Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian masyarakatnya
bekerja pada bidang pertanian, salah satunya tanaman hortikultura.
Tanaman hortikultura memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
kebutuhan pangan, peningkatan ekspor, peningkatan pendapatan petani
dan pemenuhan gizi keluarga. Salah satu tanaman hortikultura yang
memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan pangan adalah tanaman
kentang (Solanum tuberosum L).Tanaman kentang memiliki potensi dan
prospek yang baik untuk mendukung program diversifikasi dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan (The International Potato
Center, 2008).
Salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan bibit dan
rendahnya mutu kentang bibit adalah cara penyimpanan di gudang
(Pantastico, 1975). Penyimpanan kentang bibit bertujuan untuk mencegah
dan mengurangi kerugian akibat kerusakan panen yang dapat menjadi
sumber berkembangnya penyakit pada bibit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengetahui perubahan umbi pada letak penyimpanan
yang berbeda ?
2. Apa sajakah faktor-faktor yang memengaruhi kerusakan umbi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perubahan umbi pada letak penyimpanan yang
berbeda.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kerusakan umbi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Kentang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai “The
King of Vegetable” dan produksinya menempati urutan keempat dunia
setelah beras, gandum dan jagung (The International Potato Center, 2008).
Tanaman kentang berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan
Bolivia dan telah menjadi makanan penting di Eropa. Tanaman kentang
liar dan yang dibudidayakan dapat bertahan di habitat tumbuhnya (in situ)
dengan baik karena umbinya memiliki kadar air, pati, dan cadangan hara
lain yang memungkinkan untuk regenerasi (Rubatzky dan Yamaguchi,
1998).
Kentang diklasifikasikan ke dalam kelas Magnoliopsida, Sub kelas
Asteridae, Ordo Solanales, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan
Spesies Solanum tuberosu. Tanaman Solanum tuberosum dibagi menjadi
dua subspesies, yaitu S. andigena dan S. tuberosum. S. andigena tumbuh di
daerah pegunungan Andes dengan kondisi panjang hari yang pendek
sedangkan S.tuberosum yang dapat tumbuh pada panjang hari yang lebih
lama dan dikembangkan diseluruh dunia (The International Potato Center,
2008)
Tanaman kentang (Solanum tuberosum. L) merupakan tanaman
herba tahunan. Tinggi tanaman mencapai 100 cm dari permukaan tanah.
Daun tanaman kentang menyirip majemuk dengan lembar daun
bertangkai, dan batang di bawah permukaan tanah (stolon). Stolon tersebut
dapat menimbun dan menyimpan produk fotosintesis pada bagian
ujungnya sehingga membentuk umbi. Pada umbi terdapat banyak mata
yang bersisik yang dapat menjadi tanaman baru. Warna daging umbi
biasanya kuning muda atau putih tetapi ada kultivar yang berwarna kuning
cerah, jingga, merah atau ungu. Bentuk umbi beragam, ada yang
memanjang, kotak, bulat atau pipih (Sunarjono, 2004)

2
Menurut Williams et al. (1993), kentang merupakan tanaman
daerah beriklim sedang (subtropis) dan dataran tinggi (1 000 - 3 000
meter). Suhu yang optimum untuk tanaman kentang sekitar 160 sampai
210C dengan kelembaban udara 80-90%. Nonnecke (1989) menyatakan
bahwa pembentukan umbi yang optimum dapat terbentuk pada suhu 160C,
berkurang pada 210C dan berhenti pada suhu 290C. Tanaman kentang
sensitif terhadap kondisi lingkungan yang terlalu dingin. Kentang dapat
tumbuh baik pada tanah dengan pH 5.0-5.5. Menurut Sunarjono (2004)
pada tanah asam, kentang mudah terserang nematoda sedangkan pada
tanah basa tanaman kentang dapat keracunan unsur K dan mudah terserang
penyakit kudis.

B. Kandungan Gizi
Komponen Kentang
Total Produksi (ton/ha) 8,8
Produksi Energi (kkal/ha) 678
Produksi (kg/ha) 176
Protein (%) 2
Produksi (kg/ha) 1496
Karbohidrat (%) 7

Sumber: International Potato Center Booklet and FAO Production Year


Book (1969)
Menurut Tumbouwgids (1964), kandungan vitamin dan mineral setiap 100
gram kentang adalah sebagai berikut :
Komponen Kentang
Vitamin B1 85 IU (0,0072%)
Vitamin B2 40 IU (0,00004%)
Vitamin C 25 mg (0,025%)
Fosfor 60 mg (0,06%)
Besi 0,8 mg (0,0008%)
Kalsium 10 mg (0,01%)
Lemak 0,1 gram (0,1%)

C. Manfaat Kentang
Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama
karbohidrat. Sebagai sumber utama karbohidrat, kentang bermanfaat untuk
meningkatkan energi di dalam tubuh. Karbohidrat juga sangat penting
untuk meningkatkan metabolisme tubuh, seperti proses pencernaan,

3
pernafasan, dan lain-lain. Protein bermanfaat sebagai pembangun jaringan
tubuh, seperti otot-otot, daging, dan lain-lain. Kandungan lemak dapat
meningkatkan energi. Kandungan gizi lainnya, sperti kalium dan fosfor
bermanfaat untuk pembentukan tulang dan gigi.

4
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tanggal


Hari/Tanggal : Jum’at/ 30 Maret 2018
Waktu : 08.00-Selesai
Tempat: Laboratorium Teknologi Pangan

B. Alat dan Bahan


1. Alat :
a. Timbangan
b. Kantong Kain
2. Bahan :
a. Kentang 2 buah

C. Langkah Kerja
1. Lakukan pengamatan organoleptik pada kedua kentang.
2. Setelah itu timbang berat kedua kentang tersebut.
3. Kemudian masukkan kentang kedalam kantong goni, tiap kantong
berisi 1 buah kentang disimpan dan masing-masing diletakkan di rak
dan di lantai.
4. Lakukan pengamatan mutu umbi selama penyimpanan 1 bulan
(Pengamatan tiap minggu)

5
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

A. Data Pengamatan kentang A (Disimpan di rak)

Minggu Berat (g) Organoleptik

I 142 Warna : Coklat


Bau : Khas Kentang
Tekstur : Keras
II 137,53 Warna : Coklat
Bau : Khas Kentang
Tekstur : Lunak/Empuk
III 130,93 Warna : Coklat dan berjamur
Bau : Khas Kentang
Tekstur : Empuk dan layu
IV 121 Warna : Coklat kehitaman terdapat lubang-lubang
berwarna hitam dan berjamur
Bau : Khas Kentang
Tekstur : Sangat empuk

6
B. Data Pengamatan Kentang B (Disimpan di lantai)

Minggu Berat (g) Organoleptik

I 147 Warna : Coklat


Bau : Khas Kentang
Tekstur : Keras
II 142,13 Warna : Coklat
Bau : Khas Kentang
Tekstur : Keras
III 133,88 Warna : Coklat dan berjamur
Bau : Khas Kentang
Tekstur : Empuk dan layu
IV 133,1 Warna : Coklat dan berjamur
Bau : Khas Kentang
Tekstur : Empuk dan layu

7
BAB V
PEMBAHASAN

A. Kentang A (Disimpan di rak)


Dari hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa adanya
penyusutan berat pada kentang pada setiap minggunya. Serta kerusakan
yang nampak pada organoleptik kentang juga dapat diketahui pada
minggu pertama setelah pengamatan. Kerusakan pada kentang ini dapat
dipengaruhi pula oleh bebrapa faktor antara lain :
- Suhu : Pada kentang jauh lebih baik apabila disimpan pada suhu
antara 8-9 derajat celcius. Sedangkan pada kentang A disimpan di rak
yang terletak disamping jendela dapat terkena sinar matahari tidak
langsung yang dapat membuat suhu penyimpanan tidak sesuai.
- Sinar/Cahaya : Sebaiknya kentang disimpan di tempat yang sejuk,
gelap, kering, dan dihindarkan dari paparan sinar matahari atau sinar
lampu, karena jika kentang terpapar sinar (baik sinar matahari atau
lampu) dalam waktu yang lama, maka jumlah sonalin yang dibentuk
pada kentang akan meningkat sehingga resiko keracunan pun akan
meningkat dan juga dapat memicu tumbuhnya tunas baru. Sedangkan
pada kentang A diletakkan pada rak yang terletak di samping jendela,
sehingga sangat mungkin terkena sinar matahari tidak langsung dan
menjadi salah satu faktor kerusakan pada penyimpanan.
- Waktu Penyimpanan : Lamanya penyimpanan menyebabkan
kenaikan susut bobot umbi kentang, hal ini sesuai dengan pernyataan
Asgar dan Asandhi (1992) yang menyatakan bahwa semakin lama
umbi kentang disimpan semakin besar susutnya. Apabila
penyimpanan dilakukan dalam waktu yang lama dan tanpa
penanganan yang baik sebelumnya maka harus dilakukan
pengecekan seperti adanya tanda-tanda kentang menghijau, bertunas
dan membusuk. Membusuk: Kentang mulai tampak membusuk-
baunya tidak enak, teksturnya lunak, dan/atau berjamur. Buanglah

8
kentang busuk dan lepaskan kertas koran yang menempel. Hal ini
terjadi pada kedua kentang, yaitu kentang A dan kentang B.

B. Kentang B (Disimpan di lantai)


Dari hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa adanya
penyusutan berat pada kentang pada setiap minggunya. Serta kerusakan
yang nampak pada organoleptik kentang juga dapat diketahui pada
minggu kedua setelah pengamatan. Kerusakan pada kentang ini dapat
dipengaruhi pula oleh bebrapa faktor antara lain :
- Suhu : Pada kentang jauh lebih baik apabila disimpan pada suhu
antara 8-9 derajat celcius. Pada kentang B disimpan di lantai yang
memiliki suhu lebih rendah dari kentang A yang disimpan di rak.
Sehingga kerusakan pada kentang B lebih lama dari pada kentang A.
- Sinar/Cahaya : Sebaiknya kentang disimpan di tempat yang sejuk,
gelap, kering, dan dihindarkan dari paparan sinar matahari atau sinar
lampu, karena jika kentang terpapar sinar (baik sinar matahari atau
lampu) dalam waktu yang lama, maka jumlah sonalin yang dibentuk
pada kentang akan meningkat sehingga resiko keracunan pun akan
meningkat dan juga dapat memicu tumbuhnya tunas baru. Dapat
dibuktikan pada kentang B yang menunjukkan tanda-tanda
kerusakan lebih lama dari pada kentang A.
- Waktu Penyimpanan : Lamanya penyimpanan menyebabkan
kenaikan susut bobot umbi kentang, hal ini sesuai dengan pernyataan
Asgar dan Asandhi (1992) yang menyatakan bahwa semakin lama
umbi kentang disimpan semakin besar susutnya. Apabila
penyimpanan dilakukan dalam waktu yang lama dan tanpa
penanganan yang baik sebelumnya maka harus dilakukan
pengecekan seperti adanya tanda-tanda kentang menghijau, bertunas
dan membusuk. Membusuk: Kentang mulai tampak membusuk-
baunya tidak enak, teksturnya lunak, dan/atau berjamur. Buanglah
kentang busuk dan lepaskan kertas koran yang menempel. Hal ini
terjadi pada kedua kentang, yaitu kentang A dan kentang B.

9
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Perubahan Penyimpanan
a. Kentang A : Adanya penyusutan berat pada kentang, pada
minggu pertama setelah pengamatan terdapat tanda-tanda
pembusukan kentang seperti perubahan tekstur menjadi empuk,
munculnya lubang-lubang hitam pada kentang dan tumbuhnya
jamur
b. Kentang B : Adanya penyusutan berat pada kentang, pada
minggu kedua setelah pengamatan terdapat tanda-tanda
pembusukan kentang seperti perubahan tekstur menjadi empuk dan
tumbuhnya jamur.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi kerusakan kentang :
a. Suhu
b. Cahaya atau Sinar
c. Waktu penyimpanan
3. Dari hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa penyimpanan
kentang lebih baik dilakukan pada suhu rendah, tidak terkena sinar
matahari langsung, dan ditempat yang gelap.

B. Saran
Penyimpanan kentang A tidak cocok untuk digunakan secara terus
menerus dikarenakan pada saat penyimpanan kentang terkena matahari
walaupun tidak secara langsung tetapi dapat mempengaruhi suhu dan juga
kerusakan akan adanya cahaya, namun bukan berarti penyimpanan
kentang B sudah dilakukan dengan benar hanya saja pada penyimpanan B
lebih baik dari pada kentang A. Penyimpanan pada kentang yang benar
dapat dilakukan dengan mengecek suhu tempat penyimpanan dan
dilakukan beberapa tindakan sebelum proses penyimpanan guna
memperpanjang daya simpan kentang.

10
DAFTAR PUSTAKA

Asgar A and AA Asandhi. 1991. Improvement of Ware Potato, Store Method.


Buletin Penelitian Hortikultura 20 (4),138-142.
Enoch, Giavirna. 2017. Pengaruh Penggunaan Mulsa Pada Tumbuhan dan
Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L) Di Daratan
Menengah. Universitas Sam Ratulangi: Fakultas Pertanian.
2017Purnomo, Edi. dkk. Pengaruh Cara dan Waktu Penyimpanan
terhadap Susut Bobot, Kadar Glukosa dan Kadar Karatenoid Umbi
Kentang Konsumsi (Solanum tuberosum L. Var Granola). Semarang:
Jl. Prof.Soedarto, SH, Tembelang.
International Potato Center Booklet and FAO Production Year Book, 1969.
Jufri, Farida. 2011. Penanganan Penyimpanan Kentang Bibit (Solanum
tuberosum L) Di Hikmah Farm, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat.
Institut Pertanian Bogor: Fakultas Pertanian.
Nonnecke, L.I., 1989. Vegetable Production. Van Nostrand Reinhold, Canada
Pantastico, Er. B. 1975. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of
Tropical and Subtotropical Fruits and Veetables. Kamariyani,
(penerjemah); Gembong, T., (editor). 1997. Fisiologi Pasca Panen,
Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran
Tropika dan Sub-Tropika. Cetakan keempat. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. 887 hal.
Rubatzky,V.E dan Yamaguchi. 1998. (Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan Gizi,
alih bahasa Catur Herison).ITB, Bandung.
Samadi, Budi. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius.
Sunarjono, H.H., 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Halaman 38 – 47
Sunarjono, Hendro. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya Kentang. Jakarta Selatan:
PT. AgroMedia Pustaka.
Williams, J.A., Paddock, S.W., Carroll, S.B. (1993). Pattern formation in a
secondary field: a hierarchy of regulatory genes subdivides the

11
developing Drosophila wing disc into discrete subregions.
Development 117(2): 571—584

12

Anda mungkin juga menyukai