Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“VARICELLA”

DISUSUN OLEH :

SENNI SARAGIH
NIM. SNR 212250043

PROGRAM STUDI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Varicella
1. Definisi
Varicella adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-
zoster yang sering terjadi pada anak-anak. Pada penyakit ini biasanya
ditandai dengan bintik-bintik pada seluruh tubuh (termasuk wajah),
berwarna kemerahan, dan isi dari bintik (jika sudah membesar) tersebut
adalah cairan. Jika seseorang menderita penyakit ini, maka tubuhnya
akan membentuk kekebalan yang sangat kuat seumur hidup, jadi
penyakit ini hanya terjadi satu kali seumur hidup pada setiap orang
(Djuanda, 2011).
Cacar air sangat menular dan memiliki tiga tahap dalam
perkembangannya. Gejala Varicella Ini dimulai dengan munculnya bintik
merah yang terasa gatal di seluruh tubuh yang menyerupai seperti gigitan
serangga. Kemudian bintik tadi berubah menjadi tonjolan yang berisi
cairan, diikuti oleh tahap akhir yaitu pada saat tahap penyembuhan,
dimana benjolan tersebut pecah dan membuat bekas pada kulit (Djuanda,
2011)
2. Etiologi
Penyebab dari penyakit cacar air adalah virus varicela-zoster. Virus
ini lebih banyak berkembang biaksaat musim hujan atau musim semi dan
musim dingin. Infeksi pertama kali oleh virus ini menyebabkan cacar
air.Infeksi pertama dengan virus tersebut menyebabkan kekebalan dalam
jangka waktu lama. Setelah infeksi pertama, virus tersebut akan menetap
di dalam tubuh namun tidak aktif sampai nanti timbul kekambuhan.
Kekambuhan umunya disebabkan karena sistem imunitas atau daya tahan
tubuh terhadap virus varisela-zoster telah hilang. Kekambuhan ini akan
menyebabkan penyakit herpes zoster, yang umumnya muncul di atas usia
50 tahun (Djuanda, 2011).
3. Manifestasi Klinik
Menurut Ana Solikah, (2019) menyebutkan bahwa terdapat beberapa
tanda gejala varicella/cacar air seperti :
a. Awalnya penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa
lelah, lesu, dan lemas. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus.
Pada kasus yg lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala
dan pusing. Beberapa hari kemudian, muncul kemerahan kecil pada
kulit, yang biasanya pertama kali ditemukan di sekitar dada dan
perut atau punggung dan kemudian muncul di kaki dan wajah.
b. Kemerahan pada kulit ini kemudian berubah menjadi lentingan berisi
cairan dengan dinding tipis, ruam kulit mungkin sangat menyakitkan
atau gatal sehingga penderita tidak sengaja menggaruknya, jika
lentingan ini dibiarkan, maka akan segera mengering membentuk
keropeng (crust) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan
bercak pada kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi).
c. Bercak yang akan memudar seiring berjalannya waktu sehingga
lama kelamaan tidak akan meninggalkan bekas lagi, lain halnya
apabila lentingan atau bintik-bintik cacar air dipecahkan. Krusta
akan segera terbentuk lebih dalam sehingga membutuhkan waktu
lebih lama untuk mengering. Kondisi ini memudahkan terjadinya
infeksi bakteri pada bekas garukan
d. Setelah kering bekas cacar air akan menghilangkan bekas luka yang
dalam. Apalagi jika penderitanya adalah orang dewasa atau dewasa
muda, bekas cacar air akan lebih sulit hilang. Umumnya, munculnya
bintik tidak terjadi secara bersamaan. Saat kering dan mengelupas
pun juga begitu. Sebagian kering, beberapa mulai mengelupas.
Bahkan ada yang mulai mengelupas, ada juga yang baru muncul
bintil-bintil baru. Rasa gatal yang muncul biasanya membuat
penderita cacar air tidak tahan untuk menggaruknya. Akibatnya,
kulit akan penuh bekas luka dan kemungkinan infeksi sekunder bisa
lebih besar. Oleh karena itu, seseorang yang menderita cacar air
harus menahan diri untuk tidak menggaruknya
4. Komplikasi
Pada susunan saraf pusat merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi, sementara komplikasi pada paru-paru (pneumonia) merupakan
komplikasi yang paling serius. Bila tidak tertangani dengan baik,
penyakit cacar air dapat mengakibatkan kematian, terutama pada pasien
dengan daya tubuh yang rendah. Infeksi akibat virus varisela-zoster juga
dapat mempengaruhi kehamilan. Infeksi yang terjadi pada trimester
pertama dalam kehamilan dapat menimbulkan kelainan bawaan pada
calon bayi, sedangkan bila infeksi virus tersebut terjadi pada beberapa
hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan cacar air bawaan (Djuanda,
2011).
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Rosyidah & Anam, (2020) menyatakan dalam
penelitiannya bahwa dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, terdapat
keluhan demam, malaise, dan sakit kepala. Kemudian diikuti munculnya
lesi kulit berupa papula eritematosa yang dalam beberapa jam berubah
menjadi vesikel dan disertai rasa gatal.
Menurut Wijanarko (2021), menyebutkan bahwa ada beberapa
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan apabila terdapat komplikasi :
a. Pemeriksaan Tzank smear untuk mengetahui adanya sel datia berinti
banyak. Hal ini dilakukan dengan mengikis dasar vesikel, membuat
apusan menggunakan pewarnaan Giemsa, Hematoxylin Eosin, atau
pewarnaan lainnya. Pemeriksaan ini tidak spesifik dengan
sensitivitas 60%.
b. Pemeriksaan dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR)
merupakan pemeriksaan diagnostik terbaik dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang baik, serta hasil yang cepat (satu hari atau kurang).
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari DNA VVZ dari cairan
vesikel (spesimen terbaik) atau spesimen lain (pengikisan lesi,
krusta, biopsi jaringan, darah, air liur, atau cairan serebrospinal), 1-4
PCR dapat membedakan VVZ dari virus herpes simpleks, atau
membedakan strain liar dari strain vaksin Oka.
c. Pemeriksaan kultur VZV adalah standar emas untuk mendiagnosis
varisela. Isolasi virus dapat dilakukan dalam 1-2 hari setelah
timbulnya ruam. kultur membutuhkan waktu satu minggu atau lebih.
Sensitivitas kultur lebih rendah dari PCR. Kultur dapat digunakan
untuk menentukan sensitivitas terhadap antivirus. Spesimen
diaspirasi dari vesikel baru dengan cairan bening. Risiko kegagalan
meningkat setelah vesikel menjadi pustula, dan tidak pernah diisolasi
dari kerak.
d. Histopatologi juga dapat dilakukan di mana varicella dapat
ditemukan akantosis, degenerasi balon, badan inklusi intranuklear
eosinofilik (asidofilik), dan sel raksasa berinti banyak (akibat fusi sel
epitel yang terinfeksi dengan sel sekitarnya). Pada dermis dapat
ditemukan edema dan infiltrat sel mononuklear. Pemeriksaan dengan
imunofluoresensi atau pewarnaan imunoperoksidase dari bahan
seluler vesikel baru atau prevesikular dapat mendeteksi VVZ lebih
sering daripada kultur.
e. Pemeriksaan serologis digunakan untuk membuat diagnosis secara
retrospektif dengan membandingkan serum akut dan serum
penyembuhan. Tes ini jarang dilakukan, dan biasanya dilakukan
untuk pasien rentan yang merupakan kandidat untuk isolasi atau
profilaksis. Tes serologis dapat dilakukan dengan fase padat
enzymelinked immunosorbent assay, fluorescent-antibody to
membrane antigen of VZV, atau latex aglutination test. Beberapa tes
tambahan adalah tes darah perifer, yang dapat mengungkapkan
penurunan leukosit. Mungkin juga ada peningkatan moderat pada
enzim hati .
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Wijanarko, (2021) secara umum yaitu :
a. Pertahankan kebersihan yang baik termasuk mandi setiap hari,
perawatan kulit yang cermat, dan pemangkasan kuku.
b. Pengobatan topikal dapat menggunakan bedak untuk mencegah
pecahnya vesikel terlalu dini, dapat ditambahkan zat anti gatal
(menthol, kamper).
c. Antibiotik topikal dapat digunakan jika ada infeksi sekunder.
d. Pengobatan sistemik berupa antivirus analog nukleosida (guanosin
analog), yaitu asiklovir dan pensiklovir. Valasiklovir (ester valin dari
asiklovir) dan famsiklovir (prodrug pensiclovir) diserap lebih baik
dan dalam tingkat darah yang lebih tinggi, sehingga lebih disukai
dalam pengobatan varisela daripada asiklovir. Pemberian terapi
dalam waktu 24 jam dari onset mengurangi waktu pengerasan kulit,
keparahan penyakit, durasi gejala dan demam. Dosis yang dapat
diberikan pada remaja (≥ 40 kg) dan orang dewasa adalah
valasiklovir 1 g per oral (PO) setiap 8 jam selama 7 hari, atau
famsiklovir 500 mg po setiap 8 jam selama 7 hari, atau asiklovir 800
mg po 5 kali/ hari. selama 7 hari.
e. Lini kedua adalah foscarnet (analog dari pirofosfat) terutama untuk
kasus VVZ yang tahan nukleosida. Baris ketiga adalah cidofovir.
Pada kasus dengan 14 komplikasi pneumonia, asiklovir (dalam 36
jam rawat inap) dapat diberikan 10- 15 mg/kgBB secara intravena
(iv) setiap 8 jam selama 7-10 hari serta bantuan pernapasan.
