DISUSUN OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Latar belakang ................................................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Bahan .............................................................................. 4
2.2 Tinjauan Proses .............................................................................. 5
BAB III METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ....................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 13
3.3 Langkah-Langkah ......................................................................... 13
3.4 Diagram Alir .................................................................................. 14
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum .............................................................................. 15
4.2 Pembahasan Hasil Praktikum ......................................................... 15
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 19
5.2 Saran ............................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat
ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk melakukan praktikum pembuatan bahan makanan campuran
(BMC) dan melakukan pengujian organoleptik terhadap produk BMC.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
pengolahanm lebih lanjut dari tempe untuk menghasilkan produk turunan tempe
perlu dilakukan untuk memperpanjang masa simpannya. Salah satu alternatif
produk turunan tempe yaitu dibuat tepung tempe yang kemudian dikembangkan
menjadi produk formula tepung tempe.
Menurut Rachmawati dan Sumiyati (2000), upaya peningkatan daya
simpan tempe dilakukan dengan cara mengolahnya menjadi tepung tempe yang
belum banyak dikenal oleh masyarakat. Tempe dapat dipergunakan sebagai
bahan penyusun makanan (food ingredient) dalam bentuk tepung tempe untuk
memperkaya nilai gizi makanan, seperti protein dan serat (Bakara, 1996).
Dilihat dari segi pemasaran, tepung tempe lebih mudah diolah menjadi produk
lain misalnya dengan cara menambahkan pada makanan lain tanpa mengurangi
cita rasa makanan tersebut (Rachmawati dan Sumiyati, 2000).
Tepung tempe memiliki kadar protein yang cukup tinggi dan hampir
setara dengan tempe yang mentah. Nilai cerna tepung tempe juga tidak
mengalami perubahan walaupun sudah mengalami pengeringan. Tepung tempe
juga masih memiliki serat dengan kadar 1,4% per gramnya walaupun lebih
sedikit dibandingkan dengan tempe (Syarief, 1996). Menurut Shurtleff and
Aoyagi (1979), kandungan protein tempe menyamai kandungan protein daging
ayam (21%) dan daging sapi (20%).
Tabel 1. Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe (Bakara, 1996)
Komponen Jumlah
Komposisi (%BK)
Protein 48
Lemak 24,7
Karbohidrat 13,5
Serat 2,5
Abu 2,3
Mutu Gizi
Nilai Cerna 87
NPU 74
7
2.1.2 Tepung Wortel
Wortel merupakan sayuran yang multi khasiat bagi pelayanan kesehatan
masyarakat luas. Di Indonesia wortel dapat dianjurkan sebagai bahan pangan
potensial untuk mengentaskan masalah penyakit kurang vitamin A karena
kandungan karoten (pro vitamin A) pada wortel dapat mencegah penyakit rabun
senja (buta ayam) dan masalah kurang gizi. Beta karoten di dalam tubuh akan
diubah menjadi vitamin A, zat gizi yang sangat penting untuk fungsi retina
(Khomsan, 2007).
Sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini belum memanfaatkan
wortel secara optimal, wortel hanya dimanfaatkan dalam pengolahan sayur seperti
sup, urap, trancam, dll. Rasa wortel yang tidak disukai oleh anak-anak juga
mengakibatkan jenis sayuran ini jarang dikonsumsi oleh anak-anak.
Wortel segar mempunyai flavour langu sehingga kurang disukai
konsumen. Akibatnya pemanfaatan komoditi ini masih terbatas. Wortel dapat
diolah lebih lanjut antara lain dibuat snack dalam bentuk chip wortel matang dan
sari umbi wortel (minuman) yang kaya akan provitamin A. Hal ini dapat
diketahui dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 4 bahwa setiap
100g bagian wortel yang dapat dimakan mengandung βkaroten sebanyak 12.000
SI (Rukmana, 1995).
Wortel merupakan jenis sayur yang sering dikonsumsi masyarakat.
Komoditi ini tergolong sebagai sayuran sumber serat makanan yang tinggi.
Wortel juga merupakan makanan sumber antioksidan alami. Sayuran ini memiliki
kandungan β-karoten cukup tinggi sehingga dapat menjadi alternatif pengentasan
kekurangan vitamin A. Wortel mudah diperoleh dan harganya murah.
Tepung wortel adalah salah satu produk olahan wortel segar yang
merupakan bahan setengah jadi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Deviurianty
(2011) melaporkan bahwa tepung wortel memiliki daya simpan yang cukup lama
yaitu 6-8 bulan dengan kadar air < 8%. 22 Pembuatan tepung wortel akan
meningkatkan keanekaragaman pemanfaatan wortel dan yang lebih penting
adalah untuk menjadikannya sebagai sumber provitamin A dan pewarna pangan.
Dalam bentuk tepung daya simpannya akan meningkat, transportasinya mudah
dan penggunaan selanjutnya lebih mudah dari pada dalam bentuk segar. Sebagai
8
sumber provitamin A dan pewarna pangan, tepung wortel dapat ditambahkan
antara lain pada makanan bayi, saus, sup, dan sebagai bahan pembuat kue.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti dalam Hariko Meyalni menunjukkan
bahwa kandungan zat gizi tepung wortel dapat dilihat pada tabel berikut :
Kandungan Zat Gizi Jumlah
Kadar protein 4.75%
Kadar Lemak 0.55%
Kadar air 8.20%
Kadar abu 4.80%
Kadar serat larut 4.88%
Kadar serat tidak larut 24.35%
Kadar serat total 28.32%
Kadar beta karoten 44.9212 µg/g
9
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat
halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian,
rumah tangga dan bahan baku industri. Pengolahan biji kacang tunggak menjadi
tepung telah lama dikenal oleh masyarakat, namun diperlukan sentuhan teknologi
untuk meningkatkan mutu tepung kacang tunggak yang dihasilkan.
Pembuatan tepung kacang tolo dapat dilakukan dengan cara
mengeringkannya di bawah sinar matahari. Kacang tunggak kering kemudian
dilepas kulitnya, disangrai, digiling, dan diayak menjadi tepung (Astawan, 2009).
Tepung kacang tunggak adalah tepung yang berasal dari penggilingan kacang
tunggak. Pembuatan tepung kacang tunggak dilakukan untuk meningkatkan
kualitas gizi dan nilai gizi kacang tunggak, sehingga kacang tunggak dapat
mensubtitusi terigu, mengingat tepung terigu tidak dihasilkan di Indonesia
(impor). Pembuatan tepung kacang tunggak dapat dilakukan melalui dua cara
penggilingan yaitu cara basah dan cara kering.
10
terkandung dalam 3 pisang, dan protein setara dengan protein dalam 2 yoghurt
(Mahmood, 2011).
Tanaman kelor dapat menjadi alternatif sumber protein yang berpotensi
untuk dijadikan tepung dan juga dapat dijadikan sebagai 5 suplemen herbal
dimana dalam 100 gram tepung daun kelor memiliki kandungan protein sebesar
28,25% (Zakaria, 2012).
11
Komposisi daging ayam terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7%
lemak dan 1% abu. Kandungan mineral pada daging ayam adalah 4% yang terdiri
dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat, 8 sulfur, klorida, dan
yodium. Nilai gizi pada daging ayam per 100 gram dapat dilihat pada Tabel
berikut :
Komposisi Jumlah
Protein (g) 18,20
Lemak (g) 25,00
Kalsium (mg) 14,00
Fosfor (mg) 200,00
Besi (mg) 1,50
Vitamin B1 (mg) 0,08
Air (g) 55,90
Kalori (kkal) 302,00
Sumber: Ditjenak (2001)
Secara umum, protein yang terdapat dalam daging ayam terdiri atas tiga
bagian yaitu : protein yang terdapat di dalam miofibril, merupakan gabungan dari
aktin dan miosin, sehingga disebut aktinmiosin; protein yang terdapat di dalam
sarkoplasma, yaitu albumin dan globulin; dan protein yang terdapat di dalam
jaringan ikat, yaitu kolagen dan elastin (Murtidjo 2003).
12
lemak di dalam telur terdapat pada kuning telur, yaitu mencapai 32%, sedangkan
pada putih telur kandungan lemaknya sangat sedikit. Maka pengamatan lemak
dan kolesterol lebih efektif dilakukan pada kuning telur. Telur yang dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia umumnya berasal dari unggas yang diternakkan. Jenis
telur yang banyak dikonsumsi adalah telur ayam, telur puyuh dan telur bebek.
Telur ayam lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena mudah
diolah dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia seperti sebagai bahan
pencampur makanan, bahan pembuatan roti, obat, dan sebagainya. Telur ayam
mempunyai bentuk fisik bulat sampai 2 lonjong dengan ukuran yang berbeda-
beda, tergantung jenis hewan, umur dan sifat genetiknya. Telur tersusun atas tiga
bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur (Winarno, 2002).
Telur ayam mempunyai bentuk fisik bulat sampai 2 lonjong dengan
ukuran yang berbeda-beda, tergantung jenis hewan, umur dan sifat genetiknya.
Telur tersusun atas tiga bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur
(Winarno, 2002) Berdasarkan berat telur ayam, maka bagian telur terdiri dari
kuning telur sekitar 30%-32%, albumin sekitar 58%-60%, dan kulit telur sekitar
10%- 12%. Albumin atau putih telur mengandung protein paling tinggi, tetapi
disamping mempunyai manfaat sangat besar bagi tubuh manusia, albumin
merupakan bahan makanan yang bersfat alergen (Yuwanta, 2010). Beberapa zat
nutrisi yang dikandung telur ayam per 100 g dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Komposisi Telur Utuh Putih Telur Kuning Telur
Air (%) 73,70 88,57 48,50
Protein (%) 13,00 10,30 16,15
Lemak (g) 11,50 0,03 34,65
Karbohidrat (g) 0,65 0,65 0,60
Abu (g) 0,90 0,55 1,10
Sumber : Wiranto dan Koswara (2002)
13
2.2.2 Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut.
Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat
rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya
rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau
tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap
terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran
terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif
atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau
pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran.
Jenis penilaian atau pengukuran yang lain adalah pengukuran atau
penilaian suatu dengan menggunakan alat ukur dan disebut penilaian atau
pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya
sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Demikian pula
karena pengukuran atau penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau
benda rangsang pada alat atau organ tubuh (indra), maka pengukuran ini disebut
juga pengukuran atau penilaian subyketif atau penilaian organoleptik atau
penilaian indrawi. Yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis
(reaksi mental) berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan, maka
disebut juga penilaian sensorik.
Rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan),
bersifat fisis (dingin, panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa). Pada
waktu alat indra menerima rangsangan, sebelum terjadi kesadaran prosesnya
adalah fisiologis, yaitu dimulai di reseptor dan diteruskan pada susunan syaraf
sensori atau syaraf penerimaan. Mekanisme pengindraan secara singkat adalah :
1. Penerimaan rangsangan (stimulus) oleh sel-sel peka khusus pada indra
2. Terjadi reaksi dalam sel-sel peka membentuk energi kimia
3. Perubahan energi kimia menjadi energi listrik (impulse) pada sel syaraf
4. Penghantaran energi listrik (impulse) melalui urat syaraf menuju ke syaraf
pusat otak atau sumsum belakang.
14
5. Terjadi interpretasi psikologis dalam syaraf pusat.
6. Hasilnya berupa kesadaran atau kesan psikologis.
Bagian organ tubuh yang berperan dalam pengindraan adalah mata,
telinga, indra pencicip, indra pembau dan indra perabaan atau sentuhan.
Kemampuan alat indra memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau
dibedakan berdasarkan jenis kesan, intensitas kesan, luas daerah kesan, lama
kesan dan kesan hedonik. Jenis kesan adalah kesan spesifik yang dikenali
misalnya rasa manis, asin.. Intensitas kesan adalah kondisi yang menggambarkan
kuat lemahnya suatu rangsangan, misalnya kesan mencicip larutan gula 15 %
dengan larutan gula 35 % memiliki intensitas kesan yang berbeda. Luas daerah
kesan adalah gambaran dari sebaran atau cakupan alat indra yang menerima
rangsangan. Misalnya kesan yang ditimbulkan dari mencicip dua tetes larutan
gula memberikan luas daerah kesan yang sangat berbeda dengan kesan yang
dihasilkan karena berkumur larutan gula yang sama. Lama kesan atau kesan
sesudah “after taste” adalah bagaimana suatu zat rangsang menimbulkan kesan
yang mudah atau tidak mudah hilang setelah mengindraan dilakukan. Rasa manis
memiliki kesan sesudah lebih rendah / lemah dibandingkan dengan rasa pahit.
Rangsangan penyebab timbulnya kesan dapat dikategorikan dalam beberapa
tingkatan, yang disebut ambang rangsangan (threshold). Dikenal beberapa
ambang rangsangan, yaitu ambang mutlak (absolute threshold), ambang
pengenalan (Recognition threshold), ambang pembedaan (difference threshold)
dan ambang batas (terminal threshold). Ambang mutlak adalah jumlah benda
rangsang terkecil yang sudah mulai menimbulkan kesan. Ambang pengenalan
sudah mulai dikenali jenis kesannya, ambang pembedaan perbedaan terkecil yang
sudah dikenali dan ambang batas adalah tingkat rangsangan terbesar yang masih
dapat dibedakan intensitas.
Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan
alat indra memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan
tersebut meliputi kemampuan mendeteksi ( detection ), mengenali (recognition),
membedakan ( discrimination ), membandingkan ( scalling ) dan kemampuan
menyatakan suka atau tidak suka ( hedonik ). Perbedaan kemampuan tersebut
tidak begitu jelas pada panelis. Sangat sulit untuk dinyatakan bahwa satu
kemampuan sensori lebih penting dan lebih sulit untuk dipelajari. Karena untuk
15
setiap jenis sensori memiliki tingkat kesulitan yang berbedabeda, dari yang paling
mudah hingga sulit atau dari yang paling sederhana sampai yang komplek (rumit).
A. PANELIS
Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam
penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel
bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok
yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif.
Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu
panelperseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel
konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan
pada keahlian dalam melakukan penilaianorganoleptik.
1. Panel Perseorangan
Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang
sangat
intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan
bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik
dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan
tinggi,
bias dapat dihindari, penilaian efisien dan tidak cepat fatik. Panel perseorangan
biasanya digunakan untuk mendeteksi jangan yang tidak terlalu banyak dan
mengenali penyebabnya. Keputusan sepenuhnya ada pada seorang.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bias lebih di hindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor
dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh
16
bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil berdiskusi diantara
anggotaanggotanya.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup
baik.
Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis
ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.
Keputusan diambil setelah data dianalisis secara bersama.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat tertentu.. panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan
terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat
menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.
5. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak
terlatih hanya
diperbolehkan menilai alat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan,
tetapi tidak boleh digunakan dalam . untuk itu panel tidak terlatih biasanya dari
orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.
6. Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target
pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat
ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7. Panel Anak-anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10
tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian
produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan
sebagainya.
Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan
pemberitahuan
atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya
17
terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy
yang sedang sedih, biasa atau tertawa.
B. Seleksi Panelis
Untuk mendapatkan panelis yang diinginkan, khususnya jenis panel
terlatih perlu dilakukan tahap-tahap seleksi. Syarat umum untuk menjadi
panelis adalah mempunyai perhatian dan minat terhadap pekerjaan ini, selain
itu panelis harus dapat menyadiakan waktu khusus untuk penilaian serta
mempunyai kepekaan yang dibutuhkan. Pemilihan anggota panel perlu
dilakukan untuk suatu grup panelis yang baru atau unutk mempertahankan
anggota dalam grup tersebut.
C. Laboratorium Pengujian
Untuk melakukan uji organoleptik dibutuhkan beberapa ruang yang
terdiri dari bagian persiapan (dapur), ruang pencicip dan ruang tunggu atau
ruang. Bagian dapur harus selalu bersih dan mempunyai sarana yang lengkap
untuk uji organoleptik serta dilengkapi dengan ventilasi yang cukup. Ruang
pencicip mempunyai persyaratan yang lebih banyak, yaitu ruangan yang
terisolasi dan kedap suara sehingga dapat dihindarkn komunikasi antar panelis,
suhu ruang yang cukup sejuk (20-25oC) dengan kelembaban 65-70% dan
mempunyai sumber cahaya yang baik dan netral, karena cahaya dapat
mempengaruhi warna komoditi yang diuji. Ruang isolasi dapat dibuat dengan
penyekat permanen atau penyekat sementara. Fasilitas pengujian ini sebaiknya
dilengkapi dengan washtafel. Sedangkan ruang tunggu harus cukup nyaman
agar anggota panel cukup sabar untuk menunggu gilirannya. Apabila akan
dilakukan uji organoleptik maka panelis harus mendapat penjelasan umum
atau khusus yang dilakukan secara lisan atau tertulis dan memperoleh format
pernyataan yang berisi instruksi dan respon yang harus diisinya. Selanjutnya
panelis dipersilakan menempati ruang pencicip untuk kemudian disajikan
contoh yang akan diuji.
D. Persiapan Contoh
18
Dalam evaluasi sensori, cara penyediaan contoh sangat perlu mendapat
perhatian. Contoh dalam uji harus disajikan sedemikian rupa sehingga seragam
dalam penampilannya. Bila tidak demikian, panelis akan mudah dipengaruhi
penampilan contoh tersebut meskipun itu tidak termasuk kriteria yang akan diuji.
Penyajian contoh harus memperhatikan estetika dan beberapa hal lainnya seperti
berikut:
1) Suhu
Contoh harus disajikan pada suhu yang seragam, suhu dimana contoh
tersbuut biasa dikonsumsi. Misalkan dalam penyajian contoh sup, maka contoh
tersebut harus disajikan dalam keadaan hangat (40-50oC). Penyajian contoh
dengan suhu yang ekstrim, yaitu kondisi dimana suhu contoh terlalu tinggi atau
terlalu rendah akan menyebabkan kepekaan pencicipan berkurang. Selain itu
suhu yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi terhadap pengukuran
aroma dan flavor.
2) Ukuran
Contoh untuk uji organoleptik juga harus disajikan dengan ukuran
seragam. Untuk contoh padatan dapat disajikan dalam bentuk kubus, segiempat
atau menurut bentuk asli contoh. Selain itu contoh harus disajikan dalam ukuran
yang biasa dikonsumsi, misalnya penyajian 5-15 gram contoh untuk sekali cicip.
Contoh keju cukup disajikan dalam bentuk kubus seberat kurang lebih 1 gram.
Untuk contoh air dapat disajikan contoh berukuran 5-15 ml dan tergantung pada
jenis contohnya. Apabila akan diambil contoh dari kemasan tertentu, misalkan
produk minuman kaleng, perlu dilakukan pencampuran dan pengadukan contoh
dari beberapa kaleng.
3) Kode
Penamaan contoh harus dilakukan sedemikian rupa sehingga panelis tidak
dapat menebak isi contoh tersebut berdasarkan penamaannya. Untuk pemberian
nama biasanya digunakan 3 angka arab atau 3 huruf secara acak. Pemberian nama
secara berurutan biasanya menimbulkan bias, karena panelis terbawa untuk
meberikan penilaian terbaik untuk contoh yang bernama/berkode awal ( misal 1
dan A) dan memberikan nilai terendah untuk contoh yang berkode akhir (misal 3
atau C) pada suatu pemberian nama/kode sampai 1,2,3 atau A,B,C.
4) Jumlah contoh
19
Pemberian contoh dalam setiap pengujian sangat tergantung pada jenis uji
yang dilakukan. dalam uji pembedaan akan disajikan jumlah contoh yang lebih
sedikit dari uji penerimaan. selain itu kesulitan factor yang akan diuji juga
mempengaruhi jumlah contoh yang akan disajikan. Sebagai contoh, bila akan
diuji contoh dengan sifat tertentu sepaerti es krim (dikonsumsi dalam keadaan
beku), maka pemberian contoh untuk setiap pengujian tidak lebih dari 6 contoh,
Karena apabila lebih dari jumlah tersebut produk es krim sudah meleleh sebelum
pengujian. Factor lain yang harus dipertimbangkan adalah waktu yang disediakan
oleh panelis dan tingkat persediaan produk. Urutan penyajian contoh juga dapat
mempengaruhi penilaian panelis terhadap contoh. dalam uji organoleptik dikenal
beberapa pengaruh pengujian seperti tersebut di bawah ini :
1. Expectation error
Terjadi karena panelis telah menerima informasi tentang pengujian. oleh
karena itu sebaiknya panel diberikan informasi yang mendetail tentang pengujian
dan sample diberi kode 3 digit agar tidak dapat dikenali oleh panelis.
2. Convergen error
Panelis cenderung memberikan penilaian lebih baik atau lebih buruk
apabila didahului pemberian sample yang lebih baik atau lebih buruk.
3. Stimulus error
Terjadi karena penampakan sample yang tidak seragam sehingga panel
ragu-ragu dalam memberikan penilaian.
4. Logical error
Mirip dengan stimulus error, dimana panelis memberikan penilaiannya
berdasarkan karakteristik tertentu menurut logikanya. Karakteristik tersebut akan
berhubungan dengan karakteristik lainnya.
5. Holo efek
Terjadi karena evaluasi sample dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu)
factor sehingga panelis memberikan kesan yang umum dari suatu produk
6. Efek kontras
Pemberian sample yang berkualitas lebih baik sebelum sample lainnya
mengakibatkan penilaian panelis terhadap sample yang berikutnya lebih rendah.
Panelis cenderung memberi mutu rata-rata
7. Motivasi
20
Respon dari seorang panelis akan mempengaruhi persepsi sensorinya.
Oleh karena itu penggunaan panelis yang terbaik (termotivasi) dengan pengujian
akan memberikan hasil yang lebih baik.
8. Sugesti
Respon dari seoarang panelis akan mempengaruhi panelis lainnya. Oleh
karena itu pengujian dilakukan secara individu
9. Posisi bias
Dalam beberapa uji terutama uji segitiga. Gejala ini terjadi akibat kecilnya
perbedaan antar sampel sehingga panelis cenderung memilih sampel yang
ditengah sebagai sampel paling berbeda.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.5 Langkah-Langkah
a. Pembuatan BMC Pelakuan 1 (Rolade)
- Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan.
- Mengisi air dalam alat pengukus, dan letakkan diatas kompor. Menunggu
hingga air panas.
22
- Membersihkan daging ayam, potong kecil-kecil dan blender sampai halus.
- Menggoreng bawang putih 2 siung, kemudian di ulek sampai halus dan
tambahkan garam dan gula.
- Minimbang semua bahan sesuai yang dibutuhkan ; tepung tempe 6 gram,
tepung kelor 4 gram, tepung wortel 2 gram, tepung kacang tolo 10 gram, tepung
roti 14 gram, daging ayam 35 gram, dan telur ayam 12 gram.
- Memasukkan semua bahan yang sudah ditimbang dan bumbu yang sudah
diulek kedalam baskom kemudian campur semua bahan tersebut sampai
tercampur rata.
- Memasukkan adonan rolade yang sudah jadi kedalam plastik bening panjang
untuk dikukus dan ikat plastik bening dengan kuat.
- Mengukus adonan rolade selama 20 menit.
- Mengangkat dan tiriskan rolade yang sudah matang.
- Memotong rolade dengan ukuran sesuai keinginan.
- Memaskan minyak goreng diatas wajan.
- Melumuri rolade dengan telur sampai rata.
- Menggoeng rolade sampai warnanya kecoklatan. Kemudian diangkat dan
ditiriskan.
b. Pembuatan BMC Perlakuan 2 (Rolade tanpa tepung kelor)
- Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan.
- Mengisi air dalam alat pengukus, dan letakkan diatas kompor. Menunggu
hingga air panas.
- Membersihkan daging ayam, potong kecil-kecil dan blender sampai halus.
- Menggoreng bawang putih 2 siung, kemudian di ulek sampai halus dan
tambahkan garam dan gula.
- Minimbang semua bahan sesuai yang dibutuhkan ; tepung tempe 6 gram,
tepung wortel 2 gram, tepung kacang tolo 10 gram, tepung roti 14 gram, daging
ayam 39 gram, telur ayam 12 gram.
- Memasukkan semua bahan yang sudah ditimbang dan bumbu yang sudah
diulek kedalam baskom kemudian campur semua bahan tersebut sampai
tercampur rata.
- Memasukkan adonan rolade yang sudah jadi kedalam plastik bening panjang
untuk dikukus dan ikat plastik bening dengan kuat.
- Mengukus adonan rolade selama 20 menit.
23
- Mengangkat dan tiriskan rolade yang sudah matang.
- Memotong rolade dengan ukuran sesuai keinginan.
- Memaskan minyak goreng diatas wajan.
- Melumuri rolade dengan telur sampai rata.
- Menggoeng rolade sampai warnanya kecoklatan. Kemudian diangkat dan
ditiriskan.
c. Pengujian Organoleptik.
24
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, F., Latif, S., Ashraf, M., Gilani, A.H., 2007. Moringa oleifera: a food plant with
multiple medicinal uses. Phytother. Res. 21, 17–25
Astawan, Made. 2009. Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Bogor: Penebar Swadaya
Bakara, HMM. 1996. Karakteristik dan Kandungan Isoflavon Cookies Dengan Substitusi
Tepung Tempe. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ditjenak, 2001. Buku Statistik Peternakan 2001. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.
Fuglie, L. J. 2001. The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the Tropics.
Training Manual. Church World Service. Dakar, Senegal.
Hariko,M. Pengaruh Substitusi Wortel Terhadap Mutu Organoleptik Mie basah [KTI].
Padang: Poltekkes Kemenkes Padang; 2013
Inayati. 1991. Biskuit Berprotein Tinggi dari Campuran Tepung Terigu, Singkong, dan
Tempe Kedelai.
Komala, I. 2008. Kandungan GIzi Produk Peternakan. Student Master animal Science,
Fac. Agriculture-UPM.
Mahmood KT, Tahira Mugal, Ikram Ul Haq. 2011. Moringa oleifera: a natural gift-A
review. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research 2 (11): 775-781
27
Rahmat Rukmana. Bertanam Wortel. Majalenka: Kasisius; 1995. Tersedia di URL:
http//www.googlebook.com
Rosida, D.F, Hardiyanti, Q dan Murtiningsih (Ed). 2013. Kajian Dampak Subtitusi
Kacang Tunggak pada Kualitas Fisik dan Kimia Tahu. Fakultas Teknologi Industri
UPN Veteran Jawa Timur
Rukmana, R. & Oesman, Y. 2000. Kacang Tunggak, Budidaya dan Prospek Usaha
Tani.Yogyakarta: Kanisius
Syarief, R., Joko H., Purwiyatno H., Sutedja W., Suliantari, Dahrul S., Nugraha E.S., dan
Yameogo, W. C., Bengaly, D. M., Savadogo, A., Nikièma, P. A., Traoré, S. A. 2011.
Determination of Chemical Composition and Nutritional values of Moringa oleifera
Leaves. Pakistan Journal of Nutrition 10 Vol (3): 264-268.
Zakaria,dkk. 2012. Penambahan Tepung Daun Kelor Pada Menu Makanan Sehari-hari
Dalam Upaya Penanggulangan Gizi Kurang Pada Anak Balita. Jurnal Media Pangan
dan Gizi vol.XIII, edisi 1 hal 44.
28