Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


AGREGRAT KERJA DI PUSKESMAS JELIMPO
KABUPATEN LANDAK

STASE KEPERAWATAN KOMUNITAS

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK D-6
1. ALDEITA DEDIT
2. ASTUTI
3. ELISKAWATI
4. HEKLANI
5. HENGKI
6. MUHAMMAD ZANI
7. TRIPUSA
8. VERIDIANUS VENUS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK
2022
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


AGREGRAT KERJA DI PUSKESMAS JELIMPO
KABUPATEN LANDAK

Telah dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik.


Telah disetujui pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 23 April 2022

Mengetahuii,
Pembimbing Akademik

Ns. WULIDA LITAQIA, M.Kep


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian sehat dapat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau
gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk
berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya (perry, potter. 2005: 5).
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karena iu, perhatian utama
dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal
mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh
empat faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia
(organik/anorganik,logam berat, debu), biologik (virus,
bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,
pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan,
pencegahan kecacatan, rehabilitasi.
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi
sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan
kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status
kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang
sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila
dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya. Upaya
kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban, dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (Undang-undang kesehatan tahun
1992). Adanya undang-undang kesehatan kerja di setiap negara mempunyai
dampak yang begitu besar untuk kondisi kesehatan di tempat kerja. Tujuan
dari hukum ini adalah untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih aman dan
lebih sehat bagi para pekerja (suddarth. 2002: 27).
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah
kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya
(total health of all at work). Sebenarnya hal ini merupakan keuntungan
bagi pemilik lapangan pekerjaan atau para pengusaha untuk
menyediakan lingkungan kerja yang aman karena hasilnya adalah
pengurangan biaya yang berhubungan dengan absennya pekerja, perawatan
pekerja di rumah sakit dan kecacatan (suddarth. 2002: 27).
Menurut Suma’mur (1976), Kesehatan kerja merupakan spesialisasi
ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar
pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif terhadap
penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Keselamatan kerja atau
Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan
safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya
dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan
terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
(DepKes RI, no. 3, 1998). Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa
frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara
kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil
menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban,
bukan kebutuhan. Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek
(Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa Data angka kecelakaan
kerja tahun 2011 lalu mencapai, 99.491 kasus. Jumlah tersebut kian
meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 terjadi
sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009
sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010sebanyak 98.711 kasus. Untuk pada
2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja
per hari.Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun
terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau
kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi
dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat
hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit
akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja,
2005).
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah
kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya
(total health of all at work).Sebagai suatu usaha dalam pencegahan
kecelakaan kerja di bidang keperawatan dikembangkan suatu
spesialisasi perawatan yang disebut dengan perawatan kesehatan kerja
(occupational health nursing). Perawatokupasional dapat bekerja di unit
tunggal dalam lingkungan industri, menjadi konsultan paruh waktu atau
dengan waktu yang terbatas, atau menjadi anggota dari tim indisiplener
yang terdiri dari pekerja kesehatan yang bervariasi seperti perawat,
dokter, fisiolog pelatih, pendidik kesehatan, konsulen, ahli gizi, ahli
teknik keselamatan, dan hygine industri (suddarth. 2002: 27).Perawat
kesehatan okupasional mempunyai fungsi dalam beberapa cara yang
dapat memberikan perawatan langsung pada pekerja yang sakit,
melakukan program pendidikan kesehatan untuk anggotastaf perusahaan,
aau menyususn program kesehatan yang ditujukan untuk mengembangkan
perilaku kesehatan tertentu, seperti makan dengan benar dan olah raga yang
cukup, serta bagaimana menggunakan alat-alat perlindungan dan
pentingnya penggunaan alat-alat tersebut bagi keselamatan kerja, serta
hygine pada setiap pekerja (suddarth. 2002: 27).Maka dari itu, perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang peraturan pemerintah yang
menyangkut kesehatan kerja dan memahami legalsasi yang berhubungan,
serta semua hal yang bersangkutan tentang kesehatan kerja, keselamatan
kerja serta kecelakaan kerja (K3) (Suddarth. 2002: 27).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja di komunitas
pekerja Puskesmas Jelimpo di Kabupaten Landak?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum mengambarkan masalah asuhan keperawatan komunitas
pada kesehatan kerja pada di komunitas pekerja di Puskesmas Jelimpo
Kabupaten Landak Terkait pemakaian APD.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan pengkajian komunitas pada Pekerja terkait
Pemasangan APD di Puskesmas Jelimpo
b. Menegakkan diagnosa keperawatan komunitas atau masalah
potensial komunitas pada Pekerja terkait Pemasangan APD.
c. Merumuskan intervensi keperawatan komunitas pada Pekerja
terkait Pemasangan APD
d. Melaksanakan implementasi keperawatan komunitas pada Pekerja
terkait Pemasangan APD
e. Melakukan evaluasi keperawatan komunitas pada Pekerja terkait
Pemasangan APD
D. Manfaat
1. Bagi Pekerja
Menambah ilmu pengetahuan bidang kesehatan khususnya tentang
pemasangan APD di Puskesmas Jelimpo Kab. Landak
2. Bagi Instansi
Sebagai alternatif pilihan intervensi dengan menggunakan pendidikan
kesehatan pada Pekerja terkait Pemasangan APD
3. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Pontianak
Sebagai pengembangan sumber referensi dan menambah pengalaman
mahasiswa dalam hal asuhan keperawatan di komunitas pada Pekerja
terkait Pemasangan APD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keperawatan Komunitas