Komplikasi lain seperti ensefalitis, meningoensefalitis, mielitis, dan
komplikasi okular juga diobati dengan asiklovir IV.
f. Sedangkan terapi simtomatik dapat berupa analgesik antipiretik dan
antihistamin (dengan efek sedatif atau sedatif) untuk pruritus.
Antibiotik oral dapat diberikan jika ada infeksi sekunder.
7. Pathway
B. Konsep Asuhan Keperawatan Varicella
1. Pengkajian :
a. Identitas atau biodata
Dalam identitas hal-hal yang perlu dikaji antara lain nama pasien,
alamat pasien, usia pasien biasanya mencakup semua usia dari anak-
anak hingga dewasa, tanggal masuk ke rumah sakit penting untuk
ditinjau untuk melihat kemajuan pengobatan, penanggung jawab
pasien sehingga pengobatan dapat dilakukan dengan persetujuan
pasien dan penyedia layanan kesehatan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan
gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal baik
pada herpes zoster maupun simpleks.
2) Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit
yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat,
selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita
juga mengalami demam.
3) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau
teman dekat yang terinfeksi virus ini.
4) Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami
penyakit atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
5) Riwayat psikososial
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran
dalam keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun
masyarakat.
c. Pola Kehidupan
1) Aktivitas dan istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena
nyeri, dan gatal.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu
makan, anoreksia.
3) Pola aktifitas dan latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi
penurunan pola akifitas pasien.
4) Pola hubungan dan peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi
karena adanya gangguan citra tubuh.
d. Pengkajian fisik
1) Keadan umum
Tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital pasien
2) Head toe toe
a) Kepala : Bentuk kepala dan kulit kepala
b) Rambut : Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut,
keadaan rambut tertata rapi
c) Mata : Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa
dan nyeri tekan, tidak ada penurunan penglihatan.
d) Hidung : Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat
secret, tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia.
Anosmia, parosmia, kakosmia
e) Telinga :
- Inspeksi : Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista
epidemoid, dan keloid. Lubang telinga : tidak terdapat
obstruksi akibat adanya benda asing.
- Palpasi : Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan
pada otitis media dan mastoidius.
f) Mulut dan gigi : Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah,
warna gusi merah muda, tidak terdapat perdarahan gusi, dan
gigi bersih.
g) Leher : Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak
ada nyeri tekan.
h) Thorak :
- Bentuk : simetris
- Pernafasan : regular
- Tidak terdapat otot bantu pernafasan
i) Abdomen
- Inspeksi : Bentuk normal/simetris, benjolan
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa /
benjolan, tidak terdapat tanda tanda asites, tidak terdapat
pembesaran hepar
- Perkusi : suara abdomen
j) Reproduksi : Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang
perlu diperhatikan adalah bagianglans penis, batang penis,
uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah
yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora,
klitoris, introitus vagina, dan serviks Jika timbul lesi, catat
jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi
kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
limferegional
k) Ekstremitas : Tidak terdapat luka dan spasme otot.
l) Integumen : Ditemukan adanya vesikel-vesikel
berkelompok yang nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat
pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
2. Diagnosa dan Perencanaan
No Diagnosa Luaran Intervensi
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I. 08238)
dengan Agen 2x24 jam pasien diharapkan Observasi
pencedera Fisik Tingkat Nyeri Menurun 1. Kaji lokasi, karakteristik,
( D.0077) dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
1. Nyeri menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
4. Nafsu makan membaik verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur 
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia (I.15506)


berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan proses selama 1 x 24 jam, maka 1. Identifikasi penyebab
penyakit : infeksi termoregulasi membaik, hipertermia (mis: dehidrasi,
(D.0130) dengan kriteria hasil: terpapar lingkungan panas,
1. Suhu tubuh membaik penggunaan inkubator)
2. Suhu kulit membaik 2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urin
5. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis: selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
Integritas Kulit tindakan keperawatan (I.11353)
berhubungan 2x24 jam, integritas Observasi
dengan Kurang kulit membaik dengan 1. Identifikasi penyebab gangguan
terpapar Kriteria hasil : integritas kulit ( mis.
informasi 1. Kerusakan lapisan Perubahan sirkulasi, perubahan
tentang upaya kulit menurun nutrisi, penurunan mobilitas)
mempertahankn 2. Kemerahan menurun Terapeutik
integritas 3. Suhu kulit membaik 1. Ubah posisi setiap 2 jam tirah
jaringan baring
( D.0129) 2. Gunakan produk berbahan
patrolium atau minyak pada
kulit
3. Gunakan produk berbahan
ringan atau alami dan
hipoalergi pada kulit sensitive
Edukasi
1. Anjurkan minum air yang
cukup
2. Anjurkan meningkan nutrisi
3. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
4. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai