Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH DAN ASKEP DI LAPAS

DI SUSUN OLEH:
KELOMPPOK 14

NAMA-NAMA KELOMPOK

MARIA GORETTI MIKKU ATE (2018610002)


NURMIAN (20186100
YULI (20186100

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya SWT, serta dorongan dari semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dan asuhan keperawatan ini dengan baik. Makalah dan askep ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan komunitas II.

Dengan selesainya makalah dan Askep ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah dan Askep ini, kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Oleh
karena itu kami sangat membutuhkan saran dan kritik dari pembaca untuk penyempurnaannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Malang, Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
Cover ……….. .............................................................................................................................I
Kata Pengantar… .........................................................................................................................II
Daftar Isi…………. .....................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah……. .......................................................................................2
C. Tujuan……….……………….…………….…………………….…………..…..2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi lapas.........................................................................................................3
B. Area lapas……. ....................................................................................................4
C. Kelompok binaan……………….………..…….. ……………………………....6
D. Keadaan umum di lapas ……. ..............................................................................8
E. Klasifikasi penghuni lapas...... .............................................................................10
F. Proses pembinaan narapidana dalam system permasyarakatan...........................11
G. Masalah Kesehatan dalam lapas ...........................................................................12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................................15


BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………………16
B. SARAN…………………………………………………………………………………..16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..….. 17
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap
orang- orang yang dijatuhi hukuman penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan. Para penghuninya hidup dengan aturan-aturan yang ditetapan oleh lembaga, tetapi
karakter dari penghuni-penghuni lain berpengaruh besar pada kehidupan mereka selama di LP.
Mereka hidup terpisah dari masyarakat dan yang unik adalah penghuninya sama-sama
mempunyai latar belakang masalah yang mengharuskan mereka mendapatkan hukuman dan pada
umumnya akan diberi label yang tidak baik dalam masyarakat. Penghuni LP kebanyakan adalah
laki-laki, tetapi jumlah wanita dan remaja juga ikut berpengaruh pada populasi keseluruhan.
Umumnya para narapidana menjalani hukuman karena suatu tindakan yang melanggar
hukum seperti pembunuhan, pencurian, penipuan, pemerkosaan, penggunaan obat-obat terlarang,
dll. Dalam makalah ini, yang disoroti adalah tentang pembinaan pada narapidana dengan kasus
narkoba karena para narapidana narkoba kondisinya sangat berbeda yaitu mempunyai karakter
dan perilaku yang berbeda akibat penggunaan narkoba yang telah dikonsumsinya. Diantaranya
adalah kurangnya tingkat kesadaran akibat rendahnya kamampuan penyerapan, keterpurukan
kesehatan dan sifat overreaktif dan overproduktif. Dengan kondisi demikian, maka perlu
penanganan khusus pada narapidana narkoba dibandingkan dengan narapidana yang lain.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil dalam
memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional setting” . perawat
memberikan pelayanan secara menyeluruh. Dari data disebutkan bahwa para narapidana paling
banyak mengalami keluhan fisik seperti kurang nafsu makan (38,9%), daya tahan menurun
(36.,9%), badan menjadi kurus (35,3%), dan gangguan-gangguan lain pada system tubuh.
Sedangkan keluhan mental yang paling sering terjadi adalah gangguan tidur (48,6%), sering lupa
(48,3%), gelisah (44,2%) dan cemas (37,2%).
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud dengan lapas ?


2. Apa saja area lapas ?
3. Apa saja kelompok binaan
4. Bagaimana keadaan umum di lapas ?
5. Apa saja klasifikasi penghuni lapas ?
6. Bagaimana proses pembinaan narapidana dalam system permasyarakatan ?
7. Apa saja masalah Kesehatan dalam lapas ?
8. Bagaimana proses asuhan keperawatan dalam keperawatan komunitas ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui defenisi lapas


2. Untuk mengetahui apa saja area lapas
3. Untuk mengetahui apa saja kelompok binaan
4. Untuk mengetahui bagaimana keadaan umum di lapas
5. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi penghuni lapas
6. Untuk mengetahui bagaimana proses pembinaan narapidana dalam system
permasyarakatan
7. Untuk mengetahui apa saja masalah Kesehatan dalam lapas
8. Untuk mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan dalam keperawatan
komunitas
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Lapas (Correctional Setting)


Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan
dan kewajiban bertanggungjawab dalam menangani kehidupan narapidana untuk dapat membina,
merawat, dan memanusiakan narapidana yang bertujuan agar narapidana setelah keluar dari
LAPAS dapat diterima kembali oleh masyarakat dan menjadi manusia yang mempunya i
keahlian baru serta kepribadian baru yang taat hukum (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun
1995 Tentang Pemasyarakatan), dan menyadarkan bahwa kita hidup di negara Indonesia yang
segala perbuatan dan tindakan kita dapat di pertanggungjawabkan dihadapan hukum dan
diselesaikan secara hukum.
Lembaga permasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana
dan anak didik permasyarakatan di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan penjara. (Zaenal,
2017).
Correctional setting adalah pelayanan kesehatan pada suatu komunitas yang terisolasi,
tertutup dari masyarakat, yang mempunyai aturan dan kehidupan dengan karakteristik yang
dibentuk oleh penghuninya dan perawat harus menseting lingkungan tersebut agar pelayanan
kesehatan dapat terpenuhi.
Correctional setting merupakan praktik keperawatan yang relatif baru bagi keperawatan
komunitas. Praktik ini menawarkan posisi yang menantang bagi perawat kesehatan komunitas
untuk memperluas batas praktek keperawatan.

B. Area Correctional Setting


Correctional setting dibagi dala 3 tipe fasilitas :
1. Prisons
Yaitu fasilitas federal/ Negara bagian yang memberikan hukuman lebih dari 1 tahun bagi
para narapidana dan biasanya dengan kasus criminal.
2. Jails
Yaitu fasilitas untuk wilayah lokal untuk menahan para detainees dan inmates.
Detainees /tahanan yaitu orang yang belum diputuskan bersalah dan masih menjalani
percobaan karena tidak dapat membayar jaminan atau karena belum ada jaminan bagi
mereka.Inmates/ narapidana yaitu tahanan yang telah diputuskan bersalah.
3. Juvenille detention facilities
Yaitu tempat untuk anak-anak dan remaja yangdihukum karena masalah criminal dan
menjalani masa percobaan tetapi tidak dapat dibebaskan tanpa ada tanggung jawab dari
orang dewasa.
C. Kelompok Binaan
Kelompok binaan adalah kelompok atau anggota masyarakat yang berada dalam kelompok
sasaran yang secara sengaja mengelompokkan atau dikelompokkan yang menjadi sasaran
bimbingan secara kontinyu dan terencana.
 Ciri-Ciri Kelompok Binaan
1. Memiliki program pembinaan yang terarah dan sistematis
2. Terstruktur, yaitu mempunyai organisasi, walaupun organisasinya sangat sederhana,
tetapi kelompok ini memiliki sekurang-kurangnya ketua atau koordinator.
3. Kegiatan bersifat kontinyu.
4. Memiliki jangka waktu yang relatif lama.
Dilihat dari struktur sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia dibagi 3 kategori dengan ciri-
ciri sebagai berikut.
1. Masyarakat Desa
1) Hubungan keluarga dan masyarakat sangat kuat
2) Hubungan didasarkan kepada adat istiadat yang kuat sebagai organisasi social
3) Percaya kepada kekuatan-kekuatan gaib
4) Tingkat buta huruf relatif tinggi
5) Berlaku hukum tidak tertulis yang intinya diketahui dan dipahami oleh setiap orang

2. Masyarakat Madya
1) Hubungan keluarga masih tetap kuat, dan hubungan kemasyarakatan mulai mengendap.
2) Adat istiadat masih dihormati, dan sikap masyarakat mulai terbuka dari pengaruh luar.
3) Timbul rasionalitas pada cara berpikir, sehingga kepercayaan terhadap kekuatan-
kekuatan gaib mulai berkurang dan akan timbul kembali apabila telah kehabisan akal.
4) Timbul lembaga pendidikan formal dalam masyarakat terutama pendidikan dasar dan
menegah.
3. Ciri-ciri Masyarakat Modern
1) Hubungan antar manusia didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi.
2) Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana saling pengaruh
mempengaruhi.
3) Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan tehnologi
sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4) Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata

D. Keadaan Umum Di Lapas


Gambaran keadaan di lembaga pemasyarakatan di Indonesia sama dengan tata kehidupan di
penjara yang amat ketat. Semua kegiatan di lapas diatur berdasarkan jadwal tertentu seperti
kegiatan pembinaan, jam besuk, waktu istirahat, waktu olahraga, waktu tidur dan bangun, makan
dan sebagainya
 Jenis lembaga permasyarakatan
1. Menurut usia :
1)Lembaga Pemasyarakatan untuk anak
2) Lembaga Pemasyarakatan khusus pemuda
3) Lembaga Pemasyarakatan untuk dewasa
2. Menurut jenis kelamin
1) Lembaga permasyarakatan khusus Wanita
2) Lembaga permasyarakatan khusus pria
3. Menurut kapasitasnya :
1) Lembaga permasyarakatan kelas I
2) Lembaga permasyarakatan kelas II
3) Lembaga permasyarakatan kelas III

E. Klasifikasi penguni lapas (Lembaga permasyarakatan)


Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut
masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim.
Sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani
pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Penghuni suatu lembaga
pemasyarakatan atau orang-orang tahanan itu terdiri dari :
1. Mereka yang menjalankan pidana penjara dan pidana kurungan.
2. Orang-orang yang dikenakan penahanan sementara.
3. Orang-orang yang disandera.
4. Lain-lain orang yang tidak menjalankan pidana penjara atau pidana kurungan, akan
tetapi secara sah telah dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan.
Golongan orang-orang yang dapat dimasukkan atau ditempatkan di dalam Lembaga
permasyarakatan itu ialah:
1. Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak kejaksaan
2. Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak pengadilan.
3. Mereka yang telah dijatuhi hukuman pidana hilang kemerdekaan oleh
pengadilan negeri setempat.
4. Mereka yang dikenakan pidana kurungan
5. Mereka yang tidak menjalani pidana hilang kemerdekaan, akan tetapi
dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan secara sah.

F. Proses Pembinaan Narapidana dalam Sistem Pemasyarakatan


Tahap pertama.
Setiap narapidana yang ditempatkan di dalam lembaga pemasyarakatan itu dilakukan
penelitian untuk mengetahui segala hal tentang diri narapidana
Tahap kedua.
Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama
sepertiga dari masa pidananya yang sebenarnya, dan menurut pendapat dari Dewan
Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan, antara lain ia menunjukkan
keinsafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan-peraturan tata tertib
Tahap ketiga.
Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama
setengah dari masa pidananya yang sebenarnya, dan menurut pendapat dari Dewan
Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan baik secara fisik maupun secara
mental dan dari segi keterampilan
Tahap keempat.
Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama dua
per tiga dari masa pidananya yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan,
kepada narapidana tersebut dapat diberikan lepas bersyarat.
Pelayanan kesehatan “correctional setting” perlu sekali dilakukan karena beberapa alasan:
1. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara adil dan optimal dan melarang
kekejaman serta hukuman yang tidak wajar bagi para tahanan untuk mencegah terjadinya
cedera atau penyakit.
2. Para penghuni hidup dalam kemiskinan/ kekurangan, berpendidikan rendah
dan gayahidup yang tidak sehat seperti penyalahgunaan obat. Karena banyak penghuni
yang tidak mampu membayar pelayanan kesehatan di luar maka biaya akan ditanggung
oleh lembaga tersebut.
3. Untuk mencegah penularan penyakit dari lembaga pemasyarakatan ke komunitas, atau
para antar penghuni.

G. Masalah kesehatan dalam Correctional setting


a. Kesehatan mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga
pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah
skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena banyak yang
mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus menyediakan pelayanan
kesehatan mental.
b. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis da penyakit menular
seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
1) HIV
Angka kejadian HI dianara para narapida diperkiraan 6 kali lebih tinggi daripada
populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini berkaian dengan perilaku yang
beresiko tinggi seperti penggunaan obat-obaan, sexual intercourse yang tidak
aman dan pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan angka
kejadian yaitu dengan dilakukannya penegaan dan program pendidikan kesehatan
mengenai HIV dan AIDS.
2) Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi umum walaupun
data yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan denga penggunaan obat-obat
lewat suntikan, tato, imigran dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C tinggi.
National Commision on Correctional Healt Care (NCCHC) menyarankan agar
dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika diindikasikan maka harus segera
diberikan pengobatan. NCCHC juga merekomendasikan pendidikan bagi semua
staf dan tahanan mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan
kemajuan penyakit.
3) Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dabanding populasi umum. Hal ini terkait
dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang mempengaruhi
penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga yang menangani tuberculosis
yaitu CC merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga
pemasyarakatan yaitu :
a. Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
b. Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan yang sesuai
c. Monitoring dan evaluasi skrining
Populasi yang memiliki masalah kesehatan pada lembaga pemasyarakatan yang unik, yaitu :
1. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya tahanan wanita yang
dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain (terpisah dari
anak), korban penganiaaan dan kekerasan social, penyalahgunaan obat terlarang. Tetapi
pelayanan kesehatan yang selama ini diberikan belum cukup maksimal untuk memenuhi
kebutuhan mereka seperti pemeriksaan ginekologi untuk wanita hamil dan korban
kekerasan seksual. NCCHC menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk pemenuhan
pelayanan kesehatan :
a) LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk pemeriksaan ginekologi
secara komprehensif.
b) Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi, korban dari
penipuan, konseling berkaitan dengan peran sebagai orang tua dan pemakaian
obat-obatan dan alcohol.
2. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal membuat mereka harus ikut
dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akan menghalagi pemenuhan
kebutuan untuk berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan nutrisi yang
dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah kesehatan seperti
kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau tindakan bunuh diri. Disini
perawat harus memantau tingkat perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu
waspada bahwa pada usia ini paling rentan terkena masalah kesehatan.

H. Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas


A. Framework/ Model yang Digunakan untuk Pengkajian Komunitas

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada agregat kelompok warga binaan di lapas
menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien (warga binaan) digambarkan
sebagai inti (core) mencakup sejarah, demografi, suku bangsa, nilai dan keyakinan dengan 8
(delapan) subsistem yang saling mempengaruhi meliputi lingkungan fisik, pelayanan
kesehatan dan sosial, ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan,
komunikasi, pendidikan dan rekreasi (Anderson, Mc Farlane, 2000 dalam Ervin, 2002).
1. Pengkajian
a. Data inti:
Demografi : Jumlah warga binaan keseluruhan, jumlah warga binaan menurut jenis
kelamin, umur, identitas LAPAS, sejarah berdirinya LAPAS,distribusi warga binaan dan
pemeriksaan fisik.
b. Data subsystem
Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :
1. Lingkungan Fisik
Inspeksi :Lingkungan sekitar lapas, kebersihan lingkungan, aktifitas warga binaan, data
dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.
Auskultasi :Mengidentifikasi aktifitas yang dilakukan oleh warga binaan serta petugas
lapas melalui wawancara.
2. Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus warga binaan, bentuk pelayanan kesehatan bila
ada, apakah terdapat pelayanan konseling bagi warga binaan melalui wawancara.
3. Ekonomi
Mengidentifikasi sumber pendanaan bagi warga binaan dengan cara wawancara dengan
warga binaan dan petugas lapas.
4. Keamanan dan transportasi.
a. Keamanan : adanya petugas keaman yang sudah dibagi dalam tiap-tiap pos pengamanan di
sekitar lapas.
b. Transportasi
Jenis transportasi yang dapat digunakan oleh warga binaan untuk pergi kerumah sakit
rujukan atau pun pergi ke kantor pengadilan.
5. Politik dan pemerintahan
Struktur keorganisasian yang ada di lapas.
6.   Komunikasi
Pola komunikasi yang gterjadi di lingkungan lapas baik dari warga binaan dengan sesama
warga binaan ataupun dengan petugas lapas.
7. Pendidikan
Tingkat pendidikan warga binaan di lapas.
8. Rekreasi
Sarana rekreasi yang digunakan oleh warga binaan, tempat sarana penyaluran bakat bagi
warga binaan seperti olahraga dan seni, pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELOMPOK BINAAN


