Anda di halaman 1dari 12

STEVEN JHONSON SYNDROME

(SJS)
KELOMPOK 2

IRNAWATI
SRI INDRIYANI
VIDYA AULIA
SINDY CLAUDIA
SITI RAHAYU
SARVA M. SOMAT
WIDYA SAPITRI
M HIAN. AKHIR
IZUL HUDA
FATRIA
SELA NORISA
MUTIARA ANDINI
NADIA
LILIS KARLINA HALE
ARIFANDI
NURUL HUMAIRA
RAHMA PUTRI SEPTIANI
Definisi

Stevens-Johnson syndrome (SJS) atau sindrom


Stevens-Johnson dan toxic epidermal necrolysis
(TEN) atau nekrolisis epidermal toksik adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi atau
infeksi. Sindrom tersebut mengancam kondisi kulit
yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit
sehingga epidermis mengelupas dan memisahkan
dari dermis.

Etiologi

Penyebab pasti seringkali sukar ditentukan oleh karena SSJ dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Beberapa faktor penyebab diantaranya infeksi (virus [herpes simplex, mycoplasma
pneumonia, vaksinia], jamur [koksidioidomikosis, histoplasma], bakteri [streptokokus,
Staphylococcus haemolyticus, Mycobacterium tuberculosis, salmonela], dan parasit [malaria]),
makanan (coklat), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, oxicam-NSAID, dan asetaminofen
[parasetamol]), penyakit kolagen, keganasan, kehamilan, dan vaksinasi. Faktor fisik (udara
dingin, sinar matahari, sinar X) berperan sebagai pencetus.
Patofisiologi

Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan


hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang
disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan
keganasan. Patogenesisnya belum jelas, disangka
disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.
Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat terbentuknya
komplek antigen antibodi yang mikro presitipasi
sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.

Manifestasi Klinis

Gejala prodromal terjadi dalam 1-14 hari dan sangat


bervariasi dalam derajat berat serta kombinasi gejala.
Gejala prodromal dapat berupa demam, malaise,
batuk, koriza, sakit menelan, sakit kepala, nyeri dada,
muntah, myalgia, dan atralgia. Setelah itu akan timbul
lesi kulit, mukosa, dan mata.
Klasifikasi
Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan
menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):
1. Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan
epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara
10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih
dari 30%

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson menurut


(Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :
1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya
infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan
esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel
epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal
superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA .
Penatalaksanaan

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran


penanganan antara lain mengontrol keseimbangan
cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan
mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama
penanganan adalah pemberian asuhan yang
suportif, diantaranya yaitu :
1. Semua pengobatan yang tidak penting
dihentikan dengan segera.
2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat
pengobatan luka bakar.
3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang
dilakukan di awal untuk mengangkat kulit yang
rusak.
4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga,
darah, urine, kulit, dan
lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk
mengidentifikasi pathogen.
5. Cairan intravena diberikan untuk
mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit.
Komplikasi

SJS sering menimbulkan komplikasi pada mata,


diantaranya ulkus kornea dan simblefaron.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, nefritis, miositis, mielitis,
poliartritis serta yang terberat adalah
septikemia.

Terapi Komplementer

Terapi Suportif
Terapi suportif harus diberikan secara komprehensif. Terapi meliputi menjaga suhu ruang
pada 30-32 C dan terapi cairan dengan larutan elektrolit (0.7 ml/kg/%BSA) serta larutan
albumin 5% (1 ml/kg/%BSA). Target pemberian terapi cairan adalah menjaga output urin
sebanyak 50-80ml per jam. Pasien juga harus diberikan diet khusus berupa diet cairan,
sebanyak 1500 kalori dalam 1500 ml pada 24 jam pertama. Kemudian, ditambahkan 500
kalori setiap harinya hingga mencapai 3500-4000 kalori per hari. Pemberian melalui selang
nasograstik digunakan apabila pasien tidak dapat makan.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi


kulit yang cermat harus dilakukan, dan penampilan
kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang normal
diobservasi secara ketat untuk menentukan apakah
timbul daerahdaerah bula yang baru. Perembasan
cairan dari bula dipantau untuk memantau jumlah,
warna dan baunya. Inspeksi rongga mulut untuk
mendeteksi pembentukan bula dan lesi yang
terkelupas harus dilakukan setiap hari.
Tanda-tanda vital pasien
dimonitor dan diberikan
perhatian khusus terhadap
keberadaan serta karakter
demam di samping terhadap
frekuensi, dalam serta irama
pernapasan dan gejala batuk.
Diagnosa Keperawatan

Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat


ditegakkan pada klien dengan sindrom steven
johnson, adalah :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi
pada kulit, mukosa, dan mata
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan
tubuh primer tidak adekuat (gangguan integritas
kulit)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera
ditandai dengan kulit yang terkelupas dan
adanya lesi
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan ditandai dengan
demam, sakit tenggorokan, dan adanya
gangguan pada mukosa
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan faktor yang mempengaruhi kebutuhan
cairan
Intervensi

a. Kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan agens
farmaseutikal ditandai dengan
adanya lesi pada kulit, mukosa, dan
mata.
Tujuan yang diharapkan (NOC) :
Integritas jaringan : kulit & membran
mukosa baik.
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada lesi pada kulit dan mukosa
membran
2) Tidak ada pengelupasan kulit
3) Tidak ada eritema
4) Tidak ada peningkatan suhu kulit
Intervensi Rasional
1. Pantau kulit dan membran mukosa pada area 1. Mengetahui perkembangan kondisi luka/lesi
yang mengalami perubahan warna, memar, dan dan menentukan intervensi tindakan
kerusakan. selanjutnya dengan tepat untuk
  memperbaiki integritas kulit.
 2. Pantau adanya kekeringan dan kelembaban
yang berlebihan pada kulit. 2. Kekeringan/kelembaban yang berlebihan pada
  kulit dapat memperparah kerusakan integritas
3. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi. kulit dan menjadi indikator keseimbangan cairan
klien.
4. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka. 3. Pemberian salep yang sesuai dapat menjadi
pelindung area luka dari agens infeksi dan
5. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian mempercepat penyembuhan luka/lesi.
yang longgar. 4. Balutan yang sesuai dengan jenis luka
dapat menghindari gesekan luka pada area
lain.

5. Pakaian yang ketat dapat meningkatkan


gesekan antara luka dengan kain, sehingga
dapat memperparah kerusakan integritas
kulit.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai