Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN PEMERKOSAAN

Dosen Pembimbing:
Bayu Purnama Atmaja, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:

Alda NIM 1114190632


Helda Aprilia NIM 1114190635
Neli Safitri NIM 1114190640
Siska Rahmawati NIM 1114190644

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES DARUL AZHAR BATULICIN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dialah satu-satunya Dzat yang memberikan perlindungan dunia dan akhirat kelak. Dialah
sesungguhnya Maha pemberi petunjuk yang tiada dapat menyesatkan. Pertama-tama marilah
kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Laporan ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, masukan, dan
motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasihkepada:
1. Bayu Purnama Atmaja,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan, dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
dengan tepat waktu.
2. Tika Sari Dewy, S.Kep., Ns., M. Kep selaku Dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Jiwa I yang telah memberikan masukan, dan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
3. Orang tua serta saudara-saudara tercinta atas do’a, motivasi, dan harapannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan lancar.
4. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan masukan yang baik kepada penulis
sehingga bisa menyelesaikan laporan ini dengan lancar.
Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan yang
setimpal dari Allah Swt. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya amin.

Simpang Empat, Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan seksual pada anak dapat diartikan sebagai keikutsertaan seorang anak
dalam bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu
dan ditetapkan oleh hukum negara tertentu. Kekerasan seksual pada anak dilakukan oleh
dewasa, yang melibatkan anak sebagai objek seksualitas baik menggunakan kontak fisik
maupun tidak. Bentuk dari eksploitasi seksual dibagi menjadi 2 yaitu melibatkan kontak
fisik dan non-fisik. Kegiatan yang melibatkan kontak fisik seperti memaksa atau
membujuk anak untuk terlibat dalam tindakan seksual, sedangkan non-fisik
memperlihatkan kepada anak tentang materi pornografi atau hubungan seksual, masturbasi
didepan anak, serta komunikasi secara seksual melalui telepon atau internet (Kurnia,2018).
Fenomena kekerasan seksual pada anak meningkat di berbagai negara 5 tahun
terakhir. Kasus kekerasan seksual diibaratkan seperti fenomena gunung es, sedikit terlihat
namun banyak yang belum terungkap. 6 sampai 10 anak didunia telah menjadi korban
kekerasan di 190 negara. Data lain juga membuktikan hampir 5% anak di Inggris pernah
mengalami pelecehan seksual, 90% disebabkan oleh kenakalan sendiri. Pada tahun 2017
KOMNAS PA menemukan 116 kasus kekerasan seksual pada anak dan data survey dari
KOMNAS PA mengatakan 90% kasus pemerkosaan di Indonesia tidak dilaporkan ke
pihak berwajib (KOMNAS PA, 2017).
Lain hal di Afrika Selatan menurut penelitian Trade Union Solidarity Helping Hand
(2009) setiap 3 menit anak diperkosa oleh orang dewasa. Laporan terakhir dari Asian
Centre for Human Right (2013) sebanyak 7112 kasus pemerkosaan pada anak di India
dilakukan oleh ayah, saudara dan tetangga. Sedangkan di Amerika Serikat menurut
Children Assessment Center (CAC) (2016) diprediksi 500.000 bayi yang lahir menjadi
korban pelecahan seksual sebelum usia 18 tahun. Melihat kasus kekerasan seksual pada
anak diberbagai negara, tidak tertutup kemungkinan terjadi juga di Indonesia.
Angka kekerasan seksual pada anak di Indonesia mengalami peningkatan dalam 5
tahun terakhir, dibuktikan oleh jumlah pengaduan pada tahun 2010 sebanyak 2.046
kekerasan, dimana 42% nya adalah kasus kekerasan seksual, meningkat pada tahun 2011
menjadi 52%. Pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 2.676 kasus kekerasan
dan 52% nya adalah kasus kekerasan seksual. Data akhir tahun 2015 menjadi peningkatan
menjadi 2.898 kasus kekerasan dan 59,30% nya adalah kasus kekerasan seksual pada anak
(KOMNAS PA, 2015).
Peningkatan jumlah kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di kotakota besar,
namun juga terjadi di Sumatra Barat. Konsultan Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Anak (2015) menyebutkan, Sumatra Barat menempati peringkat ke-3 kasus kekerasan
terhadap anak dan perempuan, dengan 843 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Pada tahun 2016, 393 kasus kekerasan seksual pada anak. Di kota Padang sendiri
kekerasan seksual meningkat 5 tahun terakhir. Pada tahun 2009 dan 2010 terdapat 5
laporan ke kepolisian terkait dengan kekerasan seksual pada anak, meningkat menjadi 11
kasus pada tahun 2011, 25 kasus pada tahun 2012. Pada tahun 2016 kasus kekerasan
seksual pada anak meningkat menjadi 43 kasus. Dan pada awal tahun 2018 hingga bulan
maret telah tercatat 13 kasus kekerasan seksual pada anak. ().
KOMNAS PA (2017) juga mengungkapkan kekerasan seksual anak dapat terjadi di
lingkungan dekat seperti rumah dan sekolah dengan persentase kejadian kekerasan seksual
didominasi oleh keluarga terdekat seperti keluarga dan tetangga dekat sebesar 62%,
sisanya 38% kejadian diluar publi Kekerasan seksual mempunyai dampak yang sangat
signifikan. Dampak tersebut sangat berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis.
Beberapa dampak fisik ketika anak mengalami kekerasan seksual yaitu kerusakan
dan rasa sakit pada organ kelamin, menunjukkan bahwa anak yang mengalami kekerasan
seksual akan mengalami interupsi parsial pada sphinchter anal dan hemotoma pada alat
kelamin. Dampak lain yang diakibatkan oleh kekerasan seksual juga dapat mengganggu
psikologis anak. Anak akan mengalami disfungsi kognitif, terjadi penurunan aktivitas
sehari-hari, gangguan pola tidur, kecemasan, skizofernia, bahkan untuk jangka waktu lama
akan menyebabkan Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD) (Kurnia, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


Untuk mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan Korban
Pemerkosaan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Korban Pemerkosaan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Konsep Korban Pemerkosaan.
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Korban Pemerkosaan.
1.4 Manfaat
a. Penulis
Semoga dengan pembuatan makalah ini penulis dapat menambah wawasan dan
pengalaman tentang materi Asuhan keperawatan pada klien dengan Korban
Pemerkosaan.
b. Institusi
Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran serta
menentukan metode dan media pembelajaran yang tepat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Korban Pemerkosaan


2.1 1 Definisi
Kata perkosaan berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri,
memaksa, merampas, atau membawa pergi. Pemerkosaan adalah suatu tindak
kriminal kekerasan dan penghinaan terhadap seorang wanita yang dilakukan
melalui cara seksual, diluar keinginan dan tanpa persetujuan wanita tersebut,
baik secara paksa atau wanita takut akan paksaan atau karena obat-obatan
atau minuman keras (Kurnia,2018).
Dapat disimpulkan pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal di saat korban
dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat
kelamin di luar kemauannya sendiri. Pemerkosaan dapat terjadi antara
orang yang tidak saling kenal, antar teman, orang yang sudah menikah, dan
sesama jenis.
Penyiksaan seksual (sexual abuse) terhadap anak disebut Pedofilian atau
penyuka anak-anak secara seksual. Seorang Pedofilia adalah orang yang
melakukan aktivitas seksual dengan korban anak usia 13 tahun ke bawah.
Penyakit ini ada dalam kategori Sadomasokisme: adalah suatu kecenderungan
terhadap aktivitas seksual yang meliputi pengikatan atau menimbulkan rasa sakit
atau penghinaan.
Kekerasan seksual (sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual
secara fisik maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan
terhadap korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. Korban
mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan yang dilakukan terhadap
dirinya, mereka hanya merasa tidak nyaman, sakit, takut, merasa bersalah, dan
perasaan lain yang tidak menyenangkan (Kurnia,2018).
Kekerasan seksual (sexual abuse) pada anak mencakup penganiayaan seksual
secara fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat kelamin
atau bagian tubuh lain yang bersifat pribadi, seks oral, penetrasi vagina/anus
menggunakan penis atau benda lain, memaksa anak membuka pakaian, sampai
tindak perkosaan. Sedangkan penganiyaan non fisik diantaranya memperlihatkan
benda-benda yang bermuatan pornografi atau aktivitas seksual orang dewasa,
eksploitasi anak dalam pornografi (gambar, foto, film, slide, majalah, buku),
exhibitionism, atau mengintip kamar tidur/kamar mandi (voyeurism)
(Kurnia,2018).

2.1 2 Etiologi
Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindakan kekerasan seksual
yang dialami oleh subyek adalah sebagai berikut:

1. Faktor kelalaian orang tua. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan
tumbuh kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi
korban kekerasan seksual.
2. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan
mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku
tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
3. Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah
memuluskan rencananya dengan memberikan imingiming kepada korban
yang menjadi target dari pelaku.

2.1 3 Faktor-faktor Terjadinya Pemerkosaan


  Menurut Wieman (dalam Wong, dkk 2009: 627) faktor-faktor
terjadinya pemerkosaan ialah :

1. aktivitas seksual yang dilakukanlebih dini,


2. usia menarke lebih awal,
3. riwayat pelecehan seksual atau menjadi korban, dan
4. penerimaan kekerasan terhadap wanita

2.1 4 Dampak Pemerkosaan


Dampak yang muncul dari pemerkosaan kemungkinan adalah
depresi, fobia, mimpi buruk, curiga terhadap orang lain dalam waktu
yang cukup lama. Adapula yang merasa terbatasi di dalam
berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan
ketakutan akan muculnya kehamilan akibat dari pemerkosaan. Bagi korban
pemerkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat ada
kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri
mengungkapkan akibat yang ditimbulkan atau konsekuensi negatif pada
fisik dan psikologis yang 6bertahan lama, sekitar sepertiga korban
pemerkosaan terkena trauma fisik seperti luka,penyakit menular, dan
hamil. Lebih dari satu tahun setelah pemerkosaan, korban masih
merasakan ketakutan dan kecemasan yang berkaitan dengan
pemerkosaan, ketidakpuasan seksual, depresi dan problem keluarga.

2.1 5 Patofisiologi

Kekerasan seksual pada anak dapat terjadi satu kali, beberapa kali
dalam periode berdekatan, bahkan menahun. Walaupun berbeda-beda pada
setiap kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui
beberapa tahapan antara lain:

1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan


bahwa apa yang dilakukannya "tidak salah" secara moral. Pelaku mencoba
menyentuh sisi kbutuhan anak akan kasih saying dan perhhatian, penerimaan
dari orang lain, atau mencoba menyamakannya dengan permainan dan
menjanjikan imbalan material yang menyenangkan. Pelaku dapat
mengintimidasi secara halus ataupun bersikap memaksa secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja
hanya berupa mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yaitu
memakasa anak untuk melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian
tersebut, pelaku mengancam korban agar merahasiakan apa yang terjadi
kepada orang lain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan
pengalamannya kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan
pengalamannya sampai berusia dewasa, atau menceritakannya kepada orang
yang mempunyai kedekatan emosional dengannya, sehingga ia merasa aman.
Pelaku "mencobai" korban sedikit demi sedikit, mulai dari:
a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri
b. Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri
c. Pelaku memperlihatkan alat kelaminnya
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban: payudara, alat kelamin, dan
bagian lainnya.
f. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling
menstimulasi.
g. Oral sex, dengan menstimilasi alat kelamin korban
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku

Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual biasanya


adalah anak-anak yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat
pengawasan dari orang yanglebih dewasa, terutama ibu. Tidak hanya
kehadiran secara fisik, kedekatan emosional antara ibu dan anak pun
merupakan faktor yang penting.

2.1 6 Diagnosa Keperawatan Korban

Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak yang


mengalami sexual abuse antara lain:

1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban


perkosaan seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan
berlawanan dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang
2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri rendah
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
pengasuhan yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri
fisik atau cidera dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya
terjadi dalam waktulama.
4. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri,
rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan
antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
5. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif
7. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan
balik atau umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan
penurunan makna diri
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah
yang berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota
keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi
anak dengan gangguan dalam jengka waktu lama
9. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan
kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi,
interpretasi yang salah tentang informasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN PEMERKOSAAN
I. KASUS
Nn. S 15 tahun, klien datang diantar oleh keluarganya pada tanggal 04
Oktober 2021, dengan keluhan tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak banyak
bercakap-cakap, banyak melamun, mengurung diri dan sering menyendiri. Menurut
keluarga, klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, sejak 1 tahun yang lalu
dan di rawat di RSJ Sambang Lihum Banjarmasin yang pertama pada tanggal 12 Juni
2020 dikarenakan klien apatis, diam di kamar (mengurung diri), menolak
berhubungan dengan orang lain karena mngalami kekersan sexual dari tetangganya.
Dari pengkajian, didapatkan: klien tidak minum obat secara teratur sehingga
pengobatan kurang berhasil. Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang dialami oleh klien. Klien mengatakan punya pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan karena klien mengalami kekerasan sexual oleh pamannya sendiri
dulu. Klien juga merasa malu karena sampai sekarang dia merasa dirinya sudah kotor
akibat kejadian waktu itu. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD: 120/ 80
mmHg, N: 86X/mnt, S:37,4°C, P:20X/mnt, TB:160cm, BB:50kg. Hasil pengkajian
juga didapatkan klien tidak mengeluh terhadap keadaan fisiknya dan pada tubuh klien
tidak menunjukkan adanya kelainan ataupun gangguan fisik lainnya.
WATAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUANG RAWAT :- TANGGAL DIRAWAT :-

II. IDENTITAS KLIEN


Inisial : Nn. S (P) Tanggal Pengkajian : 04 Oktober 2021
Umur : 15 th RM No. :-

Alamat : Jl. Batu Benawa, Simpang empat

Pekerjaan: -

Informan: Ayah
III. ALASAN MASUK
Klien datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan, tidak mau bergaul, tidak banyak
bercakap-cakap, banyak melamun, mengurung diri, sering menyendiri. Keluarga klien
mengatakan klien mengalami awal gangguan jiwa, saat klien mengalami pemerkosaan.
klien mengalami gangguan jiwa pada tahun 2017, di awali dengan klien apatis dan
klien mengurung diri di dalam kamar.

IV. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI


Ayah klien mengatakan jika klien tidak minum obat secara teratur sehingga
pengobatan kurang berhasil. Keluarga klien mngatakan bawa di keluarganya tidak ada
yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga klien mengatakan bahawa klien punya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan. Klien mengtakan pernah mengalami
tindakan kekerasan sexsual oleh pamannya. Klien juga mengatakan malu karna sampai
saat ini klien merasa dirinya kotor karena kejadian tersebut.

V. FAKTOR PREDISPOSISI

 RIWAYAT PENYAKIT LALU

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? √ Ya Tidak

2. Pengobatan sebelumnya Berhasil √ Kurang berhasil Tidak ada


berobat

3. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh ya √ tidak


kembang)

Masalah Keperawatan: -
 RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pelaku / usia Korban / usia Saksi / usia

1. Aniaya fisik

2. Aniaya seksual √ 10
3. Penolakan

4. Kekerasan dalam keluarga

5. Tindakan Kriminal

Jelaskan : klien mengalami aniaya seksual di umur 10 tahun.


Masalah Keperawatan: -

6. Pengalaman masa lalu lain yang tidak menyenangkan (bio,psiko,sosio,kultural


spiritual):
Istri klien mangatakan klien tidak pernah mengalami masalah yang dapat membuat
klien trauma
Masalah Keperawatan :-

7. Kesan Kepribadian Klien: √ Extrover introvert Lain-lain:


t ……………

 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


1. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan Ya √ Tidak
jiwa?

Hubungan Keluarga Gejala Riwayat Pengobatan /


perawatan
Tidak ada anggota keluarga Tidak ada gejala gangguan Tidak ada riwayat
yang mengalami gangguan jiwa. pengobatan/perawatan jiwa
jiwa. pada keluarga.

Masalah Keperawatan : -

VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan
Rapi √ Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak
tidak sesuai seperti biasanya
Masalah Keperawatan: -

2. Kesadaran
 Kwantitatif/penurunan kesadaran
√ Compos mentis Apati/sedasi somnolensia
sopor Subkoma koma
 Kwalitatif
√ Tidak berubah Berubah

meninggi Gangguan tidur : sebutkan


………………………………

hipnosa Disosiasi : sebutkan

3. Disorientasi :
Tergantung Waktu Dirumah Tempat Orang
suasana.

Jelaskan : biasanya klien mulai mengamuk jika tidak minum obat


Masalah Keperawatan : -

4. Aktivitas Motorik/Psikomotor
Kelambatan :
Hipokinesa, hipoaktivitas Sub stupor katatonik

Katalepsi Flexibilitas serea

Peningkatan

Hiperkinesa, Gaduh gelisah katatonik


hiperaktivitas
Tik Grimase Tremor gagap

stereotipi mannarism kataplexia ekhopraxia

Command otomatism negativism Reaksi


automatism a e konversi

Verbigerasi Berjalan kaku/ Kompulsif : sebutkan


rigid ………………….

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
5. Afek/emosi
adequat Tumpul Dangkal/datar √ Labil

inadequat anhedonia Merasa eforia


kesepian

ambivalensi apati √ marah Depresif/sedih

Cemas : ringan sedang berat panik

Jelaskan: -
Masalah Keperawatan: -

6. Persepsi
Halusinasi ilusi depersonalisasi derealisasi
Macam Halusinasi
Pendengaran Penglihatan Perabaan

Pengecapan Penghidu/Pembauan Lain-lain sebutkan


…………
Jelaskan: -
Masalah Keperawatan: -

7. Proses Pikir
 Arus Pikir
koheren inkoheren asosiasi longgar

Flight of ideas Blocking Pengulangan pembicaraan /


persevarasi

Tangensial Sirkumstansiali logorea


ty

neologisme Bicara lambat Bicara cepat irelevansi

Main kata-kata Afasi Assosiasi bunyi

Jelaskan: Klien berbicara secara cepat dan beralih antar gagasan atau seringnya
mengubah
topik pembicaraan.
Masalah Keperawatan: -

 Isi Pikir
Obsesif Ekstasi fantasi

Bunuh diri Ideas of reference Pikiran magis

alienasi Isolasi sosial Rendah diri

preokupasi Pesimisme Fobia sebutkan :


…………………

Waham : sebutkan jenisnya


Agama Somatik/hipokond Kebesaran Curiga
rik

Nihilistik Sisip piker Siar pikir Kontrol


pikir
kejaran Dosa
Jelaskan:

Masalah Keperawatan:

 Bentuk Pikir
realistik Nonrealistic autistik

Dereistik
Jelaskan: -
Masalah Keperawatan : -
8. Memori
Gangguan daya ingat jangka Gangguan daya ingat jangka pendek
panjang

Gangguan daya ingat saat ini Amnesia, sebutkan jenisnya


……………………

Paramnesia sebutkan jenisnya ………..

Hipermnesia sebutkan …………..


Jelaskan : tidak ada gangguan daya ingat
Masalah Keperawatan : -

9. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung


Mudah beralih Tidak mampu Tidak mampu berhitung
berkonsentrasi sederhana

Jelaskan : konsentrasi baik dan mampu berhitung


Masalah Keperawatan : -

10. Kemampuan Penilaian


Gangguan ringan Gangguan bermakna

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
11. Daya tilik diri /insight
Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar dirinya

Jelaskan :
Masalah Keperawatan: -
12. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif √ Mudah tersinggung

Kontak mata kurang Defensif Curiga

Jelaskan : klien tahu dan sadar bahwa klien diwawancarai


Masalah Keperawatan : -

VII. FISIK

1. Keadaan umum : baik

2. Tanda vital : TD: 120/80 N : 86x/mnt S : 37,4℃ P : 20x/mnt


mm/Hg

3. Ukur : TB : 160 cm BB : 50 kg √ Turun Naik

4. Keluhan fisik : √ Tidak Ya

5. Pemeriksaan fisik :

Jelaskan : Klien tidak mengeluh sakit apa –apa, tidak ada kelainan fisik.
Masalah Keperawatan : -

VIII. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (sebelum dan sesudah sakit)


1. Konsep diri :
a. Citra tubuh : Klien mengatakan menyukai semua seluruh anggota tubuh
b. Identitas : Klien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudar
c. Peran : Klien berperan sebagai anak dan kakak, yang harus berbakti
dan menuntun adik- adik.
d. Ideal diri : Klien mengatakan menempatkan diri sebagai orang
yang biasa-biasa saja.
e. Harga diri : Klien mengatakan malu apabila bergaul dengan teman dan
orang- orang sekitar, karena mereka merasa apa yang terjadi padanya adalah
sebuah aib.
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
2. Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

