Anda di halaman 1dari 11

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK

Disusun oleh :

Kelompok 3

1. Alifah Aqela (02)

2. Ardhyasiwi Pradnya S. (05)

3. Azzahra Alifia D. S (08)

4. Farisa Putri (13)

5. Leonardo (14)

6. Meischa Permatasari N. (16)

7. M. Galang (17)

8. M. Bagas Reyvansya (18)

9. Nazwa Revalina (22)

10.Praya Athalla Pantow (24)

11. Rifana Naisa (28)

12. Shafwan Adhi (30)

XI MIPA 3

SMAN 8 BOGOR
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… 2


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 5
2.1 Landasan Teori …………………………………………………………….5
2.2 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak di
Indonesia ........................................................................................................... 6
2.3 Dampak Psikologis Anak yang Menjadi Korban Pelecehan Seksual .......... 8
2.4 Penerapan Sanksi Kekerasan Seksual Terhadap Anak …………………… 9
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 10
3.1 Simpulan ............................................................................................... 10
3.2 Saran ..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak Indonesia adalah aset bangsa yang harus dijaga dan diberi perlindungan ekstra. Mereka
adalah generasi yang menjadi garda terdepan bagi pembagunan Indonesia. Oleh karena itu,
pemerintah sudah seharusnya fokus terhadap upaya untuk mengembangkan potensinya dengan
memberikan akses pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan publik lainnya secara merata
khususnya untuk anak-anak di berbagai pelosok Indonesia dan pemerintah wajib menjamin
terpenuhinya hak asasi anak salah satunya yaitu hak untuk mendapat perlindungan. Apalagi akhir-
akhir ini marak pemberitaan tentang pelecehan seksual pada anak.

Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap pelecehan seksual karena anak selalu
diposisikan sebagai pihak yang lemah dan memiliki ketergantungan yang tinggi kepada orang
dewasa di sekitarnya. Di Indonesia kasus pelecehan seksual setiap tahunnya mengalami
peningkatan, korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah menambah ke
remaja, anak-anak, bahkan pada balita.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat mayoritas kasus kekerasan seksual
terjadi pada anak di bawah umur yang sedang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) pada 2021. Hal tersebut disampaikan Komisioner Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti dalam Catatan Akhir Tahun pada Selasa (28/12/2021).
Pengumpulan data dilakukan mulai 2 Januari-27 Desember 2021 melalui pemantauan kasus yang
dilaporkan keluarga korban ke pihak kepolisan dan diberitakan oleh media massa. "Total jumlah
anak korban adalah 207 orang, dengan rincian 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki. Usia
korban dari rentang 3-17 tahun, dengan rincian: usia PAUD/TK (4%), usia SD/MI (32%); usia
SMP/MTs (36%), dan usia SMA/MA (28%)," ujar Retno.

Hak asasi manusia (HAM) adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa
manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia. Hak asasi
manusia berlaku kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja, sehingga sifatnya universal. HAM
pada prinsipnya tidak dapat dicabut. Hak asasi manusia juga tidak dapat dibagi-bagi, saling
berhubungan, dan saling bergantung.
Menurut UU No. 39 Tahun 1999, pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat berupa ucapan,
tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual. Aktifitas yang berkonotasi seksual
bisa dianggap pelecehan seksual jika mengandung unsur-unsur sebagai berikut, yaitu adanya
pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku,kejadian
tidak diinginkan korban, dan mengakibatkan penderitaan pada korban.
Dapat disimpulkan bahwa pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku yang mengganggu
orang lain yang melanggar peraturan perundang-undangan berupa tindakan yang dilakukan
seseorang kepada orang lain dalam konteks seksual yang dilakukan secara sepihak atau tidak
dikehendaki oleh korbannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penegakan hukum kasus tersebut?

2. Bagaimana dampak psikologis anak yang menjadi korban pelecehan seksual?

3. Bagaimana penerapan sanksi terhadap kekerasan seksual pada anak?

1.3 Tujuan
1. Agar kita dapat mengetahui pengertian pelecehan seksual pada anak;

2. Agar kita dapat mengetahui bentuk-bentuk pelecehan seksual pada anak;

3. Agar kita mengetahui tanda-tanda pelecehan seksual pada anak;

4. Agar kita dapat mengetahui kondisi pelecehan seksual pada anak di Indonesia;

5. Agar kita dapat mengetahui dampak psikologi anak korban kekerasa seksual;

.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

Secara umum, pelecehan seksual ada 5 bentuk, yaitu :

a. Pelecehan fisik, yaitu : Sentuhan yang tidak diinginkan mengarah keperbuatan seksual seperti
mencium, menepuk, memeluk, mencubit, mengelus, memijat tengkuk, menempelkan tubuh atau
sentuhan fisik lainnya.

b. Pelecehan lisan, yaitu : Ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi
atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, termasuk lelucon dan komentar bermuatan seksual.

c. Pelecehan non-verbal/isyarat, yaitu : Bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual,
kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, menatap tubuh penuh nafsu, isyarat dengan jari tangan,
menjilat bibir, atau lainnya.

d. Pelecehan visual, yaitu : Memperlihatkan materi pornografi berupa foto, poster, gambar kartun,
screensaver atau lainnya, atau pelecehan melalui e-mail, SMS dan media lainnya.

e. Pelecehan psikologis/emosional, yaitu : Permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus


menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang
bersifat seksual.

Perbuatan penyimpangan seksual ini tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara
lain:

1. Faktor psikologis, merupakan salah satu faktor dalam hubungannya dengan keadaan kejiwaan
seseorang yang bisa merasakan senang dan tidak, yang bisa diakibatkan dari latar belakang si
penderita pernah mengalami pelecehan seksual pada masa kanak-kanaknya.

2. Faktor sosiokultural (sosial dan kebudayaan), juga dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, berbagai macam hiburan yang
disajikan seperti hiburan di dunia maya atau yang dikenal dengan internet, yang di dalamnya
dimuat berbagai macam jenis informasi baik dari dalam maupun luar negeri, mulai dari informasi
positif sampai informasi yang negatif pun tersedia di dalamnya.

3. Faktor pendidikan dan keluarga. Pendidikan dalam keluarga berguna untuk membentuk
kepribadian seseorang. Dalam arti, bahwa peletak dasar terbentuknya kepribadian adalah
pendidikan. Dalam hal ini faktor keteladanan dan pembiasaan oleh keluarga merupakan faktor
penentu dalam peletak dasar kepribadian anak. Karena sikap dan tindakan orang tua dicontoh dan
selanjutnya dibiasakan menjadi pola tingkah laku.

4. Faktor fisiologis (biologis) juga sangat menentukan berperilaku sehat jasmani yang sakit terus-
menerus akan mengganggu kondisi kejiwaan seseorang yang salah satunya termasuk di dalamnya
adalah kebutuhan biologis dalam memenuhi nafsu seksualnya yang tinggi.

Selain itu faktor yang lebih mempengaruhi adanya pelecehan seksual tersebut dibedakan menjadi
2 yaitu faktor ekstern dan faktor intern yaitu :

1. Faktor internal yaitu yang berasal dari diri pelaku tersebut, karena adanya gangguan jiwa
terhadap diri si pelaku misalnya si pelaku mengalami nafsu seks abnormal. Sehingga seseorang
dapat juga mendorong untuk melakukan kejahatan.

2. Faktor ekstern yaitu meningkatnya kasus–kasus kejahatan kesusilaan atau perkosaan terkait erat
dengan aspek sosial budaya Suatu kenyataan yang terjadi saat ini, sebagai akibat pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak dapat dihindarkan timbulnya dampak
negatif terhadap kehidupan manusia. Kondisi perekonomian juga dapat merupakan satu sebab
seseorang melakukan kejahatan kesusilaan atau perkosaan. Keadaan ekonomi yang sulit akan
membawa orang kepada pendidikan yang rendah dan pada tahap selanjutnya membawa dampak
kepada baik atau tidak baiknya pekerjaan yang diperoleh, serta dari pengaruh– pengaruh luar
lainnya.

2.2 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak di


Indonesia

Dalam KUHP tidak dikenal istilah “Pelecehan seksual”. KUHP hanya mengenal istilah
“Perbuatan Cabul” yang diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296. Yang dimaksud
dengan perbuatan cabul adalah perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan atau perbuatan
lain yang keji yang semuanya dalam lingkungan nafsu birahi. Kasus tersebut dalam KUHP
dapat dijerat dengan pasal 292 KUHP yang berbunyi “Orang dewasa yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”
Jadi intinya pelecehan seksual dapat dijerat dengan KUHP pasal 289 sampai dengan
pasal 296 tentang perbuatan cabul. Dalam hal terdapat bukti yang cukup, Jaksa penuntut
umum akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan
pengadilan. Pembuktian Hukum Pidana adalah berdasarkan Pasal 184 UU No. 8 tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana menggunakan lima alat bukti yaitu:

• Keterangan saksi
• Keterangan ahli
• Surat
• Petunjuk

• Keterangan terdakwa

Melihat dari sisi pasal diatas, maka kesulitan utama dalam kasus pelecehan seksual
adalah dengan meghadirkan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara
tersebut. Karena pada umumnya pelaku melakukan pelecehan seksual di lingkungan yang
terbatas dan tertutup. Dalam hal terkait pelecehan seksual, yang pada umumnya dapat
dijadikan sebagai alat bukti adalah Visum et repertum sebagaimana dimaksud dalam pasal
187 huruf c KUHAP yaitu: “Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi daripadanya”.

Penegakan hukum terhadap pelecehan seksual harus selalu diupayakan oleh pemerintah.
Hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat
penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan
memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan.. Dalam hal
ini pemerintah dan KPAI harus bersinergi untuk terus melakukan pencegahan terhadap
pelecehan yang terjadi pada anak di Indonesia. Pemerintah tidak boleh hanya sibuk
mengurusi birokrasi dan politik saja, justru pelecehan pada anak merupakan masalah yang
sangat krusial karena menyangkut generasi masa depan Indonesia. Pemerintah sudah
seharusnya mengambil sikap tegas dan tindakan nyata untuk meminimalisir kasus pelecehan
seksual terhadap anak.
2.3 Psikologis Anak yang Menjadi Korban Pelecehan Seksual

Psikologi anak merupakan area penelitian yang sangat luas dan kompleks, mencakup
bagaimanakah seseorang berubah pada saaat ia beranjak dewasa, mulai dari saat kelahiran
hingga masa remaja dan mencoba untuk menjelaskan mengenai beragam perubahan penting
yang terjadi. Salah satu penyebab terganggunya psikis anak adalah adanya tindakan pelecehan.

Pelecehan dalam bentuk apapun akan menimbulkan dampak bagi korbannya, demikian
pula dengan kasus pelecehan seksual pada anak. Beberapa dampak dari pelecehan seksual pada
anak diantaranya dampak psikologis, dampak fisik, dan dampak hubungan sosial. Dalam
perspektif psikologis pelecehan pada anak dapat mempengaruhi kesehatan psikologis secara
permanen dan dapat menyebabkan rusaknya emosi anak. Kerusakankerusakan tersebut dapat
terwujud dalam masalah-masalah seperti mimpi buruk berulang-ulang, kecemasan, rasa takut,
depresi hingga penarikan diri dari lingkungan. Pada beberapa kasus ekstrem, pelecehan pada
anak dapat menimbulkan depresi berkepanjangan hingga menyebabkan bunuh diri.

Secara Psikologi, anak yang menjadi korban pelecehan, jiwanya akan diliputi rasa dendam,
marah, dan penuh kebencian yang tadinya hanya ditujukan kepada orang yang melakukannya
dan kemudian menyebar kepada objek-objek atau orang-orang lain. Selain itu juga dapat
menyebabkan trauma yang mendalam bagi korbannya. Ketika bahaya fisik mengancam
otoritas tubuh, kemampuan melarikan diri adalah naluri yang tidak dapat dikendalikan sebagai
bentuk pertahanan diri. Kondisi ini menyebabkan tubuh mencurahkan banyak energi untuk
mengeluarkan reaksi perlawanan. Sirkuit pendek ini memantul dalam tubuh dan pikiran
seseorang yang dapat menyebabkan Depresi, Rape Trauma Syndrom (RTS), disosiasi,
gangguan makan dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berikut adalah penjelasan dari
beberapa dampak psikologis anak yang menjadi korban pelecehan seksual:

a. Depresi adalah gangguan mood yang terjadi ketika perasaan yang diasosiasikan
dengan kesedihan dan keputusasaan yang berkelanjutan untuk jangka waktu yang
lama.

b. Rape Trauma Syndrom (RTS) adalah suatu kondisi yang menyebabkan korban
pelecehan seksual mengalami ketakutan yang berlebihan, syok beberapa dari mereka
cenderung merasa kedinginan, pingsan, disorientasi, gemetar, mual dan muntah.
1
c. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan suatu sindrom kecemasan,
labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional dan kilas balik dari pengalaman yang
amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi melampaui batas ketahanan orang
biasa. 2 Hikmat (2005) mengatakan PTSD sebagai sebuah kondisi yang muncul
setelah pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan dan mengancam jiwa
seseorang, misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, sexual abuse
(Pelecehan Seksual), atau perang.

d. Disosiasi adalah reaksi yang terjadi akibat trauma kronis yang diderita oleh korban
di masa lalu yang menyebabkan ia menjadi sering melamun

e. Gangguan makan, seseorang yang menjadi korban pelecehan seksual membuat


kondisi psikis nya terganggu sehingga mempengaruhi pola makannya.

2.4 Penerapan Sanksi Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Pelecehan seksual pada anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang Perlindungan Anak pada Pasal 81 dan 82 yang menyebutkan bahwa : hukuman bagi
pelaku kejahatan seksual terhadap anak minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara
serta denda minimal maksimal sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah, sedangkan
hukuman lainnya menurut KUHP pasal 287 dan 292 menyebutkan bahwa masa hukuman
terhadap pelaku pencabulan terhadap anak maksimal 9 tahun (pasal 287) dan maksimal 5
tahun (pasal 292) hal ini menunjukan bahwa 53 undang-undang perlindungan anak sebagai
lex specialis memberikan ancaman yang lebih besar dibanding dengan yang diatur dalam
KUHP.

1. Pasal 81 berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).
(1) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang
yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain

2. Pasal 82 berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancama kekerasan, memaksa,
melakukan, tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah).

BAB III
PENUTUPAN

3.1 Simpulan
Pelecehan seksual merupakan tindak pelecehan luar biasa yang membutuhkan penyelesaian
masalah yang luar biasa pula agar pelecehan tersebut tidak lagi menjadi ancaman bagi anak-anak
kita di masa depan. Pelecehan seksual bukan hanya menimbulkan luka fisik bagi korban tapi ada
luka yang lebih berbahaya dan lebih sakit dibandingkan luka fisik yaitu luka psikis. Korban
pelecehan seksual yang merupakan anak-anak akan mengalami trauma yang menyebabkan
timbulnya gejala gejala psikis lainnya seperti depresi, rasa takut yang berlebihan, sulit
bersosialisasi, sering murung dan melamun, dan menjadi pribadi yang tertutup atau bahkan risiko
paling buruk adalah dia merasa tidak lagi berguna hidup di dunia sehingga memutuskan untuk
mengakhiri hidup.

3.2 Saran
Maraknya kasus pelecehan seksual di Indonesia membuat orang tua khawatir akan
keselamatan anak-anak mereka terutama ketika anak sedang melakukan aktivitas di luar
rumah. Apalagi pelecehan seksual kini sudah tidak memandang gender. Anak laki-laki yang
dianggap lebih dapat diandalkan untuk menjaga diri dibandingkan dengan anak perempuan
kenyataannya berdasarkan survey KPAI menunjukan bahwa korban pelecehan seksual Anak
laki-laki mempunyai porsi lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.

Berbagai dampak psikologis yang dialami korban membuat terpuruknya kondisi emosional
yang berpegaruh terhadap hubungannya dengan orang lain maka dari itu para korban harus
segera mendapat pendampingan psikologis agar ia tidak berlarut-larut dalam trauma dan
kesedihan. Selain itu peran keluarga menjadi penting sebagai orang yang dekat dengan anak
sebagai “psikolog pribadi” yang harus mendukung anak agar tetap terus semangat menjalani
kehidupannya, menumbuhkan rasa kepercayaan diri anak, dan menumbuhkan cita-cita anak
yang ia inginkan di masa depan sehingga si anak kembali mempunyai ambisi untuk
mencapainya. Kita perlu merubah mindset kita yang menganggap pelecehan seksual sebagai
aib yang harus ditutup-tutupi dari masyarakat sehingga menyebabkan kita segan dan malu
untuk melaporkan kasus yang anak alami. Dengan tidak
melaporkan kasus tersebut sama saja seperti kita membebaskan pelaku berkeliaran mencari
korban lain untuk melakukan pelecehan yang sama. Pemerintah juga perlu lebih mengedukasi
masyarakat dengan memberikan informasi apa dan bagaimana bentuk pelecehan seksual pada
anak dan yang lebih penting adalah dengan melakukan penyadaran kepada masyarakat terkait
upaya pencegahan agar tidak terjadi pelecehan seksual pada anak

DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual_terhadap_anak

https://www.klikdokter.com/psikologi/kesehatan-mental/4-dampak-psikis-yang-dialami-
korban-pelecehan-seksual

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5550068/pelanggaran-ham-pengertian-jenis-dan-
contoh-kasusnya

https://scholar.google.co.id/scholar_url?url=https://jurnal.darmaagung.ac.id/index.php/jurn
aluda/article/download/464/467&hl=en&sa=X&ei=DQQOY6eNMeKH6rQPgfyA6AQ&sc
isig=AAGBfm2bYrA1ImFCHh5m4jpks7u5SP49dw&oi=scholarr

https://nasional.sindonews.com/read/640995/15/kpai-sebut-anak-usia-sd-dan-smp-paling-
tinggi-jadi-korban-kekerasan-seksual-1640661155

Anda mungkin juga menyukai