Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (masalah utama)


Resiko Bunuh Diri

II. Proses terjadinya masalah


Seseorang yang memiliki riwayat masa lalu dengan mendapat perilaku kekerasan dari
orang tua, teman, saudara kandung, orang lain, lalu sesorang itu menjauhi keramaian,
melakukan isolasi sosial dan berakhir dengan bunuh diri. Seseorang yang juga pernah
mengalami pembullyan fisik maupun verbal dari orang tua, teman, saudara kandung, orang
lain dan seseorang yang mengalami kegagalan dalam hubungan rumah tangga, pekerjaan,
tidak punya uang, terlilit oleh banyak hutang yang dapat mengakibatkan seseorang tersebut
menjadi mempunyai masalah harga diri rendah dan bisa meningkatkan peluang seseorang
tersebut menjadi isolasi sosial dan memiliki keinginan resiko bunuh diri.

III. A. Pohon masalah

Resiko cedera/ kematian

Resiko bunuh diri

Gangguan konsep diri:


Harga diri rendah

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Pengkajian dilakukan dengan melalui kegiatan wawancara dan observasi klien
dan keluarga yang merawat atau menemani pasien dalam sehari hari. Beberapa hal
yang perlu dikaji antara lain: faktor resiko, faktor predisposisi, faktor presipitasi, tanda
dan gejala dan mekanisme koping
1. Fakotr resiko
Faktor resiko bunuh diri melipiti beberapa hal, yaitu:
a. Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah dua kali
lipat dari orang yang menikah. Sementara itu, orang dengan status
bercerai, berpisah atau janda memiliki tingkat empat sampai lima kali
lebih besar daripada orang menikah (Jacobs dkk dalam townsend, 2009
dan dalam sutejo, 2019)
b. Jenis kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh
wanita, namun tindakan bunuh diri lebih sering sukses terjadi pada pria.
Jumlah bunuh diri yang sukses dilakukan oleh pria sekitar 70% sedangkan
wanita hanya berjumlah 30% (townsend,2009 dalam sutejo, 2019). hal ini
berkaitan dengan semematikan apa sarana yang digunakan untuk
melakukan bunuh diri, seperti senjata api. Perbedaan antara pria dan
wanita ini mungkin juga mencerminkan kecenderungan perempuan untuk
mencari dan menerima bantuan dari teman atau tenaga proffesional
sedangkan, pria sering melihat bahwa mencari bantuan merupakam tanda
kelemahan.
c. Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh Ameican journal of
phsyciatry, pria dan wanita depresi yang mengganggap dirinya berafiliasi
dengan agama cenderung mencoba bunuh diri dibanding rekan – rekan
non religius mereka (Dervic, Dkk via townsnd, 2009 dalam sutejo, 2109)
d. Status sosial ekonomi
Indivdu dikelas sosial tetinggi dan terendah memiliki tingkat resiko
bunuh diri paling banyak atau tertinggi daripada kelas menengah (sadock
and sadock, 2007 dalam sutejo, 2019)
e. Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistik menunjukkan bahwa orang kulit
putih berada resiko tertinggi untuk bunuh diri, diikuti oleh penduduk asli
amerika, orang amerika afrika, dan asia amerika (pusat nasional statistik
kesehatan dalam townsend, 2009 dalam sutejo, 2019)
Berdasarkan faktor resiko beriku merupakan beberapa kriteria yang bisa
digunakan
dalam menilai fakor resiko bunuh diri
a. faktor resiko versi hatton, valente dan rink 1977 dalam yusuf, dkk, 205
dalam sutejo, 2019
No Perilaku atau Intensitas Resiko
Rendah Sedang Tinggi
gejala
1 Cemas Rendah Sedang Tinggi/panik
2 Depresi Rendah Sedang Berat
3 Isolasi Perasaan Perasaan Tidak
(Menarik diri) depresi yang tidak berdaya, berdaya,
samar putus ada, putus asa,
menarik diri menarik diri,
protes pada
diri sendiri
4 Fungsi sehari - Umumnya Baik pada Tidak baik
hari baik pada beberapa pada semua
semua aktifitas aktivtas
aktivitas
5 Sumber – sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi coping Umumnya Sebagian Sebagian
konstruktif konstruktif besar
desktruktif
7 Orang penting/ Beberapa Sedikit atau Sama sekali
dekat hanya satu tidak
mempunyai
8 Pelayanan Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap
psikiater yang lalu positif memuaskan negatif
terhadap
pertolongan
9 Pola hidup Stabil Sedang Tidak stabil
(stabil-tidak
stabil)
10 Pemakaian Tidak sering Sering Terus
alkohol dan obat menerus
11 Percobaan bunuh Tidak atau Dari tidak Dari tidak
diri sebelumnya yang tidak sampai cara sampai
fatal yang agak berbagai
fatal cara yang
fatal
12 Disorientasi dan Tidak ada beberapa Jelas atau
disorganisasi ada
13 Bermusuhan Tidak atau Beberapa Jelas atau
sedikit ada
14 Rencana bunuh Samar, Sering Sering dan
diri kadang – dipikirkan, konsisten
kadang ada kadang – dipikirkan
pikiran, tidak kadang ada dengan
ada rencana ide untuk rencana
merencanakan spesifik

b. SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)


tingkat keparahan dan perilaku klien resiko bunuh diri menurut
SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)

Skor Tingkat Deskripsi


keparahan
4 Sangat tinggi Klien menyatakan bahwa dia hampir seratus
persen ingin mati. Klien merasakan bahwa
metode dan persiapannya sudah sempurnam
untuk menghasilkan kematian. Pada tingkat
ini, klien aktif mencoba bunuh diri
3 Tinggi Klien ingin mati lebih dari tidak, klien
mengambil langkah (tindakan pencegahan
atau metode yang memadai) untuk
memastikan bahwa usaha bunuh diri tersebut
akan mengakibatkan kematian. Klien
mengancam untuk bunuh diri, seperti
”tinggalkan saya atau saya bunuh diri”
2 Sedang Keseimbangan antara keinginan klien untuk
mati dan ingin hidup diperkirakan sama atau
ambigu. Klien aktif memikirkan bunuh diri
tetapi tidak ada percobaan bunuh diri
1 Ringan Klien memiliki beberapa kecenderungan
untuk mati tetapi memiliki kecenderungan
untuk hidup lebih banyak. Klien terutama
ingin mencapai sesuatu selain bunuh diri
(terlapas dari masalah atau rasa sakit atau
menunjukkan orang lain bagaimana
perasaannya). Walaupun sebagian dirinya
meninginkan kematian dan tidak akan
peduli jika kematian adalah hasil dari
tindakan ini. Klien memiliki ide bunuh diri,
tetapi tidak ada percobaan bunuh diri dan
tidak mengancam bunuh diri

c. Faktor resiko versi stuart


Faktor Resiko tinggi Resiko rendah
Umur  45 tahun dan remaja 25 – 45 tahun atau kurang
dari 12 tahun
Jenis Laki – laki Perempuan
kelamin
Status Cerai, pisah, janda/duda Kawin
perkawinan
Jabatan Proffesional Pekerja kasar
Pekerjaan Penggangguran Bekerja
Penyakit Kronik, terminal Tidak ada yang serius
kronis
Gangguan Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian
mental
2. Faktor resiko lainnya
Townsend (2009) dalam sutejo (2019) menyatakan beberapa faktor resiko
lainnya dalam resiko bunuh diri. Individu dengan gangguan perasaan (depresi
berat dan gangguan bipolar) jauh lebih mungkin untuk melakukan bunuh diri.
Gangguan kejiwaan lain yang mungkin menyebabkan perilaku bunuh diri,
meliputi: gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif, skizofrenia, gangguan
kepribadian, dan gangguan ansietas (jacobs, dkk dalam townsend 2009 dalam
sutejo 2019). insomnia berat dikaitkan dengan peningkatan resiko bunuh diri,
meskipun dengan tidak ada deprsi .
Penggunaan alkohol, terutama kombinasi alkohol barbiturat,
meningkatkan resiko bunuh diri. Psikosis, terutama dengan halusinasi perintah
(command hallucinations), menimbulkan resiko lebih tinggi dari biasanya.
Selain itu, faktor yang turut meningkatkan resiko bunuh diri adalah penderita
penyakit kronik yang menyaktitkan atau melumpuhkan.
Remafedi, dkk. Via townsend (2009) dalam sutejo (2019), menemukan
fakta bahwa tingkat bunuh diri pada remaja homoseksual lebih tinggi daripada
rekan remaja heteroseksual mereka. Resiko lebih tinggi juga dikaitkan dengan
riwayat bunuh diri keluarga, terutama orang tua dengan jenis kelamin sama.
Orang – orang yang telah melakukan usaha bunuh diri sebelumnya lebih
beresiko lebih tingg untuk bunuh diri. Sekitar setengah dari individu yang
bunuh diri sebelumnya telah mencoba bunuh diri. Disisi lain, kehilangan
orang yang dicintai karena kematian atau perpisahan dan kurangnya pekerjaan
serta peningkatan beban keuangan juga meningkatkan resiko.
3. Faktor predisposisi
Townsend (2009) dalam sutejo (2019) menyatakan bahwa faktor
predisposisi dari resiko bunuh diri diklasifikasikan menjadi tiga:
a. Faktor biologis
Faktor – faktor biologis meliputi faktor genetik dan faktor
neurokimia(townsend, 2009) dalam sutejo (2019). perilaku bunuh diri
sangat bersifat familial (keturunan). Riwayat keluarga tentang perilaku
bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh diri dan bunuh diri
sepanjang siklus hidup dan diagnosis psikiatri. Transmisi ini terlepas
dari transmisi gangguan kejiwaan.
Sebaliknya, perilaku – perilaku bunuh diri tampaknya dimediasi
oleh transmisi kecenderungan agresi impulsif, sifat yang mengarahkan
klien ke cenderungan yang lebih tinggi untuk bertindak atas pemikiran
bunuh diri. Sementara itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
berkaitan dengan faktor neurokimia, klien depresi yang mencoba
bunuh diri mengalami kekurangan serotonin dan perubahan dalam
noradrenegik.
b. Faktor psikolgis
Klien resiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan ,
kemarahan, keputusasaan, rasa bersalah, rasa malu, terhina dan
stressor
1) Kemarahan
Freud dalam townsend (2009) dalam sutejo (2018) percaya
bahwa bunuh diri merupakan respons terhadap kebencian diri
yang intens yang dimiliki seorang indvidu. Dia menafsirkan
bahwa diri merupakan tindakan agresif terhadap diri sendiri
yang sering kali sebenarnya diarahkan pada orang lain.
2) Keputusasaan dan rasa bersalah
Seorang individu yang putus asa merasa tak berdaya untuk
berubah, tapi dia juga merasa bahwa hidup itu tidak mungkin
tanpa perubahan semacam itu. Rasa bersalah dan pembenaran
diri adalah aspek lain dari keputusasaan. Komponen afektif ini
ditemukan pada veteran vietnam dengan gsngguan stress pasca
trauma yang menunjukkan perilaku bunuh diri (hendin dalam
townsend, 2007 dalam sutejo 2019)
3) Riwayat agresi dan kekerasan
Penelitian menunjukkan bahwa perilaku kekerasan sering
berjalan beriringan dengan bunuh diri (carroll-ghosh, dkk
dalam townsend, 2009 daam sutejo, 2019). Studi ini
menghubungkan perilaku bunuh diri pada individu yang
mengalami kekerasan hingga kemarahan secara sadar. Oleh
karena itu, studi ini mengutip kemarahan sebagai faktor
psikologis penting yang mendasari perilaku bunuh diri (hendin
dalam townsend, 2009 dalam sutejo 2019).
4) Rasa malu dan terhina
Bunuh diri sebagai mekanisme untuk ”menyelamatkan
muka”, sebuah cara yang dirasakan klien dapat mencegahnya
dari penghinaan publik menyusul adanya kekalahan sosial,
seperti kehilangan status atau kehilangan materi tiba – tiba.
Seringkali orang – orang ini terlalu malu untuk mencari
pengobatan atau sistem pendukung lainnya (townsend, 2009
dalam sutjeo, 2018)
5) Stressor
Stressor konflik, perpisahaan dan penolakan berkaitan
dengan perilaku bunuh diri pada remaja atau dewasa mud.
Stressor utama yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri
kelompok berusia 40 sampai 60 tahun adalah masalah ekonimi.
Sementara itu, setelah 60 tahun, penyakit medis memainkan
peran yang signifikan sebagai stressor dan menjadi fajtor
predisposisi utama terhadap perilaku bunuh diri pada individu
yang berumur lebih dari 80 tahun.
c. Faktor soial budaya
Durkhiem menggambarkan tiga kategori sosial bunuh diri:
1. Bunuh diri egostik
Merupakan respon invidu yang merasa terpisah dam terlepas
dari arus utama masyarakat. Integrasi kurang dan individu tidak
merasa menjado bagian dari kelompok kohesif (seperti keluarga
atau gereja)
2. Bunuh diri altruistik
Individu yang secara berlebihan diintegrasikan ke dalam
kelompok. Kelompok ini diatur oleh ikatan budaya, agama atau
politik dan kesetiaan begitu kuat, sehingga individu bersedia
mengorbankan hidupnya untuk kelompok tersebut
3. Bunuh diri anomik
Merupakan respon terhadap perubahan yang terjadi dalam
kehidupan individu (misal: perceraian, kehilangan pekerjaan) yang
mengganggu perasaan keterkaitan dengan kelompok. Interupsi
dalam norma kebiasaan perilaku menanamkan perasaan
”keterpisahan”dari ketakutan pada ketiadaan dukungan dari
kelompok kohesif sebelumnya.
4. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus resiko bunuh diri:
a. Kehilanga hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan
yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan klien
yang menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan
didukung dengan data hasil wawancara dan observasi. Data yang digunakan
adalah data subjektif dan objektif
a. Data subjektif
Klien menungkapkan tentang:
1) Merasa hidupnya tidak berguna lagi
2) Ingin mati
3) Pernah mencoba bunuh diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya
b. Data objektif
Data objektif resiko bunuh diri adalah
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Banyak diam
4) Ada bekas percobaan bunuh diri
Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat ditemukan melalui wawancara
dengan mengajukan pertanyaan:
a. Bagaimana perasaan klien saat ini?
b. Bagaimana perasaan klien terhadap dirinya?
c. Apakah klien mempunyai pikiran ingin mati?
d. Berapa kali sering muncul pikiran ingin mati?
e. Kapan terakhir berpikir ingin mati?
f. Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri?
Sudah berapa kali? Kapan terakhir melakukannya? Dengan apa klien
melakukan percobaan bunuh diri? Apa yang menyebabkan klien ingin
melakukan percobaan bunuh diri?
g. Apakah saat ini masih berpikir untuk melakukan perilaku bunuh diri?
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat juga ditemukan melalui observasi,
antara lain:
a. Klien tampak murung
b. Klien tampak tidak bergairah
c. Klien tampak banyak diam
d. Ditemukan adanya bekas percobaan bunuh diri
Data hasil wawancara dan observasi di dokumentasikan pada kartu
berobat klien dipuskesmas. Berikut merupakan contoh pendokumentasian
hasil pengkajian:
Data: klien mengatakan bosan hidup, ingin mati saja karena merasa bersalah
dengan kedua orang tuanya karena gagal masuk universitas yang diharapkan
kedua orang tuanya, baru 2 hari yang lalu, melakukan percobaan ͦdiri
pertama kali, pada pergelangan tangannya ada bekas luka sayatan. klien
tampak murung, banyak diam, tidak bergairah.
Identifikasi beratnya masalah resiko bunuh diri: isyarat, ancaman, percobaan
(jika percobaan segera rujuk)
6. Sumber Koping
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan
kultural. Durkhiem membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri.
Berdasarkan motivasi seseorang terdapat tiga sub kategori bunuh diri, yaitu:
a. Bunuh diri egoistik
Akibat seseorang memeiliki hubungan sosial yang buruk
b. Bunuh diri altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiaasaan
c. Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak memberikan kenyaman bagi individu