Tujuan perawatan pada kelompok binaan LAPAS adalah untuk meningkatkan
kemampuan untuk memperbaiki gaya hidup dalam menaikkan status kesehatan. Selain itu
kelompok binaan LAPAS akan mempercayai bahwa dengan mengontrol gaya hidup akan
menghasilkan hal yang positif dan akan meningkatkan kualitas hidupnya. Pengkajian
yang menyeluruh pada kelompok binaan LAPAS yang di lakukan oleh perawat meliputi:
A. DATA INTI
1. Identitas LAPAS
1. Nama Panti : Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Blitar
2. Alamat/kode pos :Jl. Merapi No.02, Kepanjen Lor,
Kepanjenkidul, Kota Blitar, Jawa
Timur 66117
3. Telepon : (0342) 801743
4. Kepala Lapas : Rudi Sarjono
5. Tahun Berdiri / SK Mensos RI No : 1881
6. Sasaran Pelayanan : Warga Binaan
7. Kapasitas tampung (saat ini) : 359 orang Napi/ Tahanan. (Kondisi saat ini
terjadi Overcapacity)
8. Kapasitas Isi : Kapasitas Kamar Hunian sebanyak : 200
orang Napi/Tahanan
a. Jumlah blok :6
b. Jumlah kamar : 35
c. Jumlah sel :2
d. Tempat ibadah : 2 (1 masjid dan 1 gereja)
e. Aula :1
f. Polikilinik lapas :1
g. Pos jaga :8
h. R. Kunjungan :1
i. Dapur lapas :1
j. Kantin :1

9. Jangkauan Pelayanan : Lintas Kabupaten / Kota


10. Dikelola oleh : Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman
2. Sejarah Berdirinya LAPAS
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Blitar merupakan bangunan peninggalan
Pemerintahan Kolonial Belanda berdiri sejak tahun 1881 diatas tanah seluas : 6.070 m2, dengan
nama “Rumah Penjara Blitar”. Dalam perkembangannya di Era Kemerdekaan RI tahun 1945
sampai dengan saat ini “Rumah Penjara Blitar” mengalami beberapa kali perubahan nama.
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Blitar memiliki Tugas Pokok : “Melaksanakan
Pemasyarakatan narapidana/anak didik”. Dalam melaksanakan Tugas Pokoknya LAPAS
mempunyai fungsi melakukan pembinaan narapidana/anak didik; memberikan bimbingan,
mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja; melakukan bimbingan social/kerokhanian
narapidana/anak didik; melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib LAPAS dan
melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Lapas ini juga melaksanakan tugasnya dengan
melakukan pembinaan narapidana/anak didik, memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana
dan mengelola hasil kerja, dan melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana/anak didik.
Hal ini bertujuan agar supaya para narapidana atau anak didik pemasyarakatan setelah bebas bisa
menjalani hidupnya secara ‘normal’ kembali

3. Data Demografi (Distribusi Lansia)

1. Jumlah penghuni LAPAS (2018): jumlah penghuni lapas keseluruhan 359 orang.
2. Distribusia Usia

Distribusi Usia
120

100
100
80
80
60 70
59
40 50

20
0
0

Column1

Gambar Grafik 1.1


Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa:
Dari 359 penghuni lapas terdapat 70 orang berusi 18-28 tahun, usia 29-39 tahun sebanyak
100 orang, usia 40-50 tahun sebanyak 80 tahun, usia 51-61 tahun sebanyak 50 orang, usia 62-72
tahun sebanyak 59 orang dan tidak ada penghuni lapas yang berusia lebih dari 73 tahun.
3. Status perkawinan

Status Perkawinan warga binaan di lapas


200

180

160

140

120

100

80

60

40

20

Menikah Belum/tidakmenikah Duda Janda

Gambar Grafik 1.2


Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data sebanyak 189 orang
yang menikah, 30 orang janda, 20 orang berstatus duda, 20 orang yang tidak atau belummenikah.
4. Pendidikan terkhir

PENDIDIKAN TERAKHIR
100
80
60
40
20
0
Tidak Tamat SD SD SMP SMA SARJANA
Gambar Grafik 1.3
Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data sebanyak 79
orang tidak tamat SD, 80 orang lulusan SD, 90 orang lulusan SMP dan 80 orang
lulusan SMA, 40 orang lulusan Sarjana.
4. Pemeriksaan Fisik
Tidak ditemukan penyakit pada penghuni LAPAS karena adanya kontrol kesehatan
setiap 2 minggu sekali.

B. DATA SUBSISTEM
1. Lingkungan Fisik
Berdasarkan hasil pengamatan, lingkungan LAPAS kurang baik, kondisi tiap blok
LAPAS tidak bersih, sanitasi kurang bersih.
2. Pelayanan kesehatan dan social
Tidak adanya petugas kesehatan yang bekerja secara menetap untuk mengontrol
kesehatan penghuni LAPAS.
3. Pendidikan
Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data sebanyak 79 orang
tidak tamat SD, 90 orang lulusan SMP dan 80 orang lulusan SMA, 40 orang lulusan
Sarjana.
4. Transportasi dan keamanan
Sudah ada transportasi bagi warga binaan yang mengalami sakit dan harus dirujuk
dibawa kerumah sakit.
Pada lingkungan LAPAS dikatakan cukup aman. Hal ini dikarenakan tingkat keamanan
pada LAPAS cukup ketat dan terdapat 8 pos keamanan.
5. Ekonomi
Status ekonomi sudah memenuhi karena adanya sumbangsih dari Pemerintah
6. Politik dan kebijakan pemerintah
Jumlah petugas di lapas kelas II B Kota Blitar keseluruhan adalah 43 orang, terdiri dari
38 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Lapas kelas II B di kota Blitar di pimpin oleh
seorang kepala lapas. Kepala lapas membawahi 3 divisi yang pertama KA KPLP yang
terdiri dari regu pengamanan 1, regu pengamanan 2, regu pengamanan 3, regu
pengamanan 4. Divisi kedua adalah KASI Admin dan KAMTIB yang terdiri dari
KASUBSI Kemanan, KASUBSI Pelaporan dan Tatib. divisi terakhir adalah KASI
BINADIK dan GIATJA yang terdiri dari KASUBSI Registrasi dan BIMKEMAS,
KASUBSI Perawatan Narapidana dan KASUBSI Kegiatan Kerja.
7. Sistem komunikasi
Sistem komunikasi sosialisasi penghuni dengan petugas LAPAS cukup baik. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa jawa dan bahasa Indonesia.
8. Rekreasi
Penghuni LAPAS jarang mendapatkan hiburan dan rekreasi karena keterbatasan waktu.
Biasanya pada peringatan hari-hari tertentu terdapat pertunjukkan tari yang ditampilkan
oleh beberapa warga binaan.

C. ANALISA DATA

No Data penunjang Etiologi Masalah


keperawatan
1 DS : Program tidak Deficit
- Beberapa warga binaan di lapas memiliki rencana kesehatan
mengatakan kondisi sanitasi evaluasi yang optimal komunitas
kurang bersih. Beberapa warga
binaan juga mengeluh bahwa
mereka sering mencium bau tidak
enak dari selokan.
DO :
- Banyak sampah yang terdapat
pada selokan. Aliran sanitasi
tidak lancar.
- Pada setiap blok pada tahanan
tidak ada ventilasi ataupun
jalan yang memungkinkan cahay
a matahari untuk masuk.
- Tidak ada petugas kesehatan
yang bekerja secara menetap
untuk mengontol kesehatan
penghuni LAPAS

2 DS : Ketidakcukupan koping
- Anggota LAPAS mengatakan sumber daya komunitas tidak
jarang mendapatkan hiburan dan masyarakat(misalnya efektif
rekreasi karena keterbatasan istirahat, rekreasi dan
waktu. dukungan social)

DO :
- partisipasi masyarakat kurang
- stress meningkat akibat
penambahan anggota lapas dan
lingkungan kurang kondusif
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B BLITAR

Format Menyusun Skala Prioritas


NO Masalah Perhatian Poin Tingkat Kemungkinan Nilai
Masyarakat Prevalensi Bahaya untuk Dikelola Total
1. Defisit kesehatan 2 4 3 4 13
komunitas
2. koping komunitas tidak 2 3 3 4 12
efektif

INTERVENSI KEPERAWATAN KELOMPOK BINAAN DI LAPAS KELAS II B


BLITAR
Dx kep Tujuan Rencana tindakan Strategi Sasaran Penanggu Waktu
ng jawab dan
tempat
Defisit Peningkatan 1. Melakukan Bekerja sama Pimpinan, R 20 mei
kesehatan pengetahuan pendekatan informal dengan kepala petugas 2020
komunitas tentang gaya dengan pimpinan dan dinas LAPAS,
hidup sehat petugas LAPAS setempat dan para staff Lembaga
dan factor IIBlitar juga kepala dan Pemasyar
hagiene pada 2. Mendiskusikan dan staf dari kelompok akatan
penghuni kegiatan yang ingin lapas dalam binaan Kelas IIB
lapas dilaksanakan dengan penyelenggara LAPAS Blitar
Serta pimpinan dan petugas an kegiatan
kelompok LAPAS IIBlitar
binaan tentang pentingnya
LAPAS sanitasi lingkungan
mendapatkan dan penambahan
informasi tenaga kesehatan
tentang gaya pada LAPAS
hidup sehat 3. Berkoordinasi dengan
para staff dan
narapidana untuk
memperbaiki sanitasi
lingkungan LAPAS
4. Menyajikan materi
tentang pola gaya
hidup sehat
5. Melakukan
penyuluhan kepada
para kelompok
binaan di LAPAS
untuk mencoba
merubah pola hidup
yang tidak sehat
6. Evaluasi dan
monitoring
perubahan pola hidup
kelompok binaan
lapas
koping Meningkatkan 1. Identifikasi kekuatan Bekerja sama Pimpinan, B 21 mei
komunitas koping dan partner dalam dengan kepala petugas 2020
tidak komunitas pengembangan dinas LAPAS,
efektif kesehatan setempat dan para staff
2. Berikan kesempatan juga kepala dan Lembaga
kepada setiap anggota dan staf dari kelompok Pemasyar
LAPAS untuk lapas dalam binaan akatan
berpartisipasi sesuai penyelenggara LAPAS Kelas IIB
asset yang dimiliki an kegiatan Blitar
3. Berkoordinasi dengan 
kepala LAPAS untuk
menyesuaikan anggot
a LAPAS dalam 1
ruangan
4. Perkuat komunikasi
antara anggota
LAPAS untuk
mengurangi stress
BAB IV
SIMPULAN
A. SIMPULAN
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu dengan sistem sosial
tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga, kelompok/agregat dan masyarakat. Salah satu
agregat di komunitas adalah kelompok warga binaan di lapas yang tergolong kelompok khusus.
Pada kasus ini yang menjadi sasaran pengkajian adalah kelompok warga binaan di lapas kelas II
B kota Blitar yang berjumlah 359 orang.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada agregat kelompok warga binaan di lapas
menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien (warga binaan di lapas)
digambarkan sebagai inti (core) mencakup sejarah, demografi, dan 8 (delapan) subsistem yang
saling mempengaruhi meliputi lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi,
keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi

B. SARAN
- Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan
pada komunitas kelompok warga binaan
- Dibutuhkan peran dari berbagai pihak yakni petugas lapas terkait, pemerintah serta
anggota masyarakat untuk mendukung keberhasilan intervensi asuhan keperawatan pada
komunitas kelompok warga binaan di lapas.
DAFTAR PUSTAKA
Zaenal.,2017. Teori hukum dan strategi pembinaan pelanggaran hukum,Bandung:pustaka
seminar harapan
Marry Jo Clark. Nursing In The Community. Amerika : Appleton a Lange. 1999. Marry A
Nies. Community Health Nursing. Saunders company. Lipincolt. 2001
Alimul Hidayat, A. Aziz. (2016). Dokumentasi Proses keperawatan. Cetakan I. diterbitkan
oleh EGC. Jakarta.
Moorhead, sue ect. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta: EGC
Efendi, Nasrul.1997.Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat E/2.Jakarta:ECG

Anda mungkin juga menyukai