PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-Undang kesehatan tahun 2009, Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (UU Kesehatan No 36,
2009).
Hal ini perawat memiliki peran yang sangat penting dalam dunia kesehatan.
Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan bahwa Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit. (UU Keperawatan No 38,
2014). Oleh karena itu, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan di fasilitas
kesehatan dan diluar fasilitas kesehatan seperti LAPAS.
Lembaga permasyarakatan secara umum dapat dikatakan sebagai sebuah
institusi korektif. Hal ini sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai tempat bagi mereka
menjalani hukuman pidana kurungan (selaku narapidana) dalam jangka waktu
tertentu untuk mendapat pembinaan. Diharapkan, setelah selesai menjalani hukuman,
mereka dapat diterima kembali dalam masyarakat dan tidak melakukan lagi tindakan
pidana.
Hukuman di dalam lembaga pemasyarakatan yang dijalankan oleh narapidana
hanya merupakan sebuah reaksi formal yang diberikan oleh negara, yang bertujuan
untuk mendisiplinkan rakyatnya. Dalam hal ini, narapidana hanyalah dibatasi ruang
geraknya dalam kurun waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh pengadilan sesuai
dengan tingkat berat dan seriusnya kejahatan yang dilakukan, sementara itu hak-hak
lainnya sebagai warga negara harus tetap terpenuhi.
Dalam survei tahun 1994, 41% dari narapidana California positif
terjangkit Hepatitis C, termasuk 61% narapidana lakilaki positif terjangkit
HIV, dan 85% narapidana perempuan positif terjangkit HIV. Penelitian lain di
Nova Scotia menemukan bahwa pengguna narkoba jenis suntik cenderung
lebih mudah terinfeksi Hepatitis C, yaitu sekitar 52% di bandingkan dengan
pengguna narkoba non-injkesi yang memiliki tingkat infeksi hanya 3%.
Walaupun undang-undang yang mengatur tentang hak-hak narapidana
telah diberlakukan, namun pada kenyataannya hak-hak narapidana, khususnya
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan, masih banyak yang
terabaikan. Isu pemenuhan hak narapidana masih menjadi hal yang terabaikan
dari perhatian publik. Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan dari
masyarakat bahwa narapidana hanyalah sekelompok manusia yang tidak
berguna, yang keberadaannya hanya akan menyusahkan masyarakat terutama
lingkungan sekitarnya. Sehingga, perlakuan yang tidak manusiawi terhadap
narapidana dianggap sebagai hal yang wajar. Padahal, narapidana juga
merupakan bagian dari masyarakat yang tetap memiliki hak-haknya sebagai
manusia dan warga negara.
Permasalahan kesehatan di lapas merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan. Karena kondisi kesehatan yang baik merupakan modal
utama bagi warga binaan untuk mencapai tujuan dari sistem pemasyarakatan,
yakni proses integrasi. Tanpa dimilikinya kondisi kesehatan yang baik, maka
warga binaan juga tidak dapat mengikuti jalannya proses pembinaan dengan
baik.
Terjadinya over kapasitas dalam lapas mengakibatkan hak-hak para
narapidana untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berupa tempat tinggal
yang layak serta lingkungan yang sehat menjadi tidak terpenuhi. Sehingga,
masalah penyakit yang muncul bukan hanya penyakit yang dibawa oleh
narapidana dari luar lapas seperti HIV dan TBC, namun juga berbagai
penyakit yang timbul akibat lingkungan yang tidak sehat, asupan gizi yang
kurang, serta masalah kesehatan psikologis narapidana.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Komunitas Kelompok
Binaan di lembaga pemasyarakatan dan masalah-masalah yang terdapat di
dalamnya.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep Lembaga Pemasyarakatan.
b. Mahasiswa mampu memahami permasalahan yang berhubungan dengan
kebutuhan dasar manusia di dalam lembaga pemasyarakatan serta
program pemerintah untuk Kelompok Binaan Lembaga Pemasyarakatan
c. Mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan Komnitas pada
kelompok Binaan Lembaga Pemasyarakatan
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Akademis
Mahasiswa
mampu
menjelaskan
dan
memahami
definisi,
konsep
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kementrian
Hukum
dan
Hak
Asasi
Manusia.
Lembaga
c.
d.
e.
f.
g.
