Oleh :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku menyimpang yang terjadi pada remaja merupakan hasil dari proses sosialisasi yang
tidak sempurna. Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, yaitu :
variasi kondisi kejiwaan (Terkadang terlihat pendiam, cemberut, tetapi pada saat yang lain
terlihat sebaliknya, periang, berseri- seri), penyalahgunaan obat bius, psikosis perilaku anti
sosial, seperti suka mengganggu, berbohong, kejam menunjukkan perilaku agresif, dan bullying
(Jatmika, 2010). Dampak yang terjadi korban bullyingyaitu akan merasa tidak nyaman, takut,
rendah diri, serta tidak berharga, penyesuaian sosial yang buruk, menarik diri dari pergaulan,
prestasi akademik yang menurun, merasa tidak berdaya, dan putus asa bahkan keinginan untuk
bunuh diri (Wiyani, 2012).Salah satu dampak dari bullying ialah ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaanharus diatasi karena mempengaruhi aktivitas sehari- hari, ketergantungan
akan kebutuhan sehari-hari serta tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan
keputusan pada saat diberikan kesempatan (Febriyani & Darlina, 2017).
B. TUJUAN PENELITIAN
untuk mengetahui hubungan antara bullying dan ketidakberdayaan pada remaja melalui
penelitian kuantitatif.
C. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif bersifat deskriptif korelatif dengan meng-
gunakan pendekatan cross sectional, Proses pengukuran variabel independen dan dependen
hanya dilakukan satu kali, setelah itu tidak dilakukan tindak lanjut.Sampel penelitian adalah
231siswa/siswi SMA di Bogor.Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti yaitu simple
random sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak sederhana. Kriteria inklusi
sampel penelitian yaitu siswa/siswi usia 15-17 tahun , berada di kelas saat pengambilan data dan
bersedia menjadi responden.
D. HASIL
jenis kelamin dengan perilaku dan korbanbullying di mana anak laki-laki beresiko 9,84 kali
lebih tinggi untuk melakukanbullying, dan 7,25 kali lebih tinggi perempuan sebagai korban
bullying. Pada penelitian ini juga remajasebanyak (63,6%) memiliki kepribadian ekstrovert.
sejalan dengan penelitian lain bahwa korban bullying tidak hanya mereka yang mempunyai
kepribadian tertutup dan pasif dari dunia luar, tetapi juga mereka dengan kepribadian yang
terbuka aktif juga menjadi korban bullying.(Wiyani, 2012). Ketidakberdayaan pada remaja
dalam penelitian ini dialami sebanyak 90,5% remaja. Ketidakberdayaan merupakan
pengalaman langsung dari kurangnya control atas suatu situasi, termasuk persepsi bahwa
tindakan seseorang tidak secara signifikan mempengaruhi hasil (Carpenito- Moyet,
2013).Ketidakberdayaan dapat menurunkan rasa percaya diri, sehingga berdampak negatif
terhadap kualitas hidup seperti perubahan pola tidur, perasan cemas, dan depresi.
Penurunan kualitas hidup mempengaruhi keadaan psikologis, gangguan dalam berpikir,
serta gangguan dalam hubungan sosial.(Febriyani & Darlina, 2017)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah pengalaman hidup kurang pengendalian terhadap situasi,
termasuk persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi
hasil (NANDA-1, 2018). Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan ketika individu kurang
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (Stuart,2016).
Ketidakberdayaan juga dapat diartikan sebagai sebuah persepsi individu bahwa tindakannya
sendiri tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; kurangnya control terhadap situasi
tertentu (Townsend,2010). Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan
bahwa ketidakberdayaan adalah suatu kondisi dimana control akan pribadi dan situasi,
termasuk persepsi oraang atau kelompok mengenai tindakan yang dilakukan tidak akan
mempengaruhi hasil yang signifikan. Ketidakberdayaan dapat dialami oleh semua orang
tanpa terkecuali, pada klien dengan masalah kesehatan yang sedang menjalani pengobatan
dan perawatan di rumah sakit. Seperti pada klien dengan diabetes miletus yang sedang
menjalani perawatan. Kannie, Dauli, Nuraini (2011), menjelaskan bahwa kondisi stress pada
klien dapat menyertai perasaan ketidakberdayaan. Stress yang dialami oleh klien dapat
memberikan dampak pula pada ketidakberdayaan klien. Kondisi tersebut dapat
memperparah kondisi klien. Pada klien mengalami ketidakberdayaan, penting untuk
memberikan intervensi keperawatan tentang persepsi klien terhadap penyakit diabetes
miletus supaya dapat berubah menjadi persepsi yanag baik dan menjadi pandangan positif
tentang usaha penyembuhan penyakitnya.
B. Etiologi ketidakberdayaan
Menurut buku asuhan keperawatan jiwa (Keliat,Budi Anna. 2019)
• Nyeri
• Ansietas
• Hargadiri rendah
• Strategi koping tidak efektif
• Kurang pengetahuan untuk mengelola masalah
• Kurang dukungan sosial
C. Faktor Presdiposisi dan Faktor Prespitasi
1. . Faktor predisposisi
a) Biologis :
1. Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita
gangguan jiwa)
2. Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan
Pengalaman penggunaan zat terlarang
3. Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal
terakhir periksa)
4. Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu
pelaksana aktivitas harian pasien
5. Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai
kejang-kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang
menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic.
6. Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau
AIDS
b) Psikologis :
1. Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2. Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan
perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya
3. Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara
progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel,
kanker terminal atau AIDS
4. Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
5. Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6. Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu
otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi
7. Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam
mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari
8. Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai
saksi
9. Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah
cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
10. Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c) Sosial budaya :
1. Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2. Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran
yang dijalankan dalam kehidupannya
3. Pendidikan rendah
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5. Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol
(misalnya kontrol lokus internal)
6. Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,
tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif,
enggan bergaul dan kadang menghindar dari orang lain
7. Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8. Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara
pasif.
2. . Faktor Presipitasi
a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
E. Sumber Koping
a) Personal ability
1) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
2) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
3) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
4) Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga.
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3) Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.
c) Material asset
1) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah, rumah,
tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses gangguan fisiologis.
2) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3) arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi
d) Positive belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan: tidak ada.
2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.
F. Mekanisme Koping
a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realistis.
2) Kreatif dalam mencari informasi terkait perubahan status kesehatannya sehingga
dapat beradaptasi secara normal.
3) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan status
kesehatan dan peran yang telah dialami.
4) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan kondisi
kesehatan.
b. Destruktif
1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta
bantuan.
2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.
3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami ketegangan
peran, konflik peran).
4) Mengungkapkan kesulitan dalam berkeinginan mencapai tujuan.
5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum, kebersihan diri,
istirahat dan tidur dan berdandan
6) Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung pada orang lain).
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.
G. Tanda dan gejala Ketidakberdayaan
Mayor
a. Subjektif
1) Mengatakan ketidakmampuan
2) Frustasi karena tidak mampu mengatasi situasi
b. Objektif
1) Tidak mampu merawat diri
2) Tidak mampu mencari informasi perawatan
3) Tidak mampu memutuskan
4) Bergantung pada orang lain
Minor
a. Subjektif
1) Menyatakan keraguan tentang kemempuannya
2) Menyatakan kurang mampu mengontrol situasi
3) malu
b. Objektif
1) Kurang partispasi dalam perawatan
2) Depresi
BAB III
A. Intervensi Keperawatan
- Individu
Tindakan keperawatan ners
a. Kaji tanda dan gejala ketidakberdayaan
b. Jelaskan proses terjadinya ketidakberdayaan
c. Latih cara mengendalikan situasi
1) Diskusikan situasi hidup yang tidak dapat dikendalikan
2) Diskusikan situasi hidup yang dapat dikendalikan
3) Latih cara-cara mengendalikan situasi hidup yang dapat dikendalikan
4) Beri penguatan dan pujian
d. Latih cara mengendalikan pikiran
1) Diskusikan pikiran negative dan pikiran tidak rasional
2) Latih pikiran positif dan rasional