1. Definisi Keperawatan Komunitas
Komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah
tertentu, memiliki nilai-nilai keyakinan dan minat yang relatif sama,
serta berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan (Mubarak,
2015). Keperawatan komunitas merupakan suatu sintesis dari praktik
keperawatan dan praktik kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk
meningkatkan serta memelihara kesehatan penduduk. Sasaran dari
keperawatan kesehatan komunitas adalah individu yaitu balita gizi
buruk, ibu hamil resiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular.
Sasaran keluarga yaitu keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah
kesehatan dan prioritas. Sasaran kelompok khusus, komunitas baik yang
sehat maupun sakit yang mempunyai masalah kesehatan atau perawatan
(Ariani, 2015)
Berbagai definisi dari keperawatan kesehatan komunitas telah
dikeluarkan oleh organisasi-organisasi profesional. Berdasarkan
pernyataan dari American Nurses Association (ANA) pada tahun 2004
yang mendefinisikan keperawatan kesehatan komunitas sebagai tindakan
untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dari populasi
dengan mengintegrasikan ketrampilan dan pengetahuan yang sesuai
dengan keperawatan dan kesehatan masyarakat. Praktik yang dilakukan
komprehensif dan umum serta tidak terbatas pada kelompok tertentu,
berkelanjutan dan tidak terbatas pada perawatan yang bersifat episodik.
(Effendi & Makhfudli, 2010).
Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional
yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok
resiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan
menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pelayanan keperawatan. Pelayanan Keperawatan Komunitas
adalah seluruh masyarakat termasuk individu, keluarga dan kelompok
yang beresiko tinggi seperti keluarga penduduk didaerah kumuh, daerah
terisolasi dan daerah yang tidak terjangkau termasuk kelompok bayi,
balita, lansia dan ibu hamil (Veronica, Nuraeni & Supriyono, 2017).
Definisi keperawatan kesehatan komunitas menurut American
Public Health Association (2004) yaitu sintesis dari ilmu kesehatan
masyarakat dan teori keperawatan profesional yang bertujuan
meningkatkan derajat kesehatan pada keseluruhan komunitas. Menurut
World Health Organization (WHO) tahun 1974, keperawatan komunitas
mencakup perawatan kesehatan keluarga (nurse health family) juga
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas, membantu masyarakat
mengidentifikasi masalah kesehatannya sendiri, serta memecahkan
masalah kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada
mereka sebelum mereka meminta bantuan pada orang lain (Veronica,
Nuraeni & Supriyono, 2017).
Perawat kesehatan komunitas merupakan praktik promotif dan
proteksi kesehatan populasi menggunakan pengetahuan keperawatan,
sosial dan ilmu kesehatan masyarakat (American Public Health
Association, 1996). Praktik yang dilakukan berfokus pada populasi
dengan tujuan utama promosi kesehatan dan mencegah penyakit serta
kecacatan untuk semua orang melalui kondisi yang diciptakan dimana
orang bisa menjadi sehat. Perawat kesehatan komunitas bekerja untuk
meningkatkan kesehatan individu, keluarga, komunitas dan populasi
melalui fungsi inti dari pengkajian, jaminan dan kebijakan
pengembangan.
2. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Komunitas
Menurut Depkes (2006), pelayanan keperawatan kesehatan
komunitas dapat diberikan secara langsung pada semua tatanan
pelayanan kesehatan, yaitu :
a. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll)
yang mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat nginap.
b. Di rumah, perawat “home care” memberikan pelayanan secara
langsung pada keluarga di rumah yang menderita penyakit akut
maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan fungsi
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai resiko
tinggi masalah kesehatan.
c. Di sekolah, perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day
care) diberbagai institusi pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan
perguruan tinggi, guru dan karyawan). Perawat sekolah
melaksanakan program screening kesehatan, mempertahankan
kesehatan dan pendidikan kesehatan.
d. Di tempat kerja/industri, Perawat dapat melakukan kegiatan
perawatan langsung dengan kasus kesakitan/kecelakaan minimal di
tempat kerja/kantor, industri, pabrik dll. Melakukan pendidikan
kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja, nutrisi seimbang,
penurunan stress, olah raga dan penanganan perokok serta
pengawasan makanan.
e. Di barak-barak penampungan, perawat memberikan tindakan
perawatan langsung terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan
kecacatan fisik ganda, dan mental.
f. Dalam kegiatan puskesmas keliling, pelayanan keperawatan dalam
puskesmas keliling diberikan kepada individu, kelompok masyarakat
di pedesan, kelompok terlantar. Pelayanan keperawatan yang
dilakukan adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan,
perawatan kasus penyakit akut dan kronis, pengelolaan dan rujukan
kasus penyakit.
g. Di panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak,
panti werda dan panti sosial lainya serta rumah tahanan (rutan) atau
lembaga pemasyarakatan (Lapas).
h. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi
1) Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak,
lansia mendapat perlakukan kekerasan.
2) Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa.
3) Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan obat.
4) Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok
lansia, gelandangan pemulung/pengemis, kelompok penderita
HIV (ODHA/Orang Dengan Hiv-Aids) dan WTS.
Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan komunitas
adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan,
membimbing dan mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat
untuk menanamkan pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat
sehingga mampu memelihara dan meningkatkan derajad kesehatannya.
3. Peran Perawat Komunitas (Provider of Nursing Care)
Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan
masyarakat diantaranya adalah (Mubarak, 2015) :
a. Sebagai Penyedia Pelayanan (Care Provider)
Memberikan asuhan keperawatan melalui mengkaji masalah
keperawatan yang ada, merencanakan tindakan keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasi pelayanan
yang telah diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
b. Sebagai Pendidik dan Konsultan (Nurse Educator and Counselor)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik di rumah, puskesmas dan di
masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan
dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal. Konseling adalah
proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tatanan
psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan
interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan
seseorang. Di dalamnya diberikan dukungan emosional dan
intelektual. Proses pengajaran mempunyai 4 komponen, yaitu
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini sejalan
dengan proses keperawatan dalam fase pengkajian, seorang perawat
mengkaji kebutuhan pembelajaran bagi pasien dan kesiapan untuk
belajar. Selama perencanaan, perawat membuat tujuan khusus dan
strategi pengajaran. Selama pelaksanaan perawat menerapkan
strategi pengajaran dan selama evaluasi perawat menilai hasil yang
telah didapat.
c. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang
baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat
ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
d. Sebagai Pembela (Client Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau tingkat
komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan
fungsinya melalui pelayanan sosial yang ada dalam masyarakat.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien.
Pembelaan termasuk di dalamnya peningkatan apa yang terbaik
untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi
hak-hak klien. Tugas perawat sebagai pembela klien adalah
bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan
dalam memberikan informasi hal lain yang diperlukan untuk
mengambil persetujuan (Informed Concent) atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya. Tugas yang lain adalah
mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan
karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi
dengan banyak petugas kesehatan.
e. Sebagai Manajer Kasus (Case Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai
kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai
dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.
f. Sebagai Kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara
bekerjasama dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli
gizi, ahli radiologi, dan lain-lain dalam kaitanya membantu
mempercepat proses penyembuhan klien. Tindakan kolaborasi atau
kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang
lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat
penting untuk merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.
g. Sebagai Perencana Tindakan Lanjut (Discharge Planner)
Perencanaan pulang dapat diberikan kepada klien yang telah
menjalani perawatan di suatu instansi kesehatan atau rumah sakit.
Perencanaan ini dapat diberikan kepada klien yang sudah mengalami
perbaikan kondisi kesehatan.
h. Sebagai Pengidentifikasi Masalah Kesehatan (Case Finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang
timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan
rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.
i. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Services)
Peran perawat sebagai koordinator antara lain mengarahkan,
merencanakan dan mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada klien. Pelayanan dari semua anggota tim
kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari banyak
professional.
j. Pembawa Perubahan atau Pembaharu dan Pemimpin (Change
Agent and Leader)
Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang
berinisiatif merubah atau yang membantu orang lain membuat
perubahan pada dirinya atau pada sistem. Marriner Torney
mendeskripsikan pembawa perubahan adalah yang melakukan
identifikasikan masalah, mengkaji motivasi dan kemampuan klien
untuk berubah, menunjukkan alternatif, menggali kemungkinan hasil
dari alternatif, mengkaji sumber daya, menunjukkan peran
membantu, membina dan mempertahankan hubungan membantu,
membantu selama fase dari proses perubahan dan membimibing
klien melalui fase-fase ini. Peningkatan dan perubahan adalah
komponen essensial dari perawatan. Dengan menggunakan proses
keperawatan, perawat membantu klien untuk merencanakan,
melaksanakan dan menjaga perubahan seperti pengetahuan,
keterampilan, perasaan dan perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatan.
k. Pengidentifikasi dan Pemberi Pelayanan Komunitas (Community
Care Provider and Researcher)
Peran ini termasuk dalam proses pelayanan asuhan keperawatan
kepada masyarakat yang meliputi pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi masalah kesehatan dan pemecahan
masalah yang diberikan. Tindakan pencarian atau pengidentifikasian
masalah kesehatan yang lain juga merupakan bagian dari peran
perawat komunitas.
B. Konsep Pekerja
1. Pengertian Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-
usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan
kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan
(Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja menyangkut segenap proses
produksi distribusi baik barang maupun jasa (dermawan, deden. 2012:
189).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
2. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerjaadalah upaya penyesuaian antara kapasitas,
beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di
sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU
kesehatan tahun 1992).
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi
permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan
pengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi
aspek kesehatan dari pekerjaitu sendiri (effendi, ferry. 2009: 233).
3. Faktor Resiko Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi
bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor
manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau
kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang
kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko.
Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan
upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat
dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233):
a. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu
diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik
yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita
gangguan atau penyakit akibat kerja.
b. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan,
keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan
sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja
dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima
diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal
awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat
perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi
oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
c. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik,
kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi
lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia,
dll) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban
tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat
menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi
antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan
optimal (effendi, Ferry. 2009: 233).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan
masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di
tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor
pelayanan kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (effendi,
Ferry. 2009: 233).
4. Ruang lingkup kesehatan kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis,
dalam hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan
untuk (effendi, Ferry. 2009: 233):
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat
pekerja disemua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental,
maupun kesejahteraan sosialnya.
b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja
yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungannya.
c. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
d. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
5. Tujuan keselamatan kerja
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakuakn
pekerjaan atau kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas
nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat
kerja.
c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
efisien.
6. Dasar Hukum
Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah Undang-
undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86
(dermawan, deden. 2012: 190):
a. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas :
1) Keselamatan dan kesehatan kerja
2) Moral kesusilaan
3) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
b. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Kecelakaan kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang
dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia dan atau harta benda.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak
diharapkan yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak
terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur
kesenjangan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (dermawan, deden.
2012: 189).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem
program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya
pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan
dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan
apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti
pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan
perusahaan.
a. Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah
penyebab dasar (basic causes) dan penyebab langsung (immediate
causes)
1) Penyebab dasar
a) Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya
kemampuan fisik, mental, dan psikologis, kurang atau
lemahnya pengetahuan dan keterampilan (keahlian), stress,
dan motivasi yang tidak cukup atau salah.
b) Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena
ketidakcukupan kemampuan kepemimpinan dan/ atau
pengawasan, rekayasa (engineering), pembelian atau
pengadaan barang, perawatan (maintenance), alat-alat,
perlengkapan, dan barang- barang atau bahan-bahan,
standart-standart kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang
terjadi di lingkungan kerja.
2) Penyebab langsung
a) Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standart/ unsafe
condition), yaitu tindakan yang akan menyebabkan
kecelakaan misalnya peralatan pengaman, pelindung atau
rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat,
bahan dan peralatan yang rusak, terlalu sesak atau sempit,
sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai,
bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan, kerapian atau tata
letak (houskeeping) yang buruk, lingkungan berbahaya atau
beracun (gas, debu, asap, uap, dan lainnya), bising, paparan
radiasi, serta ventilasi dan penerangan yang kurang (B,
sugeng. 2003)
b) Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standart/ unsafe
act), yaitu tingkah laku, tindak tanduk atau perbuatan yang
dapat menyebabkan kecelakaan misalnya mengoperasikan
alat tanpa wewenang, gagal untuk memberi peringatan dan
pengamanan, bekerja dengan kecepatan yang salah,
menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi,
memindahkan alat-alat keselamatan, menggunakan alat
yang rusak, menggunakan alat dengan cara yang salah, serta
kegagalan memakai alat pelindung atau keselamatan diri
secara benar (B, sugeng. 2003).
b. Kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja Kecelakaan
menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:
1) Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain
bagian mesin, pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, &
lingkungan kerja.
2) Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah
kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.
3) Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan
mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan
sekerja akan bersedih.
4) Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati,
kecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh
bahkan cacat.
5) Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut
nyawa orang & berakibat kematian.
Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya
yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi
menjadi biaya langsung & biaya tersembunyi. Biaya langsung adalah
biaya pemberian pertolongan pertama kecelakaan, pengobatan,
perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak
mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya perbaikan alat-alat mesin
serta biaya atas kerusakan bahan-bahan. Sedangkan biaya
tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu
atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi.
c. Pencegahan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
1) Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang
diwajibkan mengenai kondisi- kondisi kerja pada umumnya,
perencanaan, kontruksi, perwatan & pemeliharaan, pengwasan,
pengujian, & cara kerja peralatan industri, tugas-tugas
pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, &
pemeriksaan kesehatan.
2) Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah
mati atau tak resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi
syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu,
praktek-praktek keselamatan & hygiene umum, atau alat- alat
perlindungan diri.
3) Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-
ketentuan perundang- undangan yang diwajibkan.
4) Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-
bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman,
pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang
pencegahan peledakan gas & debu, atau penelaahan tentang
bahan-bahan & desain paling tepat untuk tambang-tambang
pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
5) Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek
fisiologis & patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, &
keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6) Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola
kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

