Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KORBAN

PEMERKOSAAN
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA II

DOSEN PENGAMPUH:
NS., M.KEP, SP KEP.J.
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV

MILITIA SUNDALANGI :16011104018 OLVIA WOWOR :16011104004


EGA PAAT :16011104014 EKA PANE :16011104022
KURNIA MUNDUNG :16011104008 YESI SINGAL :16011104030
JEFERSON AREROS :16011104026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan kasih karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugasmengenai “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KORBAN PEMERKOSAAN” dan semoga tugas ini dapat
bermanfaat dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap hasil laporan ini dapat berguna dalam memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II. Kami juga menyadari bahwa di dalam hasil
laporan ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami mengharapkan kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan hasil
laporan yang telah kami buat di masa mendatang.
Semoga hasil laporan ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan pada
umumnya dan proses pembelajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa II.

Gorontalo, November 2020

Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................ ............................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………................. ...........………...1
1.2 Tujuan Penulisan………………………………………..……………............... ...2
BAB II KONSEP DASAR TEORI
2.1 Pengertian…………………………………………………….................…….3
2.2 Etiologi……….…………………………………………………………………....4
2.3 Klasifikasi ….……………………………………………………………...,,,,,,,…7
2.4 Patofisiologi………...…………………………………………………………..…9
2.5 Pathway……………………………………………………………………...…...13
2.6 Manifestasi Klinis………………………….…..……..…………………………..14
2.7 Penatalaksanaan…………………………………………….………………...….16
2.8 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………….………….17
2.9 Pengkajian………………………………………………………………………..18
CONTOH KASUS ASKEP………………………………………………………………
37
NASKAH ROLEPLAY
HALUSINASI………………………………………………….61
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………...….........74
B. Saran …………………………………………………………………..................75

DaftarPustaka ……………..…………………………………………………….............76
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pelecehan yang berulang sering ditemui pada lebih dari setengah kasus
pelecehan seksual dikomunitas dan terdapat pada 75% kasus yang ditemukan di
klinik. Sexual buse (kekerasan seksual) dikenal pada tahun 70-an dan 80-an.
Penelitian lain telah mengarah pada perkiraan kekerasan pada anak yang lebih luas
di Inggris, seperti dari Childhood Matters (1996) : Sekitar 100000 anak
mengalami pengalaman seksual yang berpotensi mengarah keseksual abuse
(FKUI, 2006).

Banyak anak yang mendapat perlakuan kurang manusiawi, bahkan tidak


jarang dijadikan objek kesewenangan. Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan
Anak Indonesia, ada 481 kasus kekerasan anak (2003). Jumlah ini menjadi 547
kasus pada tahun 2004. Dari situ, ada 140 kasus kekerasan fisik, 80 kasus
kekerasan psikis, 106 kasus kekerasan lainnya, dan 221 kasus kekerasan seksual.
Gambaran para dokter sebut memancing pertanyaan. Mengapa kekerasan seksual
sering menimpa diri anak dan siapa yang paling berpotensi sebagai pelakunya?
Disamping dapat menimbulkan dampak yang luar biasa pada diri sikorban, kasus
kekerasan seksual juga dapat menguji kebenaran dari pernyataan Singarimbun
(2004), bahwa modernisasi sering diasosiasikan sebagai keserbabolehan
melakukan hubungan seksual (Suda, 2006).

Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan kasus yang menonjol yang


terjadi pada anak-anak. Dalam catatan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia
(YKAI) pada tahun 1992-2002 terdapat 2.611 kasus (65,8 persen) dari 3.969
kasus kekerasan seksual dialami anak-anak dibawah usia 18 tahun. Dari jumlah
itu, 75 persen korbannya adalah anak perempuan. Kasus yang menonjol terutama

1
pemerkosaan (42,9 persen) dengan kejadian terjadi di rumah tinggal (35,7 persen)
(FKUI, 2006)
1.2 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui tentang definisi dari seksual abuse.

2. Untuk mengetahui tentang etiologi dari seksual abuse.

3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi dari seksualabuse.

4. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari seksual abuse.

5. Untuk mengetahui tentang pathwaydari seksual abuse.

6. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari seksual abuse.

7. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dari seksual abuse.

8. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari seksual abuse.

9. Untuk mengetahui tentang pengkajian dari seksualabuse.

10. Untuk mengetahui tentang diagnosakeperawatandari seksual abuse.

11. Untuk mengetahui tentang intervensi dan rasional dari seksual abuse.

12. Untuk mengetahui tentang discharge planning dari seksual abuse.


BAB II
KONSEPDASAR

2.1 PENGERTIAN

Penyiksaan seksual (sexual abuse) terhadap anak disebut Pedofilian atau


penyuka anak-anak secara seksual. Seorang Pedofilia adalah orang yang
melakukan aktivitas seksual dengan korban anak usia 13 tahun ke bawah.
Penyakit ini ada dalam kategori Sadomasokisme : adalah suatu kecenderungan
terhadap aktivitas seksual yang meliputi pengikatan atau menimbulkan rasa sakit
atau penghinaan (Pramono, 2009).
Kemudian klasifikasi kekerasan/penganiayaan seksual pada anak menurut
Resna dan Darmawan (dalam Huraerah, 2006:60) diklasifikasi menjadi tiga
kategori, antara lain: perkosaan, incest, dan eksploitasi. Perkosaan biasanya terjadi
pada saat pelaku terlebih dahulu mengancam dengan memperlihatkan
kekuatannya kepada anak. Incest, diartikan sebagai hubungan seksual atau
aktivitas seksual lainnya antar individu yang mempunyai hubungan dekat, yang
perkawinan diantara mereka dilarang, baik oleh hukum, kultur, maupun agama.
Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi (Suda, 2006).
Kekerasan seksual (sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku
seksual secara fisik maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiki
kekuasaan terhadap korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual
pelakunya.Korban mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan yang
dilakukan terhadap dirinya, mereka hanya merasa tidaknyaman, sakit, takut,
merasa bersalah, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan (FKUI, 2006).
Kekerasan seksual (sexualabuse) pada anak mencakup penganiayaan seksual
secara fisik dan nonfisik. Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat kelamin atau
bagian tubuh lain yang bersifat pribadi, seksoral, penetrasi vagina/anus
menggunakan penis atau benda lain, memaksa anak membuka pakaian, sampai
tindak perkosaan. Sedangkan penganiyaan nonfisik diantaranya memperlihatkan
benda-benda yang bermuatan pornografi atau aktivitas seksual orang dewasa,
eksploitasi anak dalam pornografi (gambar, foto, film, slide, majalah, buku),

exhibitionism, atau mengintip kamar tidur/kamar mandi (voyeurism). (Suda,

2006).