3) Latih mengembangkan harapan positif dan lakukan afirmasi positif
4) Beri penguatan dan pujian
e. Latih peran yang dapat dilakukan
1) Diskusikan peran yang dimiliki, yang dapat dilakukan dan yang tidak
dapat dilakukan
2) Latih peran yang dapat dilakukan
3) Beri penguatan dan pujian
- Keluarga
Tindakan keperawatan ners
a. Kaji masalah yang dirasaka keluarga dalam merawat klien yang mengalami
keti dakberdayaan
b. Jelaskan pengertia, penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
krtidakberdayaan serta mengambil keputusan merawat klien
c. Latih keluarga cara merawat dan membimbing klien mengatasi
ketidakberdayaan sesuai dengan asuhan keperawatan yang telah diberikan
d. Latih keluarga menciptakan suasana keluarga yang mendukung mengatasi
ketidakberdayaan
e. Diskusikan tanda dan gejala ketidakberdayaan yang memerlukan rujukan
segera serta menganjurkan memfollow up ke fasilitas pelayanan kesehatan
secara teratur
2. Discharge planning
a. Menjelaskan rencana persiapan pasca-rawat dirumah untuk memandirikan
klien
b. Menjelaskan rencana tindak lanjut perawatan dan pengobatan
c. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan
3. Evaluasi
a. Penurunan tanda dan gejala ketidakberdayaan
b. Peningkatan kemampuan diri klien mengendalikan perasaan
ketidakberdayaan
c. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan
ketidakberdayaan
A. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Biologis
• memiliki riwayat penyakit DM sejak 4 tahun yang lalu (menderita
penyakit kronis atau riwayat penyakit kronis)
2) Psikologis
• Klien mengatakan tidak tahu apa harapan kedepan khususnya terhadap
pemulihan kondisi sakitnya (Merasa frustasi dengan kondisi
kesehatannya dan kehidupannya yang sekarang )
• Ketika klien di tanya di daerah mana akan dilakukan penyuntikan ,
klien tidak dapat memberikan keputusan (Ketidaknmampuan
mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan komunikasi verbal
yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan terkait
dengan penyakitnya atau kondisi dirinya )
b. Faktor presipitasi
1) Biologis
Klien mengatakan jarang kontrol ke RS , lebih menyukai makanan
padang , kadang-kadang lupa minum obat anti diabetes. (Menderita suatu
penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program pengobatan yang
terkait dengan penyakitnya)
c. Penilaian stressor/ tanda dan gejala
• Respon Emosional : Ekspresi muka murung
• Respon Perilaku : bicara lambat, tidur berlebihan, tidak nafsu makan
• Respon Fisiologis : -
• Pasien dalam tahapan “tidak berdaya”
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Tingkat keputusasaan narapidana wanita pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sebelum pemberian logotherapyHasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
tingkat keputusasaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum
pemberian logotherapy dengan nilai p value0,93 > 0,05. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa
tingkat keputusasaan pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol ada dalam keadaan
homogen.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesamaan tersebut adalah dapat dilihat
dari kesamaan karakteristik responden seperti usia dari masing-masing kelompok berada dalam
tahap masa dewasa muda/awal, pekerjaan karena sebagian besar responden termasuk orang-orang
yang bekerja dan status perkawinanyang sebagian besar responden sudah menikah.
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan tingkat keputusasaan pada responden
kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukanlogotherapydengan
nilai p value0,001 <0,05. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa intervensi penelitian
logotherapyberhasil menurunkan tingkat keputusasaan sehingga responden dapat menemukan
kebermaknaan hidup
Dari hasil penelitian didapatkan hasil tidak ada perbedaan tingkat keputusasaan antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol sebelum dilakukan logotherapydan ada perbedaan tingkat
keputusasaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan terapi. Pada
kelompok intervensi antara sebelum dan setelah dilakukan logotherapy didapatkanpenurunan
tingkat keputusasaan yang signifikan. Penurunan skor rata-rata keputusasaan pada narapidana
wanita setelah dilakukan logotherapyadalah3 kali lipat dibandingkan dengan sebelum dilakukan
logotherapy. Pada kelompok kontrol meskipun tidak dilakukan intervensi, terdapat penurunan
tingkat keputusasaanantara pre testdan post tes.. Penurunan skor rata-rata keputusasaan pada
narapidana wanita kelompok kontrol adalah satu kali lipat dibandingkan dengan kelompok
intervensi yangdilakukan logotherapy.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwalogotherapy
ada pengaruhnya dalam menurunkan tingkat keputusasaan pada narapidana wanita di lapas
wanita Kelas IIA Bandunng
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keputusasaan
Keputusasaan (hopelessness) adalah suatu kondisi emo sional subjektif yang dipertahankan
klien karena klien tidak melihat adanya pilihan pribadi atau pilihan alternatif untuk memecahkan
masalah; karena ketiadaan hasrat dan ketidakmampuan diri untuk memobilisasi energinya
(Carpenito-Moyet, 2009).
Keputusasaan berbeda dengan ketidak berdayaan. Hal ini dikarenakan orang tanpa harapan
(putus asa) tidak melihat adanya solusi atau jalan ntuk mencapai apa yang diinginkan, meskipun
dia merasa dalam kendali. Sebaliknya, orang yang tidak berdaya bisa melihat alternatif atau
jawaban, namun tidak dapat melakukan apapun karena kurangnya kontrol atau sumber daya
(Carpenito-Moyet, 2009). Perasaan ketidakberdayaan bisa menyebabkan keputusasaan.
B. Etiologi
D. Akibat Keputusasaan
a. Stres
b. Depresi
c. Galau
d. Sakit
e. Pola hidup yang tidak teratur
f. Letih, Lesu, Lemah; disebabkan karena faktor psikis
g. Hilang kesempatan yang ada, karena ketika kesempatan itu datang ia sibuk
dengan rasa putus asa yang ada.
h. Trauma; tidak lagi memiliki keberanian dan kemampuan untuk melakukan hal
yang sama karena takut akan mengalami rasa putus asa untuk yang kedua
kalinya.
i. Gila; akibat jangka panjang yang umumnya terjadi pada sebagian orang
j. Sakit; diawali dengan makan yang tidak teratur, tidur terlalu larut, beban pikiran
yang berlebihan.
k. Kematian; beberapa mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri dan tidak hanya
karena sakit yang berkepanjangan namun juga karena faktor psikis yang
berlebihan.
E. Pencegahan
Di bawah ini ada beberapa cara mencegah timbulnya keputusasaanyaitu :
1) Berbaik sangkalah kepada Yang Maha Kuasa ,Ingat bahwa setiap yang kita
alami ada hikmahnya. Semua ini hanyalah sebuah cobaan dan bukti kecintaaan
tuhan kepada kita.
2) Berpikir bahwa tidak ada kegagalan yang abadi, karena kita bisa
mengubahnya dengan ber buat hal-hal baru.
3) Tetapkan tindakan kita dalam keadaan apapun kita tetap bisa memilih
tindakan atau mengubah kebiasan lama dan mencari jalan untuk mengatasi masalah
yg tengah kita hadapi
4) Bersikap lebih fleksibel, kehidupan tidak selalu seperti yang di harapkan.
Apabila kita dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru maka ketegangan kita kan
berkurang.
5) Kembangkan tindakan yang kreatif Tanyakan pada diri sendiri "kesempatan
apa bagi saya di sini ? Jalan mana yang terbuka bagi saya ?"
6) Evaluasi setiap situasi. Pikirkan segala tindakan sebelum bertindak agar bisa
di dapatkan pemecah masalah yang baik.
7) Lihat sisi positifnya. Kegagalan memang merupakan pengalaman yang
menyakitkan. Tapi daripada memikirkan kerugian yang kita alami, lebih baik
fokuskan pada apa yang telah kita pelajari.
8) Bertanggung jawab. Jangan salah kan orang lain jika gagal,tapi perhatikan
baik-baik masalah nya dan cobalah memahaminya. Tanyakan pada diri sendiri
bagaimana mengatasinya?
3. Supresi emosi adalah respons mal adaptif. Penolakan perasaan atau keteguhan
sesorang. Bersifat sementara terkadang di perlukan untuk kondisi tertentu, seperti pada
respon awal terhadap kematian atau tragedy
4. Reaksi berduka tertunda
5. Depresi
b. Kehilangan, ragu-ragu. Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dam kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Demikian pula
jika individu kehilangan sesuatu yang sidah dimiliki misalnya kehilangan pekerjaan
dan kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu akan merasa gagal , kecewa rendah
diri dan berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai sengan
kesedihan dan rendah diri. Individu berpikir tentang bunuh diri pada waktu depresi
berat, namun tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri
terjadi pada saat individu keluar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
c. Kognitif
a. Fokus pada masa lalu dan mas a depan, bukan fokus pada saat ini dan
sekarang
b. Berkurangnya fleksibilitas dalam proses berpikir
c. Kekakuan ( misalnya, pemikiran semua atau tidak sama sekali.
d. Kurangnya imajinasi dan kemampuan berharap
e. Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi atau mencapai tujuan dan sasaran
yang diingkan.
f. Ketidakmampuan untuk merencanakan, mengatur, membuat keputusan,
atau memecahkan masalah.
g. Putus asa
h. Ketidak mampuan mengenali sumber harapan
i. Pikiran bunuh diri.
H. Karakteristik Tamabahan (minor)
Karakter yang meliputi aspek fisiologis dan emosional ini dimungkinkan hadir pada
klien dengan keputusasaan
a. Fisiologis
1. Anoreksia
2. Penurunan berat badan
b. Emosional
Klien merasa :
a. Merasa ada benjolan di tenggorokan, tegang
b. Merasa kecewa
c. Dibanjiri oleh rasa ketidak mampuan (saya hanya “tidak bisa..”)
d. Merasa bahwa mereka berada di ujung talinya.
e. Kehilangan kepuasan dari peran dan hubungan
f. Rentan atau mudah di serang:
Objektif :
1. Berperilaku pasif
2. Kontak mata kurang
3. Perubahan pola tidur
4. Porsi makan tidak habis
5. Kurang bicara
d. Minor
Subjektif :
1. Sulit tidur
2. Selera makan menurun
3. Mengungkapkan keraguan
4. Mengunkapkan frustasi
Objektif :
1. Afek datar
2. Kurang inisiatif
3. Meninggalkan lawan bicara
4. Mengangkat bahu sebagai respons lawan bicara
5. Perawatan diri kurang
6. Sulit membuat keputusan
I. Kondisi Klinis Terkait
a. Penyakit kronis (diabetes mellitus, hipertensi, stroke, TBC)
b. Penyakit terminal (kanker)
c. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan
d. Kondisi fisik terus menurun
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN BERHUBUNGAN DENGAN KEPUTUSASAAN
B. Tindakan keperawatan
Tindakan Pada Klien
1. Tindakan keperawatan Ners
a. Kaji tanda dan gejala keputusasaan
b. Jelaskan proses terjadinya keputusasaan
c. Diskusikan dengan klien :
1) Kemampuan yang dimiliki
2) System pendukung yang dimiliki
3) Harapan kehidupan
d. Latih hubungan sosial dengan lingkungan :
1) Bercakap-cakap dengan system pendukung
2) Bercakap-cakap dengan lingkungan
e. Latih lakukan kegiatan sehari-hari:
1) Memenuhu kebutuhan makan
2) Memenuhi kebutuhan istirahat/tidur
3) Merawat diri : kebersihan diri
4) Melakukan kegiatan spiritual
f. Latih membangun harapan yang realistis.
1) Diskusikan harapan dan keinginan masa depan
2) Bantu klien membuat rencana mencapai harapan secara bertahap
g. Berikan motivasi dan pujian atas keberhasilan klien.
2. Tindakan Keperawatan Spesialis
a. Terapi kognitif :
1) Sesi 1: mengidentifikasikan pengalaman yang tidak menyenangkan
dan menimbulkan pikiran otomatis negative
2) Sesi 2: melawan pikiran otomatis negative
3) Sesi 3: memanfaatkan system pendukung
4) Sesi 4: mengevaluasi manfaat melawan pikiran negative
b. Terapi kognitif perilaku:
1) Sesi 1 : mengidentfikasikan pengalaman yang tidak menyenangkan
dan menimbulkan pikiran otomatis negative dan perilaku negative
2) Sesi 2: melawan pikiran otomatif negative
3) Sesi 3: mengubah perilaku negative
4) Sesi 4: memanfaatkan system pendukung
5) Sesi 5: mengevaluasi manfaat melawan pikiran negative dan
mengubah periaman yang tidak menyenanglaku negative
c. Terapi penerimaan komitmen (acceptance commitment therapy)
1) Sesi 1: mengidentifikasikan pengalaman/ kejadian yang tidak
menyenangkan
2) Sesi 2: mengenali keadaan saat ini dan menemukan nilai-nilai terkait
pengalaman yang tidak menyenangkan
3) Sesi 3: berlatih menerima pengalaman/kejadian tidak menyenangkan
menggunakan nilai-nilai yang dipilih klien
4) Sesi 4: berkomitmen menggunakan nilai-nilai yang dipilih klien
untuk mencegah kekambuhan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa terapi kelompok reminisense (syarniah, Keliat &
Hastono, 2010) dan kombinasi terapi reminisense dengan terapi life review (misesa,
Keliat & Wardani. 2013) bermanfaat bagi lansia yang depresi.
Tindakan Kolaborasi
Discharge Planning
Evaluasi
1. Rujuk klien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri perawat spesialis keperawatan
jiwa.
2. Rujuk klien dan keluarga ke case manager di fasilitas pelayanan kesehatan primer di
puskesmas, pelayanan kesehatan sekunder, dan tersier di rumah sakit.
3. Tujuk klien dan keluarga ke kelompok pendukung. Kader kesehatan jiwa, kelompok
Uswabantu dan fasilitas rehabilitasi psikososial yang tersedia di masyarakat.
A. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
Pada kasus, Klien memiliki riwayat TB paru sejak bulan januari tahun 2017, namun setelah
menjalani pengobatan OAT selama 5 bulan, klien putus obat karena terjadi masalah pada
fungsi hatinya akibar dari pengobatan OAT. Klien juga memiliki riwayat DM type 2. Jadi
faktor predisposisinya adalah
Biologis : riwayat TB paru, putus obat karna ada masalah fungsi hati akibat
pengobatan OAT dan Riwayat DM type 2
b. Faktor presipitasi
Pada kasus, Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien tidak bisa
berjalan. Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa melakukan aktifitas sehari--hari,
namun saat ini harus dibantu oleh orang lain. Jadi Faktor Presipitasinya adalah
Biologis : Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien tidak bisa
berjalan
c. Penilaian stressor / Tanda Gejala
Mayor:
1. Subjektif :
a. Mengungkapkan keputusasaan : “pasrah dengan kondisinya dan ingin mati saja.
tidak ada harapan untuk sembuh lagi”
b. Mengungkapkan isi pembicaraan yang pesimis “ saya tidak bisa” : “Menurut
klien tidak ada harapan untuk sembuh lagi”
c. Kurang dapat berkonsentrasi : di kasus di sebutkan “sulit konsentrasi”
2. Objektif :
a. Berperilaku Pasif : Klien jarang keluar rumah dan lebih senang mengurung diri
di kamar, lebih banyak diam.
b. Kontak mata kurang : senang mengurung diri, jadi kurang berinteraksi dalam
kontak mata,
c. Porsi makan tidak habis : klien menonal minum obat.
d. Kurang berbicara : klien lebih banyak diam, dan sering menangis.
Minor :
d. Sumber Koping
1. kemampuan personal
2. Material Aset.
3. Sosial Support
4. Keyakinan positif
5. Identitas ego yang kuat
e. Mekanisme Koping
• Strategi koping adaptif : tidak ada (-)
• Strategi maladaptif.
Klien belum bisa untuk menerima apa yang telah terjadi dengan keadaanya
saat ini klien . Klien jarang keluar rumah dan lebih senang mengurung diri di kamar.
Klien mengatakan capek, pasrah dengan kondisinya dan ingin mati saja. Menurut
klien tidak ada harapan untuk sembuh lagi. Klien merasa selalu merepotkan orang lain
terutama anak-anaknya. Klien sering menangis, kadang menolak minum obat, sulit
konsentrasi dan lebih banyak diam.
ASUHAN KEPERAWATAN
• Diagnosa Keperawatan
Data Masalah Etiologi
DS :
Klien mengatakan capek,pasrah dengan kondisinya dan
ingin mati saja
Menurut klien tidak ada harapan untuk sembuh lagi
Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa melakukan
aktivitas sehari-hari
Keputusasaan (Domain Penurunan kondisi
Klien merasa selalu merepotkan orang lain terutama
anak-anaknya
6, Kelas 1 00124. Hal fisiologis
DO : 284)
Menagis , kadang menolak untuk minum obat, sulit
konsentrasi dan lebih banyak diam
sampai saat ini klien tidak bisa berjalan klien memiliki
penyakit TB paru Klien riwayat DM type 2
DO :
• Putus obat OAT akibat masalah pada
fungsi hati
Hamka. Tafsir Al Azhar juz xii. (Jakarta: Pustaka Panjimas. 1982). hlm.20 Imam Fuadi, Menuju
Kehidupan Sufi (Jakarta : Bina Ilmu 2004) hlm.103
Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.9.
Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. dkk. 2019. Asuhan keperawatan jiwa. Jakarta: EGC. NANDA. 2018. Buku
Diagnosis Keperawatan. Jakarta: ECG
Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC