Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

American Nurses Association (ANA) menekankan pentingnya peran komunitas dalam


beberapa stadar yang dibuat untuk memastikan pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada klien tidak terputus melalui penggunaan manajemen pelayanan, recana pemulangan
(discharge planning), dan koordinasi sumber-sumber komunitas (ANA, 1986 dalam
MCGuire, 2002). Program transisi napi ke masyarakat membutuhkan koordinasi dan
dukungan dari berbagai pihak. Sisitim koordinasi itu sendiri menghubungkan pelayanan
multidisiplin akan meningkatkan model pelayanan yang luas (Covington, 2002). Seorang
case manager sebagai titik pusat komunikasi diperlukan untuk memfasilitasi komunikasi dan
memastikan kontinuitas, kontrak antara staf, komunitas, staf dan napi (Barayeki, 2005).

Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan


terhadap orang-orang yang dijatuhi hukuman penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan. Para penghuninya hidup dengan aturan-aturan yang ditetapan oleh lembaga,
tetapi karakter dari penghuni-penghuni lain berpengaruh besar pada kehidupan mereka
selama di LP. Mereka hidup terpisah dari masyarakat dan yang unik adalah penghuninya
sama-sama mempunyai latar belakang masalah yang mengharuskan mereka mendapatkan
hukuman dan pada umumnya akan diberi label yang tidak baik dalam masyarakat. Penghuni
LP kebanyakan adalah laki-laki, tetapi jumlah wanita dan remaja juga ikut berpengaruh pada
populasi keseluruhan.

Umumnya para narapidana menjalani hukuman karena suatu tindakan yang melanggar
hukum seperti pembunuhan, pencurian, penipuan, pemerkosaan, penggunaan obat-obat
terlarang, dll. Dalam makalah ini, yang disoroti adalah tentang pembinaan pada narapidana
dengan kasus narkoba karena para narapidana narkoba kondisinya sangat berbeda yaitu
mempunyai karakter dan perilaku yang berbeda akibat penggunaan narkoba yang telah
dikonsumsinya. Diantaranya adalah kurangnya tingkat kesadaran akibat rendahnya
kamampuan penyerapan, keterpurukan kesehatan dan sifat overreaktif dan overproduktif.
Dengan kondisi demikian, maka perlu penanganan khusus pada narapidana narkoba
dibandingkan dengan narapidana yang lain.

Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil dalam
memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional setting” . perawat
memberikan pelayanan secara menyeluruh.

Berdasarkan masalah-masalah kesehatan yang banyak dialami tersebut, maka perawat


menerapkan praktik correctional setting pada LP Pemuda Tangerang Banten karena di
LAPAS ini tenaga medis dan tenaga Pembina khusus narapidana narkoba belum tersedia dan
narapidana narkoba dicampur menjadi satu sel dengan narapidan kasus lain.

1.2 Tujuan
1.
1.3 Manfaat
1.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Komunitas

Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu dengan sistem
sosial tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga, kelompok/agregat dan masyarakat.
Salah satu agregat di komunitas adalah kelompok anak usia sekolah yang tergolong
kelompok berisiko (at risk) terhadap timbulnya masalah kesehatan yang terkait perilaku tidak
sehat.

Definisi kelompok khusus adalah kelompok masyarakat atau individu oleh karena
keadaan fisik, mental, social, budaya dan ekonomi perlu mendapatkan bantuan, bimbingan
dan pelayanan kesehatan dan arawatan, karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka
dalam memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya sendiri. perawatan
kelompok khusus adalah suatu upaya dibidang keperawatan kesehatan masyarakat yang
ditujukan kepada kelompok-kelompok individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin,
umur, permasalahan kesehatan serta rawan terhadap masalah tersebut, yang dilaksanakan
secara terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kemampuan kelompok dan derajat
kesehatan kelompok. Pada materi kali ini penulis membahas tentang kelompok khusus
dalam lembaga lembaga kemasyarakatan salah satunya adalah Lembaga Pemsyarakatan
(LAPAS).

2.2 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah Lembaga Negara yang mempunyai


kewenangan dan kewajiban yang bertanggung jawab dalam menangani kehidupan
nerapidana untuk dapat memberikaan peembinaan, merawat dan memanusiakan narapida
yang bertujuan agar setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dapat
diterima kembali oleh masyarakat, keluarga, dan menjadi manusia yang mempunyai
keahlian baru serta kepribadian baru yang taat hukum (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12
Tahun 1995 Tentang Pemsyarakatan), dan memberikan pengetahuan bahwa kita hidup ddi
Negara Indonesia yang segala perhatian dan tindakan kita dapat di pertanggungjawabkan
dimata hukum dan diselesaikan secara hukum.