3. Hubungan Sosial :
a. Orang terdekat : ayah klien
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : Klien mengatakan
dahulu pernah ikut-ikut mengaji Bersama teman-teman tapi semenjak kejadian
itu saya merasa malu dan hina dan lebih banyak menhabiskan waktu sendirian,
selama di RSJ lebih banyak menyendiri, tiduran dan jarang mengikuti kegiatan
kelompok.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien mengatakan di
rumah klien termasuk orang yang pendiam, malas bicara dengan orang lain,
tidak ada teman dekat dengan klien dan klien tidak nyaman di lingkungan
banyak orang dan ramai.
Masalah Keperawatan : isolasi sosial
4. Spiritual & kultural
a. Nilai dan keyakinan : Klien beragama islam dan yakin adanya Allah, klien
pasrah dengan keadaannya mungkin sudah ditakdirkan oleh Allah.
b. Konflik nilai / keyakinan / budaya: -
c. Kegiatan ibadah : Klien mengatakan selama berada di RSJ tidak pernah
menjalankan ibadah shalat 5 waktu, klien hanya berdoa dan yakin akan
kesembuhan.
Masalah Keperawatan : -

IX. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

1. Makan
√ Bantuan minimal Bantuan total

2. BAB / BAK
√ Bantuan minimal Bantuan total

3. Mandi
√ Bantuan minimal Bantuan total

4. Berpakaian / berhias
√ Bantuan minimal Bantuan total

5. Istirahat dan tidur


Tidur siang lama : 13.00 s/d 14.00

√ Tidur malam lama : 22.00 s/d 05.00

Aktivitas sebelum / sesudah tidur:-

6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan total

7. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan Lanjutan √

Sistem Pendukung √

8. Aktivitas di dalam rumah


Ya Tidak
Mempersiapkan makanan √

Menjaga kerapihan rumah √

Mencuci pakaian √

Pengaturan keuangan √

9. Aktivitas di luar rumah


Ya Tidak
Belanja √

Transportasi √

Lain-lain √

Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
X. MEKANISME KOPING

Adaptif Maladaptif
√ Bicara dengan orang lain Minum alkohol

√ Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat / berlebih

Teknik relokasi Bekerja berlebihan

Aktivitas konstruktif Menghindar

Olah raga Mencederai diri

Lainnya Lainnya

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
XI. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

√ Masalah dengan dukungan kelompok, uraikan: tidak ada masalah dengan dukungan
kelompok.

√ Masalah berhubungan dengan lingkungan, uraikan: klien kurang berhubungan dengan


lingkungan.

√ Masalah dengan pendidikan, uraikan: tidak ada masalah.

√ Masalah dengan pekerjaan, uraikan: tidak ada masalah

√ Masalah dengan perumahan, uraikan, tidak ada masalah

√ Masalah dengan ekonomi, uraikan, tidak ada masalah

√ Masalah dengan pelayanan kesehatan, uraikan: tidak ada masalah

√ Masalah lainnya, uraikan: tidak ada masalah

Masalah Keperawatan : -

XII. KURANG PENGETAHUAN TENTANG

√ Penyakit jiwa √ Sistem pendukung

√ Faktor presipitasi Penyakit fisik

√ Koping √ Obat-obatan
Lainnya :

Masalah Keperawatan : Kurang pengetahuan


XIII. ASPEK MEDIK

Diagnosa medik : Skizofrenia paranoid

Terapi medik : -

XIV. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1) Prilaku kekerasan
2) Isolasi sosial

