Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH

PSIKOLOGI KOMUNIKASI

MAKALAH
PENYULUHAN ANTI PELECEHAN DAN KEKERASAN
SEKSUAL PADA ANAK - ANAK

ANGGOTA KELOMPOK :
1. HENY PEBRIANTI (18.24.070)
2. MUHAMAD ANWARI (18.24.084)
3. RIKARDO P. SILITONGA (18.24.097)
4. SYUKUR BERKAT WARUWU (18.24.109)
5. TINA DAMAYANTI (18.24.110)
6. YAN FRESLY S. SEBAYANG (18.24.116)

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA
SUMATERA UTARA
2019
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..2
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………………………….3
1. Latar Belakang ……………………………………………………………..3
2. Metode Pelaksanaan ………………………………………………………...3
BAB II
PEMBAHASAN DAN HASIL ……………………………………………………4
1. Definisi Pelecehan Seksual ……………………………………………………4
2. Kasus Pelecehan Seksual ……………………………………………………5
3. Penegakkan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Pada Anak ……..5
4. Hasil Pelaksanaan Kegiatan ……………………………………………….6
BAB III
PENUTUP ……………………………………………………………………….…..7
Kesimpulan ………………………………………………………………………7
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..8
LAMPIRAN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Komunikasi. Adapun topik
yang dibahas dalam makalah ini adalah Penyuluhan Anti Pelecehan dan Kekerasan
Seksual Pada Anak-anak.
Selanjutnya kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Monika Nina Ginting, M.Psi., yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk melakukan kegiatan Penyuluhan Anti Pelecehan dan Kekerasan Seksual
Pada Anak-anak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Kiranya
makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita semua sehingga
pelecehan dan kekerasan fisik maupun seksual yang terjadi kepada anak-anak dapat
diminimalisasi. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Delitua, Mei 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Anak Indonesia adalah aset bangsa yang harus dijaga dan diberi perlindungan
ekstra. Mereka adalah generasi yang menjadi garda terdepan bagi pembagunan
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sudah seharusnya fokus terhadap upaya untuk
mengembangkan potensinya dengan memberikan akses pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan pelayanan publik lainnya secara merata khususnya untuk anak-anak di
berbagai pelosok Indonesia dan pemerintah wajib menjamin terpenuhinya hak asasi
anak salah satunya yaitu hak untuk mendapat perlindungan. Apalagi akhir-akhir ini
marak pemberitaan tentang pelecehan seksual pada anak.
Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap pelecehan seksual karena
anak selalu diposisikan sebagai pihak yang lemah dan memiliki ketergantungan yang
tinggi kepada orang dewasa di sekitarnya. Di Indonesia kasus pelecehan seksual
setiap tahunnya mengalami peningkatan, korbannya bukan hanya dari kalangan
dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja, anak-anak, bahkan pada balita.
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual
yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran
hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya
pada diri orang yang menjadi korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika
pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban. Rentang pelecehan
seksual ini sangat luas, meliputi: main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi
seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu,
gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-
iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan.
Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang berdasar pada gender,
sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan pelecehan gender, yaitu pelecehan
yang didasarkan atas gender seseorang, dalam hal ini karena seseorang tersebut adalah
perempuan.
Di era modern seperti saat ini banyak sekali terjadi kejahatan yang berhubungan
dengan seksualitas. Hampir disetiap kasus pelecehan seksual, anak dan perempuanlah
yang kebanyakan menjadi korbannya. Dengan berkembangnya teknologi juga
mempengaruhi perilaku pelecehan seksual. Perkembangan teknologi yang seharusnya
sangat berguna bagi pendidikan bisa menjadi media utama pelecehan seksual, seperti
halnya media internet. Seiring dengan berkembangnya zaman juga merubah
pemikiran dari para penerus generasi bangsa, anak-anak muda zaman sekarang
cenderung senang mempertontonkan dan mengumbar bagian-bagian tubuh mereka
yang mengundang orang untuk melakukan pelecehan seksual.
Semakin maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak-anak yang
terjadi di Indonesia membuat banyak orang tua khawatir dengan anak-anak mereka.
Anak- anak belum mengetahui bagian-bagian dari tubuh mereka yang tidak boleh
disentuh dan diperlihatkan kepada orang lain selain orang-orang terdekat seperti orang
tua dan keluarga. Selain itu, anak-anak belum mengetahui apa yang seharusnya
dilakukan terjadi sesuatu yang berbahaya bagi mereka. Oleh karena itu, penulis
melakukan penyuluhan dan membagikan poster untuk mencegah terjadinya pelecehan
dan kekerasan seksual pada anak-anak di SD RK Xaverius Namorambe, penyuluhan
dilakukan agar anak-anak mengetahui bagian-bagian tubuh mana saja yang tidak
boleh dipegang dan dilihat oleh orang lain dan tidak mengikuti orang yang tidak
dikenal.
2. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan ini adalah dengan memberikan penyuluhan anti
pelecehan dan kekerasan seksual pada anak-anak dan membagikan poster pencegahan
pelecehan dan kekerasan seksual kepada anak-anak. Sasaran dari kegiatan ini adalah
siswa-siswi SD RK Xaverius Namorambe.
BAB II
PEMBAHASAN DAN HASIL

1. Definisi Pelecehan Seksual


Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi
seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya.
Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang
berkonotasi seksual. Aktifitas yang berkonotasi seksual bisa dianggap pelecehan
seksual jika mengandung unsur-unsur sebagai berikut, yaitu adanya pemaksaan
kehendak secara sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan oleh motivasi
pelaku,kejadian tidak diinginkan korban, dan mengakibatkan penderitaan pada
korban.
Menurut Collier (1998) pengertian pelecehan seksual disini merupakan segala
bentuk perilaku bersifat seksual yang tidak diinginkan oleh yang mendapat perlakuan
tersebut, dan pelecehan seksual yang dapat terjadi atau dialami oleh semua
perempuan. Sedangkan menurut Rubenstein (dalam Collier,1998) pelecehan seksual
sebagai sifat perilaku seksual yang tidak diinginkan atau tindakan yang didasarkan
pada seks yang menyinggung penerima.
Dari beberapa definisi pelecehan seksual dapat disimpulkan bahwa pelecehan
seksual adalah segala bentuk perilaku yang mengganggu orang lain yang melanggar
peraturan perundang-undangan berupa tindakan yang dilakukan seseorang kepada
orang lain dalam konteks seksual yang dilakukan secara sepihak atau tidak
dikehendaki oleh korbannya. Pelecehan seksual terhadap anak dapat terjadi kepada
siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Siapapun mempunyai potensi untuk menjadi
pelaku pelecehan seksual pada anak. Pelakuia tidak pernah berhenti menjadi ancaman
bagi anak-anak, mereka cenderung memodifikasi target yang beragam, dan siapapun
bisa menjadi target pelecehan seksual, bahkan anak ataupun saudaranya sendiri, itu
sebabnya pelaku pelecehan seksual kepada anak ini dapat dikatakan sebagai predator.
Berbagai bentuk tindakan pelecehan seksual dilakukan oleh pelaku untuk memuaskan
hasrat seksualnya tanpa pandang bulu.
Secara umum, pelecehan seksual ada 5 bentuk, yaitu :
a. Pelecehan fisik, yaitu : Sentuhan yang tidak diinginkan mengarah keperbuatan
seksual seperti mencium, menepuk, memeluk, mencubit, mengelus, memijat tengkuk,
menempelkan tubuh atau sentuhan fisik lainnya.
b. Pelecehan lisan, yaitu : Ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang
kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, termasuk lelucon
dan komentar bermuatan seksual.
c. Pelecehan non-verbal/isyarat, yaitu : Bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada
seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, menatap tubuh penuh nafsu, isyarat
dengan jari tangan, menjilat bibir, atau lainnya.
d. Pelecehan visual, yaitu : Memperlihatkan materi pornografi berupa foto, poster,
gambar kartun, screensaver atau lainnya, atau pelecehan melalui e-mail, SMS dan
media lainnya.
e. Pelecehan psikologis/emosional, yaitu : Permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan
yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan,
penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.
2. Kasus Pelecehan Pada Anak
Pada April 2019 telah terjadi sebuah kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh
oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap seorang anak dibawah umur di Kota
Pontianak, Kalimantan Barat. Hal ini terungkap setelah ibu korban melaporkan
kepada pihak kepolisian kota tersebut.
Dalam pengakuannya korban yang berumur 14 tahun diperkosa sebanyak tiga
kali di dua tempat yang berbeda. Yaitu di sebuah kamar kos dan disebuah hotel di
kota Pontianak. Selain mengalami pelecehan seksual, korban mengaku mendapatkan
kekerasan dari pelaku, seperti kepalanya dihempaskan ke dinding dan disundut rokok.
Kejadian ini berlangsung selama empat hari, hingga akhirnya korban berhasil kabur
dari kamar kos tempat penyekapan.
Kejadian ini dengan modus bahwa pelaku mengaku kenal dengan ayah dari
korban, dan mengajak korban untuk membeli es krim.
3. Penegakkan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Pada Anak
Pengaduan dari korban membuka celah hukum untuk menegakkan keadilan.
Pihak yang bersalah harus dihukum dan pihak korban harus mendapatkan keadilan.
Hukum ada karena masyarakat memerlukan ketertiban, keamanan,serta jauh dari
kejahatan yang mengancam. Maka dari itu, laporkan kejadian kepada pihak
kepolisian, demi tegaknya keadilan korban dan terhindar dari kejahatan.
Berdasarkan kasus tersebut, pelaku pelecehan seksual dapat dijerat dengan
menggunakan Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
berbunyi bahwa “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Pelaku dikenai pasal tersebut karena melakukan upaya merayu untuk melakukan
pelecehan seksual kepada korban yang disertai dengan ancaman.
Sebagaimana dimkasud dalam Pasal 76 E UU 35 Tahun 2014 yang berbunyi
”Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu daya, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk, anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”
4. Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Dengan adanya kegiatan ini, penulis berharap anak-anak terutama siswa dan siswi
SD RK Xaverius Namorambe dapat mengetahui bagian-bagian tubuh mana saja yang
tidak boleh dipegang dan dilihat oleh orang lain yang tidak dikenal, tidak mengikuti
orang yang tidak dikenal dan berteriak minta tolong serta melapor apabila ada orang
yang ingin berbuat jahat pada anak. Kegiatan ini dilaksanakan di SD RK Xaverius
Namorambe.
Kegiatan penyuluhan ini diikuti oleh 30 anak, yang terdiri dari siswa dan siswi
kelas 1 SD RK Xaverius Namorambe. Dalam kegiatan ini, anak-anak sangat antusias
mendengarkan selama penyuluhan berlangsung. Penyuluhan ini menjelaskan kepada
anak-anak, bagian-bagian tubuh mana saja yang boleh disentuh dan tidak boleh
disentuh oleh orang lain selain orang tua. Selain penjelasan tersebut, anak-anak juga
diajak bernyanyi bersama lagu “Sentuhan Boleh, Sentuhan Tidak Boleh” berikut
dengan gerakannya.
Berikut adalah rincian pelaksanaan program penyuluhan anti pelecehan dan kekerasan
seksual pada anak-anak:

Hari,
Kegiatan Lokasi
Tanggal
Pengenalan bagian tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh
disentuh oleh orang lain

Bernyanyi bersama "Lagu Sentuhan Boleh, Sentuhan Tidak Boleh"

Senin, Menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan ketika terjadi tindakan SD RK


15 April yang menjurus kepada tindakan pelecehan seksual. Xaverius
2019 Namorambe
Memberikan hadiah sebagai reward kepada anak-anak yang dapat
menjelaskan bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain

Me-review dari awal kegiatan penyuluahan Anti Pelecehan dan


Kekerasan Seksual Pada Anak

Penyuluhan anti pelecehan dan kekerasan seksual pada anak dilaksanakan selama
satu hari di SD RK Xaverius Namorambe. Setelah diadakannya kegiatan ini, anak-
anak diharapkan dapat mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang boleh disentuh
dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Dan mengetahui tindakan apa yang harus
dilakukan apabila terjadi hal-hal mencurigakan yang menjurus kepada tindakan
pelecehan seksual.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pelecehan dan kekerasan seksual bukanlah hal yang baru. Sampai saat ini angka
terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual terus meningkat. Dibutuhkan perjuangan
yang besar dari berbagai pihak untuk mengurangi angka pelecehan dan kekerasan
seksual pada anak. Hal ini merupakan tugas kita sebagai pembimbing generasi baru
untuk menjaga dunia dari tangan-tangan yang tidak bermoral. Hal pertama yang harus
dilakukan adalah membimbing generasi-generasi penerus bangsa dengan memberikan
penyuluhan anti pelecehan dan kekerasan seksual pada anak.
Penyuluhan anti pelecehan dan kekerasan seksual pada anak dapat dimulai dari
sekolah-sekolah dasar. Dengan diadakannya kegiatan ini, anak-anak diharapkan dapat
mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh
oleh orang lain. Dan mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan apabila terjadi
hal-hal mencurigakan yang menjurus kepada tindakan pelecehan seksual.
DAFTAR PUSTAKA

http://pontianak.tribunnews.com/2019/05/03/fakta-terkuak-kekejian-oknum-pns-
kalbar-sekap-dan-siksa-putri-pengamen-di-2-tempat-berbeda

Persada A.G., Ayuningtyas N.P.D. 2015. Pencegahan Pelecehan dan Kekerasan


Seksual Pada Anak-anak Di SDN Gejayan. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia

Septyana Vany. 2017. Indonesia Darurat Pelecehan Seksual: Penegakan Hukum


Kasus Kepala Sekolah Lakukan Pelecehan Seksual Tehadap 12 Orang Muridnya.
Tangerang Selatan
LAMPIRAN

Dokumentasi kegiatan Penyuluhan Anti Pelecehan dan Kekerasan Seksual Pada


Anak-anak di SD RK Xaverius Namorambe.

Gambar 1. Anggota Tim melakukan survey lokasi Penyuluhan Anti Pelecehan dan
Kekerasan Seksual Pada Anak-anak

Gambar 2. Dokumentasi bersama Wali Kelas 1 SD RK Xaverius Namorambe


Gambar 3. Pelaksanaan Penyuluhan Anti Pelecehan dan Kekesaran Seksual pada
Anak-anak

Gambar 4. Antusiasme anak-anak maju kedepan kelas untuk memperagakan dan


bernyanyi lagu “Sentuhan Boleh, Sentuhan Tidak Boleh”.
Gambar 5. Bernyanyi bersama lagu “Sentuhan Boleh, Sentuhan Tidak Boleh”.

Gambar 6. Kegiatan Penyuluhan selesai, diakhiri dengan pembagian snack dan


hadiah.

Anda mungkin juga menyukai