2.2 ETIOLOGI/ PREDISPOSISI

Berdasarkan jurnal “Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah

Studi Fenomenologi”, Faktor penyebab sexual abuse adalah :

Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual yang


dialami oleh subyek adalah sebagai berikut:
a. Faktor kelalaian orangtua
Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh kembang dan
pergaulan anak yang membuat subyek menjadi korban kekerasan seksual.
b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan
mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak
dapat mengontrol nafsu atau perilakunya
c. Faktor ekomoni
Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskan rencananya
dengan memberikan iming-iming kepada korban yang menjadi target dari
pelaku. (Jurnal Terlampir)
Berdasarkan jurnal “play therapy dalam identifikasi kasus kekerasan
seksual terhadapanak”, dampak sexual abuse adalah :

Dampak kekerasan seksual terhadap anak diantaranya adanya perasaan


bersalah dan menyalahkan diri sendiri, bayangan kejadian dimana anak menerima
kekerasan seksual, mimpi buruk, insomnia, takut hal yang berhubungan dengan
penyalahgunaan (termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, dll), masalah
harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan, keinginan bunuh diri cedera,
bunuh diri,keluhan somatik, depresi (Roosa,Reinholtz.,Angelini,1999). Selain
Itu muncul gangguan-gangguan psikologis seperti pasca-trauma stress disorder,
kecemasan, jiwa penyakit lain (termasuk gangguan kepribadian dan gangguan
identitas disosiatif, kecenderungan untuk reviktimisasi dimasa dewasa, bulimia
nervosa, cedera fisik kepada anak, (Widom, 1999; Levitan, Rector, Sheldon, &
Goering, 2003; Messman-Moore, Terri Patricia, 2000; Dinwiddie , Heath ,
Dunne, Bucholz, Madden, Slutske, Bierut, Statham et al, 2000)
(Jurnal Terlampir)

Menurut Town send (1998) factor yang predisposisi (yang berperan dalam
pola penganiayaan anak (seksuak abuse) antara lain:
1. Teori biologis

a. Pengaruh neuro fisiologis. Perubahan dalam system limbik otak dapat


mempengaruhi perilaku agresif pada beberapa individu
b. Pengaruh biokimia, bermacam-macam neuro transmitter (misalnya
epinefrin, norepinefrin, dopamine, asetilkolin dan serotonin) dapat
memainkan peranan dalam memudahkan dan menghambat impuls-
impuls agresif
c. Pengaruh genetika. Beberapa penyelidikan telah melibatkan herediter
sebagai komponen pada predisposisi untuk perilaku agresif seksual, baik
ikatan genetik langsung maupun karyotip genetik XYY telah diteliti
sebagai kemungkinan.
d. Kelainan otak. Berbagai kelainan otak mencakup tumor, trauma dan
penyakit-penyakit tertentu (misalnya ensefalitis dan epilepsy), telah
dilibatkan pada predisposisi pada perilaku agresif.
2. Teori psikologis