8. Penyakit akibat kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan
demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau
man made disease (dermawan, deden. 2012: 193).
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI nomor:
PER-01/MEN/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja
bahwa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh pekrjaan atau lingkungan kerja. Beberapa
ciri penyakit akibat kerja adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja,
disebabkan oleh penyebab yang spesifik, ditentukan oleh pemajanan
ditempat kerja, ada atau tidaknya kompensasi. Contohnya adalah
keracunan timbel (Pb), abestosis, dan silikosis (B, sugeng. 2003).
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan
pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (international Labour
Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut penyakit
akibat kerja sebagai berikut :
a. Penyakit akibat kerja-occupational disease
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri
dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related disease
Adalah penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimana
dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi kompleks.
c. Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working
populations
Adalah penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat
diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
1) Jenis penyakit akibat kerja
WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (dermawan,
deden. 2012: 193):
a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
Pneumoconiosis.
b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
karsinoma bronkhogenik.
c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.
d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah
ada sebelumnya, misalnya asma.
Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor: PER-
01/MEN/1981 dicantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan pada keputusan
Presiden RI Nomor 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena
hubungan kerja memuat jenis penyakit yang sama dengan tambahan
penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
Jenis- jenis penyakit akibat kerja tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan
jaringan parut (silikosis, antrakosiliksis, asbestosis) dan
silikotuberkulosisyang silikosisnya merupakan faktor utama
penyebab cacat atau kematian.
b. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang
disebabkan oleh debu logam keras.
c. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) atau
byssinosis yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, hnep (serat yang
diperoleh dari batang tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat yang
diperoleh dari tumbuhan agave sisalana, biasanya dibuat tali).
d. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
e. Alveolitis alergica yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai
akibat penghirupan debu organik.
f. Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya
yang beracun.
g. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau
persenyawaannya yang beracun.
h. Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya
yang beracun.
i. Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya
yang beracun.
j. Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya
yang beracun.
k. Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya
yang beracun
l. Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau
persenyawaannya yang beracun.
m. Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya
yang beracun.
n. Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang
beracun.
o. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
p. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang bercun.
q. Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang
beracun.
r. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena
atau homolognya yang beracun.
s. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat
lainnya.
t. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.
u. Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti CO, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau
derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso, dan nikel.
v. Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan
w. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan
otot, urat, tulang persendian dan pembuluh darah tepi atau saraf
tepi).
x. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang
bertekanan tinggi.
y. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi
yang mengIon.
z. Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi
atau biologis.
aa. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic,
bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk dan
residu dari zat-zat tersebut.
bb. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
cc. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit
yang didapat dalam suatu pekerjaan resiko kontaminsai khusus.
dd. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas
radiasi, atau kelembapan udara yang tinggi.
ee. Penyakit yang disebabkan oleh bahan lainnya termasuk bahan obat.
Menurut (dermawan, deden. 2012: 197-199) penyakit akibat
kerja/penyakit akibat hubungan kerja:
a. Penyakit Saluran Pernapasan
Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut
maupun kronis.
• Akut misalnya :
Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis
akut atau karena virus.
• Kronis, misalnya :
1) Asbestosis
2) Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
3) Edema paru akut : dapat disebabkan oleh bahan kimia
seperti nitrogen oksida.
b. Penyakit Kulit
1) Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam
kehidupan, kadang sembuh sendiri.
2) Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit
kulit yang berhubungan dengan pekerjaan.
3) Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang
merupakan penyeba, membuat peka atau karena faktor lain.
c. Kerusakan Pendengaran
1) Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat
pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena
pekerjaan.
2) Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap
orang dengan gangguan pendengaran.
3) Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya
pendengaran.
d. Gejala pada Punggung dan Sendi
1) Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit
pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada
yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
2) Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
3) Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak
wajar.
e. Kanker
1) Adanya presentase yag signifikan menunjukkan kasus kanker
yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.
2) Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali
didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi.
3) Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20
tahun sebelum diagnosis.

