuan adalah masalah kesehatan masyarakat global yang


berskala pandemi dan kasus ini dimulai pada usia dini," kata salah satu peneliti riset itu, Claudia
Garcia-Moreno.
"Jumlah korbannya bisa jauh lebih besar karena ketakutan terhadap stigma bisa
menghalangi banyak perempuan melaporkan kekerasan seksual," tuturnya.

Laporan WHO menunjukan bahwa negara berpenghasilan rendah lebih beresiko dalam
hal kekerasan fisik dan seksual bagi wanita oleh pasangan mereka."Kekerasan terhadap
perempuan mewabah di setiap negara dan budaya, menyebabkan kerugian bagi jutaan
perempuan dan keluarga mereka, dan ini diperburuk oleh pandemi Covid-19," kata Direktur
Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus."Tapi tidak seperti Covid-19, kekerasan terhadap
perempuan tidak bisa dihentikan dengan vaksin," ucapnya.

Dampak pandemi memperparah kondisi ini. Kekerasan terhadap wanita semakin


meningkat di kala semua kegiatan dilakukan dari rumah. Hal ini menjadi salah satu faktor
meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Sejak pandemi Covid-19, data
dan laporan yang muncul menunjukkan bahwa semua jenis kekerasan terhadap perempuan dan
anak perempuan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, meningkat dalam skala yang kami
sebut Pandemi Bayangan," ucap Phumzile Mlambo Ngcuka.

WHO meminta kepada negara negara anggota PBB agar lebih aktif dalam bekerja sama
dengan organisasi masyarakat sipil dengan tujuan untuk memastikan ketersediaan layanan
perempuan dan pengumpulan data lebih lanjut untuk melakukan studi program."Kami ingin
melihat kemauan dan investasi yang meningkat serta komitmen baru dari negara-negara untuk
menghapus kekerasan terhadap perempuan," kata Claudia Garcia-Moreno."Saya berharap angka-
angka ini menjadi peringatan bagi pemerintah," lanjutnya.
"Ada pembicaraan lima tahun lalu, tapi sekarang diperlukan lebih banyak tindakan jika
kita ingin memenuhi target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yaitu menghapus kekerasan
terhadap perempuan pada tahun 2030." kata Garcia-Moreno.
Disusun oleh :
Salsa Putri
2208010158
Kelompok 3 Farmasi C

Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekitar

Kasus kekerasan seksual semakin marak akhir-akhir ini, data Komnas Perempuan
menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual di Indonesia meningkat terus setiap tahunnya.
Hal ini membuktikan masih lemahnya perlindungan hukum dalam kasus-kasus kekerasan
seksual di Indonesia. Peraturan hukum terkait kekerasan seksual sebenarnya sudah ada, namun
secara substansi ternyata masih memiliki banyak kekurangan sehingga dianggap belum bisa
menanggulangi kekerasan seksual selama ini.

Pada tahun 2015, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyatakan bahwa kasus
pelecehan seksual sebanyak 1.726 kasus, anak-anak mengalami kasus pelecehan seksual
sekitar 58% (Amr, 2016). Berdasarkan Data Perlindungan Anak Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) per 31 Desember 2020 yaitu pada tahun 2018 anak sebagai korban kekerasan
seksual yaitu sebanyak 182 korban. Pada tahun 2019 mengalami kenaikan dengan jumlah
korban yaitu 190, dan pada tahun 2020 mengalami kenaikan dengan jumlah korban anak yaitu
sebanyak 419. Jika dihitung dari 2018 anak sebagai korban kekerasan seksual mengalami
peningkatan sebanyak 237 korban (KPAI, 2021).
Hampir dari setiap kasus yang diungkap, pelakunya adalah orang yang dekat dengan
korban dan tidak sedikit pula pelakunya adalah orang yang memiliki dominasi atas korban,
seperti orang tua dan guru. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Kekerasan
seksual, antara lain:
1. Faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi.

2. Fakor lingkungan atau tempat tinggal.


3. Faktor minuman keras.

4. Serta faktor kelalaian orang tua.


Selain keempat faktor di atas, emosi yang ada di dalam diri pelaku dan faktor pergaulan
yang semakin bebas dan tingkat kontrol masyarakat yang rendah juga memiliki peranan dalam
terjadinya Kekerasan seksual (Subrahmaniam, 2019). Salah satu contoh yang pernah terjadi di
Riau . Seorang anak di bawah umur diduga menjadi korban kekerasan seksual oleh ibu
kandung bernisial IN (41) dan ayah tirinya berinisial S (45). Peristiwa itu terjadi di Desa
Geringging Baru, Kecamatan Sentajo Raya, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Pada hari Jum’at (8/4/22), Polisi menetapkan dua orang tersebut menjadi tersangka dan
dijebloskan ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka tersebut. Kasus
pencabulan anak ini ditangani oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak.
Kapolres Kuansing AKBP Rendra Oktha Dinata melalui Kasat Reskrim Polres Kuansing,
AKP Boy Marudut membenarkan kalau kedua tersangka sudah diamankan di Mapolres
Kuansing.
Kronologis kejadian ini berawal pada Rabu (6/4/22) sekira pukul 11.00 WIB Kanit PPA
Polres Kuansing Ipda Bambang Saputra dihubungi oleh Babhinkamtibmas salah satu desa di
Kecamatan Sentra. Setelah mendapat informasi tersebut unit PPA langsung turun tangan, dan di
lapangan pihak perangkat desa melaporkan ada satu keluarga melarang anaknya untuk keluar
rumah. Salah satu anaknya pernah berceritat kepada tetangganya, anak tersebut menceritakan
bahwa dirinya telah disetubuhi oleh ayah tirinya.
Pada Kamis (7/4/2022) pagi, unit PPA yang dipimpin oleh Kanit PPA bersama tiga
anggotanya menuju tempat kediaman korban di Kecamatan Sentajo Raya untuk melakukan
penyelidikan. Setibanya di rumah korban, kanit PPA dan ketiga anggotanya menanyakan kepada
korban atas kebenaran kabar tersebut, anak itu mengaku telah menjadi korban kebejatan nafsu
ayah tirinya dan itu juga atas keinginan ibu kandungnya. Kanit PPA bersama tiga anggotanya
langsung mengamankan ayah tiri korban dan ibu kandung korban. Kasat Reskim Polres
Kuansing juga mengatakan, kedua pelaku ini dijerat Pasal 81 ayat 1 dan 2 jo. Pasal 76D Nomor
35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 15 tahun penj
Disusun oleh :
Salsabila Jovita Rahmah
2208010179
Kelompok 3 Farmasi C

Kampus, Tempat Belajar Ataukah Sarang Kekerasan Seksual?!

Komnas Perempuan memaparkan bahwa kekerasan yang terjadi di lingkungan


pendidikan Indonesia yakni kekerasan seksual 87,91 persen, psikis dan diskriminasi 8,8 persen.
Lalu, kekerasan fisik 1,1 persen. Perguruan tinggi menempati urutan pertama untuk kekerasan
seksual di lingkungan pendidikan dengan 35 kasus pada tahun 2015 hingga 2021. Berdasarkan
data, pelaku kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di lembaga pendidikan bervariasi.
Data dari Komnas Perempuan dari tahun 2015-2021 ada 67 pelaku – yaitu guru 28 orang, dosen
15 orang, peserta didik 10 orang, kepala sekolah 9 orang, pelatih 2 orang, dan lain-lain 3 orang.

Selain itu, berdasarkan survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan
Teknologi pada tahun 2020, kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan dan 27 persen
dari aduan terjadi di universitas. “Pada tahun 2015 sekitar 77 persen dosen menyatakan
kekerasan seksual terjadi di kampus dan 63 persen dari mereka tidak melaporkan kasus
kekerasan seksual ke pihak kampus,” katanya acara Nonton Bersama Virtual dan Webinar “16
Hari Anti Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan atau 16 Days of Activism Against Gender
Violence”.

Berdasarkan data yang dipaparkan di atas, dapat kita tarik benang merah bahwa kondisi
lingkungan pendidikan di Indonesia terutama dalam lingkup perguruan tinggi sangatlah
memprihatinkan. Pantaskah, lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman
untuk menimba ilmu malah menjadi sarang kekerasan seksual? Tentunya, tidak, bukan. Kita
semua tentunya menginginkan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi siapapun.

Lantas, bagaimana dengan upaya pemerintah?

Pasal pelecehan seksual pada Pasal 290 KUHP mengancam pelakunya dengan hukuman
penjara maksimal selama 7 tahun, apabila:

1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang
bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

Selain itu, dilansir dari laman Kemendikbudristek bahwa Kementerian Pendidikan,


Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Permendikbudristek
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau
Permen PPKS. Langkah ini merupakan komitmen serius Kemendikbudristek dalam upaya
pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Indonesia untuk
memastikan terpenuhinya hak dasar atas pendidikan bagi seluruh warga negara.
Namun, apakah semua hukum yang ada dapat ditegakkan sebagaimana mestinya?

Tidak ada yang tahu pasti kebenarannya. Tentunya, para aparat penegak hukum sudah
berupaya sebaik mungkin dalam menjalankan tugasnya. Namun, faktanya masih banyak
terdengar kasus-kasus yang tak kunjung mendapatkan keadilan. Tak jarang pula, kita mendapati
adaya oknum-oknum penegak hukum yang tidak bertanggung jawab bekerja sama dengan pelaku
untuk menjalankan alibinya. Memutarbalikkan fakta yang ada serta bermain dengan uang dan
kedudukannya, demi mempertahankan keegoisan dan harga dirinya itu yang akhirnya berakhir
pada ketidakadilan yang diperoleh korban.

Bahkan, banyak pula korban yang akhirnya menutupi kasus tersebut dan tidak mau
melaporkannya karena merasa takut. Banyak diantaranya yang merasa takut karena diancam
berbagaimacam hal oleh si pelaku. Tak jarang pula, korban diancam akan di DO yang tentunya
itu merupakan ketakutan utama para mahasiswa. Namun, beberapa juga sudah merasa kalah
sebelum menuntut keadilan akan kedudukan, status, maupun relasi dari si pelaku yang akhirnya
menimbulkan anggapan seperti, “Percuma saja menuntut keadilan kalau juga nantinya akan
kalah dengan mereka yang berkuasa”. Hal-hal inilah, yang membuat kasus-kasus kekerasan
seksual di kampus terkadang hanya terselesaikan secara kekeluargaan atau bahkan terbungkam
tanpa mendapatkan keadilan dan akhir dari kasus tersebut

Lantas, haruskah kita diam saja?

Tentunya tidak. Menyerah begitu saja tentu bukan solusinya. Masih banyak cara yang
bisa dicoba untuk memperoleh keadilan. Lalu, apa yang harus kita lakukan jika mendapati tindak
kekerasan seksual dilakukan di lingkungan kampus? “Lapor!” tentunya. Bagi beberapa korban
mungkin hal tersebut sangatlah sulit untuk dilakukan. Namun, rasa takut itu haruslah dilawan
karena kita berhak menuntut keadilan atas hak asasi kita yang dilanggar dan itu juga merupakan
langkah pertama yang sangat perlu dilakukan untuk memperoleh keadilan atas diri kita sendiri.
Lalu, bagimanakah cara kita melapor?

Dikutip dari Kompas.com, Kemendikbudristek menyediakan fasilitas bagi mahasiswa


untuk menghubungi Kemendikbud Ristek melalui beberapa kanal Unit Layanan Terpadu (ULT)
untuk melakukan pengaduan, jika mendapati adanya kekerasan seksual di lingkungan kampus
dengan cara sebagai berikut :

1. Mengunjungi Portal Lapor di http://kemdikbud.lapor.go.id


2. Mengirim surel ke pengaduan@kemdikbud.go.id
3. Mengontak Pusat Panggilan di nomor 177
4. Datang langsung ke kantor Kemendikbud Ristek di Gedung C, Lantai Dasar, Jenderal
Sudirman,Senayan-Jakarta

Kekerasan seksual haruslah dihentikan. Siapapun pelakunya, apapun jabatannya,


kekerasan seksual sangat tidak dapat dibenarkan dari segi manapun. Sesulit apapun langkahnya,
setiap korban berhak atas keadilan dan dukungan. Mewujudkan lingkungan bebas kekerasan
seksual bukan hal yang bisa dicapai dengan sekejap mata namun itu juga bukan hal yang
mustahil.

Disusun oleh :
Safia Mustafa Husein Al-Amrani
2208010183
Kelompok 3 Farmasi C

Kekerasan Seksual, Sebuah Masalah Kritis Dunia

Kekerasan seksual adalah setiap tindakan seksual atau segala upaya untuk mendapatkan
tindakan seksual melalui kekerasan atau pemaksaan, tekanan atau tekanan pada individu untuk
tujuan seksual atau melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan orientasi seksual seseorang,
terlepas dari hubungan penyerang dengan korban. Kekerasan seksual terjadi dalam berbagai
situasi damai atau konflik bersenjata, yang tersebar luas di seluruh dunia dan dianggap sebagai
salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling luas dan umum.

Bunuh diri bagi korban akibat kekerasan seksual seringkali disebut sebagai “pembunuhan
demi kehormatan” - yang terjadi sebagai respons terhadap serangan seksual. Meskipun
perempuan dan anak perempuan mengalami lebih banyak kekerasan seksual dibandingkan laki-
laki, kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja dan pada usia berapa pun. Kekerasan
seksual bisa jadi dilakukan oleh orang tua, pengasuh, maupun kenalan yang bukan orang asing
yang berkelakuan seperti halnya pasangan intim. Kekerasan seksual menjadi tidak hanya
merupakan kejahatan "kejahatan nafsu", melainkan juga bisa dikatakan sebagai tindakan agresi
yang sering ditujukan untuk mengekspresikan kekuasaan dan dominasi atas korban.

Kekerasan seksual terus mendapat stigma yang tinggi di seluruh dunia, dan oleh karena
itu tingkat deteksi pelecehan bervariasi antar wilayah. Namun, secara umum, kasus kekerasan
seksual seringkali tidak dilaporkan dalam banyak kasus. Oleh karena itu, keterbatasan data yang
tersedia tentang masalah ini cukup mengkaburkan skala masalah yang sebenarnya. Selain itu,
kekerasan seksual sering menjadi hal yang diabaikan oleh penelitian dan survei. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah ini untuk memperkuat gerakan
kontra yang terkoordinasi.

Kekerasan seksual dalam konflik rumah tangga lebih banyak terjadi daripada kekerasan
seksual di luar rumah. Sedangkan itu, pemerkosaan terhadap perempuan oleh laki-laki juga
sangat umum terjadi dalam perang dan dianggap sebagai sarana perang psikologis untuk
mempermalukan musuh dan mengecilkan hati anggotanya dengan berfokus pada kasus
penaklukan laki-laki dan perempuan atau penangkapan pejuang. Praktek kekerasan seksual jelas
dilarang baik dalam IHRL, hukum humaniter internasional kebiasaan, dan HHI. Tetapi,
mekanisme pelaksanaannya masih rapuh atau bahkan tidak ada di banyak wilayah di seluruh
dunia.

Dari perspektif sejarah, kekerasan seksual malah dipandang dan dianggap sebagai hal
yang "normal" bahkan cukup familiar yang hanya terjadi pada perempuan di masa perang dan
bahkan di masa damai. Hal ini menyebabkan hilangnya indikasi cara, metode, dan luasnya jenis
kekerasan ini pada periode tersebut. Hal tersebut terus berlangsung sampai akhir abad kedua
puluh ketika persepsi orang tentang kekerasan seksual mulai berubah dan secara bertahap mulai
bergeser dari masalah umum dan sekunder ke sebuah kejahatan yang harus diberantas.
Disusun oleh :
Hayat Hussein Saleh Aziz
2208010182
Kelompok 3 Farmasi C

Pentingnya Percaya Diri Untuk Mencegah Kekerasan Seksual

Setiap orang berhak untuk menjalani hidupnya dengan cara yang sesuai untuknya tanpa
menghadapi pelecehan, apa pun sumber atau bentuknya. Di antaranya mungkin pelecehan
seksual, yang di mana dari 10 wanita yang dilecehkan hanya 4 yang berbicara. Artinya, enam di
antaranya tidak mengatakan apa yang terjadi pada mereka dan pastinya hal itu membuat
persentase wanita dilecehkan yang terpantau dan dipublikasikan lebih sedikit daripada jumlah
yang sebenarnya terjadi.

Jika seorang wanita atau gadis merasa tidak nyaman atau merasa terancam, dia harus
mempercayai perasaannya dan menjauhi bahaya yang mungkin mengancamnya, seperti menjauh
dari tempat-tempat yang dapat membuatnya terkena bahaya atau saling menjaga dan membantu
satu sama lain bila bersama dengan orang lain yang merasakan hal serupa.

Berbicara atau speak up tentang pelecehan dan ancaman seksual dapat bermanfaat bagi
perempuan dan anak perempuan tidak bersalah dan tidak pantas untuk menjadi sasaran pelecehan
semacam ini. Masalah ini tidak boleh diremehkan.

Berbagai bentuk dukungan yang diterima oleh korban pelecehan seksual, baik dari teman
atau pusat konseling khusus tentu akan sangat membantuk korban. Bentuk dukungan seperti
berbicara tentang pengalaman penyerangan yang dia alami akan membantunya memulihkan
keadaannya dan bisa jadi menjadi pengembang suatu mekanisme baru untuk membela diri.

Penting bagi seorang wanita untuk menyadari potensi bahaya yang mungkin dihadapinya,
memercayai nalurinya, dan berlatih menghindari bahaya dan membela dirinya sendiri. Perilaku
sadar, percaya diri dan percaya diri perempuan dan anak perempuan dapat menjauhkan mereka
dari pelecehan.

Teruntuk pelatihan bela diri, bisa melalui kursus khusus bidang bela diri dan, misalnya
kursus WenDo yang bertujuan melatih perempuan dan anak perempuan untuk mengembangkan
rasa percaya diri dan mempelajari serta mengembangkan mekanisme dan metode bela diri,
sehingga kaum perempuan dapat meningkatkan kemampuannya dalam usaha perlindungan diri
dari berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan.
Disusun oleh :
Alviano Fadel Muhammad Rizqillah
2208010173
Kelompok 3 Farmasi C

Camkan Ini Agar Tidak Menjadi Korban Kekerasan Seksual

Seperti yang kita ketahui, kekerasan seksual apa pun bentuknya menjadi salah satu
permasalahan di masyarakat akhir-akhir ini. Maraknya kekerasan seksual, baik di luar rumah
maupun dalam rumah yang seharusnya adalah tempat yang aman menjadikan segala bentuk
kekerasan seksual sebagai momok menakutkan yang sebenarnya tak seorang pun dapat luput
darinya. Kekerasan seksual bisa terjadi pada siapa pun, baik perempuan maupun laki-laki bahkan
pria yang kuat sekalipun.

Walaupun pakaian yang dikenakan baik-baik, tetap saja akan ada orang yang berpikiran
kotor yang bisa jadi berniat melecehkan. Walaupun kita adalah seorang pria gagah yang kuat dan
kekar, bisa saja ada seseorang yang berniat melecehkan secara seksual ketika melihat kita walau
dengan tatapan pertama. Artinya, orang yang aneh bahkan paling aneh eksis di muka bumi ini
dan siap menerkam ketika sudah menemukan sasaran yang tepat. Rare people do exist.

Lalu, kalau kita sebenarnya tak bisa luput dari ancaman kekerasan seksual di mana pun
dan kapanpun, bagaimana cara menghindarinya?

Kita tak bisa seratus persen mencegahnya, tetapi peminimalisiran menjadi sekecil
mungkin sangat bisa dilakukan. Untuk meminimalisir tindakan kekerasan seksual, kita perlu
mengetahui dulu apa saja faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbuatan biadab tersebut:

1. Minimnya pengetahuan akan seks


Nah ini sebetulnya penting bahkan sangat penting di era sekarang. Namun,
pendidikan seks masih saja dianggap tabu di masyarakat Indonesia. Tanpa pendidikan
seks yang memadai di suatu masyarakat, mereka akan dengan mudahnya melanggar
privasi orang lain seperti pelanggaran bagian tubuh dan sejenisnya. Pendidikan seks yang
kurang secara tidak langsung menggambarkan betapa rendahnya empati dan kepedulian
masyarakat itu.
2. Lingkungan yang tidak kondusif
Bahkan sebuah pondok pesantren yang seharusnya menjadi tempat pendidikan
yang aman dengan basis agama pun kerap kali ditemukan adanya kasus kekerasan
seksual. Yang artinya, lingkungan itu tidak lagi bisa dikatakan aman. Apalagi lingkungan
yang tidak jelas dan banyak pergaulan bebasnya. Orang jahat ada di mana pun, bahkan di
tempat paling suci dan sakral sekalipun.
Keluarga juga memiliki andil besar dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif. Jika dari keluarga sudah rusak alias broken home, maka tingkat pengawasan
terhadap anak dari segala macam bahaya dan keamanan lingkungan terdekat akan
menurun. Skenario paling buruk adalah jika keluarga itu sendiri yang menjadi sarang
terjadinya kekerasan seksual.
3. Perilaku korban yang memang menarik pelaku
Perlakuan orang lain terhadap diri kita sebetulnya juga didasari oleh sikap kita
sendiri sehingga memengaruhi impresi orang lain terhadap diri kita. Jika kita bersikap
lenjeh atau genit di kandang para predator seksual, maka tunggulah beberapa saat hingga
kita menjadi santapan mereka. Pelaku kekerasan seksual mungkin memandang korban
sebagai orang yang lemah dari sikap dan perilaku korban. Cara korban berpakaian
sehingga menarik predator bisa dimasukkan ke dalam poin ini.
4. Kurangnya pendidikan
Poin ini berhubungan dengan poin pertama. Pendidikan merupakan tombak utama
dalam kehidupan. Pendidikan juga berpengaruh besar terhadap karakter seseorang. Bisa
dibayangkan bila seseorang memiliki wawasan yang minim, akan menjadi orang seperti
apa dia. Biasanya pelaku kekerasan seksual berasal dari kalangan tidak terpelajar dengan
baik.
Tetapi ada juga yang berasal dari kalangan terpelajar dan “berpendidikan”. Kalau
begini, orang tersebut literally tak dapat disebut berpendidikan murni, sebab seseorang
yang berpendidikan juga harus beradab.
5. Kemiskinan
Suatu lingkungan yang penuh dengan kemiskinan akan sejajar dengan tingkat
pendidikan dan keamanan lingkungan tersebut. Kemiskinan seringkali identik dengan
pergaulan bebas, budaya premanisme, kejahatan seksual, dan tingkat pendidikan yang
rendah.
6. Hukum yang tak berarti
Penegakan hukum yang tidak efektif dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku
sangat memprihatinkan. Bahkan banyak kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, proses
hukumnya tak ada kejelasan. Hal tersebut membuat kasus-kasus tidak asusila tersebut
terkesan dipandang sebelah mata.
Di negara demokrasi seperti Indonesia, pemerintah adalah cerminan dari
rakyatnya, begitu juga dengan penegak hukum. Jika masyarakatnya saja
menggampangkan urusan kekerasan seksual, maka bisa dipastikan para petinggi negara
dan penegak hukum juga akan bersifat demikian.

Dari keenam faktor dan subfaktor di atas, bisa ditarik pengertiannya bahwa untuk
meminimalisir dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, kita perlu meng-counter
permasalahan-permasalahan di atas dengan solusi:

1. Inilah pentingnya pendidikan bagi masyarakat. Pemerintah perlu membenahi pendidikan


di seluruh Indonesia, khususnya pendidikan seks bagi masyarakat yang masih dianggap
tabu. Dengan pendidikan seks yang memadai, masyarakat umum akan menjadi terbuka
pikirannya dan sadar akan pentingnya menjaga harga diri dari penjatuhan dengan
kekerasan seksual. Kita juga perlu mendidik diri sendiri dan orang lain supaya tidak
menjadi pelaku kekerasan seksual; sebuah langkah pencegahan yang seringkali
diabaikan. Dengan pendidikan yang tinggi pula lah tingkat kemiskinan penyebab
kekerasan seksual bisa ditangani.
2. Waspadalah. Sekali lagi, waspadalah, di mana pun kita berada. Baik di luar rumah yang
penuh dengan mara bahaya maupun di dalam rumah yang seringkali dianggap sebagai
tempat teraman (kecuali broken home). Jangan taruh kepercayaan penuh seratus persen
kepada siapa pun, termasuk orang tua sendiri atau orang yang kita anggap sebagai tempat
bersandar. Siapa pun berpeluang menusuk kita secara tiba-tiba kapan pun dan di mana
pun. Tinggalkan lingkungan yang membuat kita merasa tidak aman walaupun itu rumah
sendiri dan carilah tempat yang membuat kita setidaknya merasa aman.
3. Bersikaplah percaya diri dan jangan membuat orang lain memandang kita sebagai orang
yang lemah. Di sini perilaku kita harus dijaga sebaik mungkin. Jangan biarkan orang lain
mendominasi kita sampai merenggut hak-hak kita. Berlatihlah beberapa teknik
pertahanan diri seperti ilmu bela diri supaya jika kita terdesak, kita bisa melawan. Tapi
ingat, ilmu bela diri yang kita kuasai hanya boleh dipakai di saat terpojok dan tak ada
cara lain.
4. Terkadang kita perlu mengintrospeksi diri, apakah kita adalah orang yang baik?
Berpotensikah kita menjadi pelaku kekerasan seksual? Jika iya, kita perlu menampar diri
sendiri dan sadarkan diri bahwa melakukan kekerasan seksual akan menjadi pisau
bermata dua, yang artinya pelaku sendiri akan kena dampaknya juga. Pikirkan baik-baik,
apakah dengan melakukan kekerasan seksual akan mendatangkan manfaat bagi kita?
Jawabannya tentu saja tidak. Kenikmatan mungkin bisa didapat, namun hanya sementara,
sedangkan bahayanya jauh lebih besar dan bisa menjadi bom waktu yang akan meledak
sewaktu-waktu. Kurangi mengonsumsi konten pornografi dan tingkatkan ilmu serta
ibadah sesuai keyakinan masing-masing. Kekerasan seksual juga dilarang dalam agama
mana pun dan hukum mana pun.
5. Terkait dengan hukum, bila kita hendak menjadi aparat pemerintah maupun penegak
hukum, jadilah pejabat atau penegak hukum yang bertanggung jawab dan berdedikasi
untuk rakyat dan negara. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam
memberantas kekerasan seksual. Jika ada laporan kekerasan seksual yang masuk, maka
tanggapi itu dengan serius dan penuh tanggung jawab, sebab ini demi kebaikan kita
semua. Kita sebagai pejabat pemerintah perlu menegakkan kembali dasar hukum khusus
pemberantasan kekerasan seksual yang bersifat netral.

Kekerasan seksual merupakan bentuk kejahatan yang serius. Kekerasan seksual tidak
dibenarkan oleh agama dan norma mana pun. Walaupun mereka ini tak bisa seratus persen
dicegah, tetapi bisa diminimalisir hingga titik terendah. Kekerasan seksual harus diberantas
dengan cara-cara yang setimpal. Bersama-sama kita berupaya mewujudkan lingkungan yang
aman dan tentram, dan tentunya bebas dari kekerasan apa pun.

Sebagai masyarakat yang beragama, segala sesuatu yang kita lakukan akan
dipertanggung jawabkan di akhir nanti, baik di dunia maupun di akhirat. Camkan ini baik-baik,
karena apa yang kita tuai itulah yang kita tanam di masa lalu.

Karma is real.
Penutup

Artikel yang kami buat secara garis besar berisikan tentang bagaimana situasi kekerasan
seksual yang terus marak pada zaman sekarang. Banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi
pada lingkungan sekitar yang tidak menutup kemungkinan terjadi dilakukan oleh orang paling
terdekat. Selain itu, artikel yang kami muat juga memuat edukasi-edukasi pencegahan dalam
kekerasan seksual yang kami harap dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terima kasih atas dukungannya, dan terima kasih pula telah membaca.

Ayo berantas kekerasan seksual di sekitar kita!

Anda mungkin juga menyukai