IV. Diagnosa keperawatan


Bunuh Diri

V. Rencana tindakan keperawatan


Rencana tindakan keperawatan pada gangguan jiwa: bunuh diri
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
1. Resiko TUM : Setelah dillakukan Bina hubungan saling Kepercayaan diri
Bunuh Pasien tidak asuhan percaya dengan pasien merupakan
diri: mencederai keperawatan mengemukakan prinsip hal yang akan
ancaman/ dirinya sendiri selama 3 dalam komunikasi terapeutik: memudahkan
percobaan atau tidak seminggu a. Ucapkan salam perawat dalam
melakukan diharapkan Pasien terapeutik: sapa melakukan
bunuh diri menunjukkan pasien dengan ramah, pendekatan
tanda- tanda baik verbal maupun keperawatan atau
TUK 1 : percaya pada non verbal intervendsi
Pasien dapat perawat dengan b. Jabat tangan dengan selanjutnya
membina KH: pasien terhadap pasien
hubungan saling a. Ekspresi wajah c. Perkenalkan diri
percaya cerah dengan sopan
b. Mau berkenalan d. Tanyakan nama
c. Adanya kontak lengkap pasien dan
mata nama panggilan yang
d. Bersedia disukai pasien
menceritakan e. Jelaskan tujuan
perasaannya pertemuan
e. Bersedia f. Buat kontrak topik,
mengungkapkan waktu, d an tempat
masalah setiap kali bertemu
dengan pasien
g. Tunjukkan sikap
empati dan menerima
klien apa adanya
h. Beri perhatian kepada
pasien dan kebutuhan
dasar pasien
TUK 2: Setelah dillakukan 1. Temani pasien Pasien tidak
Pasien tetap asuhan terus menerus sampai melakukan
aman dan keperawatan dapat dipindahkan percobaan bunuh
terlindungi selama 3 dalam ketempat aman diri
seminggu 2. Jauhkan semua
diharapkan Pasien benda benda yang
tetap aman, berbahaya atau
terlindungi dan mempunyai potensi
selamat membahayakan
(misal: pisau, silet,
kaca, gelas, ikat
pinggang)
3. Dapatkan orang
yang mampu dengan
segera membawa
pasien kerumah sakit
untuk pengkajian
lebih lanjut dan
kemungkinan dirawat
4. Memeriksa
apakah klien benar
benar telah meminum
obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
5. Dengan lembut
menjelaskan kepada
pasien bahwa anda
akan melindungi
pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh
diri
2. Resiko TUK 1: Setelah dillakukan 1. Diskusikan cara Pasien tidak
bunuh Pasien asuhan mengatasi keinginan melakukan
diri: mendapat keperawatan bunuh diri dengan percobaan bunuh
isyarat perlindungan selama 3x dalam klien: diri
bunuh dari seminggu a. Meminta bantuan
diri lingkungannya diharapkan pasien dari keluarga atau
tetap dalam teman
keadaan aman dan
selamat

TUK 2: Setelah dilakukan 1. Beri kesempatan Penguatan (re-


Pasien dapat asuhan pada pasien untuk inforcement)
meningkatkan keperawatan mengungkapkan positif akan
harga dirinya selama 3x dalam perasaannya meningkatkan
seminggu 2. Berikan pujian bila harga diri pasien
diharapkan pasien pasien dapat
mampu mengatakan perasaan
meningkatkan postif
harga dirinya 3. Yakinkan pasien
bahwa dirinya
penting
4. Rencanakan aktifitas
yang pasien dapat
lakukan

TUK 3: Setelah dilakukan 1. Diskusikan dengan Pasien tidak


Meningkatkan asuhan pasien cara mencoba
kemampuan keperawatan menyelesaikan melakukan tindaka
pasien dalam selama 3x dalam masalahnya bunuh diri
memecahkan seminggu 2. Diskusikan dengan
masalah diharapkan pasien pasien tentang
mampu efektifas tiap – tiap
menggunakan cara penyelesaian
penyelesaian masalah tersebut
masalah yang baik 3. Diskusikan dengan
pasien cara
menyelesaikan
masalah yang lebih
baik

TUK 4: Setelah dilakukan 1. Diskusikan dengan Meningkatkan


Meningkatkan asuhan pasien tentang kepercayaan diri
kemampuan keperawatan harapan pasien dan harapan pasien
menyusun selama 3x dalam 2. Diskusikan cara cara serta mencegah
rencana masa seminggu mencapai masa perilaku destruktif
depan diharapkan pasien depan
mampu menyusun 3. Latih pasien langkah
rencana masa langkah kegiatan
depan mencapai masa
depan
4. Diskusikan dengan
pasien efektifitas
masing – masing
kegiatan mencapai
masa depan

TUK 5 Keluarga 1. Ajarkan keluarga 1. Mendorong


Meningkatkan mengetahui tanda tentang tanda dan keluarga untuk
pengetahuan dan gejala bunuh gejala bunuh diiri mampu
dan kesiapan diri serta yang muncul pada merawat pasien
keluarga dalam perawatannya pasien dan tanda dan secara mandiri
merawat pasien terhadap anggota gejala yang di rumah
dengan resiko keluarga dengan umumnya muncul 2. Keluarga
bunuh diri resiko bunuh diri pada pasien berisiko sebagai support
bunuh dri system (sistem
2. Ajarkan cara pendukung)
melindungi pasien akan sangat
dari perilaku bunuh berpengaruh
diri seperti: dalam
a. Diskusikan cara mempercepat
yang dapat proses
dilakukan jika penyembuhan
pasien pasien
memperlihatkan 3. Meingkatk
tanda dan gejala an peran
bunuh diri keluarga dalam
b. Berikan tempat merawat pasien
aman dirumah
c. Jauhkan barang
barang yang
berpotensi
digunakan untuk
bunuh diri
d. Senantiasa
melakukan
pengawasan

Anda mungkin juga menyukai