Pendidikan
Pembimbingan
Penghormatan harkat dan martabat manusia
Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderita, dan
Terjaminya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-
sel
akan
menimbulkan
perasaan
ketersesakan
yang
mempengaruhi proses kognitif dan emosi serta perilaku WBP. Interaksi antara
berbagai perangkat hukum yang ada di Lapas, seperti sistem hukum, prosedur
keamanan dan pengamanan, tata ruang dan orang-orang yang terlibat di
dalamnya baik itu Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas
pemasyarakatan sampai Kepala Lapas dan pengunjung Lapas memproduksi
satu proses psikologis yang kental dengan ketidaknyamanan.
Manusia secara individual tidak bisa lepas dari entitas sosialnya. Selalu ada
proses belajar sosial dan pertukaran sosial. Struktur kepribadian individu
berada dalam kondisi sosial psikologis lingkungannya akan membentuk
pengalaman hidup yang dipersepsi secara individual dan mempengaruhi
perilaku. Dengan makin banyaknya warga negara asing yang menjalankan
masa pidananya di Lapas Indonesia, terjadi saling bertukar budaya dengan
para WBP lain dan para petugas pemasyarakatan. Berbagai motif sosial dan
motif personal saling berinteraksi mewujudkan perilaku tertentu.
Khususnya pada Anak Didik Pemsyarakatan (ADP), perlu penanganan
psikologis yang lebih khusus agar perilaku di lapas bisa terwujud. Pendidikan
bagi ADP menjadi problem tersendiri yang perlu dipikirkan beriringan dengan
solusi penanganan perilaku secara tepat. Gambaran secara umum kondisi
psikologis ADP di Lapas, anak berisiko dalam hal penghayatan mereka
terhadap kondisi kesepian, persepsi terhadap minimalnya dukungan sosial,
rendahnya tingkat self efficacy, kepekaan yang rendah terhadap masa depan
sampai ke berbagai kecemasan menjelang masa bebas karena mereka
mengkhawatirkan adanya stigma yang menghambat masa depan mereka.
Diperlukan intervensi psikologis seperti pembinaan kepribadian dan
kemandirian sebagai upaya pemasyarakatan, konseling dan psikoterapi untuk
membantu ADP mengatur proses berpikir dan emosinya, di samping kegiatan
keagamaan, kegiatan hobi dan kegiatan ketrampilan.
Selain itu, diperlukan program yang memberi kesempatan pada ADP untuk
mengenali dan menyadari potensi diri, diberi kesempatan untuk menampilkan
diri dan potensi dirinya dengan umpan balik yang apresiatif. Programprogram untuk optimalisasi tumbuh kembang anak seperti lingkungan pola
asuh yang penuh cinta serta pemberian model positif menuntut perilaku
petugas pemasyarakatan untuk lebih sensitif dalam isu perilaku moral. ADP
membutuhkan pula stimulasi perkembangan kognitif dan emosi agar mampu
mengembangkan manifestasi pola pikir yang positif disertai kemampuan
meregulasi emosi secara adaptif. Isu psikososial saat ADP berada dalam usia
pubertas dan remaja dapat diantisipasi melalui pendidikan seksual yang
dirancang secara berkesinambungan hingga tertanam pemahaman seksualitas
dan moral.
Jika dikaitkan dengan Lapas perempuan, maka diperlukan intervensi
psikologis yang sensitif terhadap isu gender dan peran seorang perempuan.
Misalnya ketika berhadapan dengan situasi dimana WBP perempuan tersebut
ternyata sedang mengandung dan harus melahirkan dalam masa hukumannya
sehingga tentunya akan menjadi masalah psikologis ganda, baik bagi WBP
perempuan itu dan bagi anak yang dilahirkannya (Widianti, 2011).
2.5 Masalah Kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan atau LAPAS adalah satuan usaha pemasyarakatan
yang menampung, merawat dan membina narapidana, yaitu seseorang yang sedang
menjalani pidana yang hilang kemerdekaan. Narapidana juga punya hak yang sama
untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Masalah kesehatan pada narapidana di lembaga pemasyarakatan diperkirakan
karena beberapa faktor salah satunya kelebihan kapasitas yang meningkatkan resiko
penyakit menular, keterlambatan deteksi penyakit, kurangnya ruangan isolasi,
ketidaktepatan pengobatan. Sementara pada sisi lain, kondisi fasilitas dan tenaga
kesehatan belum sepenuhnya optimal (Arif, 2014).
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan di lembaga
pemasyarakatan antara lain:
1. Usia
Hurlock (2008) membagi masa usia dewasa menjadi tiga bagian yaitu
dewasa awal 18-40 tahun, dewasa madya 41-60 tahun dan dewasa akhir lebih
dari 60 tahun. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (2008)
warga binaan wanita menjelang bebas di lembaga pemasyarakatan wanita klas
II A Bandung berada pada kategori dewasa awal yaitu 18-40 tahun dimana
pada rentang usia ini pengalaman hidup seseorang masih sedikit sehingga
10
buruknya
kondisi
kesehatan
narapidana/tahanan,
suasana
11
12
penurunanan
daya
tahan
tubuh
seseorang
dan
13
ini
dikarenakan
Lembaga
Pemasyarakatan
membolehkan
oleh
pengeluaran
panas
badan
penghuninya
dan
akan
14
15
16
penjara yang sangat membosankan, dan kehidupan sosial bersama narapidana lain
yang sering terjadi keributan, pemerasan, dan tindak kekerasan yang dirasakan
sebagai suatu penderitaan lain di samping hukuman pidana sendiri (Atmasasmita,
1995). Hal tersebut menyebabkan remaja merasa tidak berharga dibandingkan dengan
anak seusianya, mendapat celaan dari orang lain, merasa tidak punya harapan, merasa
gagal sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan depresi (Manik, 2007).
Beberapa masalah yang sering terjadi menjadi konflik pribadi para narapidana
anak yang merupakan stressor kecemasan antara lain: 1) takut tidak diterima oleh
lingkungannya, 2) rasa malu bergaul untuk kembali pada lingkungannya, 3) gangguan
harga diri, dan 4) masyarakat condong untuk menjauhi mereka (Nies dan Mc Ewan,
2001 dalam Efendi, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulcha (1993) disebutkan bahwa
terdapat hubungan yang negatif antara konsep diri dengan tingkat kecemasan
narapidana remaja, di mana semakin rendah konsep diri remaja maka semakin tinggi
tingkat kecemasan yang dirasakan. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan
oleh Collins, dkk (2010) yang menyebutkan bahwa 20,3% remaja yang menjalani
masa hukuman mengalami ansietas.
Karakteristik remaja pada kelompok intervensi yang terlibat dalam penelitian
di Rutan dan Lapas wilayah Jawa Barat rata-rata berusia 16.74 tahun, penghasilan
orang tua rata-rata Rp. 725.740, pendidikan tamat SMP, pola asuh orang tua
protective, mayoritas mengalami ansietas berat (Widianti, 2011).
2.6 Program Pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan
Peran dari suatu negara tidak hanya mengurusi politik, ekonomi, keamanan,
sosial dan budaya namun mencakup segala aspek dalam kehidupan bernegara
termasuk pada masyarakat yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini
dapat dilakukan Pemerintah dengan memberikan pembinaan atau pelayanan kepada
narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Sesuai Undang undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 pasal 2 tentang Pemasyarakatan yang
menyatakan bahwa : sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam membentuk
17
(Peran
Negara
dalam
Implementasi
Program
Pembinaan
18
sesuai dengan dengan yang diharapkan. Peran regulasi yang digunakan Negara dalam
menjalankan pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan, meliputi pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 tahun 1999 tentang Kerjasama
Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Keempat, lembaga pemasyarakatan menggunakan anggaran yang telah diberikan oleh
Negara untuk menjalankan roda organisasi. Lembaga Pemasyarakatan sangat
tergantung dari anggaran yang diberikan oleh negara dalam melakukan pembiayaan
para aparaturnya, pemenuhan sarana dan prasarana lembaga pemasyarakatan, proses
pembinaan dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Kelima, negara sebagai
pelaksana atau pengelola anggaran yang di gunakan dengan sebaik-baiknya untuk
menjalankan roda organisasi dan pemberian pembinaan kepada narapidana. Anggaran
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan semua kegiatan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan meliputi pembayaran gaji pegawai, gaji pegawai meliputi gaji pokok
dan tunjangannya, pemenuhan sarana dan prasarana yang dimaksud adalah
infrastruktur, perlengkapan dan peralatan kantor, petugas/pegawai, dan narapidana,
kemudian transportasi, pemenuhan proses pembinaan yaitu pemenuhan kelengkapan
penunjang implementasi program pembinaan seperti : peralatan dan perlengkapan
pembinaan ketrampilan, pemasaran ketrampilan, dan mendatangkan para ahli ahli
untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada narapidana maupun petugas, dan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti makan, minum, perawatan bangunan,
keperluan wanita, keperluan peribadatan dan pemenuhan kebutuhan operasional.
(Peran Negara dalam Implementasi Program Pembinaan Narapidana Wanita: 59 60)
Beberapa bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
pihak Lembaga Kemasyarakatan, maupun perorangan dalam menunjang fungsi
pemberdayaan adalah sebagai berikut:
19
Yayasan
Aisyah,
Rohmatul
Ummat,
gereja-gereja
seluruh
Pembinaan
Keintelektualan
selain
dari
petugas
Lembaga
Evaluasi program
pembinaan
Implementasi
program pembinaan
20
keseluruhan.