a. Teori psikoanalitik
Berbadai teori psikoanalitik telah membuat hipotesa bahwa agresidan
kekerasan adalah ekspresi terbuka dari ketidak perdayaan dan harga diri
rendah, yang timbul bila kebutuhan- kebutuhan masa anak terhadap
kepuasan dan keamanan tidak terpenuhi.
b. Teori pembelajaran
Teori ini mendalilkan bahwa perilaku agresif dan kekerasan dipelajari
dari model yang membawa dan berpengaruh.
Individu-individu yang dianiaya seperti anak-anak atau yang orang
tuanya mendisiplinkan dengan hukuman fisik lebih mungkin untuk
berperilaku kejam sebagai orang dewasa.
3. Teori sosiokultural (pengaruh sosial)
Pengaruh sosial. Ilmuwan social yakin bahwa perilaku agresif terutama
merupakan hasil dari struktur budaya dan social seseorang. Pengaruh-
pengaruh social dapat berperan pada kekerasan saat individu menyadari
bahwa kebutuhan dan hasrat mereka tidak dapat dipenuhi melalui cara-cara
yang lazim dan mereka mengusahakan perilaku-perilaku kejahatan dalam
suatu usaha untuk memperoleh akhir yang diharapkan.
Menurut Freewebs (2006) kekerasan seksual (sexualabuse) pada anak
sering muncul dalam berbagai kondisi dan lingkup sosial.
1. Kekerasan seksual dalam keluarga(Intrafamilial abuse)
Mencakup kekerasan seksual yang dilakukan dalam keluarga inti atau
majemuk, dan dapat melibatkan teman dari anggota keluarga, atau
orang yang tinggal bersama dengan keluarga tersebut, atau kenalan
dekat dengan sepengetahuan keluarga. Kekerasan pada anak adopsi
ataupun anak tiri juga termasuk dalam lingukup ini.
2. Kekerasan seksual di luarkeluarga(Extrafamilial abuse)
Mencakup kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa yang kenal
dengan anak tersebut dari berbagai sumber, seperti tetangga, teman,
orangtua dari teman sekolah.
3. Ritualistic abuse
Mencakup kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa untuk
mendapatkan ilmu gaib atau ilmu hitam demi keperluan pribadinya.
4. Institutional abuse
Mencakupkekerasanseksualdalamlingkupinstitusi tertentuseperti sekolah,
tempat penitipan anak, kamp berlibur, seperti kegiatan pramuka,dan organisasi
lainnya.
5. Kekerasan seksual oleh orangyangtidak dikenal (Street or stranger abuse)
Penyerangan pada anak-anak di tempat-tempat umum.
Ada beberapa pandangan berbeda penyebab kekerasan seksual yang
menimpa anak. Orang yang mencabuli anak-anak dianggap orang yang
mengalami disfungsi karena kecanduan alkohol, tidak memiliki pekerjaan tetap
dan penghasilan yang mapan, serta tingkat pendidikan yang rendah. Menurut
Cok Gede Atmadja, pencabulan terhadap anak terjadi karena himpitan
ekonomi. Sementara Magdalena Manik, aktivis Forum Sayang Anak,
menyatakan pencabulan terhadap anak disebabkan meluasnya budaya
permisif, dan ketidakkonsistenan pihak kepolisian dalam mengambil tindakan
hokum terhadap pelaku incest (Suda, 2006).
Koran Tokoh(Edisi337/TahunVII, 5—11Juni 2005:14) menulis beberapa
pemicu terjadinya pencabulan terhadap anak, khususnya oleh orang tua.
a. Pertama, pelaku tidak bisa lagi melakukan hubungan dengan istri karena
alasan kesehatan atau telah lama menduda.
b. Kedua, pelaku ingin menyempurnakan ilmu kebatinan yang sedang
ditekuninya.
c. Ketiga, pelaku tidak tahan melihat kemontokan tubuh anak perempuannya,
atau melihat anak perempuannya keluar kamar mandi menggunakan
handuk. Bahkan,bisa pula pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap
anak perempuan, karena terpengaruh filmporno (Atmadja, 2005:139 dalam
Suda, 2006).
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi dari sexual abuse pada anak menurut (Suda, 2006) adalah :
1. Perkosaan
Perkosaan adalah jenis kekerasan yang paling mendapat sorotan. Diperkirakan
22% perempuan dan 2% laki-laki pernah menjadi korban perkosaan. Untuk di
Amerika saja, setiap 2 menit terjadi satu orang diperkosa. Hanya 1 dari 6
perkosaan yang dilaporkan kepolisi. Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh
orang yang mengenal korban alias orang dekat korban.
2. Kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Suatu tinjauan baru-baru ini terhadap 17 studi dari seluruh dunia menunjukkan
bahwa di manapun, sekitar 11% sampai dengan 32% perempuan dilaporkan
mendapat perlakuan atau mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-
kanaknya. Umumnya pelaku kekerasan adalah anggota keluarga, orang-orang
yang memiliki hubungan dekat, atau teman. Mereka yang menjadi pelaku
kekerasan seksual terhadap anak biasanya adalah korban kekerasan seksual pada
masa kanak-kanak.
3. Kekerasan seksual terhadap pasangan.
Kekerasan ini mencakup segala jenis kekerasan seksual yang dilakukan seseorang
terhadap pasangan seksualnya. Sebesar 95% korban kekerasan adalah perempuan.
Temuan penelitian yang dilakukan Rifka Annisa bersama UGM, UMEA
University, dan Women’s Health Exchange USA di Purworejo, Jawa
Tengah, Indonesia, pada tahun 2000 menunjukkan bahwa 22% perempuan
mengalami kekerasan seksual. Sejumlah 1 dari 5 perempuan (19%) melaporkan
bahwa biasanya mereka dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan
pasangan mereka selama dipukuli. Termasuk kekerasan seksual adalah
kekerasan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan,
semata-mata karena sang korban adalah perempuan. Istilah untuk ini adalah
kekerasan berbasis gender. Berikut adalah kekerasan berbasis gender :
4. Kekerasan fisik : Menampar, memukul, menendang, mendorong, mencambuk,
dll.
5. Kekerasan emosional/verbal : Mengkritik, membuat pasangan merasa bersalah,
membuat permainan pikiran, memaki,menghina, dll.
6. Ketergantungan financial : Mencegah pasangan untuk mendapat pekerjaan,
membuat pasangan dipecat, membuat pasangan memintauang, dll
7. Isolasisosial : Mengontrol pasangan dengan siapa boleh bertemu dan dimana bias
bertemu, membatasi gerak pasangan dalam pergaulan, dll
8. Kekerasan seksual : Memaksa seks, berselingkuh, sadoma sokisme, dll.
9. Pengabaian/penolakan : Mengatakan kekerasan tidak pernah terjadi,
menyalahkan pasangan bila kekerasan terjadi, dll.
10. Koersi, ancaman, intimidasi : Membuat pasangan khawatir, memecahkan benda-
benda, mengancam akan meninggalkan, dll
2.4 PATOFISIOLOGI
Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak dapat
terjadi satu kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan menahun.
Walaupun berbeda-beda pada setiap kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja,
melainkan melalui beberapa tahapan antara lain :
1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan bahwa
apa yang dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku mencoba
menyentuh sisi kebutuhan anak - akan kasih sayang dan perhatian,
penerimaan dari orang lain, atau mencoba menyamakannya dengan permainan
dan menjanjikan imbalan material yang menyenangkan. Pelaku dapat
mengintimidasi secara halus ataupun bersikap memaksa secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi biasanya berupa
mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu memakasa anak
untuk melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelaku
mengancam korban agar merahasiakan apa yang terjadi kepada orang lain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan
pengalamannya kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan
pengalamannya sampai berusia dewasa, atau menceritakannya kepada orang
yang mempunyai kedekatan emosional dengannya, sehingga ia merasa aman.
Pelaku "mencobai" korban sedikit demi sedikit, mulai dari :
a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri
b. Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri
c. Pelaku memperlihatkan alat kelaminnya
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban: payudara, alatkelamin,
dan bagian lainnya.
f. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban
saling menstimulasi.
g. Oral sex, dengan menstimilasi alat kelamin korban
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku
Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual biasanya adalah anak-
anak yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan dari orang yang
lebih dewasa, terutama ibu.Tidak hanya kehadiran secara fisik, kedekatan emosional
antara ibu dan anak pun merupakan factor yang penting (Maria, 2008).
Menurut Maria (2008) dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai
berikut :
1. Stress: akut, traumatic–PTSD (post traumatik stress disorder)
2. Agresif, menjadi pelaku kekerasan, tidak percaya diri
3. Rasa takut, cemas
4. Perilaku seksual yang tidak wajar untuk anak seusianya
Menghadapi anak yang mengalami kekerasan seksual, kata Maria, hendaknya
tetap mempertimbangkan faktor psikologis. Tidak hanya pada posisi anak sebagai
korban, yang tentunya berisiko mengalami stress bahkan trauma, tapi juga perlu
penanganan yang baik pada anak sebagai pelaku kekerasan. Anak sebagai pelaku
kekerasan seksual, sangat mungkin sebelumnya adalah korban dari kekerasan seksual
yang dilakukan oleh pelaku lain. Kemungkinan motif kekerasan yang dilakukannya
adalah untuk eksploitasi-memuaskan rasa ingin tahu, atau menirukan kejadian yang
dialami sebelumnya, baik dari perlakuan langsung maupun dari media yang dilihatnya.
Dengan adanya azas praduga tak bersalah, hendaknya ditelusuri dengan mendalam factor
yang mendorong anak menjadi pelaku kekerasan seksual, agar anak tidak dua kali
menjadi korban (Maria, 2008).
Berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak, khususnya anak perempuan di
masyarakat, selalu diwarnai kekerasan fisik atau psikologis. Jika meminjam gagasan
Giddens (2004) tentang kekerasan laki- laki dalam menyalurkan libidonya, tindakan
tersebut berkaitan dengan label yang diberikan masyarakat kepada laki-laki. Laki-laki
harus jantan menangani sector publik dan urusan seksual. Disisi lain, meluasnya sistem
ekonomi kapitalisme global mengakibatkan banyak orang termarjinal, bahkan
terhimpit, baik secara ekonomi maupun psikologis. Akibatnya, harga diri mereka dalam
keluarga dan masyarakat mengalami goncangan. Begitu pula hubungan seksual mereka
dengan istrinya bisa terganggu. Kondisi ini bisa diperparah lagi karena usia tua,
impotensi, ejakulasi dini, kekhawatiran ukuran dan fungsi penis, dan lainnya. Ini
menimbulkan rasa tidak aman dan kekawatiran yang mendalam (Suda, 2006).
Berikut ini jenis-jenis kekerasan seksual berdasarkan pelakunya (Tower, 2002
dalam Maria, 2008) :
1. Kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga.
Dilakukan oleh ayah, ibu atau saudara kandung. Selain itu, kekerasan seksual
mungkin pula dilakukan oleh orang tua angkat/tiri, atau orang lain yang
tinggal serumah dengan korban.
2. Kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di luar anggota keluarga Kekerasan
seksual dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak dibatasi perbedaan jenis
kelamin, suku, agama, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Sebagian besar
pelaku adalah pria dan orang yang melakukan orang yang cukup dikenal oleh
korban, misalnya tetangga, guru, sopir, baby-sittte. Pelaku bisa saja
mengalami kelainan seperti paedophilia, pecandu seks, atau sangat mungkin
teman sebaya. Kemungkinan pelaku penah menjadi korban kekerasan seksual
sebelumnya, atau menirukan perilaku orang lain. salah satu penyebabnya
adalah untuk mengatasi trauma akibat kekesaran seksual yang dialaminya,
atau sekedar memenuhi rasa ingin tahu.
2.5 PATHWAY KEPERAWATAN
Berdasarkan jurnal“Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah
Studi Fenomenologi”, pathwaysexual abuseadalah :
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Berdasarkan jurnal“Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi
Fenomenologi”, Dampak psikologis sexual abuse adalah :
Dampak psikologis yang dialami oleh subyek dapat digolongkan menjadi tiga
bagian,yaitu gangguan perilaku, gangguan kognisi, gangguan emosional.
1. Gangguan Perilaku, ditandai dengan malas untuk melakukan aktifitas
sehari-hari.
2. Gangguan Kognisi, ditandai dengan sulit untuk berkonsentrasi, tidak
fokus ketika sedang belajar, sering melamun dan termenung sendiri.
3. Gangguan Emosional, ditandai dengan adanya gangguan mood dan
suasana hati serta menyalah kan diri sendiri. (Jurnal Terlampir)
Patricia A Moran dalam buku Slayerofthe Soul, 1991 dalam Minangsari (2007),
mengatakan, menurutriset, korban pelecehan seksual adalah anak laki- laki dan
perempuan berusia bayi sampai usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah orang yang
mereka kenal dan percaya.
Gejala seorang anak yang mengalami pelecehan seksual tidak selalu jelas. Ada
anak-anak yang menyimpan rahasia pelecehan seksual yang dialaminya dengan bersikap
"manis" dan patuh, berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian. Meskipun pelecehan
seksual terhadap anak tidak memperlihatkan bukti mutlak, tetapi jika tanda-tanda
dibawah ini tampak pada anak dan terlihat terus- menerus dalam jangka waktu panjang,
kiranya perlu segera mempertimbangkan kemungkinan anak telah mengalami pelecehan
seksual (minangsari, 2007)
Tanda dan indikasi ini diambil Jeanne Wess dari buku yang sama:
1. Balita
a. Tanda-tanda fisik, antara lain memar pada alat kelamin atau mulut, iritasi
kencing, penyakit kelamin, dan sakit kerongkongan tanpa penyebab jelas
bias merupakan indikasi seks oral
b. Tanda perilaku emosional dan sosial, antara lain sangat takut kepada siapa
saja atau pada tempat tertentu atau orang tertentu, perubahan kelakuan
yang tiba-tiba, gangguan tidur (susah tidur, mimpi buruk, dan ngompol),
menarik diri atau depresi,serta perkembangan terhambat
.
2. Anak usia prasekolah
a. Tanda fisik : antara lain perilaku regresif, seperti mengisap jempol,
hiperaktif, keluhan somatik seperti sakit kepala yang terus-menerus, sakit
perut, sembelit.
b. Tanda pada perilaku emosional dan social : kelakuan yang tiba-tiba
berubah, anak mengeluh sakit karena perlakuan seksual.
c. Tanda pada perilaku seksual : masturbasi berlebihan, mencium secara
seksual, mendesakkan tubuh, melakukan aktivitas seksual terang-terangan
pada saudara atau teman sebaya, tahu banyak tentang aktivitas seksual, dan
rasa ingin tahu berlebihan tentang masalah seksual.
3. Anak usia sekolah
Memperlihatkan tanda-tanda diatas serta perubahan kemampuan belajar,
seperti susah konsentrasi, nilai turun, telat atau bolos, hubungan dengan teman
terganggu, tidak percaya kepada orang dewasa, depresi, menarik diri, sedih,
lesu, gangguan tidur, mimpi buruk, tak suka disentuh, serta menghindari
hal-hal sekitar buka pakaian.
4. Remaja
Tandanya sama dengan diatas dan kelakuan yang merusak diri sendiri, pikiran
bunuh diri, gangguan makan, melarikan din, berbagai kenakalan remaja,
penggunaan obat terlarang atau alkohol, kehamilan dini, melacur, seks di luar
nikah, atau kelakuan seksual lain yang tak biasa.
Sedangkan menurut Townsend (1998) simtomatologi dari
penganiayaan/kekerasan seksual pada anak (sexual abuse) antara lain :
a. Infeksi saluran kemih yang sering
b. Kesulitan atau nyeri saat berjalan atau duduk
c. Kemerahan atau gatal pada daerah genital, menggaruk daerah
tersebut secara sering atau gelisah saat duduk
d. Sering muntah
e. Perilaku menggairahkan, dorongan masturbasi, bermain seks dewasa
sebelum waktunya
f. Ansietas berlebihan dan tidak percaya kepada orang lain
g. Penganiyaan seksual pada anak yang lain
2.7 PENATALAKSAN
Berdasarkan jurnal “play therapy dalam identifikasi kasus kekerasan seksual
terhadap anak”, terapi sexual abuse adalah :
Cholidah (2005) menyatakan bahwa diantara tujuan terapi bermain adalah
mengurangi atau menghilangkan gangguan-gangguan perilaku, fisik, psikis, social,
sensori dan komunikasi dan mengembangkan kemampuan yang masih dimiliki secara
optimal. Terkait dengan kasus kekerasan seksual pada anak, Jongsma, Peterson dan
Mclnnis (2000) menyatakan bahwa terapi bermain (play therapy) merupakan salah satu
metode untuk mengidentifikasi dan menggalikan perasaan anak korban kekerasan
seksual. Melalui terapi bermain selain kasus dapat diidentifikasi apa yang terjadi pada
diri anak,anak juga dapat mengekpresikan perasaan atas kasus yang terjadi pada dirinya.
Menurut Suda(2006)ada beberapa model program counseling yang dapat
diberikan kepada anak yang mengalami sexual abuse,yaitu :
a. Thedynamics of sexual abuse.
Artinya, terapi difokuskan pada pengambangankonsepsi.Pada kasus tersebut
kdsalahan dan tanggungjawaberadapadapelaku bukan padakorban. Anak
dijamin tidak disalahkan meskipun telah terjadi kontak seksual.
b. Protectivebehaviors counseling.

16
Artinya,anak-anak dilatih menguasai keterampilan mengurangi
kerentannya sesuai dengan usia. Pelatihan anak prasekolah dapat dibatasi;
berkatatidak terhadap sentuhan-sentuhan yang tidak diinginkan; menjauh
secepatnya dari orang yang kelihatan sebagaia busiveperson;melaporkan pada
orang tua atau orang dewasa yang dipercaya dapat membantu menghentikan
perlakuan salah.
c. Survivor/self-esteem counseling.

Artinya,menyadar kan anak-anak yang menjadi korban bahwa mereka


sebenarnya bukanlah korban,melainkan orang yang mampu bertahan (survivor)
dalam menghadapi masalah sexual abuse. Keempat, feeling counseling. Artinya,
terlebih dahulu harus diidentifikasi kemampuan anak yang mengalamisexual
abuse untuk mengenali berbagai perasaan. Kemudian mereka di dorong untuk
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang tidak menyenangkan,baik pada saat
mengalami sexualabuse maupun sesudahnya. Selanjutnya mereka
diberikesempatan untuk secara tepat memfokuskan perasaan marahnya terhadap
pelaku yang telah menyakitinya,atau kepada orang
tua,polisi,pekerjasosial,ataulembagaperadilan yang tidak dapat melindungi
mereka.
d. Cognitif terapy.

Artinya, konsep dasar dalam teknik ini adalah perasaan-perasaan


seseorang mengenai beragam jenis dalam kehidupannyadipengaruhi oleh
pikiran-pikiran mengenaikejadian tersebut secaraberulang-lingkar.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

MenurutDoengeset.al(2007) pemeriksaandiagnostic yang dilakukan pada anak


dengan sexualabuse bergantung pada situasi dan kebutuhan individu.Uji skrining
(misalnyaDaftar Periksa PerilakuAnak), peningkatan nilai pada skala internalisasi
yang menggambarkan perilaku antara lain ketakutan,segan,depresi, pengendalian
berlebihanatau di bawah pengendalian, agresifdan antisosial.

17
I. PENGKAJIAN

Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami


penganiayaan seksual (sexual abus) antaralain :

1. Aktivitas atau istirahat:Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur
berlebihan, mimpi burukm, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing,
keletihan.
2. Integritas ego

a. Pencapaian diri negatif,menyalahkan dirisendiri/meminta ampun karena


tindakannya terhadap orangtua.
b. Harga diri rendah(pelaku/korban penganiayaan seksual yang selamat.)

c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak berdaya
d. Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme pertahanan
yang paling dominan/menonjol)

e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap


menunduk, takut (terutamajika adapelaku)
f. Melaporkan faktorstres (misalnya keluarga tidak bekerja, perubahan
finansial, polahidup, perselisihan dalam pernikahan)
g. Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada oranglain

3. Eliminasi

a. Enuresisi,enkopresis.

b. Infeksi saluran kemih yang berulang


c. Perubahan tonus sfingter.
4. Makan dan minum:Muntah sering,perubahan selera makan (anoreksia),
makan berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat
badan yang sesuai .
5. Higiene

a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca


(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.

18
b. Mandi berlebihan/ansieta s(penganiayaan seksual),penampilan kotor/tidak
terpelihara.
6. Neurosensori

a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat amuk atau


pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia
b. Status mental :memori tidak sadar, periodeamnesia, lap[oran adanya
pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan
konsentrasi/membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat
waspada,cemas dan depresi.
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
d.Kecemburuan patologis,pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan
koping terbatas, kurang empati terhadap oranglain.
e. Membantung.Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain:gelisah

(korban selamat).

f. Manifestasi psikiatrik (misal:fenomena di sosiatif meliputi kepribadian


ganda (penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koeban
inses dewasa)
g.Adanya defisitneurologis/kerusakaan SSPtanpa tanda-tanda cedera eksternal
7. Nyeri atau ketidaknyamanan

a. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual

b. Berbagai keluhan somatik(misalnya nyeri perut,nyeri panggul kronis,


spastik kolon, sakit kepala)
8. Keamanan

a. Memar,tanda bekas gigitan,bilur pada kulit,terbakar(tersiranairpanas,


rokok)ada bagian botak dikepala,laserasi,perdarahan yang tidak wajar,
ruam/gatal diareagenital, fisuraanal,goresankulit, hemoroid, jaringan parut,
perubahan tonus sfingter.
b. Cederaberulang, riwayatbermacam kecelakaan, fraktur/ cederainternal.

19
c. Perilaku mencederai diri sendiri(bunuhdiri),keterlibatan dalam aktivitas
dengan risiko tinggi
d.Kurangnya pengawasan sesuai usia,tidakada perhatian yang dapat
menghindari bahayadi dalam rumah
9. Seksualitas

a. Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual,meliputi masturbasi kompulsif,


permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan mengulang
atau melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan yang berlebihan
tentang seks, secara seksual menganiaya anak lain.
b. Perdarahan vagina,laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir.

c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).

10. Interaksi sosial

Merikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal
kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan
kritik, penurunan penghargaanatau pengakuan verbal, merasa rendah diri.
Pencapaianrestasi dis ekolah rendahatau prestasi di sekolah menurun.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

MenurutTownsend(1998), danDoengeset.al(2007) diagnose keperawatan yang


dapat dirumuskan pada anak yang mengalami sexual abuse antaralain:

1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan


seksualyang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan
dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang
2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri rendah

3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan


yang tidak ade kuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera

20
dengan tujuanuntuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu
lama.
4. Ansietas (sedangsampaiberat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa
takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara
orang tua dan anak yang tidak memuaskan
5. Gangguan hargadiri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
6. Gangguan pola tidur berhubungan denganansietas dan hiperaktif

7. Koping defensive berhubungan dengan harga diri rendah,kurang umpan balik


atau umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan
makna diri
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang
berlebihan,marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga
mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak
dengan gangguan dalam jengka waktu lama
9. Defisit pengetahuan tentang kondisi,prognosis,perawatan diri dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi,interpretasiyang salah
tentang informasi

K. INTERVENSIDAN RASIONAL

MenurutVidebeck (2008), Townsend (1998),dan Doenges et.al(2007)


intervensikeperawatanyang dapatdirumuskanuntukmengatasidiagnosa
keperawatan diatas antaralain :

1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan


seksualyang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan
dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang

Tujuan :

a. Tujuan jangka pendek :Lukafisik anak akan sembuh tanpa komplikasi


b. Tujuan jangka panjang:anak akan mengalami resolusi berduka yang
sehat, memulai proses penyembuhan psikologis.

21
Intervensi:

a.Smith(1987) menghubungkan pentingnya mengkomunikasikan empat ucapan


berikut ini pada korban perkosaan:saya prihatinhalini terjadi padamu,anda
aman disini,saya senang anda hidup,anda tidak bersalah. Anda adalah
korban.Ini bukan kesalahan anda.Apapun keputusan yang Anda buat pada
saat pengorbanan adalah hak seseorang karena anda hidup. Rasional:Wanit
atau anak yang telah diperkosa secara seksual takut terhadap kehidupannya
dan harus diyakinkan kembali keamanannya.Ia mungkinjuga sangat ragu-
ragu dengan dirinya dan menyalahkan diri sendiri dan pernyataan-
pernyataan ini membangkitkan rasa percaya secara bertahap dan
memvalidasi hargadiri anak
b. Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan dan mengapa
dilakukan. Pastikan bahwa pengumpulan data dilakukan dalam perawatan,
cara tidak menghakimi
Rasional:Untuk menurunkan ketakutanatau ansietas danuntuk
meningkaytkan rasa percaya
c. Pastikan bahwa anak memiliki privasi yang adekuat untuk semua
intervensi-intervensi segera pasca krisis.Cobaan sedikit mungkin orang
yang memberikan perawatan segera atau mengumpulkan bukti segera.
Atau mengumpulkan bukti segera
Rasional:Anakpasca trauma sangatrentan. Penambahan orang dalam
lingkungannya meningkatkan perasaan rentan ini dan bertindak
meningkatkan ansietas
d. Dorong anak untuk menghitung jumlahs erangan kekerasan seksual.

Dengarkan, tetapi tidak menyelidiki

Rasional : Mendengarkan dengan tidak menghakimi memberikan


kesempatan untuk katarsis bahwa anak perlu memulai pemulihan. Jumlah
yang rinci mungkin dibutuhkan untuk tindak lanjut secara legal,dan
seorang perawat sebagai pembela anak dapat menolong untuk mengurangi
trauma dari pengumpulan bukti

22
e. Diskusikan dengan anak siapa yang dapat dihubung untuk memberikan
dukungan atau bantuan. Berikan informasi tentang rujukan setelah
perawatan
Rasional : Karena ansietas berat dan rasa takut, anak mungkin
membutuhkan bantuan dari orang lain selama periode segera pasca-krisis.
Berikan informasi rujukan tertulis untuk referensi selanjutnya(misalnya
psikoterapi, klinik kesehatan jiwa, kelompok pembelamasyarakat)

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan :

a. Tujuan jangka pendek:Anak mengenali dan menyatakan secara verbal


pilihan-pilihanyang tersedia dengan demikian merasakan beberapa kontrol
terhadap situasi kehidupan (dimensi waktu ditentukan secara individu)
b. Tujuan jangka panjang:Anak memperlihatkan kontrol situasi kehidupan
dengan membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan berkenaan
dengan hidup bersamasiklus penganiyaan seksual (dimensiwaktu
ditentukan secaraindividual)

Intervensi :

a. Dalam berkolaburasi dengan tim medis, pastikan bahwa semua cedera


fisik,fraktur,luka bakar mendapatkan perhatian segera,mengambiul foto
jika anak mengijinkan merupakan ideyangbaik
Rasional : Keamanan anak merupakan prioritas keperawatan. Foto dapat
digunakan sebagai bukti jika tuntutan dilakukan
b. Bawaanakwanita tersebut ke dalam area yang pribadi untuk melakukan
wawancara
Rasional : Jika anak disertai dengan pria yang melakukan pelecehan
seksualpada anak,kemungkinan besar ia tidak jujur sepenuhnya tentang
cederanya atau pengalaman seksualnya

23
c. Jika seorang anak wantia dating sendiri atau berserta dengan orangtuanya,
pastikan tentang keselamatannya. Dorong untuk mendiskusikan peristiwa
pemerkosaan yang telah dilakukan. Tanyakan pertanyaan tentang apakah
hal ini telah terjadi sebelumnya. Jika pelaku kekerasan seksual minum obat
bius, jika anak tersebut memiliki tempat yang aman untuk pergi dan
apakah ia berminat dalam tuntutan yang mendesak
Rasional:Beberapaanak wanita berusaha untuk menyimpan rahasia tentang
bagimana cedera seksual yang dideritanya terjadi dalam usaha untuk
melindungi orangtuanya atau saudaranya atau karena mereka takut bahwa
orang tuanya atau saudaranya akan membunuh mereka jika menceritakan
hal tersebut
d. Pastikan bahwa usaha-usaha menyelamatkan tidak diusahakan oleh
perawat. Berikan dukungan,tetapi ingat bahwa keputusan akhir harus
dibuat oleh anak
Rasional : Membuat keputusan untuk dirinya sendiri memberikan rasa
kontrol situasi kehidupannya sendiri. Memberikan penilaian dan nasehat
adalah tidak terapeutik
e. Tekankan pentingnya keamanan ,smith(1987)menyarankansuatu pernyataan
seperti,yaitu telah terjadi. Sekarang kemana anda ingin pergi dari sini ?.
Burgess(1990) menyatakan"Korbanperlu dibuat sadartentang berbagai
sumber yang tersedia untuk dirinya. Hal ini dapat mencakup hotline
krisis, kelompok-kelompok masyarakat untuk wanita dan anak yang
pernah dianiaya secara seksual, tempat perlindungan, berbagai tempat
konseling.
Rasional:Pengetahuan tentang pilihan-pilihan yang tersedia dapat
membantu menurunkan rasa tidak berdaya dari korban,tetapi kewenangan
yang sesungguhnya datang hanya saat ia memilih untuk menggunakan
pengetahuan itu bagi keuntungannya sendiri.

3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan


yang tidak ade kuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera

24
dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu
lama.

Tujuan :

a. Tujuan jangkapendek: Anakakan mengembangkan hubungan saling percaya


dengan perawat danme laporkan bagaimana tanda cedera terjadi (dimensi
waktu ditentukan secaraindividu)
b. Tujuan jangka panjang :Anak akan mendemonstrasi kanperilaku yang
konsisten dengan usia tumbuh dan kembangnya.

Intervensi :

a. Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada anak.Buat catatan yang


teliti dari luka memarnya (dalam berbagai tahap penyembuhan), laserasi,
dan keluhan anak tentang area nyeri pada derah yang spesifik, misalnya
kemaluan. Jangan mengabaikan atau melalaikan kemungkinan
penganiayaan seksual. Kaji tanda nonverbal penganiayaan, perilaku
agresif, rasa takut yang berlebihan ,hiperaktivitas hebat,apatis,menarik
diri, perilaku yang tidak sesuai dengan usianya
Rasional: Suatu pemeriksaan fisik yang akurat dan seksama dibutuhkan
agar perawatan yang tepat dapat diberikan untuk pasien
b. Adakan wawancara yang dalam denga norang tua atau orang dekat yang
menyertai anak. Pertimbangkan jika cidera dilaporkan sebagai suatu
kecelakaan,apakah penjelasan ini berlasan? Apakah cedera tersebut
konsisten dengan penjelasan yang diberikan?Apakah cedera tersebut
konsisten dengan kemampuan perkembangan anak ?
Rasional : Ketakutan terhadap hukuman penjaraatau kehilangan
kesempatan memelihara anak mungkin menempatkan orang tua penyiksa
pada sikap membela diri.Ketidak sesuaian dapat ditandai dalam deskripsi
kejadian, dan adanya usaha untuk menutupi keterlibatan merupakan suatu
pertahanan diriyang umum yang dapat dilepaskan dalam suatu wawancara
yang dalam.