Lembaga Pemasyarakatn merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat


Jendral Pemsyarakatan Keementerian hukum dan Hak Asasi Manusia. Penghuni lapas itu
sendiri bukan hanya narapidan (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa
juga yang masih menjadi tahanan, yang dimaksud orang tersebut masih dalam proses
peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim.

2.3 Klasifikasi Penghuni Lembaga Pemsyarakatan


Sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, penghuni suatu lembaga pemasyarakatan
atau orang-orang tahanan itu sendiri dari ;

1. Mereka yang menjalankan pidana penjaara dan pidana kurungan


2. Orang-orang yang dikenakan penahanan sementara
3. Orang-orang yang disandera
4. Lain-lain orang yang tidak menjalankan pidana penjara atau pidana kurungan, akan
tetapi secara sah telah dimasukkan ke dalam lembaga pemsyarakatan.

Golongan orang-orang yang dapat dimasukkan dan di tempatkan di dalam lembaga


pemsyarakatann itu ialah

1. Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak kejaksaan dan pidana
2. Mereka yang telah dijatuhi hukuman pidana hilang kemerdekaan oleh panggilan
negeri sipil
3. Mereka yang dikenakan pidana kurungan
4. Mereka yang tidak menjalani pidana hilang kemerdekaan, akan tetapi dimasukkan ke
lembaga pemasyarakatan secarah sah,
3 Tujuan
4 Pola Pembinaan Pemasyarakatan
Pola pembinaan narapidana adalah suatu cara perlakuan terhadap narapidana yang
dikehendaki oolehh sistim pemasyarakatan dalam usaha untuk mencapai tujuan,
yaituu agar sekembalinya narapidana ke masyarakat dapat berperilaku sebagai
anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi lingkungan sekitar. Maka ada perlu
dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana agar membangkitkan kembali rassa
percaya dirinya dan dapat mengembangkan fungsi sosialnya dengan rasa tanggung
jawab untuk menyesuaikan diri pada masyarakat. Berdasarkan UU No. 12 Tahun
1995 pembinaan narapidana dengan sistim :
a. Pengayoman
Pengayoman adalah perilaku terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam
rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh
warga binaan pemasyarakatan, juga memberikan pengetahuan kepada warga
binaan pemasyarakatan, agar menjadi warga yang berguna bagi masyarakat.
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan
Persamaan perlakuan dan pelayanan yang sama terhadap warga binaan
pemasyarakatan tanpa membedak-bedakan orang
c. Pendidikan
Pendidikan adalah bahwa pelaksana pendidikan dan bimbingan dilaksanakan
berdasarkan pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan,
pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.
d. Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia
Penghormatan harkat dan martabat seorang manusia adalah sebagai orang yang
tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai seorang
manusia.
e. Kehilangan kemerdekaan
Kehilangan kemerdekaan merupakan peneritaan adalah warga binaan
pemasyarakatan harus berada didalam. Selama di lembaga pemasyarakatan warga
binaan tetap meemperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia,
dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh
perawatan, kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan, olahraga aau
rekreasi.
Tahapan dalam proses pembinaan narapidan sebagai berikut
1) Tahapan Pertama
Pembinaan pada tahap awal ini merupakan kegiatan masa pengamatan,
peelitian dan pengenalan lingkungan untuk menentukan perencanaan
pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian yang waktunya
dimulai paa saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana seampai
dengan 1/3 (seertiga) dari masa pidananya. Pembinaan pada tahap ini masih
dilakukan dalam Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasannya maksimum
(maksimum security)
2) Tahapan Kedua
Jika selama 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut tim
Pemasyarakatan (TPP) sudah dica[ai cukup kemajuan, antara lain
menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan tata
tertib yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan, maka kepada narapidan yang
bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan dditempatkan pada
lembaga pemasyarakatan dengan melalui pengawasan medium-security.
3) Tahapan Ketiga
Jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani ½ dari masa pidana
yang telah di tetapkan dan menurut TPP telah dicapaki cukup kemajuan baik
secara fisikmaupun mental dan juga segi keterampilannya, maka tempat
pembinaannya diperluas dengan program asimilisi
4) Tahapan Keempat
Jika proses pembinaan telah menjalani 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya
atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pembinaan ini disebut pembinaan tahapan
terakhir yaitu kegiatan berupa perenanaan dan pelaksaaan program integrasi
yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjut sampai dengan berakhirnya masa
pidana dari narapidana yang bersangkutan.

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas


A. Framework/ Model yang Digunakan untuk Pengkajian Komunitas

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada agregat kelompok warga binaan di


lapas menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien (warga binaan)
digambarkan sebagai inti (core) mencakup sejarah, demografi, suku bangsa, nilai dan
keyakinan dengan 8 (delapan) subsistem yang saling mempengaruhi meliputi lingkungan
fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan
pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi (Anderson, Mc Farlane, 2000 dalam
Ervin, 2002).

1. Pengkajian
a. Data inti:
Demografi : Jumlah warga binaan keseluruhan, jumlah warga binaan menurut jenis
kelamin, umur, identitas LAPAS, sejarah berdirinya LAPAS,distribusi warga binaan
dan pemeriksaan fisik.
b. Data subsystem
Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :

1. Lingkungan Fisik
Inspeksi : Lingkungan sekitar lapas, kebersihan lingkungan, aktifitas warga binaan,
data dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.

Auskultasi : Mengidentifikasi aktifitas yang dilakukan oleh warga binaan serta petugas
lapas melalui wawancara.

2. Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial


Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus warga binaan, bentuk pelayanan kesehatan bila
ada, apakah terdapat pelayanan konseling bagi warga binaan melalui wawancara.

3. Ekonomi
Mengidentifikasi sumber pendanaan bagi warga binaan dengan cara wawancara dengan
warga binaan dan petugas lapas.

4. Keamanan dan transportasi.


a. Keamanan : adanya petugas keaman yang sudah dibagi dalam tiap-tiap pos
pengamanan di sekitar lapas.
b. Transportasi
Jenis transportasi yang dapat digunakan oleh warga binaan untuk pergi kerumah sakit
rujukan atau pun pergi ke kantor pengadilan.

5. Politik dan pemerintahan


Struktur keorganisasian yang ada di lapas.

6. Komunikasi

Pola komunikasi yang gterjadi di lingkungan lapas baik dari warga binaan dengan sesama
warga binaan ataupun dengan petugas lapas.

7. Pendidikan
Tingkat pendidikan warga binaan di lapas.

8. Rekreasi
Sarana rekreasi yang digunakan oleh warga binaan, tempat sarana penyaluran bakat bagi
warga binaan seperti olahraga dan seni, pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELOMPOK BINAAN

A. DATA INTI
1. Identitas LAPAS
1. Nama Panti : Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Blitar
2. Alamat/kode pos :Jl. Merapi No.02, Kepanjen Lor,
Kepanjenkidul, Kota Blitar, Jawa Timur
66117
3. Telepon : (0342) 801743
4. Kepala Lapas : Rudi Sarjono
5. Tahun Berdiri / SK Mensos RI No : 1881
6. Sasaran Pelayanan : Warga Binaan
7. Kapasitas tampung (saat ini) : 359 orang Napi/ Tahanan. (Kondisi saat ini
terjadi Overcapacity)
8. Kapasitas Isi : Kapasitas Kamar Hunian sebanyak : 200
orang Napi/Tahanan
a. Jumlah blok :6
b. Jumlah kamar : 35
c. Jumlah sel :2
d. Tempat ibadah : 2 (1 masjid dan 1 gereja)
e. Aula :1
f. Polikilinik lapas :1
g. Pos jaga :8
h. R. Kunjungan :1
i. Dpur lapas :1
j. Kantin :1

9. Jangkauan Pelayanan : Lintas Kabupaten / Kota


10. Dikelola oleh : Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman

2. Sejarah Berdirinya LAPAS


Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Blitar merupakan bangunan peninggalan
Pemerintahan Kolonial Belanda berdiri sejak tahun 1881 diatas tanah seluas : 6.070
m2, dengan nama “Rumah Penjara Blitar”. Dalam perkembangannya di Era
Kemerdekaan RI tahun 1945 sampai dengan saat ini “Rumah Penjara Blitar”
mengalami beberapa kali perubahan nama. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Blitar
memiliki Tugas Pokok : “Melaksanakan Pemasyarakatan narapidana/anak didik”.
Dalam melaksanakan Tugas Pokoknya LAPAS mempunyai fungsi melakukan
pembinaan narapidana/anak didik; memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana
dan mengelola hasil kerja; melakukan bimbingan social/kerokhanian
narapidana/anak didik; melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib LAPAS
dan melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Lapas ini juga melaksanakan
tugasnya dengan melakukan pembinaan narapidana/anak didik, memberikan
bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja, dan melakukan
bimbingan sosial/kerohanian narapidana/anak didik. Hal ini bertujuan agar supaya
para narapidana atau anak didik pemasyarakatan setelah bebas bisa menjalani
hidupnya secara ‘normal’ kembali

3. Data Demografi (Distribusi Lansia)

1. Jumlah penghuni LAPAS (2018): jumlah penghuni lapas keseluruhan 359 orang.
2. Distribusia Usia

Distribusi Usia
120

100
100
80
80
60 70
59
40 50

20
0
0

18-28 tahun 29-39 tahun 40-50 tahun 51-61 tahun 62-72 tahun >73 tahun

Gambar Grafik 1.1

Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa:


Dari 359 penghuni lapas terdapat 70 orang berusi 18-28 tahun, usia 29-39 tahun
sebanyak 100 orang, usia 40-50 tahun sebanyak 80 tahun, usia 51-61 tahun sebanyak
50 orang, usia 62-72 tahun sebanyak 59 orang dan tidak ada penghuni lapas yang
berusia lebih dari 73 tahun.
3. Status perkawinan
Status Perkawinan warga binaan di lapas
200
180
160

140
120
100

80
60
40
20
0

Menikah Belum/tidakmenikah Duda Janda

Gambar Grafik 1.2


Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data sebanyak 189
orang yang menikah, 30 orang janda, 20 orang berstatus duda, 20 orang yang tidak
atau belum menikah.

4. Pendidikan terkhir

PENDIDIKAN TERAKHIR
100
80
60
40
20
0
Tidak SD SMP SMA SARJANA
Tamat SD

Gambar Grafik 1.3

Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data sebanyak 79
orang tidak tamat SD, 80 orang lulusan SD, 90 orang lulusan SMP dan 80 orang
lulusan SMA, 40 orang lulusan Sarjana.

4. Pemeriksaan Fisik
Tidak ditemukan penyakit pada penghuni LAPAS karena adanya kontrol kesehatan
setiap 2 minggu sekali.

B. DATA SUBSISTEM
1. Lingkungan Fisik
Berdasarkan hasil pengamatan, lingkungan LAPAS kurang baik, kondisi tiap blok
LAPAS tidak bersih, sanitasi kurang bersih.
2. Pelayanan kesehatan dan social
Tidak adanya petugas kesehatan yang bekerja secara menetap untuk mengontrol
kesehatan penghuni LAPAS.
3. Pendidikan
Dari 359 orang warga binaan yang berada di lapas diperoleh data sebanyak 79 orang
tidak tamat SD, 80 orang lulusan SD, 90 orang lulusan SMP dan 80 orang lulusan SMA,
40 orang lulusan Sarjana.
4. Transportasi dan keamanan
Sudah ada transportasi bagi warga binaan yang mengalami sakit dan harus dirujuk
dibawa kerumah sakit.
Pada lingkungan LAPAS dikatakan cukup aman. Hal ini dikarenakan tingkat keamanan
pada LAPAS cukup ketat dan terdapat 8 pos keamanan.
5. Ekonomi
Status ekonomi sudah memenuhi karena adanya sumbangsih dari Pemerintah
6. Politik dan kebijakan pemerintah
Jumlah petugas di lapas kelas II B Kota Blitar keseluruhan adalah 43 orang, terdiri dari
38 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Lapas kelas II B di kota Blitar di pimpin oleh
seorang kepala lapas. Kepala lapas membawahi 3 divisi yang pertama KA KPLP yang
terdiri dari regu pengamanan 1, regu pengamanan 2, regu pengamanan 3, regu
pengamanan 4. Divisi kedua adalah KASI Admin dan KAMTIB yang terdiri dari
KASUBSI Kemanan, KASUBSI Pelaporan dan Tatib. divisi terakhir adalah KASI
BINADIK dan GIATJA yang terdiri dari KASUBSI Registrasi dan BIMKEMAS,
KASUBSI Perawatan Narapidana dan KASUBSI Kegiatan Kerja.
7. Sistem komunikasi
Sistem komunikasi sosialisasi penghuni dengan petugas LAPAS cukup baik. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa jawa dan bahasa Indonesia.
8. Rekreasi
Penghuni LAPAS jarang mendapatkan hiburan dan rekreasi karena keterbatasan waktu.
Biasanya pada peringatan hari-hari tertentu terdapat pertunjukkan tari yang ditampilkan
oleh beberapa warga binaan.
ANALISIS DATA

Faktor-Faktor yang Korelasi dengan Masalah Data Fokus


Berhubungan
Defisiensi kesehatan Berdasarkan hasil DS :
komunitas pengamatan, lingkungan Beberapa warga binaan di lapas
LAPAS kurang baik, mengatakan kondisi sanitasi kurang
kondisi tiap blok bersih. Beberapa warga binaan juga
LAPAS tidak bersih, mengeluh bahwa mereka sering
sanitasi kurang bersih. mencium bau tidak enak dari
selokan.
DO :
Banyak sampah yang terdapat pada
selokan. Aliran sanitasi tidak lancar.
Pada setiap blok pada tahanan tidak
ada ventilasi ataupun jalan yang
memungkinkan cahaya matahari
untuk masuk.

Risiko perilaku Adanya over capacity DS : -


kekerasan terhadap dalam setiap blok dalam DO : Adanya over capacity dalam
orang lain tahanan. setiap blok dalam tahanan.
Seharusnya kapasitas kamar hunian
sebanyak 200 justru diisi dengan 359
orang Napi/ Tahanan.
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B BLITAR

Format Menyusun Skala Prioritas

NO Masalah Perhatian Poin Tingkat Kemungkinan Nilai


Masyarakat Prevalensi Bahaya untuk Dikelola Total
1. Defisiensi kesehatan 2 4 3 4 96
komunitas

2. Risiko perilaku 2 3 3 4 72
kekerasan terhadap orang
lain

INTERVENSI KEPERAWATAN KELOMPOK BINAAN DI LAPAS KELAS II B


BLITAR

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Defisiensi Kesehatan 6484 Manajemen
kesehatan komunitas, Lingkungan :
komunitas defisiensi Komunitas
1. Status imun 1. Inisiasi skrining
komunitas. risiko kesehatan
2. Kontrol risiko yang berasal
komunitas : dari lingkungan
penyakit 2. Berpartisipasi
kronik. dalam program
3. Kontrol risiko dikomunitas
komunitas : untuk mengatasi
penykit risiko yang
menular. sudah diketahui.
4. Kontrol risiko 3. Dorong
komunitas : lingkungan
penyakit untuk
timbal. berpartisipasi
aktif dalam
keselamatan
komunitas.

2. Risiko perilaku Kesehtan 6484 Manajemen


kekerasan komunitas, lingkungan :
terhadap orang defisiensi pencegahan
lain. 1. Kontrol risiko kekerasan
komunitas : 1. Singkirkan
kekerasan senjata potensial
2. Tinngkat dari lingkungan
kekerasan 2. Periksa
komunitas. lingkungan
Risiko perilaku secara rutin
kekerasan untuk
eksternal. memastikan
1. Kontrol risiko bebas dari bahan
2. Deteksi risiko berbahaya.
3. Tingkat stres 3. Tempatkan klien
yang
berpotensial
melukai orang
lain di kamar
terpisah.
4. Lakukan
pengawasan
terus-menerus
terhadap semua
area yang bisa
diakses klien
untuk menjaga
keamanan klien.
BAB IV
SIMPULAN
A. Simpulan
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu dengan sistem sosial

tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga, kelompok/agregat dan masyarakat. Salah satu

agregat di komunitas adalah kelompok warga binaan di lapas yang tergolong kelompok khusus.

Pada kasus ini yang menjadi sasaran pengkajian adalah kelompok warga binaan di lapas kelas II

B kota Blitar yang berjumlah 359 orang.

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada agregat kelompok warga binaan di lapas

menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien (warga binaan di lapas)

digambarkan sebagai inti (core) mencakup sejarah, demografi, dan 8 (delapan) subsistem yang

saling mempengaruhi meliputi lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi,

keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi

B. Saran

Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu menyelesaikan masalah


kesehatan pada komunitas kelompok warga binaan
Dibutuhkan peran dari berbagai pihak yakni petugas lapas terkait, pemerintah serta
anggota masyarakat untuk mendukung keberhasilan intervensi asuhan keperawatan
pada komunitas kelompok warga binaan di lapas.

Anda mungkin juga menyukai