Pelayanan
kesehatan
adalah
setiap
upaya
yang
21
22
dengan
kebutuhannya,
sehingga
dapat
dievaluasi
tingkat
memberikan
pelayanan
seperti
melakukan
anamnesa
setalah
mendapatkan data kita kaji dan diagnosa setelah itu lakukan tindakan yang
sesuai dengan masalah klien. Jangan lupa untuk memberikan kebutuhan dasar
23
manusia seperti memberi rasa nyaman atau menenangkan klien apabila klien
cemas.
2. Edukator (pendidik)
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahka tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan
kesehatan (konsorsium ilmu kesehatan:1989 dalam Hidayat:2007).
3. Kolabolator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan lain lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi
atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya
(konsorsium ilmu kesehatan:1989 dalam Hidayat:2007).
Contohnya : apabila ada warga binaan yang sedang sakit maka akan dibawa
ke klinik yang ada di Lembaga Pemasyarakatan namun jika di klinik tidak
dapat ditangi dan memerlukan rujukan maka dapat dirujuk ke rumah sakit.
4. Peran sebagai peneliti
Peran perawat sebagai peneliti yaitu perawat berperan dalam mendeteksi dan
menemukan kasus serta penelusuran terjadinya penyakit yang menyerang para
penghuni lapas (konsorsium ilmu kesehatan:1989 dalam Hidayat:2007).
Contohnya: banyak warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan yang
menderita penyakit kulit maka perawat dapat meneliti apa yang menyebabkan
banyak warga binaan menderita penyakit kulit apakah dari lingkungan yang
kurang bersih atau penggunaan air yang kurang bersih.
5. Peran sebagai konselor (konsultan)
Peran perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan
24
25
Perawat perlu
mengkaji
kelompok
26
kondom
di
lingkungan correctional
27
diri.
Perawat
di correctional
setting harus
potensi
terjadinya
bunuh
diri.
di
Domain 1
Kelas 2
Definisi
29
NIC
Prevensi Primer:
infeksi (2-4)
Prevensi Sekunder:
280103Ketersediaan program skrining
preventif (2 - 4)
2.
Cek Up
Ulasan riwayat
kesehatan masa lalu dan
kronis (2 - 4)
sebelumnya dan
30
kronis (1 - 5)
3.
perawatan
Mengidentifikasi risiko
biologis, lingkungan,
dan perilaku dan
hubungan timbal balik di
4.
dalam lapas
Instruksikan pada faktor
risiko dan rencana
5.
pengurangan risiko
Memotivasi penghuni
Untuk Secara Aktif
Mendatangi Pelayanan
cek Kesehatan di dalam
lapas.
Prevensi Tersier:
192411 Menjaga lingkungan yang
bersih (2 - 4)
192413 Kembangkan pengendalian
infeksi yang efektif strategi (2 - 4 )
192415 Praktek tangan sanitasi (2 - 4)
Prevensi Tersier:
2280 Bantuan rumah Pemeliharaan
1. Tentukan kebutuhan
pemeliharaan lapas
2. Libatkan penghuni lapas
dalam memutuskan
persyaratan pemeliharaan
lapas
3. Memberikan informasi
tentang bagaimana
- 4)
membuat lingkungan
yang aman dan bersih di
dalam lapas.
4. Sarankan layanan untuk
pengendalian virus atau
kesehatan umum (2 - 4)
diperlukan
31
5. Memfasilitasi
192421 Membawa tindakan segera
untuk mengurangi risiko (2 - 4 )
membersihkan lingkungan
kotor
6. Sarankan layanan untuk
diperlukan
7. Diskusikan biaya
pemeliharaan yang
diperlukan dan sumber
daya yang tersedia
8. Menawarkan solusi untuk
kesulitan keuangan
9. Memberikan informasi
tentang perawatan yang
cukup, sesuai kebutuhan
10. Mengkoordinasikan
penggunaan sumber daya
penghuni lapas
Gunakan
NIC
Prevensi Primer:
sistem
personal (24)
1. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan
untuk
melawan
Mencari
informasi
terbaru
untuk
menjauhi
merubah perilaku
32
190625
Menjauhi
situasi
kebijakan
menentapkan
dan
melaksanakan
170514 Fokus dalam mempertahankan
yang
lingkungan
bebas rokok
Prevensi Sekunder:
Prevensi Sekunder:
pasien
bagaimana
memutuskan
masalah
akan
dipecahkan
1906
Kontrol
resiko:
penggunaan
tembakau (1-3)
2. Bantu
pasien
memutuskan
kualitas
ketersediaan
sumber
dan
(contoh:
keluarga
dan
masyarakat
lain
dan
komunitas)
162506 Identifikasi penghalang untuk
33
2. Identifikasi
eliminasi tembakau (1-3)
resiko
biologi,
160202
Monitor
lingkungan
yang
beresiko (2-4)
mengurangi
resiko
kemungkinan
beresiko (2-4)
dikerjakan,
dan
rencanakan
kolaborasi
dengan
individu / kelompok
5. Laksanakan
aktivitas
pengurangan resiko
6. Rencanakan
untuk
monitor
untuk
jangka
tindak
panjang
dan
dari
aktivitas
pengurangan resiko
34
pasien
untuk
identifikasi
berhenti
dan
Prevensi Tersier:
Prevensi Tersier:
Memperoleh
bantuan
dari
Gunakan
nikotin (2-4)
terapi
pengganti
1. Diskusikan
hidup
diperlukan
perubahan
yang
untuk
gaya
mungkin
mencegah
35
mengontrol
proses
penyakit
karet,
semprotan
untuk
hidung,
membantu
inhaler)
mengurangi
penarikan gejala
2.Atur terapi pengganti nikotin
3.Dorong pasien untuk ikut kelompok
yang mendukung berhenti merokok
setiap minggu
4.Bantu pasien merencanakan strategi
koping
spesifik
dan
memecahkan
untuk
kontak
mempertahankan
telepon
dengan
pasien
7. Dukung pasien yang mulai merokok
36
kembali
dengan
mengidentifikasi
membantu
apa
yang
dipelajari
Diagnosa 3 : 00146 - Asietas
NOC
NIC
Preventif Primer
Preventif Primer
121001 Distres ( 2-4 )
5820-Menurunkan tingkat ansietas
121004 Kurang percaya diri ( 2-4 )
1. Lakukan pendekatan secara
121015 Mencari sumber ketakutan
perlahan
(1-3)
2. Jelaskan tingkat harapan
terhadap kebiasaan pasien
3. Dampingi pasien untuk
mendorong
rasa
nyaman
Preventif sekunder
Menggunakan
strategi
relaksasi
yang
tersedia
(misalnya,
musik,
meditasi,
(2-4)
(2-3)
progresi
2. Menimbulkan
perilaku
dikondisikan
yang
untuk
dalam,
menguap,
untuk
telah
individu
relaksasi
otot,
denyut
dengan
keinginan
dan masyarakat
4. Mendorong
penerimaan
keterbatasan lain
5. Mengakui spiritual
latar
pasien
mengidentifikasi
untuk
kekuatan
Kegiatan
Hasil
38
Memberikan vaksin
dan
baru,dapat
selama
sesi
binaan
berantusias
melakukan
pemeriksaan
kesehatan
setiap minggu
Setiap warga
binaan
berantusias
untuk
meceritakan
setiap
binaan
memuat
keberhasilan
proses
dan
keberhasilan
tindakan
39
c. Warga mulai sadar dan tanggap akan pentingnya kesehaan serta dapat
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
d. Warga binaan dapat menangani ansietas dengan baik
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
40
lembaga
pemasyarakatan
berdiri
tahun
1990.
Lembaga
pemasyarakatan ini khusus untuk warga binaan laki laki dengan kapasitas 450
orang sedangkan tahanan terhitung berjumlah 607 orang dengan rentang usia 19 59
tahun. Kondisi bangunan lapas sudah tua dan tidak standar untuk bangunan lapas dan
melebihi kapasitas. Selain itu sanitasi dan kesehatan lapas juga tidak memadai.
Kegiatan setiap harinya dimulai dari pukul 05.00, kegiatan yang menjadi rutinitas
yaitu kegiatan setiap harinya keagamaan, olahraga, pembinaan kepribadian,
keterampilan, pemberian motivasi, dan pemeriksaan kesehatan. Untuk pemeriksaan
kesehatan rutin dilaksanakan dua kali seminggu sekali. Kegiatan yang dilaksanakan
dilapas berjalan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Namun beberapa bulan terakhir
terjadi masalah terkait kesehatan dari beberapa warga binaan yang tergolong serius.
a. Pengkajian
1. Data Demografi
a. Umur
b.
Jenis kelamin
c. Jumlah warga binaan
d.
Pendidikan
: 19 tahun 59 tahun
: laki laki
: 607 orang
: Tingkat pendidikan terakhir kelompok
e.
f.
g.
41
Ekonomi
Status ekonomi sudah memenuhi karena adanya sumbangsih
dari Pemerintah
c.
Keamanan
Lingkungan
LAPAS
dikatakan
cukup
aman.
Hal
ini
kegiatan
keagamaan,
pembinaan
kepribadian,
Sistem komunikasi
Sistem komunikasi sosialisasi penghuni dengan petugas
Pendidikan
Tingkat pendidikan penghuni LAPAS masih rendah karena 65
% diantaranya hanya lulusan SD.
g.
Rekreasi
Penghuni LAPAS jarang mendapatkan hiburan dan rekreasi
karena keterbatasan waktu.
42
b.
b.
30% terserang TBC
c. 40% penyakit kulit
ANALISIS DATA
Data
Hasil angket:
a.
Penghuni
Masalah
Resiko Infeksi
lapas
banyak
yang
terserang penyakit.
1. 30% terserang ISPA
2. 30% terserang TBC
3. 40% penyakit kulit
b.
bangunan
lapas
orang),
namun
untuk
43
warga
namun
tenaga
binaan
kesehatan
terbatas.
c.
Hasil wawancara:
1. Warga
binaan
juga
lapas
tempat
mereka
terlalu
mengeluh
tinggal
baik
dan
kelembaban
ruangan
kurang.
2. Penghuni lapas mengatakan
bahwa
a.
personal
hygiene
tidak dihiraukan..
Hasil angket:
Perilaku
kesehatan
cenderung
memiliki
kebiasaan merokok.
2. Penghuni lapas banyak yang
terserang penyakit.
b.
a).
b).
c).
44
Hasil wawancara:
1. Banyak
warga
mengaku
binaan
tidak
ditempat
merokok
yang
telah
disediakan
namun
disembarang tempat.
2. Penghuni lapas mengatakan
tidak bisa memberhentikan
kebiasaan merokok.
4.
Diagnosa 1
Diagnosa Keperawatan
Domain 11
Kelas 1
Definisi
Diagnosa 1
Data
Diagnosis
DS:
Keperawatan
Risk for infection Prevensi Primer:
lapas 00004
tinggal
mereka
terlalu
sempit
untuk
sanitasi
NOC
infeksi)
NIC
Prevensi Primer:
5510
192404 Mengidentifikasi
risiko infeksi pada kegiatan
sehari-hari (1 3)
192.407 Mengidentifikasi
strategi untuk melindungi diri
dari orang lain dengan infeksi
(2-4)
Pendidikan
kesehatan
3.
Ajarkan
strategi yang dapat
digunakan
untuk
melawan perilaku
tidak sehat / yang
45
beresiko daripada
baik
memberikan
dan
kelembaban
nasihat
ruangan kurang.
2. Penghuni
lapas
menjauhi
merubah perilaku.
4.
Datangkan
mengatakan bahwa
personal
untuk
hygiene
pember informasi
kurang
untuk
diperhatikan
menyampaikan
informasi
DO:
dengan
maksimum, disaat
1. Penghuni
lapas
banyak
yang
terserang penyakit.
a. 30% terserang
ISPA
b. 30% terserang
TBC
c. 40%
penyakit
kulit
Prevensi Sekunder:
280103 Ketersediaan
program
skrining
preventif (2 - 4)
untuk
ruangan adalah 40
Sebanyak 50 kamar
kelembaban udara
kurang dari 40%.
3. Kondisi bangunan
lapas sudah tua dan
6. Mengarahka
Menjadwalka
partisipasi
penduduk
preventif (2 - 4)
Kegiatan
Cek Up
7. Ulasan
riwayat
% sampai dengan
60% RH. Namun
risiko (6610)
kelembapan udara
di dalam sebuah
2. Identifikasi
n Masyarakat
yang tepat
Prevensi Sekunder:
kesehatan
masa
lalu
dan dokumen
280120 Pemantauan
prevalensi penyakit
kronis (1 - 5)
untuk
yang
bukti
ada
atau diagnosa
medis
dan
keperawatan
sebelumnya
46
dan
perawatan
8. Mengidentifi
melebihi kapasitas.
4. Kapasitas
yang
disediakan
lapas
berjumlah
150
kasi
risiko
biologis,
lingkungan,
dan perilaku
orang
(1
kamar
dan
berisi
orang),
hubungan
namun
karena
timbal balik
terlalu
banyak
di
warga
maka
terpaksa
setiap
kamar
berisi
dalam
lapas
9. Instruksikan
pada
faktor
risiko
dan
rencana
1 kamar berisi 5
pengurangan
orang.
risiko
10. Memotivasi
penghuni
Untuk Secara
Aktif
Mendatangi
Pelayanan
cek
Kesehatan di
dalam lapas.
Prevensi Tersier:
192411 Menjaga lingkungan
Prevensi Tersier:
2281
Bantuan
47
yang bersih (2 - 4)
rumah
Pemeliharaan
11.
Tentuk
192413 Kembangkan
pengendalian
an kebutuhan
infeksi
pemeliharaan
lapas
12.
Libatka
(2 - 4 )
n
192415 Praktek tangan
sanitasi (2 - 4)
penghuni
lapas
dalam
memutuskan
persyaratan
pemeliharaan
lapas
13.
Membe
Mengatur
strategi
pengendalian infeksi (1 - 3 )
rikan
informasi
tentang
bagaimana
membuat
lingkungan
yang
segera
dan bersih di
untuk
mengurangi
risiko (2 - 4 )
192427 Berusaha memberikan
informasi tentang kesehatan
risiko (2 - 4)
aman
dalam lapas.
14.
Sarank
an
layanan
untuk
pengendalian
virus
infeksi
menular,
yang
48
atau
diperlukan
15.
Memfa
silitasi
membersihka
n lingkungan
kotor
16.
Sarank
an
layanan
untuk
perbaikan
lapas,
yang
diperlukan
17.
Diskusi
kan
biaya
pemeliharaan
yang
diperlukan
dan
sumber
daya
yang
tersedia
18.
Menaw
arkan solusi
untuk
kesulitan
keuangan
19.
Membe
rikan
informasi
tentang
perawatan
yang cukup,
49
sesuai
kebutuhan
20. Mengkoordin
asikan
penggunaan
sumber daya
penghuni
lapas
1. Diagnosa 2
Diagnosa Keperawatan
Data
DS:
Diagnosis Keperawatan
NOC
Perilaku
kesehatan Prevensi Primer:
berhubungan
NIC
Prevensi Primer:
Pendidikan
kesehatan
2.
Ajarkan
merokok
strategi
ditempat yang
dapat
digunakan
telah
untuk
melawan
disediakan
3)
perilaku
namun
sehat
yang
tidak
/
yang
disembarang
beresiko daripada
tempat.
yang
memberikan
mendukung
50
2. Penghuni
lapas
nasihat
4)
menjauhi
mengatakan
tidak
bisa
merubah perilaku
170514
Fokus
dalam
memberhentik
an
kesehatan (1-3)
kebiasaan
untuk
Bantuan
penghentian merokok
merokok.
2.
DO:
Promosikan
kebijakan
1. 70%
dari
yang
menentapkan dan
seluruh
melaksanakan
penghuni
lingkungan bebas
mengaku
rokok
memiliki
kebiasaan
merokok.
2. Penghuni
lapas
banyak
yang terserang
penyakit.
a. 30%
terserang
b.
ISPA
30%
Prevensi Sekunder:
162528
Prevensi Sekunder:
Kurangi 5210
3.
TBC
40%
penyakit
Bantu pasien
memutuskan
1906
Kontrol
resiko:
bagaimana
masalah
3)
akan
dipecahkan
Bantu pasien
4.
terserang
c.
Bimbingan
162503
Identifikasi
memutuskan siapa
yang
akan
memecahkan
(1-3)
masalah
kulit
162504
dampak
Identifikasi
negatif
dari
6610
Identifikasi
resiko
51
3)
8.
Tentukan
ketersediaan
162506
penghalang
Identifikasi
kualitas
untuk
(contoh:
dan
sumber
psikologi,
keuangan, tingkat
160202
Monitor
pendidikan,
keluarga
dan
(2-4)
masyarakat
lain
dan komunitas)
9.
Identifikasi
resiko
biologi,
lingkungan
dan
perilaku
dan
hubungan timbal
balik
10. Pertimbangka
n
standar
berguna
yang
dalam
bidang
prioritas
untuk mengurangi
resiko
(contoh:
tingkat kesadaran
dan
motivasi,
keefektifan, biaya,
kemungkinan
dikerjakan,
pilihan, keadilan,
stigmatisasi,
dan
52
rencanakan
aktivitas
pengurangan
resiko
dalam
kolaborasi dengan
individu
kelompok
12. Laksanakan
aktivitas
pengurangan
resiko
13. Rencanakan
untuk
monitor
jangka
panjang
dari
resiko
kesehatan
14. Rencanakan
untuk
tindak
lanjut
jangka
panjang
dari
strategi
dan
aktivitas
pengurangan
resiko
4490
Bantuan
penghentian merokok
5.
Catat
53
status
merokok
terbaru
dan
riwayat
merokok
6.
Menentukan
kesiapan
pasien
untuk
belajar
tentang
berhenti
merokok
7.
Monitor
kesiapan
untuk
pasien
mencoba
berhenti merokok
8.
Bantu pasien
identifikasi alasan
untuk
dan
berhenti
penghalang
untuk berhenti
Prevensi Tersier:
Prevensi Tersier:
Perilaku
2.
162514
Modifikasi
Memperoleh
Diskusikan
proses modifikasi
perilaku
dengan
kesehatan (2-4)
162517
Gunakan
terapi
5602
Pembelajaran:
proses penyakit
162518
Gunakan
terapi
2.
Diskusikan
54
alternatif (2-4)
perubahan
gaya
hidup
yang
mungkin
3)
diperlukan untuk
mencegah
162526
Ikuti
telepon (1-3)
konseling
komplikasi
yang
Bantuan
penghentian merokok
1.Beri tahu pasien
tentang
produk
pengganti nikotin
(contoh:
permen
karet, semprotan
hidung,
inhaler)
untuk membantu
mengurangi
penarikan gejala
2.Atur
terapi
pengganti nikotin
3.Dorong
pasien
untuk
ikut
kelompok
yang
mendukung
berhenti merokok
setiap minggu
4.Bantu
pasien
55
merencanakan
strategi
koping
spesifik
dan
memecahkan
masalah dari hasil
berhenti merokok
5.Ikuti
pasien
selama 2 tahun
setelah
jika
berhenti
mungkin,
memberikan
semangat
6.Atur
untuk
mempertahankan
frekuensi kontak
telepon
dengan
pasien
7. Dukung pasien
yang
mulai
merokok kembali
dengan membantu
untuk
mengidentifikasi
apa
yang
dipelajari
5.
No
1
Implementasi
Kegiatan
Hasil
Memberikan vaksin TBC kepada warga binaan 100% para warga binaan
56
telah
baru
yang
baru
hadir
berpatisipasi
2
Memberikan
health
education
untuk
dalam
selama
sesi
warga
melakukan
binaan
pemeriksaan
kesehatan
EVALUASI
Evaluasi dari proses keperawatan yang diberikan kepada komunitas :
6. Kesehatan warga binaan dapat dimanajemen dengan baik
7. Jumlah penderita penyakit menular (TBC, ISPA, gatal gatal) di
Lapas dapat menurun
8. Warga mulai sadar dan tanggap akan pentingnya kesehaan serta
dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
57
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Lembaga pemasyarakatan atau lapas adalah suatu lembaga koreksi untuk
meluruskan perilaku pelanggar hukum apabila pelanggar hukum dianggap sebagai
perilaku yang menyimpang. Lapas dikenal dengan konsep yang menakutkan,
menyeramkan, dan dapat membuat efek jera untuk pelaku perilaku menyimpang.
Masalah yang timbul dalam lapas adalah masalah-masalah kesehatan, mental,
dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Contoh masalah kesehatan yang timbul
adalah penyebaran penyakit HIV, hepatitis, maupun tubercolosis. Masalah mental
yang timbul seperti takutnya dikucilkan oleh masyarakat setelah keluar lapas.
Masalah pemenuhan kebutuhan dasar seperti masalah sanitasi, kebersihan, dan lainlain.
4.2 Saran
Lembaga pemasyarakatan merupakan salah satu sasaran dari perawatan
komunitas. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat diharapkan mampu
memberikan pelayanan yang komprehensif, selain mengatasi masalah fisik, perawat
juga harus mampu mengatasi masalah mental. Perawat juga diharapkan dapat lebih
berhati-hati saat mengatasi masalah di lembaga pemasyarakatan terkait dengan
sasaran perawatan yang memiliki riwayat perilaku menyimpang karena semua benda
yang tujuan sebenarnya adalah untuk mengobati, mampu menjadi benda yang dapat
membahayakan orang-orang di sekitar.
58
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, Evi. 2012. Pengalaman Perempuan Berkaitan dengan Masalah Kesehatan
Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Cilacap. Diakses online pada
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20301325-T30488%20-%20Pengalaman
%20perempuan.pdf tanggal 27 September 2016 [pukul 09.45 WIB]
Arif, Nur Dwi Humananda, dkk. 2014. Analisis Permasalahan Kesehatan pada
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa. Diakses online
pada
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3859.pdf
tanggal
27
59
Diakses
online
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/viewFile/777/823
pada
tanggal
27
60
61