25
c. Gunakan pertandingan atau terapi bermain untuk memperoleh rasa percaya
anak. Gunakan teknik-teknik ini untuk membantu dalam menjelaskan sisi
lain dari cerita anak tersebut
Rasional : Menetapkan hubungan saling percaya dengan seorang anak
yang teraniaya sangatlah sukar. Mereka mungkin tidak ingin untuk
disentuh. Jenis-jenis aktivitas bermain ini dapat memberikan suatu
lingkungan yang tidak mengancam yang dapat meningkatkan usaha anak
untuk mendiskusikan masalah-masalah yang menyakitkan ini
d. Tentukan apakah cedera yang dialami dibenarkan untuk dilaporkan kepada
yang berwenang. Undang-Undang negara yang spesifik harus masuk ke
dalam keputusan apakah ya atau tidak untuk melaporkan dugaan
penganiayaan seksual anak.
Rasional: Suatu laporan (umumhya dibuat) jika ada alasan untuk
mencurigai bahwa seseorang anak telah dicederai sebagai suatu akibat
penganiayaan seksual. Alasan untuk mencirugai ditetapkan saat ada tanda-
tanda ketidak sesuaian atau ketidak konsistenan dalam menjelaskan cedera
pada anak.Kebanayakan negara membutuhkan individu-individu berikut
melaporkan kasus dari anak yang dicurigai dianiaya seksual : semua
pekerja kesehatan, semau terapis kesehatan jiwa, guru-guru,pengasuh-
pengasuh anak,pemadam kebakaran, anggota medis gawat darurat dan
anggota penyelenggara hukum. Laporan dibuat oleh Departemen
Pelayanan Sosial dan rehabiulitasi atau Badan penyelenggara Hukum.

4. Koping individu tidakefektif berhubungan dengan kelainan fungsi dari system


keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
pengabaian anak

Tujuan :

a. Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang


sesuai dengan umur dan dapat diterima sosial dengan kriteria hasil :

26
b.Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa
terpaksa untuk menipulasi orang lain
c. Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat
diterima secara sosial
d. Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif
yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang ia
rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa
frustasi

Intervensi:

a. Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis

Rasional : penting bagi anak untuk nmencapai sesuatu, maka rencana


untuk aktivitas-aktivitas dimana kemungkinan untuk sukses adalah
mungkin. Sukses meningkatkan hargadiri
b. Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak

Rasional: Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadapnya sebagai


makhluk hidup yang berguna dapat meningkatkan hargadiri
c. Sediakan waktu bersama anak,keduanya pada saty kesatu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok
Rasional: Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa
bahwa dia berharga bagi waktu anda
d. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari dan dalam
mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang
lihatnya sebagai negatif
Rasional: identifikasi aspek-aspek positif anak dapatmembantu
mengembangkanaspekpositifsehinggamempunyaikoping individuyang
efektif
e. Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu
mekanisme sikap defensif. Memberikan bantuan yang positif bagi
identifikasi masalah dan pengembangan dari perilaku-perilaku koping
yang lebih adaptif

27
Rasional: Penguatanpositif membantumeningkatkanharga diridan
meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh
anak
f. Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghad apirasa
takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-tugas baru.Beri pangakuan tentang kerja keras yang
berhasil dan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan
Rasional : Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri

5. Ansietas (sedangsampaiberat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa


takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara
orang tua dan anak yang tidak memuaskan

Tujuan :

Anak mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang,


sebagaimana yang ditandai oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak
perilaku yang tidak mampu dalam memberi respons terhadap stres .

Intervensi :

a. Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten di


dalam beresponsdan bersedia.Tunjukkan rasa hormat yang positif dan tulus
Rasional : Kejujuran, ketersediaan dan penerimaan meningkatkan
kepercayaan pada hubungan anak dengan staf atau perawat
b. Sediakan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan
pengurangan ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan
dengan musik, pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok
Rasional: tegangan dan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan
manfaat bagi anak melalui aktivitas-aktivitas fisik
c. Anjurkan anak untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang sebenarnya
dan untuk mengenali sensiri perasaan-perasaan tersebut padanya

28
Rasional : Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah-
masalah emosi dengan ansietas mereka. Gunakan mekanisme-mekanisme
pertahanan projeksi dan pemibdahan yang dilebih-lebihkan
d. Perawat harus mempertahankan suasana tentang

Rasional : Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain

e. Tawarkan bantuan pada waktu-waktu terjadi peningkatan ansietas. Pastikan


kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis
Rasional : Keamanan anak adalah prioritas keperawatan

f. Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberapa anak. Bagaimanapun


juga anak harus berhati-hati terhadap penggunaannya
Rasional: sebagaimana ansietas dapat membantu mengembangkan
kecurigaan pada beberapa individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan
sebagai suatu agresi
g. Dengan berkurangna ansietas, temani anak untuk mengetahui peristiwa-
peristiwa tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil pada respons-
respons alternatif pada kejadian selanjutnyta
Rasional: Rencana tindakan memberikan anak perasaan aman untuk
penanganan yang lebih berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi
h. Berikan obat-obatan dengan obat penenang sesuai dengan yang
diperintahkan. Kaji untuk keefektifitasannya, dan beri petunjukkepada
anak mengenai kemungkinan efek-efek samping yang memberi penharuh
berlawanan
Rasional: Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam,
klordiasepoksida, alprazolam) memberikan perasaan lega terhadap efek-
efek yang tidak berjalan dari ansietas dan mempermudah kerjasama anak
dengan terapi

6. Gangguan polatidur berhubungan denganan sietas dan hiperaktif

Tujuan :

29
a. Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jamn
setiap malam dengan kriteria hasil:
b. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
c. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
d. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai

7 jam tanpa terbangun

Intervensi :

a. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur

Rasional : Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan

b. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan


dengan rasa takut dan ansietas-ansietas tertentu
Rasional : Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur
anak sehingga perlu diidentifikasi penyebabnya
c. Duduk dengan anak sampai diatertidur

Rasional : kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

d. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein


dihilangkan dari diet anak
Rasional : Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur

e. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok


punggung, latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan
mandi airhangat)
Rasional: Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa tidur
f. Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini
Rasional:Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus
rutin dari istirahat dan aktivitas
g. Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam hari
dan dalam keadaan ketakutan
Rasional : Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
30
7. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik
atau umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan
makna diri

Tujuan :

a. Anak akan mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan


orang lain tanpa menjadi defensif, perilaku merasionalisasi atau
mengekspresikan pikiran waham kebesaran dengan kriteria hasil :
b. Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap perilakunya
sendiri
c. Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan ketidak
seimbangan dan keperluan untuk mempertahankan ego melalui
rasionalisasi dan kemuliaan
d. Anak tidak menertawakan atau mengkritik oranglain

e. Anak berinteraksi dengan orang lain dengan situasi-situasi kelompok tanpa


bersikap defensif

Intervensi :

a. Kenali dan dukung kekuatan-kekuatan ego dasar

Rasional : memfokuskan pada spek-aspek positif dari kepribadian dapat


membantu untuk memperbaiki konsep diri
b. Beri semangat kepada anak untuk menteahui dan mengungkapkan dan
bagaimana perasaan ini menimbulkan perilaku defensif,seperti
menyalahkan oprang lain karena prilakunya sendiri
Rasional : Pengenalan masalah adalah langkah pertama pada proses
perubahan kearah resolusi
c. Berikan segera sebenarnya umpan balik yang tidaj mengancam untuk
perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima
Rasional : Anak mungkin kurang pengetahuan tentang bagaiamna dia
diterima oleh orang lain. Berikan informasi ini dengan cara yang tidak

31
mengancam dapat membantu untuk mengeliminasi perilaku yang tidak
diinginkan
d. Bantu anak untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan sifat
defensif dan praktik bermain peran dengan respons-respons yang lebih
sesuai
Rasional : Bermain peran memberikan percaya diri untuk menghadapi
situasi-situasi yang sulit jikahal-hal tersebut benar-benar terjadi
e. Berikan dengan segera umpan balik positif bagi perilaku-perilaku yang
dapat diterima
Rasional : Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan memberi
semangat untuk mengulangi perilaku-perilaku yang diinginkan
f. Membantu anak untu menetapkan sasaran-sasaran yang realistis,konkret dan
memerlukan tindakan-tindakan yang cocok untuk mencapai sasaran-
sasaran ini
Rasional : Keberhasilan akan meningkatkan harga diri

g. Evaluasi dengan anak keefektifan perilaku-perilaku yang baru dan


diskusikan adanyaperubahan untuk perbaikan
Rasional:Karena keterbatasan kemampuan untuk memecahkan masalah,
bantuan mungkin diperlukan untuk menetapkan kembali dan
mengembangkan strategi baru,pada keadaan dimana metode-metode
kopingbaru tertentu terbukti tidak efektif

8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang


berlebihan,maraha tau saling menyalahkan diantara anggota keluarga
mengenai perilakuanak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan
gangguan dalam jangka waktu lama

Tujuan :

a. Orang tua mendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan


efektif dalam berespons perilaku anak dengan criteria hasil :
b. Mengungkatkan dan mengatasi perilaku negative pada anak

32
c. Mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukungyangdiperlukan

Intervensi :

a. Berikan informasi dan material yang berhubungan dengan gangguan anak


dan teknik menjadi orang tua yang efektif
Rasional:Pengetahuan dan ketrampilan yang tepat dapat meningkatkan
keefektifan peran orangtua
b. Dorong individu untuk mengungkapkan perasaan secara verbal dan
menggali alternatif cara berhubungan dengan anak
Rasional:Konseling suportif dapat membantu keluarga dalam
mengembangkan strategi koping
c. Beri umpan balik positif dan dorong metode menjadi orang tua yang efektif
Rasional :Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan
mendorong kontinuitas upaya
d. Libatkan saudara kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan
interaksi keluarga yang lebih efektif
Rasional:Masalah keluarga mempengaruhi semua anggota keluarga dan
tindakan lebih efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut
e. Libatkan dalam konseling keluarga

Rasional:terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah global yang


mempengaruhi seluruh struktur keluarga.Gangguan pada salah satu
anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga
f. Rujuk pada sumber komunitas esuai indikasi, termasuk kelompok
pendukung orang tua, kelas menjadi orang tua
Rasional:mengembangkan sistem pendukung dapat meningkatkan
kepercayaan diri dan keefektifan orangtua. Pemberian model peran atau
harapan untuk masa depan

33
9. Defisit pengetahuan tentang kondisi,prognosis,perawatan diri dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi yang salah
tentang informasi

Tujuan :

a.Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang penyebab masalah


perilaku, perlunya terapi dalam kemampuan perkembangan dengan kriteria
hasil :
b.Berpartisipasi dalam pembelajaran dan mulai bertanya dan mencari
informasi secara mandiri
c. Mencapai tujuan kognitive yang konsisten sesuai tingkat temperamen

Intervensi :

a. Berikan lingkungan yang tenang, ruang kelas berisi dirinya sendiri,


aktivitas kelompok kecil. Hindari tempat yang terlalu banyak stimulasi,
seperti bus sekolah, kafetaria yang ramai, aula yang ramai
Rasional :Peredaan dalam stimulasi lingkungan dapat menurunkan
distraktibilitas. Kelompok kecil dapat meningkatkan kemampuan untuk
tepat pada tugas dan membantu klien mempelajari interaksi yang tepat
dengan orang lain, menghindari rasateri solasi
b. Beri materi petunjuk format tertulis dan lisan dengan penjelasan langkah
demi langkah
Rasional : Keterampilan belajar yang terurut akan meningkat.
Mengajarkan anak keterampilan pemecahan masalah, mempraktikkan
contoh situasional. Keterampilan efektif dapat meningkatkan tingkat
prestasi
c. Ajarkan anak dan keluarga tentang penggunaan psikostimulan dan
antisipasi respons perilaku
Rasional : penggunaan psikostimulan mungkin tidak mengakibatkan
perbaikan kenaikan kelas tanpa perubahan pada ketrampilan studi anak

34
d. Koordinasi seluruh rencana terapi dengan sekolah personel sederajat, anak, dan
keluarga
Rasional:keefektifan kognitif paling mungkin meningkat ketika terapi tidak
terfragmentasi, juga tidak terlewatkannya intervensi signifikan karena
kurangnya komunikasi interdisiplin.

L. DISCHARGE PLANNING

Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :

1. Anak tidak mengalami ansietas panik lagi

2. Anak mendemonstrasikan derajat percayakepadaperawat primer

3. Anak menerimaperhatian dengan segeraterhadapcedera fisiknya

4. Anak memulai perilakuyangkonsisten terhadaprespons berduka

5. Anak mendapatkan perhatian segerauntukcederafisiknyajikaada

6. Anak menyatakan secaraverbal jaminan keamanannyadengan segera

7. Anak mendiskusikan situasi kehidupannyadenganperawat primer

8. Anak mampu menyatakan secara verbal pilihan–pilihan yang tersedia untuk


dirinya yang dari hal ini ia menerima bantuan
9. Anak mendemosntrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui
mendiskusikan perlakuan penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain
10. Anak mendemonstrasikan suatu penurunan dalam perilaku agresif

Anda mungkin juga menyukai