XV. ANALISA DATA


No Data Problem
1 Ds: Isolasi Sosial
- Klien mengatakan punya pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan
dan dulu pernah dikucilkan oleh
teman- temannya.
- Klien merasa malu karena sampai
sekarang belum mendapatkan
pekerjaan.
- Klien mengatakan tidak memiliki
orang yang berarti dalam hidup, bila
punya masalah, hanya memendam
masalah sendiri.
- Klien mengatakan tidak mengenal
semua teman dan jarang berinteraksi
dengan lingkungan.
Do:
- Klien tampak tidak mau bergaul
dengan orang lain.
- Klien tampak tidak banyak bercakap-
cakap.
- Klien tampak banyak melamun,
mengurung diri dan sering menyendiri.
- Klien tampak sedih, kontak mata
kurang selama komunikasi, berbicara
seperlunya, klien tampak tidak mampu
memulai pembicaraan, cenderung
menolak untuk diajak berkomunikasi.
- Tidak ada perubahan roman muka pada
saat diceritakan cerita lucu yang
membuat tertawa, klien tampak biasa
saja, hanya bereaksi bila ada stimulus
emosi yang kuat (afek tumpul).
- Klien mengalami depersonalisasi
(perasaan klien yang asing terhadap
diri sendiri, orang atau lingkungan),
sehingga 46 klien menolak untuk
berhubungan dengan orang lain dan
tampak memisahkan diri dari orang
lainKlien terlihat gelisah, pandangan
mata tajam, dan gelisah.
2 Ds: Harga Diri Rendah
- Klien mengatakan malu dengan
keadaan nya yang mersa kotor.
Do:
- Kontak mata kurang selama
komunikasi, berbicara seperlunya,
klien tampak tidak mampu memulai
pembicaraan, Kegagalan Harga diri
rendah situasional 47 cenderung
menolak untuk diajak berkomunikasi.
- Klien terlihat lesu, lebih banyak duduk
menyendiri dan tiduran daripada
beraktivitas, klien mau beraktivitas
apabila dimotivasi.
- Klien tampak sedih, karena klien
merasa sendiri, tidak ada yang peduli
dengan dirinya, klien merasa putus asa
dan tidak berharga dalam hidup ini.

XVI. POHON MASALAH

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

XVII. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1) Isolasi Sosial.
XVIII. Intervensi
1. Tubuhkan rasa yang dapat membina hubungan saling percaya.
2. Kaji adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi.
3. Selalu berikan dukungan pada klien juga didukung oleh keluarga.

4. Kaji pengetahuan klien dengan prilaku menarik diri sehingga dapat mengenali
tanda-tanda menarik diri.
5. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya terutama penyebab
prilaku menarik diri.
6. Beri pujian terhadap kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kerugian bila
tidak mau berhubungan dengan orang lain.
7. Terapi obat obatan
8. Kolaborasi dengan tim medis lainnya.
XIX. Implementasi
1. Menubuhkan rasa yang dapat membina hubungan saling percaya.
2. Mengkaji adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi.
3. Selalu berikan dukungan pada klien juga didukung oleh keluarga.
4. Mengkaji pengetahuan klien dengan prilaku menarik diri sehingga dapat mengenali
tanda-tanda menarik diri.
5. Memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya terutama
penyebab prilaku menarik diri.
6. Memberikan pujian terhadap kemampuan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak mau berhubungan dengan orang lain.
7. Terapi obat obatan antidepresan
8. Berkolaborasi dengan tim medis lainnya.

XX. Evaluasi
S= Klien mengatakan marah jika di ajak berobat oleh keluarga

O= Klien mampu menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan.

A= Prilaku kekerasan

P = Lanjutkan intervensi
BAB IV

Skenario Roleplay

Pada suatu hari Nn. S diajak pamannya kesebuah taman kota untuk joging dan setelah
joging dia ingin buang air kecil dan iya pun berpamitan kepada pamannya untuk ketoilet,
sang paman pun menawarkan diri untuk mengantar Nn.S ke wc. Namun Nn.S menolakan
dengan alasan bahwa iya bisa sendiri ke wc, pamannya pun mengiyakan. Nn.S pun ke wc
sampai ke wc Nn.S langsung masuk ke wc. Dan diam-diam sang paman pun menyusul Nn.S,
sesampainya di wc umum sang paman melihat keadaan yang sunyi. Dan sang paman pun
memiliki pikiran kotor untuk mencabuli sang keponakan, dan sang paman pun mengintipnya
di wc umum. Setelah Nn.S keluar sang paman langsung menarik dan membekap Nn.S. iya
pun di bawa oleh pamannya ke rumah tak terpakai di dekat taman. Iya pun merasa takut dan
meberontak namun iya kalah karan iya di pukul oleh pamannya, dan setelah itu terjadilah hal
yang tidak di inginkan. Setelah itu iya pulang bersama pamannya, di perjalanan iya pun di
ancam oleh pamannya, dan dia takut melaporkan kepada orang tuanya.

Setelah kejadian tersebut iya pun tidak mau bergaul lagui dengan orang lain, banyak
melamun, mengurung diri, dan menyendiri. Orang tuanya pun bingung dengan keadaan sang
anak. Setiap sang anak di tanya tidak pernah menjawab. Karna khawatir dengan keadaan sang
anak orang tuanya pun membawa sang anak ke RSJ sambang Lihum Banjarmasin.

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.

Perawat: Assalamualaikum, perkenalkan saya perawat Helda saya perawat di ruangan ini dan
yang akan merawat ibu.

Pasien: (nampak diam)

Perawat: siapa nama ibu? Senang di panggil siapa?

Pasien: nama saya Santi.

Perawat: baik bu. Apa keluhan ibu hari ini? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman kamu? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
taman? Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?
Pasien: iya boleh (sambil menganggukkan kepala)

Perawat: siapa saja yang tinggal dirumah? Dan, siapa yang paling dekat dengan ibu?

Pasien : eeeeeeee. Saja serumah dengan orangtua saya dan saya lebih dekat dengan ibu saya.

Perawat : siapa yang jarang bercakap-cakap dengan ibu dan apa yang membuat ibu jarang
bercakap denganny?

Pasien: ayah saya.

Perawat: apa yang anda rasakan selama anda dirawat disini?

Pasien: saya merasa sendirian.

Perawat: ooo... anda merasakan sendirian. Nah untuk diruangan ini siapa saja yang anda
kenal.

Pasien: tidak ada sus.

Perawat: apa yang menghambat anda dalam berteman dan bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?

Pasien : saya merasa tidak percaya diri dalam berteman dan untuk memulai pembicaraan.

Perawat: menurut anda apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman?

Pasien: keuntungannya kita ada teman untuk bercakap.

Perawat: wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi?

Pasien: dapat saling bertukar pikiran, apa yang belum kita ketahui bisa tahu.

Perawat: nah kalau untuk kerugiannya tidak mempunyai teman?

Pasien: tidak dapat bertukar pikira, kuarngnya wawasan dan banyak lagi

Perawat: jadi banyak juga ruginya tidak mempunyai teman ya. Kalau begitu maukah anda
belajar bergaul dengan orang lain?

Pasien: mau sus

Perawat: Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho bu, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya Santi, senang dipanggil San.
Asal saya dari batulicin , hobi saya memasak” “Selanjutnya Santi menanyakan nama orang
yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Kamu siapa? Senang dipanggil apa?
Asalnya dari mana/ Hobinya apa?” “Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S.
Coba berkenalan dengan saya!”

Pasien: nama saya Santi, senang di panggil San. Asal saya dari batulicin dan hobi saya
memasak. Nama kamu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana dan hobinya apa?

Perawat: Bagus sekali. Setelah Santi berkenalan dengan orang tersebut Santi bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan Santi bicarakan. Misalnya
tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Pasien: iya sus.

Perawat: ”Bagaimana perasaan Santi setelah kita latihan berkenalan?”

Pasien:baikkk.

Perawat: ”Santi tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali” ”Selanjutnya
Santi dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga Santi
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Santi mau praktekkan ke pasien lain.

Pasien: iya sus mau.

Perawat: Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”

Pasien: iya sus.

Perawat: ”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak Santi berkenalan
dengan teman saya, perawat Alda. Bagaimana, Santi mau kan?”

Pasien: iya sus.

Perawat: ”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku


BAB V

PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Dari laporan di atas dapat di simpulkan bahwa, perilaku kekerasan adalah
salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang yang dihadapi
oleh seeorang yang di tunjukan dengan perilaku kekerasan baik pada diri sediri
maupun orang lain dan lingkungan baik secara verbal maupun non-verbal. Bentuk
perilaku kekerasan yang dilakukan bisa amuk, bermusuhan yang berpotensi
melukai, merusak baik fisik maupun kata-kata.

2.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa/i mampu mempelajari dan memahami tenntang asuhan
keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Dan dapat mengaplikasiakan kamunikasi
yang baik pada pasien gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai