Anda di halaman 1dari 64

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iv
TATA TERTIB PRAKTIKUM v
BAB I PERALATAN DI LABORATORIUM ANALISIS ZAT GIZI
PANGAN 1
a. Alat-Alat Gelas 1
b. Pencucian Alat-Alat Gelas 3
c. Penggunaan Alat-Alat Gelas 3
d. Alat-Alat Gelas yang Perlu Dikenali dan Dipahami 5
e. Instrumen Analisis 5
f. Tugas dan Pertanyaan 5
BAB II PENGAMBILAN SAMPEL (SAMPLING) 6
a. Latar Belakang 6
b. Macam-Macam Sampel 6
c. Definisi Terkait Sampling 7
d. Pengambilan dan Pengiriman Sampel 7
e. Metode Pengambilan Contoh/Sampel 11
f. Bahan dan Alat 13
g. Prosedur Kerja 13
h. Pertanyaan Pre-Lab 17
BAB III ANALISIS KADAR AIR 18
a. Latar Belakang 18
b. Prinsip Analisis 19
c. Tujuan Percobaan 19
d. Bahan dan Alat 19
e. Prosedur Percobaan 19
f. Tabel Hasil Pengamatan 19
g. Pertanyaan Pre-Lab 20
BAB IV ANALISIS KADAR ABU 21
a. Latar Belakang 21
b. Prinsip Analisis 22
c. Tujuan Percobaan 22
d. Alat dan Bahan 22
e. Prosedur Percobaan 22
f. Tabel Hasil Pengamatan 23
g. Pertanyaan Pre-Lab 23
BAB V ANALISIS KADAR PROTEIN 24
a. Latar Belakang 24
b. Prinsip Analisis 24
c. Tujuan Percobaan 25
d. Alat dan Bahan 25
e. Prosedur Percobaan 25
f. Tabel Hasil Pengamatan 26
g. Pertanyaan Pre-Lab 26
BAB VI ANALISIS KADAR LEMAK 27
a. Latar Belakang 27
b. Prinsip Analisis 27

ii
c. Tujuan Percobaan 28
d. Alat dan Bahan 28
e. Prosedur Percobaan 28
f. Tabel Hasil Pengamatan 29
g. Pertanyaan Pre-Lab 29
BAB VII ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT METODE LUFF
SCHROOL 30
a. Latar Belakang 30
b. Prinsip Analisis 31
c. Tujuan Percobaan 31
d. Alat dan Bahan 31
e. Prosedur Percobaan 31
f. Pertanyaan Pre-Lab 33
BAB VIII ANALISIS KADAR SERAT PANGAN METODE
ENZIMATIS – GRAVIMETRIK 35
a. Latar Belakang 35
b. Prinsip Analisis 35
c. Tujuan Percobaan 36
d. Alat dan Bahan 36
e. Prosedur Percobaan 37
f. Tabel Hasil Pengamatan 38
g. Pertanyaan Pre-Lab 39
BAB IX ANALISIS KANDUNGAN Na DAN Cl METODE
MOHR PRECIPITATION TITRATION 40
a. Prinsip Analisis 40
b. Pengenalan Instrumen Titrasi 41
c. Bahan dan Alat 42
d. Prosedur Kerja 43
e. Pertanyaan Pre-Lab 44
BAB X ANALISIS KANDUNGAN Na DAN Cl METODE
VOLHARD PRECIPITATION TITRATION 45
a. Prinsip Analisis 45
b. Bahan dan Alat 46
c. Prosedur Kerja 46
d. Pertanyaan Pre-Lab 47
BAB XI ANALISIS KANDUNGAN Ca DAN Mg METODE
EDTA COMPLEXOMETRIC TITRATION 48
a. Prinsip Analisis 48
b. Bahan dan Alat 50
c. Prosedur Kerja 50
d. Pertanyaan Pre-Lab 51
BAB XII ANALISIS VITAMIN C METODE INDOPHENOL 52
a. Prinsip Analisis 52
b. Bahan dan Alat 54
c. Prosedur Kerja 54
d. Pertanyaan Pre-Lab 57
DAFTAR PUSTAKA 58

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya kami dapat menyelesaikan buku penuntun praktikum Mata Kuliah
Analisis Zat Gizi. Buku penuntun ini disusun untuk memudahkan mahasiswa Program
Studi Gizi, STIKes Widya Nusantara Palu, dalam mempelajari dan melaksanakan
praktikum Analisis Zat Gizi.
Buku panduan ini disusun sejalan dengan Mata Kuliah Analisis Zat Gizi dan
dengan adanya praktikum Analisis Zat Gizi ini, mahasiswa diharapkan menjadi lebih
mudah dalam mempelajari, memahami, dan menguasai teknik-teknik analisis zat gizi
yang terstandarisasi.
Kritik dan saran dalam rangka perbaikan buku penuntun praktikum ini akan
sangat diharapkan. Semoga bermanfaat.

Palu, Januari 2020

Tim Penyusun

iv
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Komponen nilai praktikum Analisis Zat Gizi terdiri dari: nilai kerja (30%),
nilai kuis (30%), nilai laporan (40%)
2. Setiap peserta praktikum (praktikan) Analisis Zat Gizi harus memiliki buku
penuntun praktikum Analisis Zat Gizi
3. Setiap praktikan harus menyiapkan satu buku khusus untuk buku kerja
praktikum
4. Sebelum acara praktikum, setiap praktikan harus sudah membaca dan
mempelajari penuntun praktikum Analisis Zat Gizi
5. Sebelum acara praktikum, setiap praktikan harus menuliskan tujuan praktikum
hari itu, membuat rencana kerja yang akan dilakukan pada praktikum hari itu,
dan mengerjakan pertanyaan pre-lab di dalam buku kerja. Salah menyiapkan
materi praktikum atau hanya menyiapkan sebagian maka nilai kerja pada hari
itu = 50
6. Setiap praktikan harus membawa masker, sarung tangan bersih, lap bersih,
spidol permanen, tisu, korek api, plastik kiloan, dan obat pribadi bagi yang
mempunyai penyakit khusus
7. Praktikan harus bersepatu tertutup, menutupi seluruh badan kaki
8. Praktikan harus sudah siap di depan laburatorium 5 menit sebelum praktikum
dimulai
9. Sebelum diabsen, praktikan harus sudah memakai jas laboratorium dengan
rapih disertai name tag, bersepatu tertutup, merapikan rambut/jilbab,
membawa buku kerja, alat tulis, dan perlengkapan praktikum
10. Perlengkapan selain yang diperlukan selama praktikum harus disimpan dengan
rapih di dalam tas dan tertutup
11. Apabila belum memenuhi ketentuan tersebut di atas, praktikan dilarang masuk
laboratorium dan mengikuti praktikum, serta nilai kerja pada hari itu= 50
12. Hadir tepat waktu dalam setiap acara praktikum
a. 5-10 menit : nilai kuis = 0 (nol) dan tetap harus mengikuti praktikum
b. 10-15 menit : nilai kuis = 0 (nol) , nilai kerja = 50 dan tetap harus mengikuti
praktikum
c. >15 menit :nilai kuis = 0 (nol), nilai kerja = 25 dan tetap harus mengikuti
praktikum
d. >30 menit: nilai kuis = 0 (nol), nilai kerja = 0 (nol) dan tetap harus
mengikuti praktikum
13. Menyimpan tas dan benda-benda lain yang tidak diperlukan pada tempat yang
telah disediakan. Tidak diperkenankan menyimpan tas di atas meja
laboratorium
14. Mengenakan jas laboratorium selama bekerja di dalam laboratorium, untuk
melindungi badan dan pakaian dari zat-zat kimia, zat-zat warna dan zat-zat lain
yang berbahaya
15. Setiap acara praktikum dimulai dengan penjelasan singkat dari dosen/asisten
mengenai apa-apa yang akan dilakukan. Praktikum tidak boleh dimulai
sebelum penjelasan diberikan. Hal-hal yang tidak dimengerti harus ditanyakan
pada dosen/asisten yang bersangkutan

v
16. Menggunakan larutan dan bahan-bahan kimia seefisien mungkin, sesuai
dengan buku panduan praktikum
17. Setiap praktikan harus menjaga ketenangan, kenyamanan, dan kebersihan
selama praktikum berlangsung
18. Pada saat praktikum berlangsung, berlaku tata tertib:
a. Tidak boleh keluar masuk laboratorium tanpa seizin dosen/asisten
b. Tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya
dengan praktikum
c. Tidak boleh makan, minum, atau merokok di dalam ruang laboratorium
d. Tidak boleh berbicara keras
e. Tidak boleh berfoto
f. Tidak boleh membuat kegaduhan
g. Praktikan yang melanggar ketentuan tersebut di atas nilai kerja = 10
19. Praktikan hanya diperbolehkan menggunakan laboratorium pada jam
praktikum
20. Penggunaan laboratorium di luar jam praktikum harus seizin dan
sepengetahuan penanggung jawab praktikum (dosen/asisten) dan pengelola
laboratorium Prodi Gizi, STIKes Widya Nusantara Palu, serta ditemani
minimal satu orang dosen/asisten/laboran
21. Data pengamatan dan catatan penting lain yang berhubungan dengan
praktikum dicatat pada buku kerja praktikum Analisis Zat Gizi
22. Setiap selesai praktikum, semua alat-alat yang sudah digunakan harus dicuci
dengan bersih, dikeringkan (dilap) dan disimpan ke tempat semula
23. Setiap selesai praktikum, semua bahan-bahan yang masih bisa digunakan harus
disimpan ke tempat semula
24. Setiap selesai praktikum, meja dan lantai harus selalu dibersihkan dari bahan-
bahan dan alat-alat yang sudah digunakan. Sampah dibuang ke tempat sampah
yang telah disediakan. Pel dan tempat sampah dikembalikan pada tempatnya
25. Alat-alat yang digunakan selama praktikum menjadi tanggung jawab
praktikan. Apabila alat-alat tersebut pecah, rusak, atau hilang maka praktikan
harus menggantinya dengan alat yang berspesifikasi sama, paling lambat dua
pekan setelah kerusakan/kehilangan alat tersebut. Apabila melanggar
ketentuan ini maka nilai kerja= 20
26. Selesai praktikum, dosen/asisten/laboran akan memeriksa semua kebersihan
laboratorium dan keutuhan alat. Praktikan dilarang meninggalkan laboratorium
sebelum pemeriksa selesai
27. Praktikan yang tidak memenuhi ketentuan di atas akan dikenai sanksi nilai
kerja= 20
28. Setiap hasil kerja praktikum dibahas dan dilaporkan dalam laporan praktikum
Analisis Zat Gizi yang dikerjakan perkelompok sesuai dengan format yang
ditentukan
29. Laporan praktikum dikumpulkan paling lambat satu pekan setelah praktikum
berlangsung. Apabila terlambat mengumpulkan laporan maka nilai laporan =
25
30. Praktikum harus dihadiri 100%. Apabila kehadiran kurang dari 100% dengan
tanpa mengurus surat izin dan tugas pengganti maka nilai akhir praktikum
dikurangi 20

vi
BAB I
PERALATAN DI LABORATORIUM ANALISIS ZAT GIZI PANGAN

a. Alat-alat Gelas
Analisis zat gizi pangan di laboratorium menggunakan berbagai alat-alat gelas
yang tidak jauh berbeda dengan alat gelas saat praktikum kimia. Berikut ini adalah
beberapa alat-alat gelas yang banyak digunakan saat analisis zat gizi.
1. Pipet
Pipet golongan A : sangat teliti, dengan standar deviasi sekitar ± 0,02 dan ±
0,04 mL berturut-turut untuk pupe 2, 25 dan 50 mL. Pipet ini sangat teliti
terutama yang disertai sertifikasi kalibrasi.

Pipet Golongan B : kukrang teliti, namun cukup memuaskan untuk hampir


semua keperluan terutama apabila telah dikalibrasi oleh pemakai.
Cara kalibrasi : pipet diisi dengan air suling pada suhu kamar, kemudian
tuangkan ke dalam sebuah botol yang telah ditimbang. Botol ditutup dan
ditimbang kembali. Dengan hati-hati catatlah suhu air. Selanjutnya, hitunglah
kapasitas pipet dari hubungan volume dengan berat air pada berbagai suhu.
Bila suhu cairan yang dipipet sangat berbeda dengan suhu kalibrasi maka
penyimpoangan nyata yang akan terjadi.

Pipet golongan D : pipet untuk memindahkan. Pipet ini diberi simbol D


(Delivery) dan berupa pipet gondok (pipet volumetrik).

Pipet berskala (pipet mohr, graduated pippete)


Pipet ini berupa tabung gelas dengan diameter yang seragam dengan tanda
pembagian volume yang sama sepanjang tabung. Interval diantara tanda-tanda
kalibrasi tergantung pada ukuran pipet. Pipet ini digunakan untuk menukur
cairan dengan volume yang bervariasi. Pipet berskala dapat berupa jenis blow
out dan jenis non blow out. Jenis blot out mempunyai suatu ground glass circle
(yang dapat dirasakan dengan jari) pada ujung atas dari pipet. Sejumlah larutan
akan tertahan pada ujung atas dari non blow out pipet dan jangan tiup cairan
ini keluar.

2. Mikropipet
Pipet ini mempunyai luas per unit volume lebih kecil daripada pipet lainnya,
tidak terdapat lekukan tajam yang dapat menghalangi pengosongan pipet dan
batang pipet berupa kapiler. Pipet ini sering digunakan apabila bahan hanya
tersedia dalam jumlah yang sangat kecil. Pipet ini sering digunakan untuk
mengukur darah atau serum. Cairan kental seperti darah menggunakan pipet
tipe Ostwald Folin. Pada pipet biasa, darah tertinggal pada dinding dan ujung
pipet sehingga volume yang dipindahkan kurang dari yang dikehendaki.
Penyimpangan volume tersebut sangat signifikan dengan jumlah besaran 0.1
mL.

3. Microsyringe
Pipet ini juga sering digunakan dalma analisis kimia terutama untuk
memindahkan cairan dalam jumlah kecil.

1
4. Buret
Buret digunakan untuk memindahkan atau mengalirkan cairan dengan teliti
dan digunakan pada titrasi volumetrik. Buret juga digunakan untuk
mengeluarkan cairan dengan volume sembarang tetapi tepat. Sumbat keran
(cerat) dapat terbuat dari gelas ataupun dari teflon. Cerat dari teflon tidak
memerlukan pelicin, tetapi sumbat gelas harus dilumasi dengan sedikit
pelumas cerat (yang tidak terbuat dari silikon).

Mikroburet : buret dengan ukuran 1,2 dan 5 mL biasa digunakan pada analisis
kimia dan dapat dikalibrasi dengan cara yang sama dengan pipet. Buret dengan
kapasitas tersebut mempunyai ujung yang sempit sehingga tiap tetes yang
mengalir mempunyai volume yang kecil. Penyimpangan/ kesalahan dua tetes
(0.1 mL) pada titrasi volumetrik yang menggunakan 20 mL tidak terlalu besar
pengaruhnya. Akan tetapi, pada titrasi 1 mL kesalahan tersebut cukup besar
pengaruhnya.

5. Gelas ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur cairan secara tidak sangat tepat,
sehingga menggunakan pun tidak perlu ketelitian. Alat ini tidak boleh
digunakan sebagai pengganti pipet atau pun buret karena alat ini tidak
memindahkan volume tertentu akan tetapi hanya mengukur. Walaupun
demikian, gelas ukur dapat digunakan untuk mengukur/memindahkan volume
dalam julmah relatif besar apabila ketelitian tidak dipentingkan. Gelas ukur
sering disalahgunakan segingga mendapat julukan “pipet mahasiswa yang
malas” (The lazy student pippette).

6. Labu takar
Labu takar digunakan untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu
dengan volume tertentu atau untuk mengencerkan suatu larutan sehingga
konsentrasi yang baru juga diketahui dengan seteliti-telitinya. Labu takar
dikalibrasi untuk volume tertentu pada suhu tertentu, biasanya pada suhu 20C.
Labu yang baik mempunyai leher yang sempit dengan suatu garis tipis terlukis
melingkari leher. Garis ini memungkinkan penyesuaian permukaan cairan
dengan teliti dan menghindarkan kesalahan paralaks.
Cara kalibrasi : timbang labu kosong, isi dengan air suling pada suhu kamar
dan timbang lagi cairan yang ada di dalam labu kemudian dihitung dengan cara
yang telah dikemukakan.

Alat gelas lainnya yang harus terseida di suatu laboratorium analisis :


1. Gelas piala 11. Soxhlet
2. Erlenmeyer 12. Labu Distilasi
3. Corong 13. Gelas Penutup
4. Corong pemisah 14. Eksikator
5. Macam-macam filter/ krus saringan 15. Botol semprot
6. Cawan porselen 16. Mortar dan pastel
7. Pinggan porselen 17. Tabung reaksi
8. Labu kjeldahl 18. Tabung sentrifuse
9. Labu lemak 19. Kuvet /Sel

2
10. Botol timbang dan pendingin tegak 20. Magnetic stirrer

b. Pencucian Alat-alat Gelas


Alat yang telah digunakan sebaiknya segera direndam di dalam air hangat yang
mengandung sabun atau detergen dan kemudian dibersihkan di bawah aliran air
dan selanjutnya dibilas dengan air suling. Sabun atau detergen yang berlebihan
harus dihindari karena dapat mengganggu beberapa analisis. Alat-alat yang kotor
untuk pertama kali harus dibersihkan dari lemak dengan kain yang direndam dalam
kloroform atau benena kemudian direndam semalam dalam asam kromat. Alat-alat
yang sangat kotor dapat dibersihkan dengan cara direndam dalam suatu campuran
asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat apabila penggunaan asam kromat tidak
efektif.
Semua sisa-sisa pembersih selanjutnya dihilangkan dengan cara mencuci alat
tersebut di bawah air mengalir berulang kali diikuti beberapa kali pencucian
dengan air suling. Alat-alat yang akan digunakan untuk analisa mineral direndam
dalam larutan asam nitrat 3 N. Kemudian dicuci di air mengalir dan selanjutnya
dibilas air suling. Alat gelas biasanya kemudian dikeringkan di dalam oven, namun
untuk alat gelas volumetrik sebaiknya tidak dipanaskan akan tetapi dibilas dengan
sejumlah kecil alkohol kemudian eter dan akhirnya dikeringkan dengan aliran
udara hangat.

c. Penggunaan Alat-alat gelas


Pipet Gondok : cucilah pipet dengan sedikit larutan yang digunakan beberapa kali
dan selanjutnya diisi dengan larutan tersebut sampai melewati tanda tera.
Bersihkan ujung pipet dengan sobekan kertas saring secara hati-hati. Kemudian,
turunkan cairan sampai meniskus cairan mencapai tanda tera. Biarkan cairan
menetes ke dalam wadah yang sesuai dengan alirannya menyentuh dinding wadah.
Setelah aliran berhenti, baru ujung pipet diangkat. Pada ujung cairan mungkin
masih tertinggal sedikit cairan dan jangan meniup cairan keluar.

Pipet Mohr : pipet harus dicuci dengan cairan yang akan digunakan. Setelah itu
cairan dihisap dan kemudian dicatat meniskus awalnya. Cairan dikeluarkan dengan
membiarkan cairan turun dari tanda kalibrasi yang satu ke tanda yang lainnya.
Dalam memipet cairan sebesar 0,9 mL lebih baik menggunakan pipet berskala 1
mL dibandingkan dengan pipet 10 mL. Sebagian pipet berskala dikalibrasi
sedemikian rupa sehingga sedikit cairan tertinggal pada ujungnya dan sisa ini tidak
boleh ditiup. Namun, untuk beberapa pipet serologi mempunyai suatu “ground
glass band” pada bagian atasnya sehingga dalam hal ini tetes terakhir cairan harus
ditiup untuk ketelitian pengukuran.
Perhatian :
Bahan-bahan kimia yang caustic dan toxic jangan dipipet dengan mulut namun
gunakan propipet, penghisap karet (rubber bulb) atau alat lainnya.

Buret
Sebelum digunakan, buret harus bersih secara kimia (Chemically clean). Cerat
(stopcock) tidak keras. Kira-kira 5-10mL dimasukkan ke dalam buret dan buret
diputar-putar beberapa kali kemudian dikeluarkan cairannya. Proses ini diulang
beberapa kali. Kemudian, buret diisi dan digunakan. Sebelum mengeluarkan cairan

3
dari buret, harus diperiksa bahwa lubang cerat terisi dengan cairan yang akan
diambil. Pada saat mencatat letak meniskus cairan dalam buret, harus diusahakan
agar mata setinggi meniskus dan lingkaran tera yang terdekat pada meniskus harus
kelihatan sebagai garis lurus. Sebelum mencatat, harus ditunggu supaya cairan
yang menempel pada dinding dalam telah turun. Setelah digunakan, larutan dalam
buret harus dibuang dan buretnya dibilas dengan air suling. Apabila tidak
digunakan maka diisi dengan air suling untuk mencegah masuknya debu.

Mikroburet
Mikroburet mempunyai diamater kecil dan cairan sebaiknya diberi waktu untuk
menetes sampai tanda yang dikehendaki sebelum dilaksanakan pembacaan. Seperti
halnya pipet, cairan yang tertinggal pada ujung buret sebaiknya dikeluarkan
dengan cara menyentukan ujung ini pada dinding wadah.
Perhatian : gelembung udara harus dihilangkan baik dari pipet maupun buret.
Disamping itu suhu dari larutan dapat mempengaruhi volume. Jangan
meninggalkan larutan dalam buret untuk waktu yang lama. Larutan alkali tidak
boleh dibiarkan lama di dalam buret karena dapat menyerang gelas dan
menyebabkan ceratnya menjadi beku sehingga buret tidak dapat digunakan lagi.

Gelas Ukur
Gelas ukur yang telah bersih dipegang dengan tangan dan ibu jari menunjuk batas
volume yang dikehendaki. Gelas ukur diangkat sehingga batas tersebut setinggi
mata. Cairan yang akan diukur dituangkan ke dalamnya sampai meniskusnya
mencapai batas tersebut.

Labu takar
Labu takar yang akan digunakan harus bersih secara kimia. Zat padat (yang
ditimbang dengan neraca analitik) atau cairan (yang dipipet) dimasukkan ke dalam
labu takar lalu ditambahkan pelarut sehingga hampir mencapai tanda tera. Semua
zat padat yang telah lartu diperiksa. Dinding dalam yang berada di atas tanda tera
dikeringkan dengan potongan kertas saring (jangan mengenai cairan) dan
penambahan pelarut diteruskan dengan sangat hati-hati (ditetestkan dengan pipet)
sampai meniskus mencapai lingkaran tera dan tidak membasahi dinding di atas
tanda tera. Labu ditutup, lalu isinya dikocok dengan membalikkan labu dan
memutar untuk beberapa kali.

Perhatian : apabila zat sulit larut, sebelumnya suspensi harus dipanaskan dalam
wadah (gelas piala) dan dibiarkan dingin sampai suhu ruang, sebelum dipindahkan
ke dalam labu takar. Larutan di dalam labu takar tidak boleh dipanaskan di dalam
labu, meskipun labu terbuat dari gelas pyrex. Labu volumetrik yang dipanaskan
akan menjadi labu biasa dan tidak lagi menjadi labu volumetrik. Oleh karena itu,
labu volumetrik tidak dapat dikeringkan di dalam oven. Larutan alkali dapat
menyebabkan penyumbat gelas “membeku” maka larutan alkali sama sekali tidak
boleh disimpan dalam botol yang dilengkapi sumbat seperti ini.

4
d. Alat-Alat Gelas yang Perlu Dikenali dan Dipahami
1. Macam-macam timbangan dan kegunaannya
2. pH meter
3. Ruang asam
4. Oven
5. Tanur
6. Magnetic Stirrer
7. Pembakar gas
8. Lemari pendingin
9. Sentrifuse
10. Pemanas listrik
11. Penangas air (waterbath)

e. Instrumen Analisis
1. Kolorimeter
2. UV-Vis Spektrometer
3. Atomic Absorption Spectrophotometer
4. Fluoro Spectrophotometer
5. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
6. Gas Chromatography
7. Thin Layer Chromatography
8. Bomb Calorimeter
9. Fibertec
10. Dietary Fiber Apparatus

f. Tugas dan Pertanyaan


1. Alat-alat gelas
a. Gambarkan dan sebutkan nama-nama alat gelas volumetrik serta
kegunaannya!
b. Gambar dan sebutkan kegunaan alat gelas lainnya!
c. Tuliskan hal-hal penting terkait penggunaan alat-alat tersebut.
2. Timbangan
a. Gambarlah jenis-jenis timbangan dan sensitivitasnya !
b. Kapankah kita menggunakan timbangan-timbangan tersebut?
c. Bagaimanakah prosedur penimbangan yang baik?

5
BAB II
PENGAMBILAN SAMPEL (SAMPLING)

a. Latar Belakang
Data hasil analisis yang akurat sangat tergantung kepada pengambilan
sampel yang dapat mewakili atau mengubah sampel ke dalam bentuk yang dapat
dianalisis. Hal ini disebabkan setiap komponen memiliki keunikan dan
karakteristik dalam komponen yang dianalisis sehingga diperlukan pemahaman
dalam memilih metode yang tepat untuk pengambilan sampel yang dianalisis.
Pengambilan keputusan dan tindakan didasarkan pada hasil yang diperoleh dari
analisis kimia yang menentukan komposisi atau karakteristik dari produk pangan,
seseorang harus melakukan perhitungan yang benar untuk dapat
menginterpretasikan data secara benar.
Sampling merupakan cara memperoleh satu bagian (porsi) atau contoh
yang mewakili keseluruhan populasi. Jumlah total dimana satu contoh diambil
disebut populasi. Teknik sampling yang benar membantu memastikan bahwa
pengukuran kualitas sampel merupakan estimasi yang tepat dan teliti dari
populasi. Dengan sampling perkiraan mutu dapat diperoleh lebih cepat, lebih
sedikit biaya, waktu dan personil daripada harus mengukur keseluruhan populasi.
Satu sampel hanyalah satu perkiraan (estimasi) dari nilai populasi sebenarnya,
namun dengan teknik sampling yang benar, hal ini dapat menjadi estimasi yang
sangat tepat. Satu sampel laboratorium untuk analisa bisa beragam ukuran atau
besarnya. Instruksi sampling untuk tiap produk pangan bisa berbeda – beda sesuai
tujuan dari analisis apakah untuk mengetahui komposisi kimia/zat gizi, residu
pestisida, kontaminan kimia, pathogen, bahan tambahan pangan, pengawet dan
perlakuan pangan atau produk hasil iradiasi.

b. Macam-Macam Sampel
1) Berdasarkan karakteristik bahan pangan :
- Contoh yang sudah terpisah secara individu, misalnya : telur, buah, dan
sayuran
- Contoh yang merupakan bagian/potongan, misalnya : tanaman, daging,
dan ikan
- Contoh yang merupakan bagian yang diambil dari wadah besarm misalnya
: karung goni, tangki susu.
2) Berdasarkan kemajemukan sampel:
- Contoh tunggal : contoh yang pengambilannya dilakukan tanpa ulangan,
disebabkan contoh tersebut tidak dibudidayakan dan dikonsumsi hanya
sewaktu – waktu. Data hasil analisis hanya diperlukan sebagai informasi
pada daerah terbatas.
- Contoh tunggal komposit: contoh suatu bahan pangan yang diperoleh dari
berbagai daerah, misalnya pisang ambon. Hasil analisis komposisi zat gizi
dapat mewakili golongan contoh tersebut.
- Golongan contoh komposit ganda: contoh makanan mentah atau terolah
yang merupakan campuran dari berbagai bahan pangan.

6
c. Definisi Terkait Sampling
➢ Sampel atau contoh : sejumlah tertentu barang atau bahan yang berasal dari
suatu populasi, diambil menggunakan metode tertentu dan digunakan sebagai
wakil dari populasi.
➢ Lot : kumpulan barang atau bahan yang bersifat homogen dan dapat diwakili
oleh satu contoh.
➢ Ukuran sampel atau contoh : banyak contoh yang diambil dari suatu populasi
➢ Unit : porsi diskrit terkecil di dalam sebuah lot, yang akan diambil untuk
membentuk sebagian atau keseluruhan sampel
➢ Petugas pengambil contoh : orang yang dilatih mengenai prosedur sampling
dan diberikan kewenangan untuk mengambil sampel
➢ Sampel laboratorium : contoh yang dibawa ke laboratorium untuk keperluan
pengujian
➢ Sampel analitik : material yang disiapkan untuk analisis laboratorium yang
dipisahkan dari porsi untuk dianalisis
➢ Porsi analitik : jumlah yang representatif (mewakili) dihilangkan dari sampel
analitik.
➢ Registrasi sampel (diberikan label sebagai berikut) : 1) Nomor karantina; 2)
Tanggal penerimaan; 3) Nomor proyek; 4) Departemen yang dituju untuk
analisis; 5) Jenis sampel; 6) Kondisi penyimpanan (coloured dot); 7) Kode
untuk persiapan sampel
➢ Original sample : sampel yang dikirimkan dari departemen administrasi
sampel
➢ Rest sample : bagian dari sampel asli atau sampel laboratorium yang disimpan
tujuan ulangan analisis.
➢ Contra sample : kadang-kadang sampel diambil dua kali untuk diperiksa/
dianalisis
➢ Remainder sample : bagian dari sampel yang tersisa dari sampel asli
➢ Code for sample preparation: refers to proceedings of sample before
delivered to laboratory.

d. Pengambilan dan Pengiriman Sampel


1) Penyiapan lot untuk sampling
Untuk kepentingan sampling, lot harus disiapkan sedemikian rupa sehingga
pengambilan contoh dapat dilakukan tanpa halangan dan tiap lot harus
disampling secara terpisah. Lot yang akan disampling harus seragam, yaitu
sama dalam hal pengirim, brand name, varietas, penandaan pada kemasan, dll.
Petugas pengambil contoh (PPC) harus mencatat setiap informasi berkaitan
dengan kondisi dan lingkungan sekeliling lot yang mempunyai sangkut paut
dengan hasil analisis laboratorium pada suatu form pengiriman sampling
produk makanan.

2) Peralatan sampling
➢ Kontainer sampel : untuk semua tujuan sampling, gunakan wadah yang
bersih, kering, steril dan tahan bocor dimana kapasitasnya cukup untuk
contoh yang diinginkan.

7
➢ Instrumen untuk membuka kemasan makanan : gunting atau pisau steril
diperlukan untuk membuka paket yang besar dari produk makanan
termasuk buah dan sayuran segar untuk tujuan sampling mikrobiologis
➢ Alat sampling : bila mengambil sampel untuk tujuan mikrobiologis, skup
harus steril, sendok, trier atau garpu dapat digunakan untuk mengambil
contoh. Gunting steril atau pisau mungkin diperlukan untuk memotong
bagian dari produk besar.
➢ Sarung tangan steril disposable : untuk tujuan analisis mikrobiologis,
sampling harus dilakukan dengan sarung tangan steril sekali buang, untuk
mendeteksi iradiasi bahan tambahan pangan, pengawet/treatment lainnya,
jangan gunakan sarung tangan steril yang mengandung tepung talk karena
dapat mengganggu pengujian laboratorium.
➢ Kontainer pengiriman : ditujukan untuk mewadahi dan transportasi contoh
yang telah didinginkan/dibekukan untuk pengujian pestisida.
➢ Pendingin (coolants): container plastik yang diisi dengan refrigerant
diperlukan untuk menjadikan untik contoh tetap dingin. Dry ice diperlukan
untuk menjaga contoh beku tetap beku.

3) Memilih sampel
a. Sampling harus dilakukan sedemikian rupa sehingga contoh dapat
mewakili semua karakteristik dari lot contoh harus diambil secara acak,
yaitu dari berbagai lokasi (atas, tengah, bawah).
b. Kontainer yang terbuka, pecah, atau rusak yang tidak representatif dari lot
tidak boleh disampling.
c. Untuk tujuan sampling mikrobiologis, PPC (Petugas Pengambil Contoh)
tidak boleh mensampling produk yang telah melewati tanggal “gunakan
sebelum/ terbaik sebelum” (kadaluwarsa)
d. Sampel harus dikumpulkan sedemikian rupa sehingga dapat diuji sebelum
tanggal kadaluwarsa.
e. Jika memungkinkan, untuk produk buah dan sayuran segar, PPC harus
mengambil sampel yang 5 hari sebelum tanggal kadaluwarsa produk.
f. Jika memungkinkan, sampel harus dikumpulkan dari produk yang telah
dikemas (prepackaged product) yang akan dibeli oleh konsumen.
g. Produk dalam jumlah besar (curah), sampel dapat dikumpulkan langsung
dari packing line atau container curah, tetapi sampel harus dikumpulkan
pada akhir line sebelum pengemasan. Pengambilan contoh sebaiknya
diambil langsung dari kontainer yang belum ditutup.
h. Jangan mengumpulkan contoh dari cull bin, karena mereka kemungkinan
tidak melewati tidak penyiapan dan pengepakan.
i. Untuk produk biji-bijian, gunakan alat khusus untuk melakukan sampling
biji-bijian yang dapat memperkecil ukuran sampel.

4) Ukuran sampel yang harus diambil


a. Jumalh sampel yang diambil harus diperhatikan sehingga benar – benar
mewakili
b. Ukuran sampel yang tergantung pada uji-uji laboratorium yang akan
dilakukan, contohnya:

8
- Untuk sumber kalori: 1-2 kg, kecuali untuk contoh yang ukurannya
besar disesuaikan dengan beratnya
- Untuk sayur dan buah: 1 – 2 kg
- Untuk bahan hwani (daging, telur, susu, ikan) sekitar 0.5 – 1 kg

Tabel 1 Ukuran sampel berdasarkan kelompok bahan pangan


Komoditas (gram) Contoh Minimal ukuran
sampel
Produk ukuran kecil <25 Beri, zaitun 1 kg
Medium : 25 – 250 Apel, jeruk 1 kg (10 unit)

Besar >250 Kol, ketimun 2 kg (5 unit)


Kacang-kacangan (pulses) Kacang kering dan 1 kg
polong – polongan
Cereal grains (biji-bijian) Beras, gandum 1 kg
Tree Nuts Kecuali kelapa 1 kg
Tree nuts kelapa 5 unit
Oilseeds (minyak biji- Kacang 0,5 kg
bijian)
Herbs Fresh Parsley 0,5 (0,2) kg
(lainnya)
Spices Dikeringkan 0,1 kg

5) Tahapan pengambilan sampel


a. Petugas pengambil contoh (PPC) harus memakai baju yang bersih untuk
mengurangi risiko kontaminas contoh tak terduga
b. Petugas harus mencuci tangan mereka sebelum melakukan sampling suatu
lot.
c. Hanya inspektor terlatih yang harus mengumpulkan contoh
d. Contoh harus diambil secara random, yaitu dari berbagai lokasi (atas,
tengah, dan bawah)
e. Bila mensampling kontainer master, pilihlah jumlah kontainer master yang
dikehendaki, secara acak, dan dari masing-masing kontainer master ini,
pilihlah paket acak dalam kontainer master.
f. Hati-hati jangan terlalu penuh memuat container sampel.
g. Kontainer sampel harus disegel (seal) dengan aman setelah pengisian
sehingga tidak dapat bocor atau terkontaminasi selama penanganan
normal. Sebaiknya sampel dikemas dobel untuk menahan kebocoran.
h. Pengemasan sampel harus dilakukan langsung di tempat untuk mencegah
kemungkinan kontaminasi. Jangan kemas lagi produk yang telah dikemas.
i. Untuk mempertahankan keutuhan produk, sampel harus dipak dengan
baik.

6) Penandaan dan informasi sampel


a. Sampel harus segera diberi tanda pengenal dengan nomor contoh.
b. Segera tempelkan label pada kontainer contoh atau gunakan rape penanda
untuk menandai nomor contoh.

9
c. Penandaan harus dapat dibaca dan permanen. Jangan gunakan pena tinta
pada kontainer contoh plastik karena tintanya dapat berpenetrasi ke dalam
kontainer.
d. Dalam pengambilan atau pengiriman contoh, lengkapi dengan informasi
yang rinci untuk mencegah terjadinya kekeliruan, memberikan
pemahaman serta dapat memberikan informasi yang jelas mengenai
contoh yang dianalisis. Contoh informasi yang mungkin harus
dicantumkan:
- Kode contoh (nomor dan kode contoh, tanggal pengambilan dan
diterima di tempat pencatatan atau laboratorium)
- Nama contoh : nama setempat atau nama sinonim dengan daerah lain,
nama ilmiah (genus, spesies, cultivar)
- Tempat/wilayah contoh diperoleh (nama desa, kecamatan, provinsi,
lautan, dataran rendah, dataran tinggi, pekarangan, perladangan daerah
irigasi dan dari warung, pasar, pasar swalayan, pinggir jalan, restoran,
pabrik dan sebagainya).
- Cara contoh diperoleh (dibeli, diterima dari daerah lembaga swasta /
pemerintah dan lain-lain)
- Bentuk bagian contoh yang diterima: 1) Asal nabati (seluruh bagian,
bagian akar, batang, daun, buah, dan lain-lain); 2) Asal hewani (seluruh
bagian tubuh, bagian kaki, sayap, hati, otak, ginjal, dan lain-lain)
- Keadaan fisik contoh : 1) segar, layu, mentah, matang atau terlalu
matang; 2) tekstur (keras/lunas), bau (harum/busuk), warna dll; 3)
Terolah: padat, berkuah, bumbu-bumbu, dalam cairan (garam, cuka,
sirup), berat per unit, jumlah satuan per bungkus.
- Cara contoh dikonsumsi (seluruh bagian atau yang dapat dimakan saja).
- Label (bila contoh berlabel, catat yang tertera dalam label
selengkapnya) : 1) khusus, makanan untuk golongan masyarakat
tertentu, misal untuk penderita diabetes, hipertensi; 2) Umum : catat
nomor kode produk, tanggal produk, tanggal kadaluwarsa, berat
contoh, berat keseluruhan, berat/unit, jumlah/unit, zat gizi yang tertera
dalam label (termasuk bahan kimia dan pengawet yang ditambahkan),
kemasan (botol, plastik, dan sebagainya).
- Harga: per kemasan, satuan berat atau per porsi
- Transportasi : contoh diterima di tempat dan cara pengirimannya
- Gambar atau foto: bisa diperlukan
- Nama pencatat

7) Penyimpanan dan Transportasi Sampel


a. Kondisi contoh harus dijaga dan dipertahankan komposisinya jangan
sampai berubah sebelum analisis dilakukan
b. Contoh harus dikemas sedemikian rupa misalnya dengan dibungkus
menggunakan plastik tebal atau wadah khusus dan dimasukkan dalam peti
atau termos berisi es balok atau es kering
c. Contoh harus dikirim secepat mungkin ke laboratorium dan segera setelah
sampai di laboratorium dimasukkan ke dalam freezer (suhu dibawah -
20°C)

10
d. Penyimpanan dan transportasi contoh lab harus dilakukan dalam kondisi
yang dapat menghindarkan dari setiap perubahan dalam produk.

8) Temperatur pengiriman Sampel


Kesalahan temperatur dapat meningkatkan kecepatan kerusakan produk.
Untuk uji mikrobiologi, dapat menyebabkan replikasi atau kematian
mikroorganisme target pengujian sehingga hasil analisis menjadi tidak valid.
1. Residu pestisida, kontaminan kimia, BTP, pengawet, treatment, iradiasi
Contoh harus dipertahankan pada suhu yang tepat sehingga saat tiba di lab
dapat tercegah dari kerusakan. Penyimpanan bisa dilakukan dengan cara
disimpan di dalam lemari es, jika produk sangat mudah rusak atau menjadi
terlalu matang. Penyimpanan beku bisa mencegah kerusakan (deteriorasi)
lebih lanjut.
2. Iradiasi
Contoh harus dipertahankan pada suhu tepat untuk mencegah
deteriorasi/kerusakan produk. Contoh dapat dimasukkan ke dalam lemari
es, tetapi tidak dapat dibekukan, terutama jika produk sangat mudah rusak.
3. Mikrobiologi
Semua contoh harus dimasukkan ke dalam lemari es, yaitu dijaga pada
suhu 0 – 5°C. Contoh tidak boleh dibekukan. Lab dapat menilak untuk
menganalisa contoh yang mereka anggap mencurigakan, dan atau contoh
yang mereka percaya telah disimpan pada temperatur yang tidak tepat
selama pengiriman. Contoh yang telah disimpan di dalam lemari es yang
tiba di lab dengan temperatur antara 5 – 7°C dapat dianalisis atas kebijakan
lab. Tetapi contoh yang tiba di lab dengan temperatur di atas 7°C tidak
akan dianalisis.

9) Pengiriman sampel
Sebelum menempatkan contoh dalam wadah/kontainer pengiriman, pastikan
bahwa masing-masing contoh telah diberi identitas dengan benar dengan satu
nomor contoh. Letakkan laporan sampling dalam amplop yang diberi cap di
luar kontainer pengiriman/di dalam kantong plastik dalam kontainer
pengiriman. Pastikan bahwa kontainer pengiriman diberi label dan diseal
dengan baik. Beri tanda pada kontainer pengiriman pernyataan berikut:
“MUDAH RUSAK, TANGANI HATI-HATI”. Kirimkan kontainer dengan
alat transportasi yang tepat. Informasikan pada pembawa mengenai perlunya
refrigerasi dan adanya dry ice, jika digunakan. Contoh harus dikirimkan dalam
waktu yang telah diperhitungkan. Jika contoh akan dikirimkan pada akhir
pekan dan tidak akan ada orang di lab yang akan menerimanya, simpan contoh
pada temperatur penyimpanan yang tepat di tempat kerja, dan kirimkan pada
dini hari.

e. Metode Pengambilan Contoh/Sampel


Ada dua metode dalam pengambilan contoh, yaitu metode lotere dan metode
kendaraan. Metode lotere digunakan untuk memilih contoh dari populasi yang
bentuknya terkemas, sedangkan metode kendaraan digunakan untuk memilih
contoh dari populasi yang berbentuk curah.

11
1. Metode lotere
- Menggunakan potongan kertas
1) Apabila kita memiliki lot barang sebanyak 36 kotak dan ingin
mengambil 6 kotak sebagai contoh.
2) Siapkan potongan-potongan kertas berukuran sama sebanyak ukuran
lot. Beri nomor sesuai dengan ukuran lot (N) dalam hal ini 1 sampai 36
3) Masukkan kertas-kertas tersebut dalam sebuah kotak
4) Kocok kertas-kertas berisi angka-angka tersebut.
5) Ambil secarik kertas dan catat nomor yang keluar
6) Kembalikan kertas tersebut ke dalam kotak, kocok kembali dan ulang
prosedur ini sampai terpilih 6 nomor yang berbeda. Cara ini disebut
acak karena masing-masing nomor mempunyai peluang yang sama
untuk terpilih, dengan catatan bahwa sesudah pengambilan nomor,
kertas harus dikembalikan lagi ke dalam kotaknya.
- Menggunakan tabel acak
1) Apabila ukuran lot sebesar 300 kotak dan diambil contoh sebanyak 20
kotak
2) Beri nomor urut setiap kemasan atau unit, misalnya 1, 2, 3, dst >300.
3) Karena jumlah kemasan seluruhnya terdiri atas 3 digit (200), maka
dibutuhkan suatu bilangan acak yang terdiri dari 3 angka acak dalam 3
kolom berurutan yang terpilih, untuk setiap kemasan yang akan diambil
sebagai contoh.
4) Untuk menentukan titik awal, tunjuk secara acak (misalnya dengan
pensil) suatu angka pada halaman pertama tabel acak, dalam hal ini
misalnya menunjuk pada baris 11, 12, 13), yaitu 3203. Dua angka
pertama untuk nomor baris dan dua angka berikutnya untuk nomor
kolom titik awal. Sebagai titik awal terpilih baris 32 dan kolom 3.
5) Catatlah masing-masing 3 angka mulai dari titik awal ke arah kenana
sebanyak 20 pasang. Diperoleh angka 592, ini lebih besar dari 300
sehingga tidak digunakan. Berikutnya angka yang tidak lebih besar dari
300 adalah: 126, 236, 163, 189, 278. Kemudian karena tinggal 2 angka,
pembacaan dilanjutkan ke baris selanjutnya (baris 33) dan agar mudah
diambil ke arah kiri maka diperoleh angka 70, 210...dan seterusnya
sampai diperoleh 20 pasang angka yang berbeda. Unit-unit dengan
nomor terambil dipilih sebagai contoh.

2. Metode kendaraan
Pengambilan contoh secara acak dapat pula dilakukan pada produk lepas
(curah) berupa biji-bijian yang umumnya dibawa di dalam kontainer atau
palka kapal dan harus diambil menggunakan alat khusus. Diagram metode
pengambilan contoh kendaraan dapat dilihat pada Gambar 1. Contoh yang
diambil dari suatu kendaran harus terdiri dari paling sedikit 5 cuplikan
(probes) yang diambil dari titik-titik sebagai berikut.
a. Pada titik tengah palka
b. Sekitar 1 – 1,5 m dari pintu/dinding belakang palka dan 0.5 m ke arah
dalam dari satu sisi palka
c. Sekitar 1 – 1,5 m dari ujung yang sama dari palka, tetapi 0,5 m dari sisi
yang berlawanan seperti pada pengambilan contoh (2) dan (5) seperti

12
pada pengambilan contoh (2) dan (3) tetapi dari ujung dan sisi palka yang
berlawanan.
Metode ini dapat pula diterapkan pada produk yang dikemas, apabila
pengambilan contoh dilakukan langsung di dalam kendaraan, biasaya di
pelabuhan.
0,5 m dari sisi 0,5 m dari sisi

ujung belakang
1-1,5 m dari
Tengah

Pintu
ujung belakang
1-1,5 m dari

f. Bahan dan Alat


Sampel : tepung terigu

g. Prosedur Kerja
1. Persiapan peralatan dan sarana pengambilan contoh :
- Peralatan pengambilan contoh (misal sarung tangan, sekop, vakum dsb)
- Wadah contoh (misal kantong plastik, kantong aluminium foil)
- Sarana pengiriman (misal : wadah pendingin, wadah beku)
- Sarana identifikasi (misal : label, spidol, ballpoint, lem)
2. Prosedur pengambilan contoh
Kemasan contoh dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu kemasan kamba (curah),
kemasan besar (karung/peti besar), dan kemasan kecil (biasanya kurang dari 5kg
per kemasan primer). Sistem pengambilan contoh untuk ketiga jenis kemasan
tersebut berbeda. Jumlah contoh untuk masing-masing mengikuti Tabel 1.

2.1 Pengambilan contoh kemasan curah


Pengambilan contoh yang kemasannya berbentuk curah mengikuti prosedur
berdasarkan SNI Pengambilan Contoh Padatan. Sedangkan, penentuan titik –
titik pengambilan contohnya mengikuti metode pengambilan contoh acak
metode kendaraan.
Prosedur pengambilan contoh adalah sebagai berikut:
1) Ambil contoh dari suatu kendaraan yang terdiri dari paling sedikit 5 (lima)
cuplikan
2) Masing-masing titik diambil minimal 1 kg atau minimal 5 unit
3) Seluruh contoh dicampur dan diambil mengikuti Tabel 1.
4) Pisahkan contoh untuk tiap pengujian yang berbeda dengan penanganan
yang bersifat khusus, tergantung jenis uji yang akan dilakukan.

13
2.2 Pengambilan contoh kemasan besar
Pengambilan contoh dengan kemasan besar mengikuti prosedur berdasarkan
SNI Pengambilan Contoh Padatan. Penentuan titik pengambilan contoh (peti
yang akan dijadikan contoh) berdasarkan metode pengambilan contoh acak,
baik lotere menggunakan potongan kertas maupun tabel acak.
2.3 Prosedur pengambilan contoh kemasan kecil
2.3.1 Produk tanpa kemasan sekunder
Prosedur pengambilan contoh untuk menentukan status penerimaan dan
penolakan, secara umum mengacu pada Codex AQL 6.5. Jika prosedur
Codex, diambil secara utuh maka prosedur pengujian menjadi sangat mahal
karena semua contoh harus diuji satu per satu untuk menentukan status
penerimaan atau penolakan. Namun, jika pengujian dapat dilakukan
dengan cepat, maka metode Codex AQL 6.5 dapat dilakukan secara penuh.
Prosedur untuk pengambilan contoh mengikuti Codex (Tabel 5 sampling
plan 1). Penentuan titik pengambilan berdasarkan metode kendaraan. Misal
ada lot dengan jumlah kemasan sebanyak 6000 buah, masing-masing
kemasan beratnya 3 kg. Maka prosedur pengambilan contohnya adalah
sebagai berikut.
1) Ambil 13 kemasan (lihat Tabel 5) dari posisi yang sesuai dengan
metode kendaraan
2) Buka kemasan, ambil dari masing-masing kemasan sebanyak 1kg
(minimal 5 unit)
3) Seluruh contoh dicampur dan diambil mengikuti Tabel 1.
4) Pisahkan contoh untuk tiap pengujian yang berbeda dengan
penanganan yang bersifat khusus, tergantung jenis uji yang akan
dilakukan.
5) Contoh yang tidak dipakai dikembalikan.

2.3.2 Produk dengan kemasan sekunder


Prosedur untuk pengambilan contob merupakan perpaduan antara SNI
Pengambilan Contoh Padatan dan Codex AQL 6.5. Misal lot dengan
jumlah kemasan sekunder sebanyak 300 peti. Masing-masing peti berisi 20
kemasan primer (total kemasan primer sebanyak 6000 buah), masing-
masing kemasan beratnya 3 kg.
Berdasarkan SNI (lihat Tabel 3 dan 4), jumlah contoh primer yang harus
diambil adalah 200 kemasan, yang berasal dari 20 peti (masing-masing peti
diambil 10 buah kemasan primer). Sedangkan, menurut Codex AQL 6.5
contoh yang harus diambil adalah 13 buah. Maka prosedur pengambilan
contohnya adalah sebagai berikut.
1) tentukan 20 peti dengan metode acak
2) buka peti dan dari tiap peti diambil 10 kemasan
3) dari 200 kemasan dicampur dan diambil 13 kemasan dengan metode
acak
4) dari tiap kemasan diambil sebanyak 1 kg (minimal 5 unit)
5) seluruh contoh dicampur dan diambil mengikuti tabel 1.
6) Pisahkan contoh untuk tiap pengujian yang berbeda dengan
penanganan yang bersifat khusus, tergantung jenis uji yang akan
dilakukan.

14
7) Contoh yang tidak terpakai, dikembalikan lagi.

2.4 Identifikasi Contoh


1) Beri label wadah unit contoh sesudah contoh diambil. Tempelkan label dengan
baik agar label tidak mudah lepas selama proses penanganan atau
pengangkutan.
2) Beri nomor setiap wadah untuk contoh atau tuliskan kode contoh pada label.
Kode dimaksudkan supaya identitas contoh tidak diketahui oleh laboratorium
pengujian. Kode pada label harus sama dengan kode pada laporan.
3) Jika unit contoh diambil dari kemasan yang besar seperti kotak karton, tulis
identitas karton pada label contoh untuk memberi peluang pengujian kembali
contoh yang sama.
4) Label dapat berupa kertas berperekat atau bahan lain yang tidak mungkin
diganti isinya tanpa merusaknya. Tulis identitas label dengan tanggal, nomor
contoh, dan orang yang mengumpulkan contohnya. Jika dikehendaki lebih dari
satu contoh, perlakuan setiap unit contoh harus sama.

2.5 Pelaporan
Setelah pengambilan dan pengiriman contoh, dibuat laporan pengambilan
contoh dengan menggunakan formulir dibawah ini.
Nama Petugas :
Nomor Reg. Petugas :
No. Urut pengambilan contoh :
Nama Pemohon :
Nama Laboratorium Penguji :
Alamat :
Identifikasi Contoh :
- Tanggal pengambilan contoh :
- Nama contoh / kode :
- Tujuan pengambilan contoh :
- Kondisi contoh :
- Suhu pada saat pengambilan :
contoh
- Jumlah contoh :
- Tempat pengambilan contoh :
- Kemasan contoh :
- Identitas alat angkut :
- Metode pengambilan contoh :
Catatan Pengambilan contoh :

Petugas Pengambil Contoh Penerima contoh

(Tanda Tangan PPC) (Tanda tangan petugas


administrasi lab yang dituju)

15
Tabel 1 Produk-produk tanaman : deskripsi conto primer dan jumlah minimum contoh
laboratorium
Klasifikasi Contoh Jumlah minimal
No. Contoh primer yang diambil
Komoditas Komoditas yang diambil
1 Buah dan Berri Keseluruhan unit, atau paket 1 kg
sayuran segar Kapri atau unit-unit diambil dengan
Produk segar peralatan pengambil contoh
ukuran kecil
Unit umumnya
<25 gram

Produk segar Apel Keseluruhan unit 1 kg (sedikitnya


berukuran Jeruk 10 unit)
sedang
unit umumnya
25 – 250 gram

Produk segar Kubis Keseluruhan unit 2 kg (sedikitnya


yang berukuran Ketimun 5 unit)
besar
unit umumnya
>250 gram
2 Biji-bijian Kedelai 1 kg
Padi 1kg
Gandum 1kg

Kacang 0,5 kg
Tanah
Catatan : produk biji-bijian, dengan menggunakan peralatan seperti tertera di dalam
SNI (Gambar 1), tiap karung diambil sekitar 100 gram.

Tabel 2 Jumlah contoh yang harus diambil (SNI Padatan)


Jumlah contoh per lot Jumlah contoh yang diambil
karung/ peti karung/peti
sd 10 Semua contoh
11 – 25 5
26 – 50 7
51 – 100 10
>100 Akar pangkat dua dari jumlah contoh

Tabel 3. Jumlah kemasan kecil yang harus diambil dari jumlah yang ada
Jumlah kemasan kecil Jumlah kemasan kecil untuk contoh
10.000 200
20.000 250
40.000 300
60.000 350
>100.000 400
Catatan : jika jumlah kemasan kecil berada di antara angka yang tertera dalam tabel,
maka contoh yang diambil mengikuti angka yang diatasnya.

16
Tabel 4 Jumlah kemasan kecil yang diambil dari setiap karton
Jumlah kemasan kecil dalam karton Maksimum jumlah kemasan kecil yang
diambil dari masing-masing karton
>24 15
12 – 24 10
< 12 semua kemasan kecil dalam karton
Catatan : penentuan jumlah karton yang dibuka dengan rumus x/y
x = angka dari tabel 3
y = angka dari tabel 4

Tabel 5. Sampling plan 1 (Inspection level 1, AQL = 6.5)


a. Berat bersih sama atau lebih kecil dari 1 kg (2.2 LB)
Jumlah Lot (N) Jumlah contoh (n)
4.800 atau kurang 6
4.801 – 24.000 13
24.001 – 48.000 21
48.001 – 84.000 29
84.001 – 144.000 48
144.001 – 240.000 84
lebih dari 240.000 126

b. Berat bersih lebih dari 1 kg (2.2LB) tapi tidak lebih dari 4.5 kg (10LB)
Jumlah Lot (N) Jumlah contoh (n)
2.400 atau kurang 6
2.401 – 15.000 13
15.001 – 24.000 21
24.001 – 84.000 29
84.001 – 144.000 48
144.001 – 240.000 84
lebih dari 240.000 126

h. Pertanyaan pre-lab
1. Mengapa rencana pengambilan sampel penting untuk dilakukan ? Berikan
contoh penerapannya dalam pengambilan sampel pada produk pangan.
2. Sebutkan faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan rencana sampling?
3. Dalam pemilihan sampel kemasan, berapa persen jumlah maksimum sampel
yang harus diambil dari suatu populasi dan berapa sampel minimumnya?
4. Sampel yang diambil dari bahan terkemas harus bersifat representatif dalam
hal ini coba anda jelaskan maksudnya secara singkat.
5. Apa yang dimaksud dengan contoh/sampel aseptis? Berikan contohnya.

17
BAB III
ANALISIS KADAR AIR

a. Latar belakang
Air adalah salah satu senyawa yang penting di dalam makanan karena
bepengaruh terhadap karakteristik organoleptik seperti penampakan (rupa),
tekstur, cita rasa, penerimaan, kesegaran dan daya simpan (daya tahan) suatu
bahan makanan. Selain karakteristik fisik, air juga berpengaruh terhadap
karakteristik kimia dan biologi suatu makanan. Secara kimiawi, air penting dalam
proses pemecahan atau hidrolisis, melarutkan komponen molekul seperti gula,
garam, asam dan sebagai media pendispersi khusus untuk suatu makromolekul.
Air juga penting dalam proses pemindahan panas (heat transfer) dan sebagai
pengangkut zat gizi serta sisa hasil metabolisme.
Penentuan kadar air pada suatu bahan pangan penting dilakukan karena
menentukan persentase zat gizi secara keseluruhan. Kadar air yang tinggi akan
menyebabkan kadar zat gizi lain seperti protein, lemak, abu dan karbohidrat
menjadi lebih rendah. Sebaliknya, kadar air yang rendah akan berpengaruh
terhadap kadar zat gizi lain yang lebih tinggi. Penentuan kadar air pada suatu
bahan pangan juga berpengaruh terhadap penentuan bobot kering suatu bahan
pangan. Total padatan merupakan berat bahan kering pada suatu bahan kering
yang kandungan airnya sudah dihilangkan. Penentuan kadar suatu gizi per bahan
kering lebih cenderung banyak dilakukan karena bobotnya biasanya lebih stabil.
Metode penetapan kadar air yang ideal harus mengikuti syarat sebagai
berikut: cepat, tanpa prosedur panjang, penerapannya luas, mudah dan dapat
dilakukan oleh setiap orang dengan hanya pelatihan dalam waktu singkat, biaya
realif murah, cukup teliti, dan tepat serta tidak berbahaya. Terdapat beberapa
metode penentuan kadar air, dan pemilihan metodenya harus didasarkan pada
beberapa hal sebagai berikut:
a. Bentuk air yang terdapat (terikat atau bebas)
b. Sifat bahan pangan yang dianalisa (apakah mudah terurai atau teroksidasi)
c. Jumlah relatif air yang terdapat di dalam bahan pangan
d. Kecepatan analisis
e. Ketepatan yang dianalisis
f. Ketersediaan peralatan dan biaya yang diperlukan.
Kadar air yang benar-benar akurat sebenarnya sulit ditentukan karena di
dalam bahan pangan selain terdapat air dalam bentuk air bebas (free water),
terdapat juga air dalam bentuk terikat kuat pada dinding sel (adsorbed water) dan
air yang terikat secara kimia (water of hydration). Selain, beberapa faktor juga
turut berpengaruh terhadap penetapan kadar air, seperti :
1. Kemungkinan adanya bahan lain yang mudah menguap dan ikut menguap
bersama air saat dikeringkan;
2. Kemungkinan bahan terurai yang menghasilkan air sehingga kadar air lebih
besar dari yang sebenarnya;
3. Terjadi reaksi dengan udara seperti reaksi oksidasi dari lemak atau minyak
sehingga menyebabkan bahan pangan beratnya bertambah dan berakibat pada
hasil analisis yang lebih kecil dari sesungguhnya.
Air dalam bahan pangan terikat dalam berbagai bentuk. Air bebas atau
air yang terabsorbsi relatif mudah ditentukan. Air terabsorpsi atau air terikat, air

18
kristal dan air yang secara mekanis terikat dengan matriks dapat ditentukan atau
tidak dapat ditentukan secara tepat dengan berbagai metode. Panas yang
berlebihan tidak dapat digunakan pada bahan pangan yang mengandung banyak
gula. Bahan pangan dengan kandungan lipid yang tinggi dengan suhu tinggi, lipid
dapat teroksidasi dan secara nyata menunjukkan penambahan berat karena adanya
reaksi pembentukkan peroksida dan degradasi produk. Produk-produk yang
mengandung senyawa-senyawa volatile (mudah menguap) akan melepaskan
senyawa-senyawa ini selama pemanasan.

b. Prinsip Analisis
Bahan pangan yang digunakan sebagai sampel dipanaskan pada suhu
tertentu sehingga semua air yang terkandung menguap (keluar dari bahan pangan)
yang ditunjukkan dengan berat bahan yang konstan setelah dipanaskan pada
beberapa waktu tertentu. Berat bahan yang berkurang menunjukkan kadar air dari
bahan pangan yang hilang dan menunjukkan jumlah yang tersimpan di dalam
bahan pangan. Metode penentuan kadar air secara gravimetrik biasanya digunakan
pada bahan pangan yang tahan terhadap panas (stabil). Metode ini juga dapat
digunakan pada metode oven vakum, kecuali untuk produk yang banyak
mengandung sukrosa atau glukosa.

c. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar air dengan metode gravimetrik pada sampel yang akan
dianalisis.

d. Bahan dan Alat


Sampel : tepung terigu
Alat :
1) Timbangan analitik
2) Sudip
3) Oven
4) Desikator
5) Gegep besi
6) Cawan aluminium

e. Prosedur Percobaan
1) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven (130 ± 3°C) selama 1 jam
2) Cawan didinginkan dengan cara diletakkan di dalam desikator sampai
suhunya turun menjadi suhu kamar
3) Cawan tersebut kemudian ditimbang dan dicatat hasilnya (a gram)
4) Dimasukkan sekitar 2-3 gram sampel ke dalam cawan aluminium tersebut dan
ditimbang beratnya (x gram)
5) Cawan dimasukkan ke daam oven (130 ± 3°C) selama 1 jam
6) Cawan didinginkan dengan cara dipindakan ke dalam desikator sampai suhu
kamar
7) Berat akhir cawan ditimbang (y gram)

(𝒙−𝒚)𝒙 𝟏𝟎𝟎%
Kadar air (%bb) = (𝒙−𝒂)𝒈𝒓𝒂𝒎

19
Keterangan :
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan kosong (gram)
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram)
a = berat cawan kosong (gram)

f. Tabel Hasil Pengamatan


Tabel 2 Tabel hasil pengamatan analisis kadar air
Kelompok Berat Berat cawan Berat cawan setelah % Kadar
Sampel (g) kosong (g) dikeringkan (g) air
1
2
3
4
5
6

g. Pertanyaan Pre-Lab:
1. Sebutkan lima faktor yang perlu dipertimbangkan ketika memilih metode
analisis kadar air untuk produk pangan spesifik!
2. Apa kelebihan dari metode oven vacuum dibandingkan metode forced draft
oven dalam analisis kadar air?
3. Prosedur analisis kadar air untuk sampel/produk makanan cair (liquid)
membutuhkan penambahan 1-2 mL air deionisasi pada sampel ke dalam cawan
pengabuan. Apa fungsi dari penambahan air tersebut dalam menentukan kadar
air sampel?

20
BAB IV
ANALISIS KADAR ABU

a. Latar belakang
Abu adalah zat anorganik yang dihasilkan dari pembakaran senyawa
organik. Di dalam bahan pangan selain abu, terkandung juga komponen
anorganik lainnya, yaitu mineral. Kadar abu juga berpengaruh terhadap sifat
atau karakteristik bahan pangan. Kadar abu menunjukkan jumlah atau total
mineral dalam bahan pangan, yaitu total atau kuantitas dari sejumlah mineral
seperti kalsium (Ca), natrium (Na), kalium (K), klorida (Cl), flor (F) dan lain-
lain.
Analisis kadar abu melibatkan tahapan pengarangan yang dilakukan
sebelum bahan pangan diabukan pada alat bernama tanur (furnace). Tahapan
pengarangan dilakukan dengan memanaskan bahan pangan dalam cawan
porselen di atas api (kompor listrik atau mantel pemanas). Tujuan tahapan
pengarangan adalah menguapkan zat organik dalam bahan pangan. Tahapan
pengarangan dapat dinyatakan sudah selesai apabila tidak ada lagi asap putih
yang muncul.
Proses pengabuan adalah salah satu tahapan analisa kadar abu, yaitu
pemanasan bahan pangan sehingga yang tersisa adalah bahan anorganik (abu).
Proses ini biasanya membutuhkan waktu yang agak lama dan untuk membantu
agak proses dapat berjalan lebih cepat, dapat ditambahkan kwarsa murni
sebelum pengabuan. Tujuan penambahan kwarsa adalah agar luas permukaan
bertambah dan menambah porositas. Bahan lain yang dapat ditambahkan untuk
mempercepat proses pengabuan adalah gliserol-alkohol agar terbentuk kerak
yang porosus dan proses oksidasi semakin cepat. Selain itu, menambahkan
hidrogen peroksida juga dapat mempercepat proses oksidasi.
Kadar mineral dalam bahan pangan memengaruhi sifat fisik bahan
pangan. Kadar mineral dalam jumlah tertentu dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme tertentu. Berikut ini adalah beberapa bentuk mineral dalam
bahan pangan:
a) Garam organik: garam malat, oksalat, asetat, dan pektat
b) Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, sulfat dan nitrit
c) Senyawa kompleks yang bersifat organis

Metode penentuan kadar abu disebut juga metode pengabuan, dan terdiri
atas 3 jenis metode pengabuan, yaitu:
1) Pengabuan kering (prinsip gravimetrik)
2) Pengabuan basah
3) Pengabuan plasma suhu rendah
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode
pengabuan, yaitu tujuan analisis, jenis makanan yang dianalisis dan peralatan
yang tersedia. Percobaan penentuan kadar abu pada praktikum ini
menggunakan metode pengabuan kering (prinsip gravimetrik) karena alat yang
tersedia adalah tanur (furnace).
Metode pengabuan kering merupakan metode pengabuan yang
menggunakan tanur yang dipanaskan pada suhu 550°C. Pada metode ini, air
dan bahan volatile diuapkan dan bahan organik dipanaskan hingga

21
menghasilkan CO2, H2O, dan N2. Kelemahan dari metode ini adalah sebagai
berikut.
1) Waktu yang dibutuhkan cukup lama
2) Biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur
3) Kehilangan mineral yang mudah menguap pada suhu tinggi
Sedangkan, keuntungan penggunaan metode pengabuan kering adalah
sebagai berikut:
1) Aman, mudah, murah dan sederhana
2) Hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit
3) Beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan
4) Tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif
5) Abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral

b. Prinsip Analisis
Prinsip analisis kadar abu adalah residu atau sisa pengabuan adalah bahan
anorganik yang tersis setelah bahan organik didestruksi (teroksidasi). Kadar
abu tidak selalu ekuivalen (setara) dengan kadar mineral, karena ada beberapa
bahan mineral yang dapat hilang setelah mengalami volatilisasi (penguapan)
atau interaksi antara konstituen. Kandungan abu yang tinggi dalam bahan
makanan dapat memberikan petunjuk adanya kemungkinan pemalsuan.
Kandungan abu dapat dikelompokkan ke dalam abu larut air dan abu larut asam
(tidak larut air). Kadar abu tidak larut air (larut asam) yang tinggi menunjukkan
tingginya kadar pasir dan silika dalam bahan pangan.

c. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar abu pada bahan pangan dengan metode gravimetrik
(pengabuan kering)

d. Alat dan Bahan


Sampel : tepung terigu
Alat :
1) Timbangan analitik
2) Sudip
3) Tungku pemanas
4) Desikator
5) Tanur
6) Gegep besi

e. Prosedur Percobaan
1) Cawan porselen dipanaskan pada pembakar selama 5 menit kemudian
dimasukkan ke dalam tanur yang sudah diatur waktunya pada suhu 550C°
selama 1 jam.
2) Cawan porselen dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan ke dalam desikator
sampai suhunya turun (suhu kamar)
3) Ditimbang berat cawan porselen kosong (a gram)
4) Ditimbang berat sampel sekitar 3-5 gram di dalam cawan porselen (b gram)
5) Sampel kemudian diarangkan menggunakan tungku pemanas hingga tidak
berasap

22
6) Cawan porselen berisikan sampel kemudian dimasukkan ke dalam tanur
(suhu 550C°) sampai terbentuk abu berwarna putih
7) Cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai suhu kamar (25°C)
8) Berat cawan dan abu ditimbang dan dicatat hasilnya (c gram)

(𝒄−𝒂)𝒙 𝟏𝟎𝟎%
Kadar abu (%bb) = (𝒃−𝒂)

Keterangan :
a = berat cawan kosong (gram)
b = berat cawan + sampel sebelum diabukan (gram)
c = berat cawan + sampel setelah diabukan (gram)

f. Tabel Hasil Pengamatan


Tabel 3 Tabel hasil pengamatan analisis kadar abu
Kelompok Berat Berat cawan Berat cawan Berat cawan %
Sampel kosong (g) + sampel (g) setelah diabukan Kadar
(g) (g) abu
1
2
3
4
5
6

g. Pertanyaan Pre-lab
1. Mineral apa saja yang mungkin hilang (volatile) selama proses pengbuan
dengan metode pengabuan kering??
2. Apa kekurangan metode pengabuan basah?
3. Apa kelebihan metode pengabuan basah?
4. Mengapa analisis kadar abu dalam bahan penting dilakukan?
5. Tuliskan kelebihan pengabuan dengan metode pengabuan kering!

23
BAB V
ANALISIS KADAR PROTEIN

a. Latar belakang
Protein merupakan zat gizi yang terdiri atas asam-asam amino. Asam-
asam amino ini terdiri atas gugus karboksil, gugus amin, rantai samping dan
karbon. Penentuan kadar protein dalam bahan pangan sangat penting berkaitan
dengan label pangan.
Penetapan kadar protein secara akurat merupakan pekerjaan yang sulit
dilakukan karena beberapa faktor sebagai berikut:
1) Protein membentuk grup yang sangat beragam dan sangat kompleks, baik
dalam bentuk maupun dalam sifat sehingga sulit untuk memisahkan,
memunirkan atau mengekstrak protein
2) Sifat amfoterik dari protein
3) Kemampuan mengabsorpsi yang tinggi
4) Sensitivitas protein terhadap elektrolit, panas, pH dan pelarut
Analisa protein pada bahan pangan biasanya merujuk pada kadar total
protein (crude protein) dan bukan protein dengan jenis atau kelompok tertentu.
Jumlah gram protein dalam suatu bahan pangan diperoleh dari hasil kali jumlah
nitrogen (N) dengan faktor konversi (6,25). Angka ini merupakan asumsi atau
anggapan bahwa protein sederhana mengandung sekitar 16% nitrogen
sehingga 100/16 = 6.25. Asumsi yang diterapkan pada metode penetapan kadar
protein kasar (crude protein) adalah bahwa semua nitrogen yang dianalisa
berasal dari protein, bukan berasal dari molekul non-protein.
Metode yang banyak digunakan untuk analisis kadar protein adalah
metode Kjeldahl. Metode ini dapat digunakan untuk semua bahan pangan atau
makanan. Berikut ini adalah beberapa daftar faktor konversi nitrogen ke protein
berdasarkan kelompok bahan pangannya.

Tabel 4 Faktor konversi nitrogen-protein


Bahan Pangan Faktor konversi
Gandum (utuh) 5,83
Terigu 5,70
Makaroni, spaghetti 5,70
Beras (semua varietas) 5,95
Rye, barley dan oats 5,83
Kacang tanah 5,46
Kacang kedelai 5,71
Kelapa 5,30
Wijen, biji bunga matahari 5,30
Susu (semua spesies) dan keju 6,38
Bir, sirup, biji-bijian, ragi, makanan
6,25
ternak, buah-buahan, tepung jagung

b. Prinsip Analisis
Metode analisis kadar protein dengan prosedur kjeldahl mengukur kandungan
nitrogen dalam sampel. Kadar nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan rasio

24
berdasarkan kelompok pangan yang dianalisis. Produser kjeldahl pada
dasarnya terdiri atas 3 bagian:
1) Digesti
Nitrogen dari protein dalam bahan dibebaskan sebagai amonia melalui
proses destrukti (digesti). Reagen atau bahan kimia yang digunakan pada
tahapan ini adalah H2SO4 atau asam sulfat pekat yang kemudian dipanaskan
di atas tungku pemanas. Amonia yang sudah dilepaskan dari ikatan protein
akan berikatan dengan asam sulfat menjadi ammonium sulfat.
2) Distilasi
Dalam tahapan distilasi atau penyulingan, penambahan bahan NaOH,
amonia dari ammonium sulfat akan dilepaskan kembali kemudian akan
berikatan dengan asam borat dan menjadi ammonium borat.
3) Titrasi
Pada tahapan ini, ammonium borat akan dititrasi dengan larutan HCl
standar. Dari titrasi ini total nitrogen yang beasal dari protein dapat
diketahui. Kadar protein dalam suatu bahan pangan diperoleh dengan
mengalikan persentase nitrogen dengan faktor konversi (sesuai Tabel 1).

c. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar protein pada sampel dengan metode semi-mikro kjeldahl.

d. Alat dan Bahan


Sampel : tepung jagung
Alat dan Bahan :
1) Labu kjeldahl
2) Labu distilasi
3) Erlenmeyer 100 mL
4) Buret
5) Magnetic stirrer
6) Labu takar 100 mL
7) CuSO4.asam laktat 10%
8) KMnO4 (1:9)
9) Selenium mix
10) H2SO4 pekat
11) HCl standar
12) Asam borat 3%
13) Indikator metil merah

e. Prosedur Percobaan
1) Bahan ditimbang kira-kira 0,5 sampai 10 gram menurut besarnya
kandungan protein
2) Bahan yang sudah ditimbang, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
3) Ditambahkan ½ atau 1 sendok selenium mix atau 5 gram CuSO4.asam
laktat 10% dan KMnO4 (1:9)
4) Kemudian ke dalam labu kjeldahl ditambahkan H2SO4 sebanyak 25 mL
(dapat ditambahkan beberapa batu didih)
5) Dipanaskan mula-mula dengan api kecil, kemudian apinya dibesarkan
sampai muncul larutan berwarna hijau jernih dan uap SO2 hilang

25
6) Larutan dari labu kjeldahl kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100
mL dan diencerkan sampai tandari tera
7) Dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan
10 mL NaOH 10% atau lebih
8) Larutan tersebut kemudian disulingkan (didistilasi)
9) Destilat penampung adalah 20 mL larutan asam borat 3%. Destilasi
dilakukan sampai uap destilasi tidak bereaksi basa lagi (uji dengan kertas
pH)
10) Setelah destilasi, bilas ujung kondensor dengan air suling
11) Larutan asam borat dititrasi dengan HCl standar dengan menggunakan
metil merah sebagai indikator. Perubahan warna yang terjadi adalah
penanda bahwa analisis sudah selesai.

Perhitungan :
(𝑚𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ−𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 14𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 = 𝑚𝑔 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Keterangan : fp = faktor pengenceran

f. Tabel Hasil Pengamatan


Tabel 5 Tabel hasil pengamatan analisis kadar protein
Berat V HCl V Blanko N %
Sampel FP %N
sampel (g) titrasi (mL) (ml) HCl Protein
1
2
3
4
5
6

g. Pertanyaan pre-lab :
1. Apakah fenolftalein dapat digunakan sebagai indikator dalam titrasi
kjeldahl? Bila iya, tuliskan alasannya. Dan Jika tidak, mengapa?
2. Jelaskan fungsi dari bahan kimia berikut yang digunakan dalam praktikum
analisis kadar protein dengan semi-mikro kjeldahl.
a. Asam borat
b. H2SO4
c. NaOH
d. HCl standar
3. Mengapa tidak perlu melakukan standardisasi larutan asam borat?
4. Jelaskan bagaimana faktor yang digunakan untuk menghitung persen protein
produk diperoleh, dan mengapa faktor-faktor protein untuk beberapa serelia
lainnya (misalnya, gandum, oat, barley) berbeda dengan analisis pada
jagung?
5. Untuk setiap kelemahan dari metode Kjeldahl, berikan metode analisis
protein lain yang dapat mengatasi kelemahan tersebut?

26
BAB VI
ANALISIS KADAR LEMAK

a. Latar belakang
Lemak atau lipid adalah komponen zat gizi makro yang sedikit atau tidak
larut di air, tetapi larut pada pelarut organik non polar seperti eter, aseton, metanol,
dan benzena. Sifat utama ini sering digunakan dalam prinsip analisis lemak atau
pemisahan lemak dari komponen yang lain. Pelarut yang berbeda akan
memberikan hasil ekstraksi lemak yang juga berbeda.
Kadar lemak sering dianalisa menggunakan metode ekstraksi dengan
pelarut non polar (solvent extraction methods), seperti metode Soxhlet, Goldfish,
dan Mojonnier. Kadar lemak juga dapat dianalisa tanpa menggunakan pelarut
(nonsolvent wet extraction methods), seperti metode Babcock dan Gerber. Analisa
kadar lemak juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode atau instrumen
khusus dengan pemanfaatan sifat fisik dan kimia dari lemak.
Karakteristik sampel (kering atau basah), tujuan analisis (official atau
rapid test), dan ketersediaan alat (tradisional atau modern) menentukan pemilihan
metode analisis kadar lemak. Sampel kering atau makanan cemilan (snack food)
lebih cocok dianalisis dengan metode soxhlet atau metode Goldfish. Sampel cair
seperti susu murni sebaiknya dianalisa menggunakan metode Mojonnier atau
metode Babcock.

Gambar 1 Penampang alat Soxhlet

b. Prinsip Analisis
Analisis kadar lemak metode Soxhlet merupakan analisis yang
menggunakan prinsip ekstraksi dengan pelarut yang semikontinyu. Pelarut yang
digunakan merupakan pelarut non polar organik seperti eter, petroleum eter atau
heksan. Percobaan kali ini menggunakan heksan. Pelarut akan mengelilingi
chamber ekstraksi selama sekitar 5-10 menit kemudian selama pemanasan akan
mengalami penguapan dan pengembunan (distilasi) kemudian masuk kembali ke

27
dalam tempat sampel. Pelarut yang sudah melebihi batas tinggi akan mengalir
kembali ke dalam chamber ekstraksi atau labu soxhlet melalui lengan siphon
(siphon arm). Penentuan kadar lemak sampel dilakukan dengan membandingkan
labu lemak kosong dengan labu lemak setelah ekstraksi.

c. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar lemak pada suatu sampel dengan metode Soxhlet

d. Alat dan Bahan


Sampel : tempe goreng atau gorengan lainnya
Alat dan bahan :
1) Alat soxhlet lengkap 1 set
2) Labu lemak
3) Timbangan analitik
4) Desikator
5) Oven
6) Pemanas listrik
7) Kertas saring dan soxhlet filter paper (selongsong)
8) Cawan aluminium dan timbel yang telah dipanaskan pada suhu 70°C selama
24 jam
9) Gelas piala 250mL
10) Mortar
11) Kapas
12) Benang
13) Penjepit labu lemak (gegep besi)
14) Gunting atau cutter
15) N-heksan

e. Prosedur Percobaan
1) Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram
2) Sampel tersebut kemudian dimasukkan ek dalam selongsong kertas saring
yang sudah diberikan kapas dan diikat dengan benang
3) Sisakan benang atau tali pengikat sepanjang 15 cm sebagai tali sisa
4) Sampel dikeringkan di dalam oven suhu 80C selama 1 jam
5) Selama proses pengeringan sampel, labu lemak juga dikeringkan di dalam
oven selama kurang lebih 15 menit
6) Labu lemak dimasukkan ke dalam desikator dan jika sudah mencapai suhu
kamar, ditimbang dan dicatat hasilnya (W1)
7) Sampel yang sudah dikeluarkan dari oven kemudian dimasukkan ke dalam
soxhlet yang sudah dipasang pada penyangga
8) Labu lemak dipasangkan dibagian bawah (di atas tungku pemanas) dan
disambungkan dengan soxhlet
9) Pelarut n-heksan dituangkan ke dalam sampel sampai turun ke labu lemak
melalui siphon arm
10) Labu lemak dipanaskan selama kurang lebih 2 jam dengan skala panas sekitar
5
11) Setelah 2 jam, labu lemak diambil menggunakan penjepit dan dikeringkan di
oven pada suhu 105°C selama kurang lebih 15 menit

28
12) Labu lemak dimasukkan ke dalam desikator sampai mencapai suhu kamar
dan ditimbang.
13) Berat labu lemak setelah ekstraksi dicatat (W2).
14) Persentase kadar lemak sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

(𝑊1−𝑊2)
Kadar lemak = 𝑥 100%
𝑊

Keterangan :
W1 = bobot labu lemak sebelum ekstraksi (gram)
W2 = bobot labu lemak setelah ekstraksi (gram)
W = bobot sampel (gram)

f. Tabel Hasil Pengamatan


Tabel 6 Hasil pengamatan kadar lemak
Sampel Berat Berat Labu lemak Berat Labu lemak % kadar
sampel (g) kosong (g) setelah ekstraksi (g) lemak
1
2
3
4
5
6

g. Pertanyaan Pre-lab
1. Tuliskan perbedaan analisis kadar lemak metode soxhlet dan Goldfish!
2. Pelarut apa saja yang dapat digunakan untuk analisis lemak metode soxhlet?
3. Jelaskan keunggulan analisis metode soxhlet dibandingkan metode lainnya!

29
BAB VII
ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT METODE LUFF SCHROOL

a. Latar belakang
Karbohidrat merupakan salah satu bahan pangan yang penting karena
terkait label pangan (nutrition facts di kemasan pangan). Analisis kadar
karbohidrat dengan metode Luff Schrool merupakan metode analisis karbohidrat
yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSN) dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) Nomor 01-2891-1992. Analisis yang dimaksud adalah total
karbohidrat (total kandungan semua jenis karbohidrat di dalam suatu bahan
pangan, dari kelompok monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan
polisakarida).
Metode luff-shcrool dapat diaplikasikan untuk analisis karbohidrat
produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekul rendah dan pati
alami atau pati termodifikasi. Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan
keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantifikasi gula sederhana yang
terbentuk. Namun, reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat tidak bisa
stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang
berpengaruh terhadap reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen.
Pereaksi yang digunakan dalam metode ini aalah CH3COOH 3%, larutan
luff-schrool, KI 20%, Na2S2O3 0.1 N, NaOH 30%, H2SO4 25%, dan HCl 3%.
Fungsi dari asam klorida atau HCl adalah untuk menghidrolisis pati menjadi
monosakarida, yang akan bereaksi dengan larutan uji luff-schrool (mereduksi ion
tembaga Cu2+ menjadi Cu+. Kemudian, akan ditambahkan NaOH yang berfungsi
untuk menetralkan larutan sampel yang sebelumnya sudah ditambahkan HCl.
Asam asetat (CH3COOH) digunakan setelah proses penetralan pH dengan NaOH
dengan tujuan untuk menciptakan suasana yang sedikit asam. Dalam metode Luff-
Schrool, pH harus diperhatikan dengan cermat. Suasana yang terlalu asam akan
menyebabkan analisis kadar karbohidrat menjadi overestimate pada tahapan
titrasi karena terjadinya reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2.

O2 + 4I- + 4H+ → 2I2 + 2H2O

Apabila pH larutan terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan
menadi lebih rendah (underestimate) daripada hasil yang seharusnya. Hal ini
terjadi karena pada pH tinggi akan terjadi risiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi
I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). H2SO4 ditambahkan untuk mengikat ion
tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi monosakarida dengan pereaksi luff-
schrool, kemudian membentuk CuSO4-. KI akan bereaksi dengan tembaga sulfat
membentuk buih cokelat kehitaman. Langkah terakhir yang dilakukan dalam
metode Luff-Schrool adalah titrasi dengan natrium tiosulfat.
Tahapan reaksi setelah penambahan asam sulfat, KI, dan titrasi dengan
natrium tiosulfat:
R – COH + CuO → CuO2 + R – COOH
H2SO4 + CuO → CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI → CuI2 + K2SO4
2CuI2 → Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 → Na2S4O6 + NaI

30
b. Prinsip Analisis
Prinsip analisis dengan metode Luff Schrool adalah sebagai berikut:
senyawa yang mengandung karbohidrat akan dipecah menjadi gula yang lebih
sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam (HCl) dan panas. Monosakarida
yang terbentuk akan dianalisis dengan metode Luff-Schrool. Monosakarida yang
sudah terbentuk dari sampel akan membuat Cu2+ tereduksi menjadi Cu+.
Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi
bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan ion tembaga (Cu2+) akan
dikuantifikasi atau ditentukan dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).
Berikut ini adalah reaksi yang terjadi:
Karbohidrat komplek → gula sederhana (gula pereduksi)
Gula pereduksi + 2 Cu 2+
→ Cu2O (s)
2+
2 Cu (kelebihan) + 4I -
→ 2CuI2 → 2 CuI- + I2
I2 + 2S2O32- → 2 I- + S4O62-

c. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar karbohidrat total pada suatu bahan pangan dengan
metode Luff-Schrool.

d. Alat dan Bahan


Sampel : minuman siap saji
Alat dan Bahan Kimia :
1) Gelas ukur 100 mL
2) Erlenmeyer
3) Timbangan analitik
4) Pipet ukur 10 mL
5) Biuret
6) Hot plate
7) Corong
8) Larutan HCl 3%
9) Na3PO4 10%
10) Na2HPO4 10%
11) Pereaksi luff schrool
12) Batu didih
13) H2SO4 26,5% /25%
14) KI (Kalium Iodida) 15%
15) Na2S2O3 0.1 N Natrium tiosulfat
16) Indikator amilum 1%

e. Prosedur Percobaan
- Pembuatan larutan luff-schrool
Larutan luff – schrool dibuat dengan menambahkan 143,8 gram Na2CO3
anhidrat di dalam 300 mL air suling sambil diaduk, kemudian ditambahkan
dengan 50 gram asam sitrat monohidrat yang telah diaduk dengan 50 mL air
suling. Ditambahkan 25 gram CuSO4.5H2O yang dilarutkan dengan 100 mL
air suling. Larutan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 1 liter,
diencerkan sampai tanda tera dengan air suling kemudian dihomogenkan.

31
- Persiapan sampel
1) Sebanyak 5 mL sampel dipipet kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
100 mL.
2) Ditambahkan ke dalam labu takar 100 mL Pb-asetat setengah basa,
dihomogenkan (ditambahkan larutan Na2HPO4 1% dengan pipet tetes
secara perlahan sampai terbentuk endapan berwarna putih).
3) Ditambahkan kembali dengan Na2HPO4 1% sampai tidak terbentuk
endapan putih kembali (berarti kelebihan Pb-asetat sudah diendapkan
semuanya).
4) Ditera dengan air suling sampai tanda garis, kemudian dihomogenkan.
5) Dibiarkan selama kurang lebih 30 menit kemudian disaring

- Penentuan kadar gula dengan metode luff – schrool sebelum inversi


1) Pipet 10 mL filtrat larutan sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
500 mL
2) Air suling sebanyak 15 mL dan 25 mL larutan luff – schrool ditambahkan,
beserta beberapa batu didih.
3) Larutan dipanaskan selama 2 menit sampai mendidih dan dididihkan terus
sampai 10 menit dengan api kecil.
4) Larutan segera didinginkan di dalam es dan ditambahkan 10 mL KI 30%,
25 mL H2SO4 25% (ditambahkan dengan hati-hati karena akan terbentuk
CO2)
5) Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan thio 0.1 N dengan
indikator kanji 0.5% (a mL)
6) Hal yang sama dikerjakan untuk blanko menggunakan 25 mL air suling dan
25 mL larutan luff (tanpa sampel) (b mL)

- Penentuan kadar gula dengan metode luff – schrool sesudah inversi


1) Sebanyak 10 mL filtrat larutan sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL
2) Ditambahkan HCl 25% sebanyak 5 mL
3) Dipanaskan dalam pemanas air pada suhu 70°C selama 10 menit (gunakan
stopwatch)
4) Setelah larutan dingin, dinetralkan dengan NaOH 30% dengan
menggunakan indikator pp hingga warna merah berubah menjadi merah
jambu muda.
5) Ditepatkan hingga tanda tera dengan air suling.
6) Dipipet 10 mL larutan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL
7) Ditambahkan 10 mL air suling dan 25 mL larutan luff – schrool serta
beberapa batu didih.
8) Dipanaskan selama 2 menit sampai mendidih dan dididihkan terus menerus
sampai 10 menit dengan api kecil.
9) Larutan segera didinginkan dengan es dan ditambahkan 10 mL KI 30%, 25
mL H2SO4 25% (ditambahkan dengan hati-hati karena akan terbentuk CO2)
10) Larutan kemudian dititirasi dengan larutan thio 0.1 N dengan indikator
kanji 0,5% (a mL)
11) Dikerjakan pula untuk blanko menggunakan 25 mL air suling dan 25 mL
larutan Luff – schrool (tanpa sampel) (b mL).

32
Cara perhitungan :
(𝑏−𝑎)𝑥 𝑁 𝑡ℎ𝑖𝑜
Z mL = 0.1

Z mL thio 0.1 N pada daftar ekivalen dengan y mg glukosa atau sakarida


lainnya (lihat tabel 2).

(𝑦 𝑚𝑔 𝑥 𝐹𝑃)
Kadar gula sebelum inversi = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%
(𝑦 𝑚𝑔 𝑥 𝐹𝑃)
Kadar gula setelah inversi = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%

Kadar sukrosa = (kadar gula setelah inversi – kadar gula sebelum inversi) x
0,95

Tabel 7 Nilai 25 mL reagen Luff – Schrool


Na2S2O3 Glukosa, fruktosa, Laktosa Maltosa Na2S2O3
0.1 N gula invers C12H22O11 C12H22O11 0.1 N
C6H12O6
mL mg perbedaan mg perbedaan mg perbedaan mL
1 2,4 2,4 3,6 3,7 3,9 3,9 1
2 4,8 2,4 7,3 3,7 7,8 3,9 2
3 7,2 2,5 11,0 3,7 11,7 3,9 3
4 9,7 2,5 14,7 3,7 15,6 4,0 4
5 12,2 2,5 18,4 3,7 19,6 3,9 5
6 14,7 2,5 22,1 3,7 23,5 4,0 6
7 17,2 2,6 25,8 3,7 27,5 4,0 7
8 19,8 2,6 29,5 3,7 31,5 4,0 8
9 22,4 2,6 33,2 3,8 35,5 4,0 9
10 25,0 2,6 37,0 3,8 39,5 4,0 10
11 27,6 2,7 40,8 3,8 43,5 4,0 11
12 30,3 2,7 44,6 3,8 47,5 4.1 12
13 33,0 2,7 48,4 3,8 51,6 4.1 13
14 35,7 2,8 52,2 3,8 55,7 4.1 14
15 38,5 2,8 56,0 3,9 59,8 4.1 15
16 41,3 2,9 59,9 3,9 63,9 4.1 16
17 44,2 2,9 63,8 4,0 68,0 4,2 17
18 47,1 2,9 67,7 4,0 72,2 4,3 18
19 50,0 3,0 71,7 4,1 76,5 4,4 19
20 53,0 3,0 75,7 4,1 80,9 4,5 20
21 56,0 3.1 79,8 4,1 85,4 4,6 21
22 59,1 3.1 83,9 90,0 4,6 22
23 62,2 88,0 94,6 23

33
f. Pertanyaan pre-lab:
1. Apa yang dimaksud dengan gula pereduksi dan berikan contoh beserta gambar
struktur molekulnya?
2. Bagaimana cara menghitung kadar gula pereduksi dan non-pereduksi dengan
menggunakan metode Luff-Schrool? Jelaskan!
3. Bagaimana cara menghitung kadar sukrosa dengan menggunakan metode Luff
– schrool? Jelaskan!
4. Sebutkan alternatif metode analisis kadar gula pereduksi selain dengan metode
Luff – Schrool? Dan jelaskan prinsip dasarnya!

34
BAB VIII
ANALISIS KADAR SERAT PANGAN METODE ENZIMATIS –
GRAVIMETRIK

a. Latar Belakang
Serat pangan adalah bagian dari tanaman atau bagian dari karbohidrat
komplek yang tidak dapat dicerna di bagian usus halus manusia, tetapi dapat
difermentasi sebagian di bagian usus besar. Meskipun serat merupakan bagian
dari karbohidrat, serat tidak dapat berpengaruh terhadap kadar gula darah. Serat
pangan terdiri atas karbohidrat yang tidak dapat dicerna (sebagian dari
polisakarida dan oligosakarida) serta beberapa bagian dari tanaman seperti
selulosa, hemiselulosa, lignin dan pektin.
Serat pangan memiliki peranan yang sangat penting bagi kesehatan
manusia, yaitu melancarkan sistem saluran cerna dan berpengaruh juga
terhadap penurunan kadar kolesterol darah. Sumber utama serat pangan adalah
sayur dan buah, biji – bijian serta kacang-kacangan. Jumlah serat pangan yang
harus dikonsumsi oleh orang dewasa Indonesia per hari adalah 20 – 35 gram
atau 10 – 15 gram/1000 kkal menu.
Serat pangan dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat kelarutannya,
yaitu serat pangan larut air (soluble dietary fiber atau disingkat SDF) dan serat
pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber atau disingkat IDF). Total dari
SDF dan IDF adalah serat pangan total (total dietary fiber disingkat TDF). SDF
merupakan serat yang dapat larut dalam air hangat atau panas, serta dapat
diendapkan oleh larutan campuran air dan etanol dengan rasio 1:4. Sedangkan,
IDF adalah serat pangan yang tidak dapat larut pada air panas atau air dingin,
dan merupakan bagian struktural tanaman. Serat yang tidak larut dalam air
banyak terdapat di dalam kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-
kacangan. Serat yang larut air biasanya berupa gum dan pektin.

b. Prinsip Analisis
Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah analisis kadar serat
pangan metode enzimatis gravimetrik. Metode analisis ini telah terstandar
menurut AOAC 2000, yaitu metode 985.29. Metode ini dapat diterapkan pada
semua jenis sampel dan keuntungannya adalah metodenya cukup sederhana
dan biaya yang dibutuhkan cenderung tidak mahal. Prinsip percobaan dengan
metode ini adalah simulasi pencernaan manusia dengan sampel analisis
diinkubasi menggunakan enzim-enzim yang terdapat pada saluran cerna,
seperti enzim termamyl, pepsin, dan pankreatin. Jenis serat yang dapat
dianalisis adalah serat larut air, serat tidak larut, dan total serat pangan. Kadar
serat pangan dihitung sebagai zat sisa atau bagian yang tidak terhidrolisis atau
tidak tercerna selama proses inkubasi.
Secara spesifik, penentuan kadar serat pangan didasarkan pada tiga
prinsip utama, yaitu : 1) Perlakuan enzim untuk mencerna pati dan protein; 2)
Pengendapan serat larut menggunakan pelarut etanol; dan 3) Isolasi dan
penimbangan sisa/residu serat pangan serta pengkoreksian untuk kadar protein
dan abu pada residu (McCleary 2003; BeMiller 2010). Metode analisis
enzimatik – gravimetrik terdiri atas lima tahapan utama, yaitu:

35
a. Persiapan sampel: sampel sebaiknya dalam keadaan kering, berukuran
kecil (0,3 sd 0,5 mm mesh), bebas lemak atau kandungan lemaknya sangat
renah (<10% lemak)
b. Pada tahap gelatinisasi : sampel dipanaskan atau dididihkan pada suhu 95
– 100°C selama kurang lebih 35 menit. Tahapan ini bertujuan agar granula
– granula pati menjadi lebih mudah untuk dihidrolisis pada tahapan
selanjutnya.
c. Pada tahapan pencernaan (digestion dan hidrolisis), karbohidrat dan
protein harus sempurna tercerna agar hasil analisis tidak overestimate.
Enzim – enzim katalitik hidrolisis yang digunakan pada tahapan ini adalah
enzim α – amylase (memotong ikatan α 1,4 menghasilkan
maltooligosakarida PD 3 – 6), protease untuk mencerna protein,
pullulanase dan isoamilase (memotong cabang α 1,6 menghasilkan rantai
lurus), dan glukoamilase (memotong ikatan α 1,4 dan 1,6 untuk
menghasilkan monosakarida).
d. Pada tahapan pengendapan, sampel kemudian ditambahkan pelarut etanol
hingga 4 kali volume sampel hasil perlakuan pencernaan.
e. Komponen larut air dan yang tidak tercerna kemudian dipisahkan dengan
menggunakan metode penyaringan menggunakan pompa vakum. Sisa
serat yang tersaring kemudian dikeringkan dan ditimbang untuk penentuan
kada serat pangan secara gravimetrik.

c. Tujuan Percobaan
Penentuan kadar serat pangan total, kadar serat pangan larut dan kadar serat
pangan tidak larut air pada sampel dengan metode enzimatik – gravimetrik.

d. Alat dan Bahan


Sampel : tempe atau gorengan tempe (sampel bebas lemak dari analisis kadar
Soxhlet).
Alat dan bahan :
1) Timbangan analitik
2) Erlenmeyer 250 mL
3) Penangas air (waterbath).
4) pH meter
5) aluminium foil
6) Corong buchner
7) Oven biasa
8) Pompa vakum
9) Peralatan gelas
10) 0.1 M buffer natrium fosfat pH 6,0
11) 4 M HCl
12) 4M NaOH
13) Petroleum eter
14) Pepsin NF
15) Etanol teknis 95%
16) Aseton puriss
17) Enzim termamyl 60 mL
18) Pankreatin 4X NF

36
e. Prosedur Percobaan
1) Sampel basah dihomogenasi dan digiling
2) Sampel harus diekstraksi dengan metode soxhlet atau dibuat bebas lemak
selama sekitar 15 menit (pelarut yang digunakan adalah petroleum eter)
3) Sampel bebas lemak seberat 1 gram ditimbang (dicatat beratnya) dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer
4) Ditambahkan 25 mL 0.1 M buffer natrium fosfat pH 6 kemudian diaduk
5) Ditambahkan 100 μL enzim termamil dan diinkubasi di waterbath selama
15 menit
6) Sampel kemudian dibiarkan dingin dan ditambahkan air akuades kemudian
pH diatur dengan HCl sampai pH turun menjadi 1.5
7) Ditambahkan 100μg pepsin kemudian diinkubasi kembali selama 60 menit
pada suhu 40°C
8) Ditambahkan 20 mL air destilasi dan pH diatur dengan NaOH sampai
menjadi 6.8
9) Ditambahkan dengan 100μg pankreatin
10) Erlenmeyer kemudian ditutup dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu
40°C
11) pH diatur kembali dengan HCl agar turun menjadi 4.5
12) Larutan kemudian disaring dengan corong buchner (crucible)

Residu
13) Kertas saring dicuci dengan 2 x 10 mL etanol 95% dan 2x 10 mL aseton
14) Kertas saring kemudian dikeringkan pada suhu 105°C di dalam oven
15) Dikeluarkan dari oven, dimasukkan ke dalam desikator dan setelah dingin
pada suhu ruang, dicatat beratnya
16) Kertas saring kemudian diabukan pada tanur dengan suhu 550°C selama 5
jam

Filtrat
17) Volume filtrat (larutan setelah disaring) diatur menjadi 100 mL
18) Larutan ditambahkan dengan 400 mL etanol 95% dan dibiarkan
mengendap selama 1 jam
19) Disaring dengan corong buchner
20) Kertas saring dicuci dengan 2x10 mL etanol 78% dan 2x10 mL etanol 95%
dan 2x10 mL aseton
21) Dikeringkan di oven pada suhu 105°C C selama kurang lebih 24 jam
22) Kertas saring yang sudah kering dimasukkan ke dalam desikator dan
setelah suhunya turun ditimbang beratnya
23) Kertas saring kemudian diabukan pada tanur dengan suhu 550°C selama 5
jam

37
f. Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 8 Serat Tidak Larut
KS1 KS2 CW1 CW2 SPTL
Kelompok Sampel w (g)
(g) (g) (g) (g) (g)
1
2
3
4
5
6

Tabel 9 Hasil pengamatan serat larut


KS3 KS4 CW3 CW4 SPL
Kelompok Sampel w (g)
(g) (g) (g) (g) (g)
1
2
3
4
5
6

Keterangan :
w = berat sampel (gram)
KS1 = kertas saring residu sebelum disaring (kosong)
KS2 = kertas saring residu setelah disaring
KS3 = kertas saring filtrat sebelum disaring (kosong)
KS4 = kertas saring filtrat setelah disaring
CW1 = Cawan porselen residu kosong
CW2 = Cawan porselen residu setelah diabukan
CW3 = Cawan porselen filtrat kosong
CW4 = Cawan porselen filtrat setelah diabukan
SPTL = Serat pangan tidak larut
SPL = Serat pangan larut

Rumus Perhitungan :
(𝐾𝑆2 − 𝐾𝑆1) − (𝐶𝑊2 − 𝐶𝑊1)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑃𝑇𝐿 = 𝑥 100
𝑊
(𝐾𝑆4 − 𝐾𝑆3) − (𝐶𝑊4 − 𝐶𝑊3)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑃𝐿 = 𝑥 100
𝑊
Kadar Serat Pangan Total = SPL + SPTL

38
g. Pertanyaan Pre-Lab
1. Apa yang dimaksud dengan serat pangan?
2. Apa hubungan analisis serat pangan dengan perhitungan kadar kalori total dari
sebuah pangan?
3. Apa kelemahan utama dari analisis kadar serat pangan dengan metode
enzimatis gravimetrik?
4. Apa yang dimaksud dengan resistant starch? Bahan pangan apa yang banyak
mengandung resistant starch?
5. Apa perbedaan antara serat pangan dan serat kasar? Jelaskan.

39
BAB IX
ANALISIS KANDUNGAN Na DAN Cl METODE MOHR PRECIPITATION
TITRATION

a. Prinsip Analisis
Mohr titrasi adalah teknik titrasi langsung yang dapat digunakan untuk
mengukur jumlah ion Cl- yang kemudian dapat digunakan sebagai acuan
penentuan kadar Na dalam sampel melalui perhitungan persamaan stokiometri.
Teknik ini termasuk teknik tradisional yang terstandarisasi internasional untuk
penentuan kadar mineral Na dan Cl dalam bahan pangan. Salah satu aplikasi
metode ini adalah dalam penentuan kadar garam Butter yan telah
terstandarisasi secara internasional sesuai dengan AOAC method 960.29.
Prinsip analisis metode ini adalah larutan sampel yang mengandung
chloride (Cl-) dititrasi dengan larutan standar silver nitrate (AgNO3). Setelah
semua ion silver (Ag+) dari AgNO3 telah berikatan dengan semua Cl- dari
sampel, makan ion silver akan bereaksi dengan chromate (Cr) yang telah
ditambahkan dalam sampel sebelumnya sebagai indikator titrasi. Cr yang
bereaksi dengan Ag+ akan membentuk endapan ilver chromate yang berwarna
orange atau merah bata. Volume silver yang bereaksi dengan Cl- digunakan
untuk menghitung kandungan Sodium dalam sampel.
Secara teknis reaksi dapat dijabarkan sebagai berikut: bila ion Cl- netral
dititar dengan AgNO3 maka akan terbentuk endapan AgCl. Untuk
menunjukkan tiik akhir penitaran ditambahkan K2CrO4 yang akan membentuk
endapan AgCrO4 yang berwarna merah bata. AgCl mengendap terlebih dahulu
karena Ksp nya lebih kecil dari AgCrO4.
Setiap praktikan harus selalu memakai sarung tangan dan
menerapkan standar Good Laboratory Practice (GLP) dengan baik.
Penting diketahui bahwa potassium chromate (K2CrO4) dapat
menyebabkan reaksi sensitifitas yang serius pada kulit.
Berikut ini adalah tabel bahan pereaksi yang berpotensi bahaya dalam
praktikum kali ini.
Bahan pereaksi CAS No. Potensi bahaya
Potassium chloride (KCl) 7477-40-7 Iritasi
Potassium chromate 7789-00-6 Beracun, dan berbahaya untuk
(K2CrO4) lingkungan
Silver nitrate (AgNO3) 7761-88-8 Korosif dan berbahaya bagi
lingkungan
Selain itu, penggunaan kristal AgNO3 atau larutan garam perak dapat
menghasilkan noda warna coklat tua akibat proses foto-dekomposisi garam
terhadap logam perak. Tumpahan larutan AgNO3 juga mampu memudarkan
warna lantai. Oleh karena itu, apabila terjadi tumpahan dari bahan ini, maka
segeralah lap menggunakan spons, bilas dengan air 3 hingga 4 kal, dan
keringkan. Spons yang telah digunakan tersebut juga harus segera dibilas
beberapa kali dan diperas dengan tuntas. Cuci semua bekas larutan ini dengan
hati-hati dan bersih. Bilas beberapa kali untuk memastikan tidak ada sisa bahan
yang berbahaya ini.
Sampah yang mengandung potassium chromate dan silver nitrate harus
dibuang di tempat sampah khusus sampah-sampah yang mengandung bahaya.

40
Atau apabila dalam kondisi mendesak, sampah tersebut dapat dibilas terlebih
dahulu dengan air baru kemudia dibuang di tempat sampah yang biasa.

b. Pengenalan Instrumen Titrasi


Sebelum menggunakan buret sebaiknya periksa terlebih dahulu apakah
buret dalam kondisi baik (tidak pecah atau bocor), berikan sedikit saja vaselin
pada kran agar pengaturan penetesan mudah dilakukan.
Bersihkan buret sebelum digunakan dengan aquades, bilaslah buret
tersebut dengan sedikit aquades pada tahap pertama dan bilasan kedua dengan
sedikit zat kimia yang akan dimasukkan ke dalamnya minimal tiga kali untuk
tahap aquades dan satu kali untuk zat kimia yang akan dimasukkan. Cara
pembilasan adalah dengan posisi kran buret tertutup dan buret dibaringkan dan
diputar dengan tangan sehingga zat dapat membilas keseluruhan dalam buret
kemudian zat dibuang lewat kran buret yang dibuka.
Masukkan zat kimia yang akan digunakan ke dalam buret tersebut
dengan menggunakan corong. Lakukan pengisian sampai seluruh bagian buret
terisi (perhatikan bagian bawahnya!) dan tidak terdapat gelembung gas pada
buret.
Pasang buret pada statip dan kelm dengan baik agar posisinya stabil.
Lakukan titrasi pendahuluan terlebih dahulu menggunakan buret kapasitas 50,0
ml. Untuk selanjutnya, pada titrasi replikasi pemilihan buret harus berdasarkan
ketentuan: volume terukur yang teliti adalah sebanyak 30-70% dari kapasitas
buret. Jika dari hasil orientasi didapat volume titrasi 10,0 ml, maka titrasi
selanjutnya gantilah dengan buret kapasitas 25,0 ml.
Zat yang akan dititrasi disebut sebagai titrat (ditampung dalam
erlenmeyer), sedangkan larutan yang digunakan untuk menitrasi disebut
sebagai titran (dimasukkan ke dalam buret).
Posisi tangan pada saat titrasi ditunjukkan seperti gambar di bawah.

Tangan kiri digunakan untuk memegang dan mengendalikan kran buret.


Sementara tangan kanan digunakan untuk mengiyang-goyangnya erlenmeyer.
Tambahkan sedikit demi sedikit titran sampai terjadi perubahan warna pada
titrat. Untuk lebih menguatkan pengamatan perubahan larutan, maka

41
letakkanlah kertas putih sebagai alas erlenmeyer. Sejajarkan mata dengan skala
batas larutan pada saat pembacaan hasil titrasi. Perhatikan jenis larutan dalam
buret, apakah pembacaan dilakukan berdasarkan meniskus bawah ataukah
meniskus atas. Perhatikan dengan seksama batas meniskus dengan tanda skala
buret. Gunakan kertas putih yang diberi tanda garis hitam agar pembacaan
skala buret menjadi lebih jelas. Pembacaan bisa dilakukan hingga akurasi 2
angka di belakang koma bila pembacaan dilakukan secara seksama dan teliti.

c. Bahan dan Alat


1. Potassium chloride (KCl)
2. Larutan potassium chromate (K2CrO4) 10%
3. Larutan silver nitrate 0,1 M
4. 400 ml AgNO3 0,1 M, BM=169.89, setiap kelompok harus melakukan
standarisasi larutan AgNO3
5. Neraca analitik
6. Hot plate
7. Magnetic stirer
8. Kaca arloji
9. Spatula
10. Labu takar
11. Gelas piala
12. Erlenmeyer 125 ml dan 250 ml
13. Pipet volumetrik
14. Labu semprot
15. Buret
16. Penyangga buret

42
d. Prosedur Kerja
Gunakan selalu air deionisasi selama analisis mineral. Selalu lakukan
analisis secara duplikat (dua kali ulangan) dan duplo. Simpan larutan AgNO3
0,1 M ke dalam botol coklat. Gunakan larutan ini untut titrasi. Tuang ke dalam
buret apabila akan mentitrasi.
Standarisasi AgNO3 0,1 N
1. Siapkan larutan standar KCl
2. Timbang dengan akurat hingga empat desimal sebanyak 100 mg KCl
(BM=74.55) ke dalam erlenmeyer 125 ml
3. Larutkan dengan air deionisasi sebanyak 25 ml
4. Tambahkan 2-3 tetes K2CrO4 5%
5. Masukkan magnet pengaduk dan letakkan di atas magnetik stirer, pasang
di bawah buret
6. Titar dengan AgNO3 0,1 M sampai terbentuk endapan merah coklat (perta
akan muncul endapan putih, kemudian hijau, baru kemudian warna pink-
orange). Titik akhir titrasi ini muncul karena terbentuknya Ag2CrO4
7. Penting diketahui bahwa pengadukan yang sempurna merupakan tahap
yang esensial
M AgNO3 = M of AgNO3/L
= (g KCl/ml AgNO3) x (1 mol KCl/74.555 g) x (1000 ml/1L)
8. Beri label nama kelompok dan nilai molaritas larutan hasil standarisasi
pada botol penyimpanan larutan AgNO3

Analisis sampel
1. Pipet dengan akurat 5 ml sampel secara duplikasi ke dalam 250 ml gelas
piala, kemudian tambahkan 95 ml air mendidih ke dalam masing-masing
gelas piala
2. Aduk dengan magnetik stirer selama 30 detik, diamkan 1 menit, kemudian
aduk kembali selama 30 detik
3. Pindahkan sebanyak 50 ml dari masing-masing gelas piala ke dalam
masing-masing erlenmeyer 250 ml
4. Tambahkan 1 ml indikator K2CrO4 10%
5. Titar masing-masing dengan AgNO3 0,1 M hingga muncul pertama kali
warna merah coklat yang stabil selama 30 detik

Perhitungan
% chloride
= (ml AgNO3 x ml sampel) x (mol AgNO3/L) x (35.5 g x mol NaCl) x (1L/1000
ml) x 100 x FP
% NaCl (garam)
= (ml AgNO3 / ml sampel) x (mol AgNO3/L) x (58.5 g/ mol NaCl) x
(1L/1000ml) x 100 x FP

43
e. Pertanyaan Pre-Lab
1. Untuk sampel padat, penanganan apa yang perlu dilakukan sebelum masuk ke
tahap analisis?
2. Bagaimana cara menyiapkan 400 ml AgNO3 0,1 M (BM=169.89)?
3. Apakah metode ini dapat digunakan untuk sampel kecap dan jus anggur?
Kenapa!
4. Apabila titrasi dilakukan melebihi titik akhir, apakah hasil analisis
overestimate atau underestimate?

44
BAB X
ANALISIS KANDUNGAN Na DAN Cl METODE VOLHARD
PRECIPITATION TITRATION

a. Prinsip Analisis
Mineral Na dan Cl dapat dianalisa dengan prinsip titrasi pengendapan
(precipitation titration), yaitu teknik titrasi yang melibatkan reaksi dengan
hasil reaksi berupa endapan. Selain dengan metode Mohr dengan sistem titrasi
langsung, NaCl juga dapat dianalisa dengan lebih akurat dengan teknik
tradisional titrasi pengendapan metode Volhard. Metode Volhard precipitation
titration merupakan metode analisa dengan menggunakan prinsip titrasi balik
atau titrasi tidak langsung. Titrasi balik merupakan teknik titrasi dengan
mengkuantifikasi sisa larutan standar yang tidak ikut bereaksi.
Penentuan kadar Na dan Cl metode Volhard dilakukan dengan
penambahan larutan perak nitrat (AgNO3) dengan konsentrasi yang diketahui
(N) dan dalam volume yang diketahui pula. Ag+ dari perak nitrat mengikat Cl-
yang terkandung dalam sampel membentuk AgCl hingga semua Cl- dalam
sampel terikat. Kelebihan silver (Ag+) yang mengikat Cl- kemudian dititrasi
balik menggunakan larutan standar Amonium Tiosianat dengan ion Ferric
sebagai indikator. Kadar Cl dalam sampel dapat dihitung dari selisih total
larutan perak nitrat yang ditambahkan dengan jumal Amonium Tiosianat yang
digunakan untuk mentitrasi sisa Ag yang tidak bereaksi dengan Cl. Warna
merah akan muncul apabila ada Tiosianat yang tidak berikatan dengan Ag,
berikatan dengan Fe3+. Kadar garam atau NaCl dalam sampel bisa dihitung
dengan mengalikan kadar Cl dengan 1.648. dalam analisa NaCl metode
Volhard, air yang digunakan harus dididihkan terlebih dahulu untuk
mengurangi kesalahan akibat adanya karbonat yang dapat menghalangi
jalannya reaksi hal ini perlu diupayakan agar kelarutan perak karbonat lebih
rendah dari pada kelarutan perak klorida (Ward dan Carpenter 2010).
Ag+ + Cl- AgCl (until all Cl- is complexed)
Ag+ + SCN- AgSCN
(to quantitate silver not complexed with chloride)
SCN- + Fe3 FeSCN
(red when there is any SCN- not complexed to Ag+)
Beberapa kelemahan dari titrasi pengendapan anatara lain perlu waktu
yang lama untuk mendapatkan reaksi yang sempurna, adanya risiko kesalahan
reaksi yang menghasilkan produk reaksi yang tidak diinginkan, dan lemahnya
indikator penentu titik akhir titrasi.
Teknik analisa NaCl metode Volhard dapat diaplikasikan untuk berbagai
sampel pangan yang mengandung NaCl. Produk olahan susu dan daging yang
sering ditambahkan garam juga dapat dianalisa kandungan NaClnya dengan
metode ini, Saat ini, metode analisa NaCl titrasi Volhard sudah tersedia dalam
bentuk strip yang mudah, cepat dan akurat hingga ±10% untuk kadar NaCl
kisaran 0.3-10%.

45
b. Bahan dan Alat
1. Neraca analitik
2. Kaca arloji
3. Erlenmeyer
4. Blender
5. Hot plate
6. Evaporator
7. Tanur
8. Buret
9. Air destilasi
10. Na2CO3
11. Larutan HNO3
12. Larutan standar AgNO3
13. Larutan FeNH4(SO4)2

c. Prosedur Kerja
SALT-VOLHARD TITRATION
Titration of Sample
Moisten 5 g of sample incrucible with 20 ml of 5% Na2 CO3 in water

Evaporate to dryness

Char on a hot plate under a hood until smoking stops

Combust at 500oC for 24 hr

Dissolve residue in 10 ml of 5 N HNO3

Dilute to 25 ml with d H2O

Titrate with standardized AgNO3 solution (from the Mohr method) until
while AgCl stops precipitating and then add a slight excess

Stir well, filter through a retentive filter paper, and wash AgCl throughly

Add 5 ml of a saturated solution of FeNH4(SO4)2 . 12H2O to the combined


titrate and washings

Add 3 ml of 12 N H2O3 and titrate excess silver with 0.1 N potassium


thiocyanate

Standardization of Potassium Thiocyanate Standard Solution


Determine working titer of the 0.1 N potassium thiocyanate standard solution
by accurately measuring 40-50 ml of the standard AgNO3 and adding it to 2
ml of FeNH4(SO4)2 . 12H2O indicator solution and 5 ml of 9 N HNO3

Titrate with thiocynate solution appears pale rose after vigorous shaking

46
Caculating Cl Concentration
Net volume of the AgNO3 = Total volume AgNO3 added-Volume titrated
with thiocyanate
1 ml of 0.1 M AgNO3 = 3506 mg chloride

Procedure for Volhard titration of chloride in plant material AOAC Method


915.01

d. Pertanyaan Pre-Lab
1. Jelaskan prinsip analisa kadar NaCl metode Volhard precipitation
titration!
2. Jelaskan perbedaan analisa NaCl metode Mohr dan Volhard!
3. Jelaskan kelemahan analisa kadar NaCl metode Volhard precipitation
titration!
4. Apakah analisa kadar NaCl metode Volhard precipitation titration dapat
diaplikasikan untuk sampel yang berbentuk padat? Jelaskan caranya!

47
BAB XI
ANALISIS KANDUNGAN Ca DAN Mg METODE EDTA
COMPLEXOMETRIC TITRATION

a. Prinsip Analisis
Ethylenediaminetetraacetate (EDTA) mampu membentuk kompleks
yang stabil pada perbandingan 1:1 dengan beberapa ion mineral termasuk Ca
dan Mg. Kemampuan ini dapat dimanfaatkan untuk penentuan kadar
komponen mineral Ca dan Mg dengan metode complexometric titration. Titik
akhir titrasi dapat dideteksi dengan menggunakan indikator yang berubah
warna apabila membentuk kompleks dengan ion mineral yang dianalisa.
Calmagite dan Eriochrome black T (EBT) merupakan indikator yang sering
digunakan dalam penetapan kadar Ca dan Mg. Indikator ini mampu berubah
warna dari biru menjadi pink ketika membetuk kompleks dengan Ca dan Mg.
Indikator ini berwarna pink ketika membentuk kompleks dengan ion logam,
dan berwarna biru apabila tidak membentuk kompleks dengan mineral. Reaksi
kompleks EDTA dengan Ca atau Mg ini berlangsung dengan baik pada pH 10.
Kompleks mineral dengan EDTA lebih kuat daripada dengan calmagite atau
EBT.
Ketika indikator calmagite atau EBT ditambahkan pada larutan yang
mengandung ion logam, maka indikator akan berikatan dengan logam tersebut
dan larutan akan berwarna pink. Pada saat ditambahkan EDTA, mineral yang
terkandung dalam bahan pangan lebih cenderung berikatan dengan EDTA dari
pada berikatan dengan indikator yang digunakan. Ketika semua ion logam
sudah berikatan dengan EDTA, maka indikator akan berwarna biru. Oleh
karena itu warna biru ini dijadikan penanda titik akhir dari titrasi. Volume dan
konsentrasi EDTA yang digunakan dalam titrasi tersebut digunakan untuk
menentukan konsentrasi Ca dalam sampel yang dinyatakan sebagai mg calcium
carbonate/L. Persamaan stokiometri yang digunakan adalam 1 mol kalsium
akan membentuk kompleks dengan 1 mol EDTA.

48
Berikut ini adalah list bahan yang mengandung potensi bahaya yang
digunakan dalam praktikum kali ini:
Bahan pereaksi CAS No. Potensi bahaya
Ammonium chloride (NH4Cl) 12125-02-9 Beracun
Ammonium hydroxide 1336-21-6 Korosif dan berbahaya
(NH4OH) untuk lingkungan
Calcium carbonate (CaCO3) 471-34-1 -
Calmagite (3-hydroxy-4-(6- 3147-14-6 -
hydroxy-m-
tolylazo)naphthalene-1-
sulfonic acid)
EDTA: 60-00-4 Iritasi
Ethylenediaminetetraacetic
acid, disodium salt
(Na2EDTA.2H2O)
Hydrochloric, concentrated 7647-01-0 Korosif
(HCl)

Calmagite dan EBT dapat digunakan sebagai indikator dalam analisis


kadar Ca metode kompleksometrik titrasi. Kedua indikator ini memberikan
perubahan warna yang sama dalam analisis ini, tetapi Calmagite lebih
disarankan untuk dipilih karena mampu menunjukkan titik akhir titrasi dengan
lebih tajam dibandingkan EBT. Selain itu, Calmagite juga lebih stabil disimpan
dalam bentuk larutan dibandingkan dengan EBT, sehingga memudahkan
penanganan. Untuk memudahkan titrasi, penambahan sedikit garam
magnesium akan mempertajam perubahan warna reaksi.
pH harus diusahakan 10±0.1. pH 10±0.1 lebih disarankan dibandingkan
dengan pH kurang dari 10 karena penambahan nilai pH akan mempertajam titik
akhir titrasi. Akan tetapi pH yang terlalu tinggi akan cenderung menyebabkan
pengendapan calcium carbonate atau magnesium hydroxide. Kecenderungan
pengendapan calcium carbonate ini menjadi alasan kenapa proses titrasi
idealnya tidak lebih dari 5 menit.
Titik akhir titrasi yang kurang jelas biasanya terjadi karena adanya
interfensi dari adanya mineral-mineral lainnya. Hal ini dapat dikurangi dengan
penambahan inhibitor seperti sodium cyanide. Penanganan inhibitor ini harus
hati-hati karena bahan ini beracun. Garam magnesium yang berikatan dengan
1,2-cyclo-hexanediaminetetraacetic acid (MgCDTA) yang mengkompleks
mineral-mineral tersebut dengan selektif, dapat digunakan sebagai alternatif.
Bagaimanapun, untuk sampel yang mengandung banyak logam berat
sebaiknya menggunakan metode selain EDTA-complexometric titration.

49
b. Bahan dan Alat
1. Buffer pH 10
2. Indikator Eriochrome Black T (EBT) atau Calmagite
3. NaCl
4. EDTA 0,01 M
5. Larutan standar CaCO3
6. Larutan HCl (1:1 dengan air)
7. Sampel Air Kelapa
8. Neraca analitik
9. Kaca arloji
10. Spatula
11. Labu takar
12. Enlenmeyer 125 ml
13. Corong
14. Pipet volumetrik
15. Labu semprot
16. Buret
17. Penyangga buret
18. pH meter

c. Prosedur Kerja
Standarisasi EDTA 0,01 M
1. Timbang 0,5 gram CaCO3, larutkan ke dalam erlenmeyer dengan air
deionisasi
2. Tambahkan beberapa ml HCl 1:1 sampai CaCO3 larutan sempurna
3. Tambahkan 50 ml air deionisasi, lalu panaskan hingga mendidih
4. Dinginkan
5. Tambahkan indikator merah metil
6. Netralkan menggunakan NH4OH4N atau HCl 1:1 sampai warna indikator
berwarna jingga
7. Encerkan ke dalam labu takar sampai 100 ml
8. Pipet 10 ml, masukkan ke dalam enlenmeyer
9. Tambahkan 2 ml buffer pH 10
10. Tambahkan indikator EBT
11. Titar dengan EDTA sampai titik akhir berwarna biru
12. Hitung molaritas larutan EDTA (MEDTA)

50
Molaritas larutan CaCO3 (MCa) = g CaCO3/(100.09 g/mol)(volume larutan)
= mol calcium/L
Molaritas larutan EDTA:
Mol calcium = mol EDTA
M1 V1 = M2V2
(MCa) (VCa) = (MEDTA) (VEDTA)
Molaritas luratan EDTA = (mgCaCO3/VEDTA) x FP X BM CaCO3

Analisis kandungan Ca
1. Homogenkan sampel terlebih dahulu
2. Pipet 25 ml sampel, lalu masukkan ke dalam enlenmeyer
3. Bilas enlenmeyer dengan air deionisasi
4. Tambahkan 2 ml bufer pH 10 (setelah penambahan buffer, segera lakukan
titrasi tidak lebih dari 5 menit)
5. Tambahkan 200 mg indikator EBT
6. Titar dengan EDTA sampai titik akhir berwarna biru
7. Hitung kandungan Ca dalam sampel

Ca dalam sampel:
mg CaCO3/L = T x B x 1000/ ml sampel
T= ml EDTA
B= mg CaCO3 equivalent to 1,00 ml larutan standar EDTA

d. Pertanyaan Pre-Lab
1. Pada analisis kadar Ca dan Mg metode titrasi EDTA, kenap harus diusahakan
10? Apa yang terjadi bila pH lebih tinggi atau lebih rendah dari 10? Jelaskan!
2. Pada analisis ini, apa yang menjadi penentu titik akhri titrasi? Jelaskan
mekanismenya!
3. Titrasi yang melebihi titik akhir titrasi akan memberikan hasil yang
underestimate atau overestimate? Jelaskan!

51
BAB XII
ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C METODE INDOPHENOL

a. Prinsip Analisis
Vitamin C (L-ascorbic acid dan L-dehydroascorbic acid) merupakan salah satu
zat gizi mikro yang esensial untuk menopang metabolisme tubuh. Pada
umumnya peraturan pangan menetapkan agar kandungan vitamin C
dicantumkan dalam label pangan (nutrition fact) suatu produk. Vitmain ini
memiliki karakteristik sangat mudah teroksidasi akibat oksigen atau suhu
tinggi. Karakteristik ini mengakibatkan vitamin ini sangat mudah rusak akibat
kondisi sekitar yang kurang terkontrol dengan baik, misalnya kerusakan akibat
terpapar panas dan oksigen selama pengolahan, pengemasan dan
penyimpanan. Kecepatan kerusakan vitamin C dapat meningkat akibat pH
yang tinggi dan adanya ion Fe dan Cu. Berdasarkan landasan karakteristik
vitamin C ini maka analisis vitamin C perlu dilakukan pada kondisi yang
terkontrol, misalnya kontak minimum dengan udara dan cahaya, kontrol pH
pada level rendah, bahkan bila perlu ditambahkan komponen pengkelat
(chelating agent) agar dapat mencegah kerusakan vitamin C pada tahap
persiapan sampel.
Terdapat dua metode analisis vitamin C tradisional yang terstandarisasi secara
Internasional, yaitu: (1) Metode titrasi 2,6-Dichloroindophenol (AOAC
method 967.21); dan (2) Metode microfluorometric (AOAC method 967.22).
Metode yang pertama, 2,6-Dichloroindophenol (AOAC method 967.21)
merupakan metode resmi untuk sampel sejenis jus. Untuk keperluan uji QC
(Quality Control), terkadang metode indophenol ini juga sering menjadi
pilihan untuk analisis cepat untuk jenis sampel yang lain. Metode yang kedua
(microfluorometric, AOAC method 967.22) jarang digunakan karena reaksi
antara ascorbic acid dengan 0-phenylenediamine untuk menghasilkan
komponen fluorescent quinoxaline memerlukan waktu yang cukup lama agar
proses deteksi menggunakan spektrofluorescent akurat dilakukan.
Prinsip dari analisis vitamin C metode 2,6-Dichloroindophenol (AOAC
method 967.21) adalah sebagai berikut:
Ascorbic acid memiliki kemampuan mereduksi indikator warna 2,6-
Dichloroindophenol yang semula berwarna merah hingga menjadi pudar
warnanya (colorless). Oksidasi ringan ini dadpat merubah vitamin C dari
bentuk L-ascorbic acid menjadi bentuk L-dehidroascorbic acid (lihat
Gambar 1). Pada titik akhir reaksi ini akan menyisakan indikator 2,6-

52
Dichloroindophenol yang tidak tereduksi dalam sampel yang ditandai dengan
munculnya warna merah jambu (rose-pink). Volume titrasi dapat digunakan
untuk menghitung kadar vitamin C dengan membandingkan dengan larutan
vitamin C standar.

Setiap praktikan harus selalu memakai sarung tangan. Penting diketahui bahwa
bahan-bahan berikut (yang digunakan dalam praktikum kali ini) mengandung
potensi bahaya:
Baha pereaksi CAS No. Potensi bahaya
Acetic acid (CH3COOH) 64-19-7 Korosif
Metaphosphoric acid (HPO3) 37267-86-0 Korosif

Karakteristik vitamin secara umum

53
b. Bahan dan Alat
Bahan
1. Acetic acid (CH3COOH)
2. Ascorbic acid standar
3. Sodium bicarbonate (NaHCO3)
4. 2,6-Dichloroindophenol (DCIP dalam larutan garam sodium)
5. Metaphosphoric acid (HPO3)
Sampel
Sampel dengan perlakukan:
1. Penambahan mineral : tanpa penambahan Fe dan Ca (0-1%)
2. Penambahan gula (0-10%)
3. Penambahan susu (0-10%)
4. Pemanasan (0-900C @ 10 menit)
Alat
1. Gelas kimia 150 ml
2. Gelas kimia 250 ml
3. Erlenmeyer
4. Buret 50 atau 125 ml
5. Kertas saring
6. Corong diameter 6-9 cm (untuk menyangga kertas saring)
7. Corong diameter 2-3 cm (untuk mengisi buret)
8. Neraca analitik
9. Gelas arloji
10. Sudip
11. Spatula (gelas pengaduk)
12. Labu takar 50, 200, dan 250 ml
13. Pipet volumetrik
14. Labu semprot
15. Penyangga buret

c. Prosedur Kerja
Pembuatan larutan Metaphosphoric acid – Acetic acid (HPO3-HOAC)
1. Tambahkan 100 ml air deionisasi dan 20 ml acetic acid ke dalam gelas
ukur 250 ml
2. Tambhakan 7.5 g metaphosphoric acid dan larutkan
3. Tera hingga 250 ml dengan menggunakan ai deionisasi
4. Saring

54
Persiapan larutan standar ascorbic acid (lakukan ketika akan analisa
vitamin C)
1. Timbang dengan akurat kurang lebih 50 mg ascorbic acid, catat beratnya!
2. Pindahkan secara volumetrik ke dalam labu takar 50 ml dengan
menggunakan larutan metaphosphoric acid-Acetic acid (HPO3-HOAc)
Standarisasi larutan 2,6-Dichloroindophenol
1. Pipet masing-masing 5 ml larutan metaphosphoric acid-Acetic acid (HPO3-
HOAc) ke dalam tiga erlenmeyer
2. Tambahkan masing-masing 2 ml larutan standar ascorbic acid ke dalam
masing-masing erlenmeyer
3. Isi buret dengan larutan 2,6-Dichloroindophenol, dan catat skala awal
4. Titrasi hingga larutan standar ascorbic acid berwarna pudar tetapi warna
merah jambu (rose-pink) bertahan hingga lebih dari 5 detik, biasanya perlu
sekitar 15-17 ml
5. Catat volume titrasi dari masing-masing erlenmeyer yang berisi larutan
standar ascorbic acid
Pengukuran blanko
1. Pipet masing-masing 7 ml larutan metaphosphoric acid-Acetic acid (HPO3-
HOAc) ke dalam tiga erlenmeyer
2. Tambahkan masing-masing dengan air terdestilasi sebanyak volume rata-
rata larutan 2,6-Dichloroindophenol hasil standarisasi di atas
3. Kemudian titrasi dengan cara yang sama dengan standarisasi di atas (tahap
10-12)
4. Catat volume titrasi dari masing-masing erlenmeyer yang berisi blanko

Analisis sampel
1. Pipet masing-masing 5 ml larutan metaphosphoric acid-Acetic acid
(HPO3-HOAc) dan 2 ml sampel ke dalam tiga erlenmeyer
2. Titrasi hingga larutan standar ascorbic acid berwarna pudar tetapi warna
rose-pink masih bertahan hingga lebih dari 5 detik (cara sama dengan
tahap 10-12 di atas)
3. Catat volume titrasi dari masing-masing erlenmeyer yang berisi sampel
4. Hitung kandungan vitamin C dari sampel yang dianalisis

55
Perhitungan kadar vitamin C
Replikasi Buret start Buret end Volume
(ml) (ml) titrasi (ml)
Ascorbic acid 1
stadards 2
3
x=
Blanko 1
2
3
x=
Sampel 1
2
3
x=

Perhitungan titer (F) dari hasil standarisasi larutan 2,6 Dichloroindophenol


F : Titer of dye : jumlah mg ascorbic acid ekuivalen 1 ml laruan indophenol
standar
mg 𝑎𝑠𝑐𝑜𝑟𝑏𝑖𝑐 𝑎𝑐𝑖𝑑 di dalam larutan standar yang dititrasi
F (mg/ml) = (volume rata−rata titrasi larutan standar−volume rata−rata titrasi blanko

Perhitungan kadar vitamin C sampel (mg/ml)


Mg ascorbic acid/ml = (X-B) x (F/E) x FP
Keterangan :
X : volume rata-rata titrasi sampel
B : volume rata-rata titrasi blanko
F : titer dari hasil standarisasi (mg/ml)
E : volume sampel yang dititrasi
FP : faktor pengenceran

Lakukan perhitungan dan analisa berikut ini!


1. Hitung nilai rata-rata kandungan vitamin C dalam mg ascorbic acid/ml (mg
AA/ml) beserta nilai standar deviasinya!
2. Hitung nilai rata-rata kandungan vitamin C dalam mg AA/100 ml dan mg
AA/8 fl. Oz.
3. Bandingkan hasil analisis ini dengan nutrition fact dan SNI
4. Kenapa larutan indophenol perlu distandarisasi?
5. Apa fungsi dari blanko?

Overall analysis
1. MLR : Multipel Linear Regression

56
2. PCA : Principal Component Analysis
3. PCR : Principal Component Regression
4. PLS : Partial Least Square Regression

d. Pertanyaan Pre-Lab
1. Pada analisis kadar vitamin C metode indephenol, larutan apa saja yang harus
disiapkan ketika akan melakukan analisis saja (harus selalu fresh) ? Kenapa!
2. Pada analisis ini, apa yang menjadi penentu titik akhir titrasi? Jelaskan
mekanismenya!
3. Titrasi yang melebihi titik akhir akan memberikan hasil yang underestimate
atau overestimate? Jelaskan!
4. Bagaimana bila sampel berupa padatan?

57
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis pangan. Dian Rakyat:


Jakarta.

AOAC International. http://www.aoac.org

Kusnandar F. 2010. Kimia pangan: Komponen makro. Dian Rakyat: Jakarta

Nielsen SS. 2010. Food analysis. 4 th ed. Springer Science + Business Media, LLC:
New York, Dordrecht, Heidelberg, London

Winarno FG. Kimia pangan dan gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

58

Anda mungkin juga menyukai