9. APD

a. Definisi APD
Occupational Safety And Health Administrasi On tahun 2010
mendefinisikan Alat Pelindung Diri (APD) adalah sebuah pakaian
khusus atau alat yang di pakai petugas dalam melindungi diri dari
luka atau penyakit yang disebabkan adanya bahaya di tempat kerja.
(KemenKes, 2012).
Sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung wajah
dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung lainnya merupakan
alat pelindung diri yang digunaakan petugas untuk melindungi
dirinya. Alat pelindung diri yang paling baik merupakan alat
pelindung yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau terbuat dari
bahan sintetik yang tidak mampu tembus air atau cairan lain (darah
atau cairan tubuh) (Depkes, 2012).
Jadi APD dapat disimpulkan adalah alat yang digunakan untuk
melindungi diri dari berbagai kontak yang yang dapat
membahayakan petugas kesehatan di tempat kerja baik kontak dari
pasien atau antar petugas. APD yang digunakan harus dalam kondisi
baik tidak rusak. Penggunaan APD pun harus disesuaikan dengan
resiko yang akan dihadapi perawat ketika merawat pasien.

b. Tujuan Menggunakan APD


Penggunaan APD bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan
dari resiko infeksi dari pasien ke petugas. Resiko infeksi tersebut
dapat disebabkan oleh beberupa pajanan dari semua jenis cairan
tubuh (sekret, lender, darah) dan kulit dari pasien ke petugas
kesehatan maupun sebaliknya (Depkes RI, 2010).

Penggunaan APD dapat menjadi sarana pengendalian dan


pencegahaan infeksi pada pasien dan petugas kesehatan. Penggunaan
APD pun harus sesuai dengan kewaspadaan transmisi air bone,
droplet dan kontak agar dapat melakukan pengendalian dan
pencegahan infeksi (KemenKes, 2012).
c. Jenis APD
1) Sarung tangan
Sarung tangan digunakan untuk melindungi petugas dari
penularan penyakit atau infeksi dari kontaminasi tangan petugas
ke pasien atau sebaliknya. Sarung tangan adalah alat pelindung
fisik yang memiliki peranan penting untuk menghindari
penyebaran infeksi di rumah sakit. Penggunaan sarung tangan
harus diganti setelah kontak dengan pasien dan langsung diganti
guna menghindari kontaminasi silang dari petugas ke pasien
maupun ke pasien lainnya (Nia, 2015).
Sarung tangan digunakan oleh petugas kesehatan berfungsi :
a) Untuk mengurangi resiko kontaminasi tangan petugas
kesehatan dengan darah dan cairan tubuh pasien
b) Untuk mengurangi penyebaran kuman ke lingkungan dan
transmisi kesehatan ke pasien dan sebaliknya serta dari
pasien ke pasien lainnya (WHO, 2009 dalam Dewi, 2012)
2) Masker
Penggunaan masker harus menutupi hidung, mulut dan
bagian bawah dagu hingga bagian pipi. Masker berfungsi untuk
melindungi daerah wajah dari cipratan cairan yang berpontesi
menyebabkan infeksi pada petugas melalui saluran hidung, kulit,
dan mulut. Bahan masker harus terbuat dari bahan yang kuat
terhadap cairan agar masker efektif sebagai alat pelindung diri
(Nia, 2015).
Masker digunakan untuk menhindari perawat menghirup
mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan mencegah
penularan pathogen dari saluaran pernapasan. Masker haruas
menutupi seluruh bagian mulut hingga pipi dan bahan masker
harus tahan terhadap cipratan cairan (Potter and Perry, 2005)
3) Alat pelindung mata

Kacamata pelindung bertujuan untuk melindungi mata dari


percikan darah atau cairan tubuh. Kacamata pelindung
menggunakan bahan plastik yang tembus pandang atau kaca
yang tidak mengganggu penglihatan petugas dan dilengkapi
pelindungan pada bagian sisi kacamata. Kacamata pelindung
digunakan dengan masker untuk lebih menjaga keamanan diri
petugas (Nia, 2015).

Pelindung mata berfungsi sebagai pelindung petugas dari


cairan tubuh ke mata petugas. Kacamata plastik bening
(googles), kacamata pengaman, dan visior merupakan alat
pelindung mata. Sedangkan kacamata koreksi dan kacamata
lensa dapat dignakan sebagai kacamata pelindung tapi harus
ditambahakan pelindung pada bagian sisi kacamata. Selama
melindungi wajah petugas harus memakai masker dan kacamata
ketika melakasanakan tugas yang memungkinkan terkena cairan
ke arah wajah. (Depkes.2012)

Perawat menggunakan kacamata untuk melindungi wajah


dari percikan atau semprotan darah atau cairan tubuh lainya
pada saat melakukan tindakan pembersihan luka, membalut
luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai.
Kacamata harus terpasang pas dengan sekeliling wajah dan
harus menutupi semua bagian mata.(Potter and Perry, 2005)

4) Topi

Topi berfungsi sebagai pelindung rambut dan kulit kepala


selama proses pembedahan agar luka pasien terhindar dari benda
asing yang terdapat di kepala dan rambut petugas. Ukuran topi
harus dapat menutupi semua rambut dan kepala petugas.
Meskipun topi dapat melindungi pasien, tetapi tujuan
utamanya yaitu untuk memberikan perlindungan bagi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot (Depkes, 2012).

Topi berfungsi untuk melindungi bagian kulit kepala dan


rambut dari percikan darah atau cairan tubuh ketika operasi dan
mencegah rambut atau serpihan kulit masuk kedalam tubuh
pasien selama proses pembedahan. Topi harus besar dan
menutupi semua bagian kepala agar dapat mengurangi resiko
infeksi dari petugas ke pasien maupun sebaliknya (Nia, 2015).

5) Gaun pelindung

Gaun pelindung berfungsi untuk melindungi baju dan kulit


petugas dari percikan darah atau cairan tubuh ke petugas.
Petugas menggunakan gaun karena ada kemungkinan terjadinya
infeksi melalui kontak cairan ke kulit petugas seperti cairan
sekresi atau eksresi dari pasien. Gaun harus menutupi seluruh
bagian tubuh darin pangkal tangan hinga bagian kaki. Gaun
dilepas sebelum meninggalkan ruangan pasien dan pastikan
tidak ada kontaminasi cairan di kuloit dan baju. Setelah itu
lakukan pencucian tangan 6 langkah guna meminimalisir
penyebaran infeksi penyakit. (Nia, 2015)

Gaun digunakan untuk melindungi baju petugas dari


kemungkinan genangan cairan, percikan cairan atau kontaminasi
carian yang terjadi pada saat penanganan pasien. Digunakan
juga pada saat penanganan pasien yang dicurigai ada penyakit
menular pada pasien. Gaun pelindung juga harus dipakai ketika
di ruangan isolasi yang ada indikasi kontak dengan cairan
seperti perawatan luka, membuang sampah yang terkontaminasi,
menangani pasien yang intensif, operasi, dan perawatan bedah
pada pasien. Penggunaan gaun harus hati-hati agar tidak
mengkontaminasi pakaian atau seragam petugas baik ketika
memakai maupun melepas harus dijaga kebersihannya dari
kontaminasi cairan (Potter & Perry, 2005)

6) Apron
Apron berfungsi sebagai penghalang cairan atau air di
bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
menggunakan apron dibawah gaun pelindung yang bertujuan
untuk melindungi gaun dari percikan air ataupun cairan tubuh
ketika melakukan perawatan yang memiliki resiko tinggi
terkena air dan cipratan cairan tubuh ke patugas. Apron harus
terbuat dari karet atau pelastik yang tahan air untuk mencegah
cairan menkongtaminasi tubuh petugas. (Nia, 2015)

Apron digunakan di bawah gaun penutup ketika melakukan


perawatan pada pasien atau terdapat resiko terkena cairan tubuh
dari pasien. Apron haruslah tahan air agar dapat melindungi
petugas kesehatan dari cairan tubuh pasien yang sakit. (Depkes,
2012)

7) Sepatu pelindung

Sepatu pelindung berfungsi untuk melindung kaki dari


benda- benda yang dapat mencederai kaki. Sepatu pelindung
harus melindungi bagian seluruh kaki dan tahan terhadap air
dan bebes dari kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh
lainya. Sepatu bukan terbuat dari kain maupun kertas karena
tidak tahan air dan tidak kuat terhadap benda tajam. Sepatu
boot digunakan diruang operasi dan bersalin (Nia, 2015). Sepatu
pelindung atau Pelindung kaki berfungsi sebagai alat untuk
mencegah cidera pada kaki yang disebabkan benda tajam atau
ketimpa benda berat. Sepatu boot karet dan sepatu kulit tertutup
dapat digunakan sebagai sepatu pelindung karena memberikan
perlindungan yang lebih baik. Sepatu pelindung harus dijaga
kebersihannya dan terhindar dari kontaminasi cairan. Sepatu
pelindung yang tahan air dan kuat dari benda tajam harus ada di
ruang opersai. (DepKes, 2012)

d. Penetapan Penggunaan APD Sesuai Transmisi

Tabel 1.1 Penggunaan APD Sesuai Transmisi


Kontak Droplet Udara/airbone
APD Sarung tangan bersih Masker Perlindungan saluran
petugas - Menggunakan sarung - Digunakan pernapasaan :
tangan bersih non ketika berjarak - Kenakan masker
steril atau lateks 1 m terhadap respirator (N95)
ketika memasuki pasien saat masuk
ruangan pasien - Masker ruangan pasien
- Tukar sarung tangan digunakan atau suspek TB
dengan sarung tangan untuk paru.
bersih yang baru menutupi - Ruangan pasien
setelah terkena hidung dan tidak boleh
dengan cairan atau mulut dimasuki oleh
benda-benda yang orang yang rentan
dapat menimbulkan - Digunakan terhadap infeksi
infeksi ketika kecuai petugas
- Lepas sarung tangan memasuki yang telah di
ketika meningglakan ruangan pasien imunisasi
pasien dan cuci yang menderita
tangan menggunakan infeski saluran
antiseptic pernapasan
Napas
Gaun :

- Pakai gaun bersih,


atau ketika memasuki
ruang pasien guna
menutupi baju dari
kontak cairan tubuh
pasien, lingkungan
pasien, dan peralatan
yang ada diruang
pasien,
Sumber : PERDALIN Tahun 2010

C. Konsep Asuhan Keperawatan Menurut Betty Neuman


Asuhan keperawatan yang diberikan pada komunitas atau kelompok
adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian
Hal yang perlu di kaji pada komunitas atau kelompok, antara lain
sebagai berikut :
a. Inti (Core), meliputi :
Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri atas usia
yang berisiko, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-
nilai, keyakinan, serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas.
b. Mengkaji 8 susbsistem yang mempengaruhi komunitas, antara lain :
1) Perumahan, bagaimana penerangannya, sirkulasi, bagaimana
kepadatannya karena dapat menjadi stressor bagi penduduk.
2) Pendidikan komunitas, apakah ada sarana pendidikan yang
dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat.
3) Keamanan dan keselamatan, bagaimana keselamatan dan
keamanan dilingkungan tempat tinggal, apakah masyarakat
merasa nyaman atau tidak, apakah sering mengalami stress
akibat keamanan dan keselamatan yang tidak terjamin.
4) Politik dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan, apakah
cukup menunjang, sehingga memudahkan masyarakat
mendapatkan pelayan di berbagai bidang termasuk kesehatan.
5) Pelayanan kesehatan yang tersedia, untuk melakukan deteksi
dini dan merawat/memantau gangguan yang terjadi.
6) Sistem komunikasi, sarana komunikasi apa saja yang tersedia
dan dapat dimanfaatkan di masyarakat tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan penyakit.
7) Sistem ekonomi, tingkat sosial ekonomi masyakarat secara
keseluruhan, apakah pendapatan yang diterima sesuai dengan
kebijakan Upah Minimun Regional (UMR) atau sebaliknya di
bawah upah minimum.
8) Rekreasi, apakah tersedia sarana rekreasi, kapan saja dibuka,
apakah biayanya dapat dijangkau oleh masyakarat.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penelitian klinis tentang respons
manusia terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau
kerentanan respon dari seorang individu, keluarga, kelompok atau
komunitas. Perawat mendiagnosis masalah kesehatan, menyatakan resiko
dan kesiapan untuk promosi kesehatan. Diagnosis berfokus masalah tidak
boleh dipandang lebih penting daripada diagnosis dengan prioritas
tertinggi bagi pasien.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam
medis dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
3. Perencanaan Intervensi
Perencanaan keperawatan didefinisikan sebagai berbagai perawatan,
berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan yang dilakukan oleh
seorang perawat untuk meningkatkan hasil klien atau pasien.
Perencanaan tindakan keperawatan adalah tulisan yang dibuat dan
digunakan sebagai panduan saat melakukan tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah yang muncul.
Perencanaan keperawatan sebaiknya memenuhi persyaratan berikut
ini (DeLaune, 2011) :
a. Bersifat individual, bergantung pada kebutuhan dan kondisi klien.
b. Bisa dikembangkan bersama-sama dengan klien, tenaga kesehatan
lain atau orang yang ada di sekitar klien.
c. Harus terdokumentasi.
d. Berkelanjutan.
4. Implementasi
Merupakan pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan dengan
tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dalam rencana
keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independent), saling ketergantungan/kolaborasi dan tindakan rujukan/
ketergantungan (dependent) (Tartowo & Wartonah, 2015).
5. Evaluasi/penilaian
Evaluasi adalah proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak dan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Tartowo & Wartonah, 2015).
Untuk mempermudah mengevaluasi perkembangan pasien
digunakan komponen SOAP, yaitu :
S : Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O : Data Objektif
Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung kepada pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
A : Analisa
Merupakan suatu masalah yang masih terjadi atau juga dapat
dituliskan suatu masalah baru yang terjadi akibat perubahan status
kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data
subjektif dan objektif.
P : Planning
Perencanaan keperawatan yang dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya (Tartowo & Wartonah, 2015).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Pengkajian
1. Profil Singkat Puskesmas
Puskemas Jelimpo merupakan Puskesmas yang terletak di
Kecamatan Jelimpo Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Puskesmas ini
adalah tipe Puskmemas rawat inap yang merupakan Faskes Tingkat
Pertama BPJS Kesehatan di Kab. Landak.

2. Data Demografi Pekerja


Tabel I : Data Pekerja Puskesmas Jelimpo menurut jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah


1 L 10
2 P 45
Jumlah 55
Tabel 2 : Data Pekerja Puskesmas Jelimpo menurut jenis Pendidikan

No Pendidikan Jumlah
1 SMA 5
2 Diploma 39
3 Sarjana 10
4 S2 1
Jumlah 55

3. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit masa kecil
Seluruh Pekerja mengatakan pernah sakit, seperti demam, batuk
pilek apalagi pada saat pandemi, banyak pekerja yang terpapat virus
Covid-19.
b. Dirawat di rumah
Pekerja mengatakan pada saat terdiagnosis Covid-19, rata-rata dari
mereka melakukan isolasi mandiri dirumah dan melakukan
perawatan di rumah, walaupan ada sebagian pekerja yang dirawat di
Rumah Sakit
c. Perilaku
Hasil pengkajian didapatkan ada beberapa pekerja yang masih lalai
dalam protokol kesehatan, khususnya dalam memakai Alat
Pelindung Diri (APD) dalam melakukan aktivitas di lingkungan
Puskesmas meskipun angka penyebaran Covid sudah mulai
berkurang.
d. Hubungan sosial
Pekerja di Puskesmas Jelimpo memiliki hubungan yang baik antar
sesama, baik di lingkungan Puskesmas maupun dengan masyarakat
sekitar.
4. Pengkajian Inti Komunitas
a. Sejarah
Puskemas Jelimpo merupakan Puskesmas yang terletak di
Kecamatan Jelimpo Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
Puskesmas ini adalah tipe Puskmemas rawat inap yang merupakan
Faskes Tingkat Pertama BPJS Kesehatan di Kab. Landak.
b. Demografi
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, terdapat 55 Pekerja
yang ada di Puskesmas Jelimpo. Perbandingan sex ratio dari jumlah
Pekerja yang dilakukan pengkajian adalah sebagian besar pekerja
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (18%) dan berjenis
kelamin laki – laki sebanyak 45 orang (82%).
c. Etnisitas
Mayoritas Pekerja di Puskesmas Jelimpo adalah suku Dayak dan
sebagian ada yang suku melayu.
d. Nilai dan Keyakinan
Mayoritas Pekerja di Puskesmas Jelimpo beragama Katholik dan
sebagian ada yang beragama Islam.

Subsistem Komunitas
a. Lingkungan
Bangunan fisik Puskesmas telah memenuhi persyaratan Puskesmas
karena merupakan gedung baru yang dibangun oleh pemerindah
daerah Landak. Lingkungan Puskesmas memiliki bangunan yang
sudah tertata rapi, dan telah memenuhi standar. Perancangan interior
ruang bangunan Puskesmas sesuai dengan peraturan perundangan
tentang Puskesmas meliputi pelayaan kesehatan terintergrasi,
pencegahan dan pengendalian infeksi, tinjauan dari aspek 5R
(Ringkas, Rapi, Resik,Rawat, Rajin).
b. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Puskesmas Jelimpo dapat memberikan pelayanan Rawat Inap selain
pelayanan rawat jalan. Disamping itu program pelayanan preventif,
promotif dan rehabilitatif tetap dijalankn untuk meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat khususnya di Desa Jelimpo Kec.
Jelimpo Kab. Landak baik melalui Upaya Kesehatan Peorangan
(UKP) atau Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
c. Ekonomi
Status Pekerjaan di lingkungan Puskemas Jelimpo ada yang
merupakan ASN ada juga yang tenaga Kontrak daerah.
d. Transportasi dan keamanan
Transportasi yang digunakan saat bekerja ada sebagian yang
menggunakan mobil ada yang menggunakan motor. Untuk
kendaraan operasional puskesmas telah disediakan mobil ambulance.
Di Puskesmas Jelimpo juga terdapat petugas keamaan yang berjaga.
e. Politik dan Pemerintahan
Untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan di lingkungan
Puskesmas Jelimpo, pemerintah memberikan dukungan berupa
pemberian alat kesehatan dan mendukung dalam pembangunan
Puskesmas Jelimpo.

f. Komunikasi
Komunikasi antar pekerja mayoritas menggunakan bahasa Dayak
dan Melayu.
g. Pendidikan
Pekerja ada yang latar belakang pendidikan SMA, Diploma dan
sarjana, dan Lulusan S2
h. Rekreasi
Puskesmas biasa mengadakan senam bersama masyarakat sekitar
untuk kebugaran.
B. Pengolahan Data
1. Komposisi Pekerja Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

18%
Laki-laki
Perempuan

82%

Gambar 1. Komposisi Pekerja Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa pekerja di Puskesmas
Jelimpo yang terbanyak adalah perempuan sebanyak 82% (45 orang) dan
laki-laki sebanyak 18% (10 orang)

2. Proporsi Pekerja berdasarkan Pendidikan


Pendidikan

9%
2%
18% SMA
Diploma
Sarjana
S2

71%

Gambar 2. Proporsi Pekerja Berdasarkan Pendidikan


Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa Pekerja di Puskesmas
Jelimpo yang terbanyak adalah dengan tingkat pendidikan Diploma yaitu
sebesar 71% (39 orang),Sarjana dengan 18% (10 orang), SMA dengan 9
% (5 orang) dan S2 dengan 2 % (1 orang).
C. Analisa Data
Berdasarkan data yang telah didapat dari hasil pengkajian kemudian
disusun analisa data sebagai berikut :
NO
DATA ETIOLOGI PROBLEM
.
1. DS: Kurang pengetahuan pekerj Resiko
- Pekerja mengatakan a tentang pentingnya APD terjadinya peningkata
mengeluhkan ada bagi kesehatan dan n penyakit akibat
yang terpapar covid- keselamatan pekerja ketidakpatuhan
19 pemakaian APD
- Pekerja mengatakan
sebagian pekerja tidak
terlalu
memeperhatikan
pentingnya
penggunaan masker
dan sarung tangan
DO:
- 5 orang pekerja (9%)
dari 55 pekerja di
Puskesmas Jelimpo
mengeluh batuk dan
demam. dan 2
diantaranya terpapar
Covid-19
- 5 orang pekerja (9%)
dari 55 Pekerja tidak
menggunakan APD
sesuai prosedur saat
bekerja

2. DS : Kurang terpapar informasi Manajemen


- Pekerja mengatakan kesehatan tidak
ada sebagian pekerja efektif
yang jarang
melakukan cuci
tangan setelah
melakukan pekerjanny
a dan ada yang tidak
patuh untuk memakai
masker
Data Objektif :
- 5 Orang (9%) dari 55
orang pekerja dibagian
non medis Puskesmas
Jelimpo mencuci tangan
setelah bekerja tapi
tidak dengan prosedur
yang benar
D. Penapisan Masalah
Dari hasil analisa data, didapatkan data yang kemudian dilakukan penapisan masalah untuk menentukan prioritas masalah,
adapun penapisan masalah tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

perawat komunitas

Jumlah yg berisiko

Sesuai dg program
Minat masyarakat
Kemungkinan utk

Kemungkinan utk
Sesuai dg peran

Besarnya risiko

Orang/SDM
pemerintah

Total Skor
Peralatan

Prioritas
Tempat
penkes

Waktu
diatasi

Dana
No Masalah Kesehatan

Resiko
1 terjadinya peningkatan 5 3 1 4 4 5 4 5 5 4 4 4 46 1
penyakit
Manajemen kesehatan tidak
2 3 1 2 2 4 5 4 4 5 3 4 4 41 2
efektif
E. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan scoring di atas, maka prioritas diagnosa keperawatan
komunitas pada pekerja di Puskesmas Jelimpo adalah sebagai berikut :
No
Diagnosa Keperawatan Score
.
Resiko terjadinya peningkatan penyakit akibat
ketidakpatuhan pemakaian APD berhubungan dengan
1. 46
Kurang pengetahuan pekerja tentang pentingnya APD bagi
kesehatan dan keselamatan pekerja
Manajemen kesehatan tidak efektif pada pekerja di
2. Puskesmas Jelimpo berhubungan dengan kurang terpapar 41
informasi tentang penggunaan APD .
F. Rencana Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 Resiko terjadinya peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
penyakit akibat ketidakpatuhan 3x24 jam diharapkan kesehatan komunitas Observasi
pemakaian APD berhubungan dengan meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi masalah atau isu kesehatan dan
Kurang pengetahuan pekerja  Ketersediaan program promosi prioritasnya.
tentang pentingnya APD bagi kesehatan meningkat. 2. Identifikasi potensi atau asset dalam lingkungan
kesehatan dan keselamatan pekerja  ketersediaan program proteksi sekolah terkait isu yang dihadapi.
DS: kesehatan meningkat.
- Pekerja mengatakan mengeluhkan  Partisipasi dalam program kesehatan Terapeutik
ada yang terpapar covid-19 komunitas meningkat. 3. Berikan kesempatan kepada pekerja untuk
- Pekerja mengatakan sebagian  Angka kejadian penyakit menurun. berpartisipasi sesuai asset yang dimiliki.
pekerja tidak terlalu 4. Libatkan pekerja untuk meningkatkan
memeperhatikan pentingnya kesadaran terhadap isu dan masalah kesehatan
penggunaan masker dan sarung yang dihadapi.
tangan 5. Libatkan pekerja dalam musyawarah untuk
DO: mendefinisikan isu kesehatan dan
- 5 orang pekerja (9%) dari 55 mengembangkan rencana kerja.
pekerja di Puskesmas Jelimpo 6. Libatkan pekerja dalam proses perencanaan dan
mengeluh batuk dan demam. dan 2 implementasi serta revisinya.
diantaranya terpapar Covid-19 7. Ajarkan cara pelaksanaan pemakaianAPD yang
- 5 orang pekerja (9%) dari 55 sesuai prosedur
Pekerja tidak menggunakan APD
sesuai prosedur saat bekerja
2 Manajemen kesehatan tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Pengambilan Keputusan
pada pekerja di Puskesmas Jelimpo selama 3 x 24 jam diharapkan manajemen Observasi
berhubungan dengan kurang terpapar kesehatan meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi persepsi mengenai masalah.
informasi tentang penggunaan APD  Melakukan tindakan untuk mengurangi
faktor resiko meningkat. Terapeutik
Data Subjektif :  Menerapkan program perawatan 2. Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan
DS : meningkat. yang membantu membuat pilihan.
- Pekerja mengatakan ada  Aktivitas hidup sehari-hari efektif 3. Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari
sebagian pekerja yang jarang memenuhi tujuan kesehatan meningkat. setiap solusi.
melakukan cuci tangan setelah  Verbalisasi kesulitan menjalani 4. Fasilitasi pengambilan keputusan secara
melakukan pekerjannya dan ada program perawatan menurun. kolaboratif
yang tidak patuh untuk memakai
masker Edukasi
DS : 5. Informasikan alternatif solusi secara jelas.
- 5 Orang (9%) dari 55 orang 6. Berikan informasi yang diperlukan oleh
pekerja dibagian non medis pekerja
Puskesmas Jelimpo mencuci
tangan setelah bekerja tapi
tidak dengan prosedur yang
benar
G. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Evaluasi

1. Resiko terjadinya peningkatan 19-04-2022 1. Identifikasi masalah atau isu kesehatan danS:


penyakit akibat 10.30 prioritasnya.  Pekerja mengatakan sudah mengetahui
ketidakpatuhan pemakaian 2. Identifikasi potensi atau asset dalam permasalahan kesehatan yang ada di
APD berhubungan dengan masyarakat terkait isu yang dihadapi. lingkungan pekerjaanya setelah
Kurang pengetahuan pekerja 3. Libatkan pekerja untuk meningkatkan dijelaskan oleh perawat.
tentang pentingnya APD bagi kesadaran terhadap isu dan masalah O:
kesehatan dan kesehatan yang dihadapi.  pekerja tampak bersemangat dalam
keselamatan pekerja 4. Berikan informasi terkait pemasangan APD membahas permasalahan kesehatan di
dan resiko tidak dilaksanakan lingkungan.
5. Berikan informasi terkasi kesehatan dan  Keingintahuan pekerja tampak tinggi.
keselamatan kerja  Pekerja tampak aktif dalam pelaksaan
sosialisasi

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
1. Resiko terjadinya peningkatan 20-04-2022 1. Libatkan pekerja untuk meningkatkan S:
penyakit akibat 10.30 kesadaran terhadap isu dan masalah  Pekerja mengatakan sudah mengetahui
ketidakpatuhan pemakaian kesehatan yang dihadapi. permasalahan kesehatan yang ada di
APD berhubungan dengan 2. Berikan informasi terkait pemasangan APD lingkungan pekerjaanya setelah
Kurang pengetahuan pekerja dan resiko tidak dilaksanakan dijelaskan oleh perawat.
tentang pentingnya APD bagi 3. Berikan informasi terkasi kesehatan dan O:
kesehatan dan keselamatan kerja  pekerja tampak bersemangat dalam
keselamatan pekerja 4. Berikan kesempatan untuk mengevaluasi membahas permasalahan kesehatan di
kegiatan lingkungan.
 Keingintahuan pekerja tampak tinggi.
 Pekerja tampak aktif dalam pelaksaan
sosialisasi

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan
No Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Evaluasi

2. Manajemen kesehatan tidak 21-04-2022 1. Libatkan pekerja untuk meningkatkan S:


efektif pada pekerja di 09.00 kesadaran terhadap isu dan masalah  pekerja mengatakan siap untuk
Puskesmas Jelimpo kesehatan yang dihadapi. dilaksanakan implementasi yang telah
berhubungan dengan kurang 2. Libatkan pekerja dalam musyawarah untuk direncanakan.
terpapar informasi tentang mendefinisikan isu kesehatan dan  pekerja mengatakan siap berkomitmen
penggunaan APD mengembangkan rencana kerja. terhadap kesehatan di lingkungannya.
3. Libatkan pekerja dalam proses perencanaan O :
dan implementasi serta revisinya.  pekerja tampak bersemangat dalam
4. Bangun komitmen antar pekerja. membahas dan berdiskusi mengenai
5. Sosialisasikan tentang informasi kesehatan permasalahan kesehatan di
dan keselamatan kerja lingkungan sekolahnya.

A : Masalah teratasi.

P : Intervensi dihentikan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis asuhan keperawatan komunitas agregrat
Pekerja di Puskesmas Jelimpo dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tahap Pengkajian
Hasil pengkajian ditemukan jumlah pekerja di lingkungan
Puskesmas Jelimpo yaitu 10 laki-laki dan 45 pekerja jenis kelamin
perempuan.
2. Tahap Diagnosa
Pada diagnosa keperawatan ditemukan 2 diagnosa keperawatan,
yaitu Resiko terjadinya peningkatan penyakit dan manajemen kesehatan
tidak efektif .
3. Tahap Intervensi
Intervensi keperawatan disusun berdasarkan masalah yang muncul
serta berpedoman berdasarkan Standar PPNI (SDKI, SLKI, SIKI).
Intervensi utama yang diberikan, yaitu berikan pendidikan kesehatan
(penyuluhan) tentang penggunaan APD
4. Tahap Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan selama 3 kali kunjungan,
tindakan yang telah dilakukan adalah melakukan pengkajian,
mengobservasi kegiatan harian, memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan APD
5. Tahap Evaluasi
Pada evaluasi dengan proses keperawatan yang telah dilaksanakan
pada kelompok komunitas didapatkan hasil, yaitu tujuan tercapai dan
masalah teratasi pada ketiga diagnosa keperawatan yang diangkat.
B. Saran
Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas, maka disampaikan
beberapa saran, sebagai berikut :
1. Kepada Puskesmas Setempat
Diharapkan dapat meningkatkan pengadaan penyuluhan kepada
pekerja di lingkungan Jelimpo Kab. Landak. Diharapkan lebih
meningkatkan perhatian kepada pekerja dan memanajemen kesehatan,
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, R.D. 2015, Efektivitas Senam Ergonomik Terhadap Penurunan Kadar


Gula Darah Pada Lansia di Kelurahan Wonosari Semarang, Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, Vol. 4, No. 1, Juni 2015.

Bulechek, Gloria M. Et all.2015.Nursing Interventions Classification (NIC)


edition 6th.Singapore : Elsevier

Depkes, R.I. 2006, Pedoman Kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat di


Puskesmas, Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik,
Jakarta.

Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru.2015.Nanda International Inc.


Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi
10.Jakarta : EGC.

Moorhead, Sue, et al.2015.Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement


of Health Outcomes edition 5th.Singapore : Elsevier.

Mubarak, I. W. 2015, Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar, Salemba Medika.


Jakarta.

Effendi, F., Makhfudli. 2010, Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan


Praktik dalam Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta.

Knaappila, N.M., Marttunen, M., Frojd, S., Lindberg, N. (2019), Socioeconomic


Trends in Adolescent Smoking in Finland From 2000 to 2015, Journal of
Adolescent Health, Vol. 64, No. 6, Juni 2019.

Nugroho, P.A., Atmanti, H.D. (2020), The Effect of Socio-Economic Factors on


the Individual Smoking Status: Case of Indonesia, Jurnal Ekonomi dan
Studi Pembangunan, Vol. 21, No. 2, Oktober 2020.

Potter, Patricia A. & Anne G. Perry. 2010. Fundamental Of Nursing, 7th Edition.
Penerjemah oleh Adrina Ferderika. Singapore : Elsevier.

Widyanto, F.C. (2014), Keperawatan Komunitas, Nuha Medika, Yogyakarta.


DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai