Anda di halaman 1dari 75

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DALAM MENGHINDARI SEKS


BEBAS DAN HIV/AIDS DENGAN PERILAKU SEKS
BERISIKO PADA REMAJA DI KOTA JAKARTA

PROPOSAL SKRIPSI

ANNISA NUR ULANDINI


1706977922

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JANUARI 2021
UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DALAM MENGHINDARI SEKS


BEBAS DAN HIV/AIDS DENGAN PERILAKU SEKS
BERISIKO PADA REMAJA DI KOTA JAKARTA

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

ANNISA NUR ULANDINI


1706977922

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JANUARI 2021
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Sripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Annisa Nur Ulandini


NPM : 1706977922
Tanda tangan :

Tanggal : 12 Januari 2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal skripsi ini diajukan oleh:

Nama Mahasiswa : Annisa Nur Ulandini


NPM : 1706977922
Program Studi : Sarjana Reguler Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi : Hubungan Efikasi Diri dalam Menghindari Seks Bebas
dan HIV/AIDS dengan Perilaku Seks Berisiko pada Remaja di Kota Jakarta

Telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji


dalam Seminar Proposal sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Sarjana
Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

PEMBIMBING

Pembimbing : Ns. Dikha Ayu Kurnia, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB


Disetujui di : Depok
Tanggal : 12 Januari 2021

ii
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal skripsi ini diajukan oleh:

Nama Mahasiswa : Annisa Nur Ulandini


NPM : 1706977922
Program Studi : Sarjana Reguler Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi : Hubungan Efikasi Diri dalam Menghindari Seks Bebas
dan HIV/AIDS dengan Perilaku Seks Berisiko pada Remaja di Kota Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Seminar Proposal


dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada Program Studi SarjanaKeperawatan, Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. Dikha Ayu Kurnia, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB

Penguji : Sri Yona, S.Kp., M.N., Ph.D.

Ditetapkan di : Depok
Tanggal :

iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
sebab atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan
proposal penelitian ini dengan judul “Hubungan Efikasi Diri dalam
Menghindari Seks Bebas dan HIV/AIDS dengan Perilaku Seks Berisiko
pada Remaja di Kota Jakarta”. Penulisan proposal ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk melakukan penelitian pada mata
ajar Pengantar Skripsi Program Studi Reguler Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya menyadari tanpa adanya bantuan, masukan, dan
juga bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan skripsi ini, tentunya akan banyak sekali kesulitan yang saya
hadapi sehingga tidak dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Agus Setiawan, S. Kp., M.N., D.N., selaku Dekan Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2. Ibu Ns. Shanti Farida Rachmi, S.Kep., M.Kep., Sp.K.M.B., selaku
Kepala Program Studi Sarjana dan Ners, serta Koordinator Mata
Kuliah Skripsi yang sudah memfasilitasi penulisan proposal skripsi
ini.
3. Ibu Ns. Dikha Ayu Kurnia, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen
pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan proposal ini dengan penuh
kesabaran, membuka wawasan dan pola pikir saya, memberikan saran,
arahan, masukan dalam menyelesaikan proposal ini.
4. Kepada keluarga tercinta, Alm. Mamah, Bapak, Ka Imah, Ebong yang
senantiasa memberikan doa, dukungan, dan harapan setiap saat ke
Ulan. Dan Alm. Mamah sebagai support system Ulan dalam
menyelesaikan proposal ini sekaligus tugas perkuliahan di FIK UI.
5. Rendi Saktiawan selaku partner saya yang selalu ada ketika saya
sedang membutuhkan bantuan, selalu memberikan motivasi dan
semangat, dan selalu menjadi pendengar atas keluhan saya selama

iv
kuliah dan menyelesaikan proposal ini.

6. Kepada teman seperjuangan di FIK Destia, Muja, Tri, Dintas, Fenia,


Anggi, dan Opi yang telah membersamai selama masa perkuliahan dan
memberikan perhatian beserta bantuannya selama perkuliahan.
7. Kepada Mustika Sajida Maharani, Fiqih Aulia, Suci Ika Dewi, Selsa
Evani, Kiki Widyanti yang selalu mendukung saya mulai dari
mahasiswa baru hingga mahasiswa semester terakhir masa
perkuliahan.
8. Kepada sahabat seperjuangan saya sejak remaja, Nur Hikmah dan
Utari Astuti, yang tidak pernah bosan mendengarkan keluh dan kesah
saya dalam menyelesaikan proposal ini. Selain itu, mereka yang sudah
menyemangati saya dapat lulus bersama-sama dengan mereka.
9. Seluruh rekan-rekan seperjuangan mahasiswa S1 Reguler FIK UI 2017
yang selalu mendukung dan membantu dalam menyelesaikan proposal
penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangatlah penting bagi penulis demi kesempurnaan proposal penelitian ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Depok, 12 Januari 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................i

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................iii

KATA PENGANTAR...................................................................................iv

DAFTAR ISI.................................................................................................vi

DAFTAR TABEL..........................................................................................x

DAFTAR SKEMA........................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xii

PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................1

1.2 Perumusan Masalah..............................................................................9

1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................9

1.3.1 Tujuan Umum......................................................................................9

1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................9

1.3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik remaja di Jakarta.....................9

1.3.2.2 Mengidentifikasi gambaran efikasi diri dalam menghindari


seks bebas dan HIV/AIDS.................................................................10

1.3.2.3 Mengidentifikasi perilaku seks berisiko pada remaja di


Jakarta................................................................................................10

1.3.2.4 Mengidentifikasi hubungan karakteristik responden dengan


perilaku seks berisiko pada remaja di Jakarta...................................10

1.3.2.5 Mengidentifikasi hubungan efikasi diri dalam menghindari seks


bebas dan HIV/AIDS dengan perilaku seks berisiko pada remaja di
Jakarta................................................................................................10

vi
1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................10

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan..................................................................10

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan...........................................................10

1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan...........................................................11

TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................12

2.1 Remaja...........................................................................................12

2.1.1 Definisi remaja...................................................................................12

2.1.2 Karakteristik Perkembangan Remaja..............................................13

2.2 Efikasi Diri (Self-Efficacy)..................................................................15

2.2.1 Pengertian Efikasi Diri......................................................................15

2.2.2 Sumber Efikasi Diri...........................................................................16

2.2.2.1 Pengalaman Masa Lalu..........................................................16

2.2.2.2 Pengalaman Orang Lain........................................................17

2.2.2.3 Persuasi Verbal......................................................................17

2.2.2.4 Reaksi Emosional dan Kondisi Fisiologis.............................18

2.2.3 Dimensi Efikasi Diri..........................................................................18

A. Magnitude (Tingkat Kesulitan)........................................................18

B. Generality (Generalitas)...................................................................18

C. Strength...............................................................................................19

2.2.4 Proses Pembentukan Efikasi Diri....................................................19

2.2.4.1 Proses Kognitif......................................................................19

2.2.4.2 Proses Motivasional...............................................................21

2.2.4.3 Proses Afektif........................................................................22

2.2.4.4 Proses Seleksi........................................................................22

2.2.5 Klasifikasi Efikasi Diri...............................................................23

2.2.6 Efikasi Diri Seksual Remaja......................................................24

vii
2.3 Seks Berisiko pada Remaja.................................................................25

2.4 Efikasi Diri Seks Berisiko HIV/AIDS................................................27

2.5 Kerangka Teori...................................................................................29

METODOLOGI PENELITIAN...................................................................30

3.1 Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian........................................30

3.2 Definisi Operasional...........................................................................31

3.3 Desain Penelitian................................................................................34

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian.....................................................34

3.4.1 Populasi Penelitian.......................................................................34

3.4.2 Sampel Penelitian.........................................................................35

3.4.2.1 Kriteria Inklusi.......................................................................35

3.4.2.2 Kriteria Eksklusi....................................................................35

3.4.2.3.Besar Sampel.........................................................................36

3.4.2.4 Cara Pengambilan Sampel.....................................................37

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................37

3.5.1 Tempat Penelitian.........................................................................37

3.5.2 Waktu Penelitian..........................................................................37

3.6 Etika Penelitian...................................................................................38

3.7 Alat Pengumpul Data..........................................................................38

3.8 Uji Instrumen Penelitian................................................................41

3.8.1 Uji Validitas dan Reliabilitas.......................................................41

A. Kuesioner B (Kuesioner Efikasi Diri Seks Berisiko HIV/AIDS) 41

B. Kuesioner C (Perilaku Seks Berisiko).........................................41

3.8.2 Uji Reliabilitas..............................................................................43

3.9 Prosedur Pengumpulan Data...............................................................43

3.10 Rencana Analisis Data......................................................................44

viii
3.10.1 Pengolahan Data.........................................................................44

3.10.2 Analisis Data..............................................................................45

ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian....................................31

Tabel 3.2 Waktu Penelitian..........................................................................37

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Efikasi Diri dalam Menghindari Seks Bebas
dan HIV/AIDS..............................................Error! Bookmark not defined.

Tabel 3.4 Analisis Univariat.........................Error! Bookmark not defined.

Tabel 3.5 Analisis Bivariat...........................................................................45

x
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian..........................................................25

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitia.........................................................26

xi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: Lembar Penjelasan Penelitian...........Error! Bookmark not
defined.

LAMPIRAN 2: Lembar Persetujuan Responden.........................................54

LAMPIRAN 3: Kuesioner Penelitian...........................................................55

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja berkembang dengan ciri-ciri ingin menjalani hidupnya secara


mandiri serta beralihnya kebergantungan hidup kepada orang tua dan
keluarga. Remaja adalah periode tumbuh menjadi dewasa secara fisik dan
psikologis serta mencari jati diri (Berman et al., 2016). Peraturan Menteri
Kesahatan Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2014 mendefiniskan remaja
sebagai seseorang yang berusia 10-18 tahun, sedangkan menurut Sarwono
rentang usia remaja awal yaitu 10-14 tahun dan remaja akhir antara 15-20
tahun [ CITATION SWS11 \l 1033 ]. Mereka memiliki beberapa sifat khas yaitu
rasa ingin tahu yang tinggi, menjelajah hal baru, dan berani menanggung
risiko atas perbuatannya tanpa didasari pemikiran yang matang [CITATION
KEM15 \t \l 1033 ]. Hal ini membuat kaum remaja remaja sangat rentan
mengikuti dan mencoba-coba gaya hidup masa kini.

Perkembangan media dan gaya hidup yang meningkat dikhawatirkan dapat


berdampak terhadap remaja saat ini. Remaja yang tidak dapat memercayai
kemampuan dirinya untuk menahan keinginan untuk mengikuti trend maka
dapat berujung menjadi kenakalan remaja seperti menggunakan rokok,
mengonsumsi narkoba, tawuran, pencurian hingga seks bebas berisiko
(Unayah & Sabarisman, 2015). Indonesia merupakan negara dengan
kepadatan penduduknya hingga menduduki peringkat ke-4 di dunia. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 menunjukkan jumlah masyarakat di
Indonesia sebanyak 268,1 juta jiwa (BPS, 2020). Ikatan hubungan antara
laki-laki dan wanita sebelum nikah dianggap tabu dalam norma sosial dan
budaya Indonesia. Survei Demografi Kesehatan Indonesia atau SDKI tahun
2012 usia pertama kali berpacaran di Jakarta didominasi oleh usia sekolah.
Sebanyak 27,1% remaja wanita berpacaran kurang dari usia 14 tahun dan

1 Universitas Indonesia
terbanyak pada usia 15-17 tahun yaitu 47%. Untuk remaja laki-laki
sebanyak 27,5%

1 Universitas Indonesia
2

sebelum usia 14 dan usia 15-17 tahun sebanyak 45,3% (Wahyuni &
Jatmiko, 2013). Hasil survei SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia) dari periode (2002 hingga 2003) dan 2012 menunjukkan
prevalensi hubungan seksual pranikah pada remaja di Indonesia usia 15
hingga 24 tahun terjadi peningkatan sebanyak 3% (5% menjadi 8%) untuk
laki-laki dan angka tetap 1% untuk wanita. Prevalensi yang lebih tinggi
dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berdasarkan
penelitian di Jakarta, Medan, Surabaya dan Bandung pada tahun 2009
sebesar 35,9% responden mengaku memiliki circle pertemanan yang pernah
berhubungan seksual sebelum nikah, dan 6,9% remaja melaporkan pernah
melakukan hubungan seksual sebelum nikah (BKKBN, 2012). Penelitian
yang sama dilaksanakan Australian National University (ANU) dan Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia pada tahun 2010 di Jakarta,
Tangerang dan Bekasi dengan sampel sebanyak ± 3.000 responden (berusia
antara 20-34 tahun), menunjukkan bahwa 9,4% mengalami kehamilan dan
kelahiran pranikah (Berliana et al., 2018).

Remaja yang tidak mampu menyalurkan dorongan hawa nafsu ke arah


positif dapat menyebabkan terjadinya perilaku seksual. Perilaku seks pada
remaja di provinsi Kalimantan Barat Kota Pontianak dengan kissing
sebanyak 56,9%, necking sebanyak 30,7%, petting 13,8%, oral seks 7,2%,
anal seks 5,5%, dan intercourse sebanyak 14,7% (Suwarni & Selviana,
2015). Berdasarkan kejadian di atas dapat memberikan dampak seperti
kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, bahkan seks berisiko HIV/AIDS
ketika remaja melakukan seks dengan siapa saja dan dengan cara yang tidak
aman dikarenakan jati dirinya masih mencoba-coba. Sesuai dengan hasil
survey yang telah dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional pada tahun 2008 di 33 provinsi menyatakan 63% remaja di
Indonesia dengan usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan
seksual di luar nikah (Utara, 2013 dalam Afritayeni et al., 2018). Pernyataan
di atas sejalan dengan penelitian dari (Afritayeni et al., 2018) yaitu
permasalahan yang sedang dihadapi oleh remaja Indonesia saat ini adalah
kejadian seks berisiko dengan dibuktikan oleh data sebanyak 60% telah

Universitas Indonesia
3

mengaku pernah melakukan hubungan seksual sebelum nikah dan sebanyak


50% telah mengidap HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) sudah menjadi masalah
global yang darurat. Dari data seluruh dunia, sebanyak 35 juta masyarakat
hidup dengan HIV dan 19 jutanya tidak mengetahui status positif HIV nya
(KEMENKES, 2018). Di Indonesia, remaja yang sudah terinfeksi HIV
jumlahnya semakin meningkat dengan prevalensi 3,2-3,8% setiap tahunnya.
Pada bulan April tahun 2017, terakumulasi sebanyak 7.329 remaja yang
terinfeksi HIV dan sebanyak 2.355 diantaranya menderita AIDS
(Kementerian Kesehatan RI, 2017 dalam Naully & Romlah, 2018). Remaja
lainnya di negara Amerika Utara dan juga Eropa menunjukkan sudah
melakukan seks sejak usia 15 tahun. Pendataan yang sudah dilakukan oleh
LSM Perancis memberikan hasil 13,2% remaja aktif berperilaku seks sejak
15 tahun dan tidak menggunakan alat kontrasepsi (Kumalasari, 2016).
Perilaku seks ini dapat berupa hubungan nonseksual hinggan hubungan
seksual tanpa pengaman dengan bergunta-ganti pasangan dan prostitusi
(Teferra et al., 2015). Perilaku seksual dini pada remaja dapat menyebabkan
masalah sosial dan kesehatan seperti HIV/AIDS. Perilaku seksual remaja
memberikan kontribusi negatif terhadap perkembangan kehidupan remaja.
Hampir separuh dari populasi dunia yang berusia di bawah 25 tahun,
sebagian besar hidup di negara berkembang membutuhkan perhatian khusus
untuk tindakan preventif dan promotif dalam mencegah peningkatan
kegiatan seksual diluar nikah (Khalili et al., 2020).

Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti berupa wawancara kepada


sepuluh orang remaja di Jakarta Pusat tepatnya di Kecamatan Johar Baru.
Wawancara dilakukan dengan mendatangi rumah masing-masing remaja
dan tidak lupa peneliti menggunakan masker dan menerapkan protokol
kesehatan saat melakukan wawancara. Remaja yang menjadi responden dari
rentang usia 13 hingga 18 tahun yang sedang menjalani pendidikan SMP
dan SMA. Hasil wawancara menyatakan enam dari responden (remaja)
pernah melakukan aktivitas seksual kissing, necking, dan oral seks. Tiga dari
enam responden tersebut pernah melakukan intercourse atau hubungan seks

Universitas Indonesia
4

badan dengan pacarnya. Untuk dua lainnya, selain melakukan intercourse


dengan pacarnya, mereka juga melakukan penjualan diri (open BO) di
apartemen. Untuk satu lainnya hanya kissing, necking, dan fingering
bersama pacarnya. Kejadian tersebut dapat terpengaruh oleh beberapa
faktor, baik faktor internal maupun eksternal seperti ingin lebih disayang
oleh pacar, mengikuti pergaulan teman, uang jajan yang masih kurang dari
orang tua sehingga menjual diri (open BO) diajak oleh temannya, mengikuti
gaya circle yang coba-coba, ketagihan karena memuaskan, dan sebagai
ancaman dari pacar agar tidak diputusi. Untuk keempat responden selain di
atas, memilih untuk tidak pernah merasakan berpacaran karena ajaran dari
orang tua untuk tidak berpacaran sebelum kerja, tidak ingin mengikuti arus
pergaulan yang berlebihan, agar tidak terjerumus dosa, dan ingin serius
belajar demi menggapai cita-cita. Hal ini perlu menjadi perhatian pengelola
sumber daya masyarakat, tenaga kesehatan yang ada di Pusat Kesehatan
Masyarakat sehingga remaja lebih siap untuk menghadapi berbagai tahapan
hidup perkembangannya.

Remaja yang sedang berada pada masa transisi berusaha mencari jati diri
pada lingkungan terdekatnya. Kondisi lingkungan terdekat dapat menuntut
remaja melebihi kemampuan dalam menjalani tugas perkembangannya.
Perkembangan fisik remaja yang sudah matang dapat memengaruhi
kebutuhan seksualitas remaja dengan melihat tayangan pornografi
[ CITATION Jon17 \l 1033 ]. Penelitian yang dilaksanakan oleh Popy, Evin, dan
Duma (2019) menyatakan bahwa dari 125 responden, usia pertama kali
yang tergolong mayoritas mengakses konten pornografi berada di rentang
12 hingga 15 tahun yaitu sebanyak 84 responden atau 67,2% dari total. Hal
ini menggambarkan bahwa sekelompok remaja (usia 12 hingga 15 tahun)
banyak yang sudah mengeksplorasi hal-hal berbau seksualitas. Tanpa
disadari, melihat tayangan pornografi dapat memberikan dampak langsung
pada remaja seperti meniru tindakan seksual yang ada di tayangan tersebut.
Selain itu, dampak lainnya adalah penyimpangan seksual yang dilakukan
kepada orang lain seperti sodomi, homoseksual, dan pedophilia (Donald,
2004 dalam Haidar & Apsari, 2020). Seperti yang diketahui, hubungan

Universitas Indonesia
5

seksual sesama jenis dapat dilakukan atas motivasi pelaku sendiri dan
sangat dapat berisiko menjadi penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.

Perkembangan perilaku seksual pada sekelompok remaja dapat berkembang


ke arah yang lebih bahaya, salah satunya yaitu prostitusi. Serupa dengan
pernyataan responden pada studi pendahuluan peneliti, mengaku pernah
menjadi BO (booking) atau cewek sewaan. Responden mengatakan bahwa
uang jajan yang diberikan ibunya tidak cukup untuk memenuhi
kehidupannya alhasil ia menjual diri lewat aplikasi MiChat dengan
temannya. Hal seperti ini telah dikaji oleh ILO-IPEC pada tahun 2007
dengan menyurvei banyaknya jumlah pekerja seks komersial (PSK) di
bawah 18 tahun sekitar 1.244 anak di Jakarta, sebanyak 2.511 di Bandung,
520 di Yogyakarta, dan Semarang 1.623. Hubungan seks yang dilakukan
dengan berganti-ganti pasangan dapat berisiko menjadi HIV/AIDS karena
tranmisi virus dari satu orang ke orang lainnya melalui cairan tubuh. Dalam
penelitian Arinta Erma, alasan remaja siswi SMA melakukan pekerjaan
prostitusi bukan lagi untuk mencari uang melainkan sebagai suatu kepuasan
seksual dan pelampiasan. Oleh karena itu, kejadian di atas dapat terjadi
karena pilihan dari pelakunya sendiri.

Perilaku seksual banyak memberikan pengaruh negatif terhadap remaja.


Remaja melakukan hubungan seks tanpa memikirkan dampak yang terjadi
setelahnya. Pengetahuan mereka mengenai hubungan seks masih terbatas
dibandingkan dengan rasa ingin tahunya tinggi untuk mencoba-coba.
Seiring dengan pertumbuhan usianya, organ reproduksi remaja yang mulai
menyukai dan mendekati lawan jenisnya sangat berpengaruh terhadap
perilaku seksual individu remaja tersebut. Pengetahuan seksual yang rendah
cenderung membuat remaja menerima semua informasi yang didapat dan
secara spontanitas mengikutinya. Salah satu masalah yang dapat terjadi pada
remaja terkait pengetahuan seksualitas yang masih minim adalah seks
berisiko hingga HIV/AIDS sebagai dampak dari perilaku seks yang
mencoba-coba dengan siapa saja tanpa mengetahui sebab dan akibat dari
perbuatannya. Pernyataan di atas sejalan dengan penelitian dari Fadhilah

Universitas Indonesia
6

(2013) yaitu populasi siswa/I SMA “X” diperoleh hasil yaitu adanya
hubungan antara pengetahuan seksualitas dengan perilaku seks pranikah
pada remaja sehingga H0 gagal diterima. Dari sini bisa diartiakan bahwa
pengetahuan seksualitas yang dimiliki remaja akan memengaruhi perilaku
seksnya dan apabila pengetahuan akan seksualitasnya baik, remaja
cenderung positif dalam menanggapi perilaku seks bahkan menjauhinya
agar tidak menjadi perilaku seks berisko. Apabila semakin tinggi
pengetahuan akan seksualitas pada remaja maka semakin rendah pula
perilaku seks berisikonya, sebaliknya akan semakin tinggi perilaku seks
berisiko pada remaja apabila pengetahuan akan seksualitasnya rendah
(Amrillah, 2006 dalam Fadhilah, 2013).

Remaja yang sudah mencari jati diri dan mendekati fase dewasa harus
belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam menjalani
kehidupannya [ CITATION Win171 \l 1033 ]. Remaja yang bertanggung jawab
harus dapat menahan dorongan seksualnya sampai waktu yang cukup dan
jenjang yang sah. Aktivitas seksual pada remaja yang telah meningkat ini
dapat berdampak pada kondisi kesehatannya seperti mudahnya terserang
penyakit seksual seperti HIV/AIDS (Puspita, 2017 dalam Purwaningsih,
2020). Perilaku seksual idealnya dapat membawa ke arah positif apabila
dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah seperti menantinya
kehamilan, namun apabila dilakukan oleh pasangan yang belum menikah
akan membawa dampak negatif seperti timbulnya beberapa penyakit
menular seksual seperti HIV/AIDS karena sering berganti pasangan, tidak
menjaga kebersihan anggota intim, dan tidak menggunakan pengaman
[ CITATION Het18 \l 1033 ]. Dari data di atas, remaja harus mempunyai
keyakinan bahwa mereka mampu menahan rasa dorongan seksualnya serta
memperdalam pengetahuan mengenai kesehatan seksual. Hal ini sejalan
dengan penelitian (Nisman et al., 2020) bahwa pendidikan kesehatan
tentang seksualitas membantu individu khususnya remaja untuk
meningkatkan pengetahuannya, serta menggali nilai dan perasaannya
tentang seksualitas.

Universitas Indonesia
7

Perilaku seksual merupakan perilaku antara laki-laki dengan perempuan


atau sesama jenis yang didorong oleh hawa nafsu dan hasrat seksual
[CITATION SWS111 \l 1033 ]. Perilaku seksual dapat dikatakan berisiko apabila
perilaku tersebut membawa dampak buruk seperti aborsi, married by
accident, penyakit menular seksual (PMS), hingga HIV/AIDS [ CITATION
Cha141 \l 1033 ]. Human immunodeficiency virus atau HIV adalah retrovirus
yang menyerang CD4+ T yaitu sel imun yang bertanggung jawab terhadap
kekebalan tubuh terhadap infeksi sedangkan Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau AIDS merupakan penyakit menular yang menyerang sistem
imun disebabkan oleh HIV [ CITATION Por09 \l 1033 ] . Transimisi HIV dapat
terjadi ketika cairan tubuh seperti darah, sperma, dan cairan vagina dari
orang yang terinfeksi diteruskan ke aliran darah orang lain. Rute utama
transmisi dapat melalui hubungan seksual, penggunaan obat intravena, dan
transfusi darah (Smeltzer et al., 2010).

Kemampuan remaja dalam menghadapi dan menahan dorongan seksual


diantara teman-teman dan lingkungannya menjadi faktor keberhasilan untuk
tidak melakukan seks berisiko HIV/AIDS. Hal ini dapat berkaitan dengan
kepercayaan atau keyakinan dari remaja itu sendiri. Seseorang yang
meyakini kemampuan yang berasal dari dalam dirinya untuk mengatur
seluruh tindakan dan perilaku untuk mencapai hasil yang diharapkan disebut
dengan efikasi diri (Albert Bandura, 1994 dalam Duarsa, 2019). Efikasi diri
(self-efficacy) mengarah pada keyakinan diri seseorang bahwa dirinya dapat
berhasil melaksanakan sesuatu untuk mencapai hasil yang diinginkan,
Seringkali orang yang memiliki keraguan tentang kemampuannya dengan
menurunkan upaya dan menyerah, sedangkan mereka yang memiliki rasa
keinginan yang kuat (Berman et al., 2016). Tingginya tingkat efikasi diri
akan memberikan motivasi kepada remaja untuk memutuskan sesuatu dan
bertindak secara cepat, tepat, dan terarah. Dampak dari efikasi diri ini
terlihat pada perilaku dan motivasi remaja serta keteguhannya dalam
menghadapi setiap permasalahan yang datang (Purwaningsih et al., 2020).

Universitas Indonesia
8

Beberapa hasil riset mengenai efikasi diri menunjukkan bahwa hal tersebut
berkaitan dengan menghindari aktivitas seks berisiko HIV/AIDS pada
sekelompok remaja. Penelitian yang dilaksanakan oleh (Purwaningsih et al.,
2020) menemukan bahwa dari 127 siswa dan siswi yang menjadi responden
hanya sebanyak 15 siswa dan siswi yang menyatakan bahwa faktor yang
paling berpengaruh dalam menghindari perilaku seksual dan penularan
HIV/AIDS adalah kepercayaan diri/self-efficacy. Dalam hal ini berarti
remaja belum sepenuhnya paham akan faktor-faktor yang dapat
menghindari seks berisiko HIV/AIDS. Dari data ini, bisa dipaparkan bahwa
selain adanya dukungan dan lingkungan terdekat, faktor utamanya berasal
dari keyakinan dalam diri untuk menghindari suatu hal dan permasalahan.
Penelitian serupa yang dilaksanakan oleh [ CITATION Win171 \l 1033 ] dengan
hasil efikasi diri dapat memengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja.
Ketika seorang remaja yakin akan kemampuannya untuk menghasilkan
sesuatu maka remaja tersebut akan berusaha melakukannya. Sedangkan
remaja yang tidak yakin dapat menghasilkan sesuatu maka remaja tidak
akan pernah mencoba dan berusaha untuk melakukannya melainkan
terjerumus ke hal-hal negatif seperti seks.

Perilaku menolak hubungan seks pranikah merupakan perubahan perilaku


individu yang akan terjadi setelah diberikan rangsangan khusus dari
lingkungannya. Lingkungan ini juga memungkinkan remaja untuk
mempraktikan perilakunya, seperti pelatihan keterampilan pribadi dan
sosial. Pelatihan ini mendukung kompetensi khusus pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja, meningkatkan efikasi diri serta kepercayaan diri remaja.
Pelatihan keterampilan akan berdampak pada tugas perkembangan remaja
menjadi perilaku yang sehat seperti mengurangi risiko kesehatan dan
memilih perilaku kesehatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup
mereka. Perilaku menolak hubungan seks pranikah merupakan salah satu
program intervensi inovatif yang dapat dilakukan untuk menciptakan
lingkungan sehingga mampu mengubah perilaku yang dapat merangsang
perubahan perilaku remaja.

Universitas Indonesia
9

Individu yang yakin akan kemampuannya, seperti yakin dalam


melaksanakan tugas, memotivasi diri dalam melakukan tindakan, dan
mampu bertahan menghadapi hambatan akan otomatis mengalami proses
seleksi, di mana individu tersebut akan memilih untuk bersedia atau tidak
dalam melakukan sebuah tindakan (Albert Bandura, 1997 dalam Rustika,
2016). Pemaparan mengenai kondisi dan permasalahan di atas mendorong
peneliti untuk melakukan sebuah penelitian terkait hubungan efikasi diri
dalam menghindari seks bebas dan HIV/AIDS dengan perilaku seks berisiko
pada remaja di kota Jakarta.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan adanya sifat rasa ingin tahu yang tinggi pada remaja, membuat
mereka mengeksplor dunianya secara bebas. Dengan demikian, sifat
tersebut menggiring mereka untuk melakukan kenakalan seperti seks.
Prevalensi hubungan seks remaja di Indonesia menunjukkan usia 15-24
tahun terjadi peningkatan sebanyak 3% untuk laki-laki dan 1% untuk
wanita. Bahkan prevalensi kejadian HIV/AIDS di Indonesia pun semakin
meningkat dengan prevalensi 3,2-3,8% setiap tahunnya. Tingginya angka
prevalensi kejadian seks dan HIV/AIDS pada remaja dapat terjadi karena
faktor internal dan eksternal. Efikasi diri atau keyakinan diri merupakan
faktor internal pada diri remaja terhadap sikap dan pilihannya untuk
melakukan seks. Remaja dengan efikasi diri yang rendah dan tidak mampu
menyalurkan dorongan seksual kearah positif dapat menyebabkan kejadian
seks yang berdampak terhadap seks berisiko HIV/AIDS. Oleh karena itu,
masalah pada penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran efikasi diri
seks berisiko HIV/AIDS pada remaja di Jakarta. Oleh karena itu pertanyaan
penelitian yang diajukan peneliti adalah “Bagaimana Hubungan Efikasi Diri
dalam Menghindari Seks Bebas dan HIV/AIDS dengan Perilaku Seks
Berisiko pada Remaja di Kota Jakarta?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Universitas Indonesia
10

Mengetahui hubungan antara efikasi diri dalam menghindari seks bebas dan
HIV/AIDS dengan perilaku seks berisiko pada remaja di kota Jakarta.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik remaja di Jakarta meliputi usia, jenis


kelamin, pendidikan saat ini, dan pengalaman berpacaran,

1.3.2.2 Mengidentifikasi gambaran efikasi diri dalam menghindari seks


bebas dan HIV/AIDS pada remaja di Jakarta

1.3.2.3 Mengidentifikasi perilaku seks berisiko pada remaja di Jakarta

1.3.2.4 Mengidentifikasi hubungan karakteristik responden dengan perilaku


seks berisiko pada remaja di Jakarta

1.3.2.5 Mengidentifikasi hubungan efikasi diri dalam menghindari seks


bebas dan HIV/AIDS dengan perilaku seks berisiko pada remaja di
Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa manfaat penelitian bagi institusi pendidikan, pelayanan


keperawatan, serta penelitian.

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi gambaran nyata mengenai


tingkat efikasi diri seks berisiko HIV/AIDS pada remaja di masa mendatang
dan sebagai bahan pertimbangan institusi dalam melakukan upaya
peningkatan efikasi diri pada civitas atau mahasiswa keperawatan dalam
melakukan upaya preventif perilaku seksual berisiko HIV/AIDS. Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi manfaat bagi institusi Pendidikan sebagai
masukan dalam upaya pengembangan program promotif dan preventif
penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.

Mahasiswa keperawatan juga dapat mendapat informasi mengenai adanya


gambaran tingkat efikasi diri seks berisiko HIV/AIDS pada remaja di

Universitas Indonesia
11

Jakarta nantinya. Diharapkan penelitian ini sebagai tambahan pengetahuan


dan bahan referensi untuk melakukan penelitian lainnya.

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

Sebagai bahan masukan bagi penyedia layanan keperawatan dalam


mempersiapkan perawat agar dapat bertugas menjadi perawat sekolah.
Masukan ini berkaitan dengan pengetahuan dan sikap remaja yang dapat
mempengaruhi kesiapan perawat sekolah dalam memberikan asuhan
keperawatan, khususnya edukasi kesehatan seksual dan penyakit menular
seksual HIV/AIDS.

1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai


gambaran tingkat efikasi diri seks berisiko HIV/AIDS pada remaja di
Jakarta sehingga peneliti dapat meningkatkan efikasi diri dan kepercayaan
diri dalam menyikapi perilaku seksual. Selain itu, penelitian ini dapat
menjadi bahan referensi selanjutnya dalam membuat riset berkelanjutan
berupa intervensi terkait optimalisasi efikasi diri serta memberikan ide baru
yang lebih kritis dan berdampak baik terhadap masyarakat dan melahirkan
sikap dan pola pikir yang kritik, analitik, dan kreatif.

Universitas Indonesia
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Definisi remaja

Peralihan dari periode kanak-kanak menuju periode dewasa merupakan fase


remaja. Remaja dapat didefinisikan sebagai proses transisi anak-anak
menuju dewasa pada individu laki-laki maupun perempuan yang ditandai
dengan perubahan-perubahan fisik, psikologis, bahkan perubahan mental
[ CITATION Wid09 \l 1033 ]. Remaja didefinisikan yaitu individu yang usianya
dari 11 hingga 12 tahun, sampai 20 hingga 21 tahun. Saat menjalani fase ini,
remaja banyak mengalami perubahan pada fisik maupun biologisnya. Pada
tahap ini mereka menuntut tanggung jawab secara mandiri [ CITATION
EKu11 \l 1033 ]. Menurut Hockenberry (2015) masa remaja adalah masa
peralihan menuju dewasa, dimana mereka mengalami perubahan dalam
fisik, kognitif, dan psikososial yang mendalam. Selama periode ini, remaja
mampu mencapai kematangan fisik dan seksual, memiliki kemampuan
menalar yang tajam, serta membuat keputusan yang akan membentuk karir
mereka. Rentang usia remaja bervariasi mulai dari World Health
Organization atau WHO mengatakan bahwa masa remaja dimulai dari
periode usia 10 hingga 19 tahun. Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
atau PBB menyebutkan bahwa remaja berkisar dari 15 hingga 24 tahun.
Sedangkan The Health Resources Services Administration Guidelines
mengelompokkan rentang usia remaja menjadi tiga tahapan, pertama yaitu
remaja awal mulai dari 11 hinga 14 tahun, kedua remaja menengah mulai
dari 15 hingga 17 tahun, dan ketiga remaja akhir mulai dari 18 hingga 21
tahun [ CITATION EKu11 \l 1033 ].

Berdasarkan penjelasan di atas remaja merupakan masa peralihan individu


laki-laki maupun perempuan pada kisaran umur 10 hingga 20 tahun dengan

12 Universitas Indonesia
ditandai ciri perubahan fisik dan psikologisnya. Perasaan yang timbul dalam
diri remaja mengenai identitas dan pertanyaan mengenai cararemaja

13 Universitas Indonesia
14

menjalani hidupnya secara mandiri mulai terbentuk pada masa ini


[ CITATION YER05 \l 1033 ].

2.1.2 Karakteristik Perkembangan Remaja

Perkembangan pada masa remaja banyak terjadi perubahan-perubahan


seperti perkembangan fisik yang merupakan perubahan primer dan sekunder
dari remaja serta perkembangan psikologis yang muncul akibat dari
berkembanganya fisik remaja [ CITATION Sar13 \l 1033 ]. Perkembangan
diawali dengan matangnya organ-organ fisik tubuh yang menandakan
bahwa remaja sudah mampu bereproduksi [ CITATION Sya14 \l 1033 ].

A. Perkembangan Fisik
Pada saat neonatus hingga bayi sudah terjadi perubahan secara
proporsional secara terus menerus hingga remaja. Pada tahap
perkembangan ini juga dimulainya masa pubertas. Pubertas adalah
periode perubahan perkembangan anak-anak yang aseksual menjadi
seksual, matang, dan mampu memperbaiki keturunan [ CITATION
San12 \l 1033 ]. Secara umum, masa pubertas dipicu oleh pengaruh
hormon yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior sebagai
respon terhadap rangsangan dari hipotalamus (Hockenberry &
Wilson, 2015).
1. Ciri-ciri perubahan seks primer
Fungsi reproduksi pada remaja laki-laki ditandai dengan
sudahnya mereka mengeluarkan cairan sperma di malam hari
saat tidur atau biasa disebut dengan mimpi basah (KEMENKES,
2016). Hal ini terjadi pada laki-laki dengan usia 10 hingga 15
tahun. Sedangkan pada remaja perempuan ditandai dengan
kejadian menstruasi. Menstruasi adalah keluarnya darah pertama
kali dari vagina (alat kelamin perempuan) berupa lurutnya
lapisan endometrium (dinding rahim) yang mengandung banyak
darah (Leifer, 2019).

Universitas Indonesia
15

2. Ciri-ciri perubahan seks sekunder


Tanda-tanda perubahan seks sekunder dapat dilihat langsung
karena tampak langsung anggota tubuh. Pada remaja laki-laki
ditandai dengan pertumbuhan tulang dan otot, munculnya jakun,
rambut halus yang tumbuh di kemaluan, wajah (kumis dan
jenggot), dan ketiak serta suara berubah menjadi berat. Pada
wanita ditandai dengan pertumbuhan payudara, tumbuh bulu
pada kemaluan, dan suara menjadi melenting keibuan
(Hockenberry & Wilson, 2015)
B. Perkembangan Kognitif
Pada tahap ini remaja berkembang pemikirannya sehingga dapat
berpikir secara rasional dan logis mengenai beberapa permasalahan.
Selain itu, berkembangnya kemampuan remaja dalam memprediksi
kemungkinan yang akan terjadi pada suatu kondisi tertentu
(Hockenberry & Wilson, 2015). Piaget dalam Hockenberry, 2015
menjelaskan bahwa pemikiran remaja berorientasi pada hal dan
kejadian yang mereka amati secara langsung. Remaja
membayangkan kemungkinan peristiwa dimasa depan yang mungkin
terjadi, situasi saat ini, dan hubungan dengan orang tua atau teman,
dan pemikiran untuk memenuhi cita-cita yang dibayangkan.
Remaja pada tahap ini sudah mampu melihat dan membedakan hal
yang lebih penting lalu dikembangkan olehnya. Remaja tidak hanya
mengorganisasikan apa yang sudah dialami namun remaja sudah
mampu mengubah cara berpikir sehingga dapat memunculkan
gagasan baru[ CITATION San12 \l 1033 ].
C. Perkembangan Psikoseksual
Perkembangan psikoseksual adalah proses pertambahan pematangan
fungsi struktur serta kejiwaan yang menimbulkan dorongan untuk
mencari rangsangan dan kesenangan (Hockenberry & Wilson, 2015).
Menurut Freud, masa remaja sebagai fase genital, yaitu energi
seksual yang hidup kembali. Pada masa remaja akan timbul konflik-

Universitas Indonesia
16

konflik yang tidak terselesaikan dengan mudah. Apabila remaja


dapat menyelesaikannya, maka remaja dapat mengembangkan dan
membagikan rasa cinta sebagai orang dewasa (Hall, Calvin, Lindzey,
Gardner dalam Supratika, 2016). Menurut Steinberg (2002), dalam
penyesuaian terhadap karakteristik perkembangannya remaja mudah
mendapatkan pengaruh dari luar, sekelompok remaja menghabiskan
waktunya di luar lingkungan keluarga sehingga pengalaman, nasihat,
masukan, dan pendapat dari teman sangat penting. Dengan
demikian, ketika remaja lebih sering menghabiskan banyak waktu
bersama teman-teman dan pergaulannya, maka akan semakin terlihat
pengaruh negatif maupun positif yang didapat dari kelompok
pergaulannya.
Pada masa remaja akhir umum terjadi aktivitas seksual, remaja usia
15 tahun dengan presentasi 13% pernah melakukan hubungan
seksual melalui kelamin. Tiga alasan teratas remaja melakukan
hubungan seks yaitu keyakinan, keinginan menunda menjadi ibu,
dan belum menemukan pasangan yang tepat (Abma, Martinez, dan
Copen, 2010 dalam Hockenberry & Wilson, 2015).

2.2 Efikasi Diri (Self-Efficacy)

2.2.1 Definisi Efikasi Diri

Efikasi diri (self-efficacy) adalah sebuah keyakinan pada diri sendiri


terhadap kemampuannya dalam merencanakan dan melakukan sesuatu yang
dapat menghasilkan suatu pencapaian [CITATION Ban99 \t \l 1033 ]. Albert
Bandura mengemukakan sebuah teori sosial kognitif yang salah satunya
adalah konsep efikasi diri. Selanjutnya konsep ini dikembangkan menjadi
sebuah teori efikasi diri dengan definisi keyakinan pada diri seseorang
bahwa ia mampu menguasai suatu keadaan dan menghasilkan sesuatu yang
positif (Bandura dalam Santrock, 2011). Efikasi diri digunakan untuk
menilai sejauh mana seseorang mampu melaksanakan tujuannya.
Penilaiannya bersifat dinamis (terus berubah) seiring bertambahnya

Universitas Indonesia
17

pengetahuan, pengalaman, keadaan situasional dan emosional, serta


gangguan lainnya [ CITATION Ric11 \l 1033 ].

Perilaku seseorang saat melakukan sesuatu dalam kondisi tertentu


tergantung pada perkembangan kognitif dan lingkungannya, khususnya
keyakinan diri yang berhubungan langsung dengan kognitif bahwa orang
tersebut dapat melakukan atau tidak dapat melakukan tindakan yang
diinginkannya [ CITATION Ban99 \l 1033 ]. Bandura menjelaskan bahwa efika
diri merupakan komponen pengetahuan tentang diri sendiri (self
knowledge) yang akan memengaruhi kehidupannya. Dalam hal ini pun
Bandura menegaskan bahwa efikasi diri akan memengaruhi proses
perubahan psikologis pada seseorang, lalu akan mengarahkan kepada
sebuah motivasi, sumber daya kognitif, dan menentukan keadaan yang
sesuai dalam mencapau hasil yang diharapkan. Efikasi diri juga bisa
diartikan sebagai elemen kepribadian yang krusial. Ula & Sholeh (2014)
mengemukakan apabila tingkat efikasi diri seseorang tinggi, mereka akan
yakin dapat melakukan sesuatu untuk mendapatkan bantuan
(reinforcement). Sebaliknya, apabila tingkat efikasi diri seseorang rendah
maka mereka akan mengalami kecemasan dan tidak dapat melakukan apa-
apa.

Jadi dengan demikian, keyakian individu atas kemampuannya dalam


melakukan sesuatu yang didasari tujuan tertentu merupakan definsi dari
efikasi diri (self-efficacy). Efikasi diri dapat tumbuh dan berkembang karena
dipengaruhi oleh kognitif dan kondisi lingkungan dari orang tersebut.
Efikasi diri positif dapat dibentuk dengan persepsi tiap orang akan
kemampuan dirinya. Maka dari itu, efikasi diri merupakan hal yang paling
dasar dalam menentukan suatu keputusan bahkan kesuksesan seseorang
yang memiliki sebuah tujuan.

2.2.2 Sumber Efikasi Diri

2.2.2.1 Pengalaman Masa Lalu

Universitas Indonesia
18

Efikasi diri dapat dibentuk oleh pengalaman masa lalu seseorang dan ini
merupakan suatu hal yang paling efektif [CITATION ABa94 \t \l 1033 ].
Pengalaman positif yang ada pada diri akan memicu seseorang untuk segera
menyelesaikan suatu permasalahan dengan mudah. Sebaliknya, apabila
seseorang pernah meraih kesuksesan dengan cara yang mudah maka orang
tersebut akan mengharapkan hasil yang praktis dan cepat putus asa. Jadi,
baik atau buruknya pengalaman masa lalu yang pernah dialami oleh
seseorang akan berpengaruh terhadap proses penentuan perilaku oleh
seseorang.

2.2.2.2 Pengalaman Orang Lain

Tidak hanya pengalaman masa lalu tetapi pengalaman orang lain dapat
memengaruhi tingkat efikasi diri pada seseorang. Modelling merupakan
istilah yang biasanya digunakan untuk konteks ini, yaitu kesamaan hal
dengan orang lain yang berperan sebagai model sangat memengaruhi
persepsi efikasi diri [CITATION ABa94 \t \l 1033 ]. Ketika modelnya
mendapatkan suatu keberhasilan maka efikasi diri sesoerang akan
mengalami peningkatan sedangkan apabila model mengalami kegagalan
maka efikasi diri akan menurun. Jadi, pengalaman orang lain yang
didapatkan oleh seseorang seperti cerita-cerita dari teman, perilaku teman
ataupun lingkungan terdekatnya, akan memengaruhi sebuah efikasi diri
seseorang. Seseorang akan mudah mencontoh perilaku pengalaman dari si
modelnya.

2.2.2.3 Persuasi Verbal

Versland (2015) mendefinisikan persuasi verbal adalah sebuah umpan balik


yang diperoleh seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya. Saat
orang lain memberikan umpan balik yang positif dapat membuat efikasi diri
seseorang meningkat dan berdampak terhadap peningkatan usahanya serta
semakin termotivasi untuk menyelesaikan tujuannya [CITATION ABa94 \t \l
1033 ]. Sebaliknya, jika umpan balik yang diberikan negatif maka seseorang
akan menyerah dengan cepat dan berdampak terhadap penurunan efikasi
dirinya. Persuasi verbal sangat sering dijumpai pada lingkungan sosial

Universitas Indonesia
19

seseorang seperti ajakan teman, ucapan orang tua, hinaan atau pujian yang
sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk berkehendak
melakukan sesuatu.

2.2.2.4 Reaksi Emosional dan Kondisi Fisiologis

Suatu reaksi emosional dapat meningkatkan sekaligus menurunkan tingkat


efikasi diri seseorang. Ketika kondisi seseorang sedang berada dalam
tekanan dan masalah maka dapat dilihat kondisi emosionalnya. Kecemasan,
ketakutan, stress membuat efikasi diri seseorang rendah dan performa
menjalani tujuannya menurun [ CITATION Les19 \l 1033 ]. Menurut Schunk &
DiBenedetto (2016) kesejahteraan emosional berperan dalam meningkatkan
tingkat efikasi diri apabila seseorang memiliki mindset ke hal-hal yang
positif. Jadi, penentuan perilaku dari seseorang dapat menyesuaikan reaksi
emosional dan kondisi fisiologisnya, ketika seseorang sedang cemas dan
takut maka kepercayaan dirinya juga akan menurun menyebabkan langkah-
langkah mencapai tujuannya terhambat.

2.2.3 Dimensi Efikasi Diri

Bandura (1999) menyatakan bahwa efikasi diri memiliki 3 bagian atau


dimensi, diantaranya yaitu :

A. Magnitude (Tingkat Kesulitan)

Pada dimensi ini merupakan tingkat kesulitan yang dialami individu


terkait dengan usaha yang sudah dilakukannya. Jika efikasi diri
seseorang tinggi, maka mereka akan merasa mudah untuk
menghadapi tingkat kesulitan melakukan sesuatu. Pada dimensi ini
harapan akan sangat memengaruhi. Keyakinan individu berfokus
pada pemilihan tingkah laku berdasarkan tingkat kesulitan sebuah
tugas. Seseorang akan mencoba sesuatu yang dianggap mampu

Universitas Indonesia
20

untuk dilakukan terlebih dahulu dan menghindari sesuatu di luar


batas kemampuan [ CITATION AHU14 \l 1033 ].

B. Generality (Generalitas)

Dimensi ini lebih fokus pada tingkah laku seseorang dalam


keyakinan akan kemampuannya melakukan sesuatu. Pada dimensi
ini juga menjelaskan bahwa efikasi diri seseorang tidak terbatas pada
kondisi yang detail, melainkan pada beberapa situasi yang
bervariasi. Situasi atau aktivitas yang bervariasi menuntut individu
untuk yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, namun tetap pada
porsinya [ CITATION AHU14 \l 1033 ].

C. Strength

Pada dimensi ini berfokus bagaimana seseorang memiliki kekuatan


akan harapan dan keyakinan atas kemampuan yang dimiliki.
Seseorang yang memiliki harapan kuat senantiasa terus berusaha
walaupun mengalami kegagalan. Sedangkan seseorang yang
memiliki harapan lemah biasanya disebabkan oleh pengalaman
buruk yang dialaminya dan menimbulkan kegagalan di masa lalu
[ CITATION Ban99 \l 1033 ]. Pada dimensi ini sering dikaitkan
dengan ketahanan individu saat berada di berbagai situasi karena
tuntutan tugas atau permasalahan tiap individu.

2.2.4 Proses Pembentukan Efikasi Diri

2.2.4.1 Proses Kognitif

Proses kognitif dapat dikatakan sebagai sebuah pola pikir. Seseorang akan
menetapkan dan merencanakan terlebih dahulu tujuannya dalam
mengerjakan sesuatu, serta mengantisipasi adanya masalah yang terjadi.
Proses kognitif juga sebagai bentuk prediksi terhadap kejadian di masa
mendatang (Bandura, 1994). Bandura juga mengatakan bahwa serangkaian
perilaku yang akan dilakukan seorang individu pada mulanya dibangun
dalam sebuah pemikiran. Pemikiran ini selanjutnya memberikan instruksi
yang berujung pada keyakinan dan kemampuan.

Universitas Indonesia
21

Adapun responden yang akan diikutsertakan dalam penelitian ini adalah


anak remaja usia sekolah mulai dari 13 hingga 18 tahun yang statusnya
masih bersekolah di SMP dan SMA Jakarta Pusat. Peneliti melakukan studi
pendahuluan untuk memperkuat data penelitian terkait keyakinan diri
remaja di Jakarta Pusat terkait seks berisiko HIV/AIDS. Dari sepuluh orang
responden, terbagi menjadi dua, lima orang remaja SMP dan lima orang
lainnya remaja SMA. Alasan mereka sangat beragam dalam menyikapi seks
berisiko HIV/AIDS, yaitu sebagai berikut :

A. Remaja SMP, dari lima responden terdapat diantaranya tiga remaja


putri dari mereka sudah melakukan kissing, necking, dan oral seks
dengan pacar. Dua diantara mereka sudah melakukan intercourse
atau hubungan seks badan dengan pacarnya adalah untuk
kesenangan dan kesetiaan. Satu responden lainnya yang sudah
melakukan intercourse beranggapan bahwa hubungan yang sudah
jauh tidak akan mudah putus dan diputusi, serta membuat pacar lebih
menyayangi dirinya. Dua responden lainnya, yakni remaja laki-laki
dan perempuan mengaku tidak pernah berpacaran karena dari kecil
sudah diberitahu oleh orang tuanya bahwa segala perbuatan dekat-
dekat lawan jenis seperti pacaran adalah hukumnya dosa.
B. Remaja SMA, dari lima responden terdapat dua remaja putri dari
mereka sudah melakukan kissing, necking, dan oral seks dengan
pacarnya. Sebelumnya, mereka berdua adalah teman dekat. Selain
aktivitas seks di atas, mereka pernah menjadi cewek BO (booking
online) lewat aplikasi online bernama MiChat. Mereka melakukan
hal itu karena uang jajan yang diberikan orang tuanya tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, mereka mengaku
jarang diperhatikan oleh orang tua dan keluarganya, mereka
memiliki kebebasan untuk pergi kesana-kesini karena tidak sering
dicari oleh orang tuanya. Oleh karena itu, mereka gampang untuk
menjadi cewek BO. Satu remaja laki-laki mengatakan pernah
melakukan kissing, necking, dan fingering kepada pacarnya. Hal itu
terjadi karena pengaruh pergaulan teman-temannya yang biasa

Universitas Indonesia
22

melakukan itu kepada pacarnya sampai-sampai pernah check in di


hotel. Namun, remaja laki-laki ini hanya terbawa hawa nafsu, ia
mengatakan tidak ingin terlalu jauh nge-sex dengan pacarnya karena
ia mencintai pacarnya. Dua responden lainnya, yaitu laki-laki
mengatakan tidak pernah melakukan aktivitas seks dengan pacarnya
karena masih terbatas oleh umur, tidak berani melakukannya karena
takut menanggung risiko, ingin serius belajar dan menggapai cita-
cita.

Jika dilihat dari beberapa hasil wawancara kepada mereka, remaja SMP
terlihat cenderung mudah mengambil keputusan dan bertindak dibandingkan
dengan remaja SMA. Remaja SMP hanya mementingkan keadaan saat ini,
seperti kesenangan bersama teman ataupun pacarnya. Sedangkan remaja
SMA dapat memikirkan dampak dan risiko apabila mereka melakukan
aktivitas seks berisiko. Permasalah ke dua remaja putri SMA di atas sejalan
dengan pernyataan (Muharani, n.d.) bahwa kualitas keluarga merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya seks pada remaja. Apabila keluarga
dan orang tua tidak mampu menjalankan tugasnya untuk menjaga anak
maka indikasi terjadinya kenakalan remaja akan terjadi. Kurangnya
perhatian dari orang tua untuk remaja dapat menyebabkan terjadinya seks
bebas bahkan berisiko.

2.2.4.2 Proses Motivasional

Pola pikir dalam proses kognitif akan menimbulkan rangkaian motivasi


yang berujung pada keyakinan. Seseorang yang termotivasi akan berusaha
atau berupaya dalam bertahan terhadap suatu ancaman maupun hambatan
(Bandura, 1994). Motivasi seseorang digerakkan secara kognitif. Melalui
hal ini, individu akan memotivasi dirinya dan menginstruksikan tindakan
berdasarkan apa yang dimiliki pada pengalaman sebelumnya.

Pernyataan dari Bandura ini sangat jelas mencerminkan perilaku anak


remaja SMP dan SMA di atas. Pada remaja SMP, motivasi mereka
melakukan seks dengan pacar sangat sederhana, agar dapat disayang dan
tidak mudah diputusi oleh pacarnya. Untuk yang tidak melakukan seks,

Universitas Indonesia
23

motivasinya adalah ucapan dari orang tua. Sedangkan remaja SMA


motivasinya tidak hanya untuk kesenangan dengan pacar, namun
menjadikan seks sebagai pekerjaan. Motivasinya sudah berkembang
menjadi pencarian pendapatan. Untuk yang tidak melakukan seks,
motivasinya dengan alasan yang sudah cukup dewasa, yakni menjaga
pacarnya agar tidak rusak, menyayangi pacarnya, ingin serius menggapai
cita-cita, dan sebagainya.

Seperti halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Popy, Evin, dan
Duma (2019) menyatakan bahwa dari 125 responden, usia pertama kali
yang tergolong mayoritas mengakses konten pornografi berada di rentang
12 hingga 15 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa sekelompok remaja
(usia 12 hingga 15 tahun) banyak yang sudah mengeksplorasi hal-hal
seksualitas. Dengan yakin dan sadar mereka mencari dan melihat tayangan
pornografi tersebut.

2.2.4.3 Proses Afektif

Jika seseorang sudah memiliki motivasi, maka selanjutnya berfokus pada


kemampuan orang tersebut dalam mengatasi emosional dalam menghadapi
tujuan yang ingin dicapai dan diharapkan. Stres dan depresi akan timbul
dalam proses afektif dikarenakan beberapa orang belum mampu untuk
mengontrolnya ketika dikaitkan dengan kepercayaan yang dimilikinya.
Seseorang tidak akan terganggu pikirannya jika mampu mengontrol
emosinya dengan baik (Bandura, 1994).

Proses afektif yang terjadi pada ketiga remaja SMP yang melakukan seks
dengan pacar tidak begitu tergali hanya saja mereka mengatakan senang dan
puas ketika sudah melakukan hal itu dengan pacar. Untuk kedua remaja
putri SMA mereka merasa menyesal dan beranggapan sudah gagal menjadi
wanita yang harus menjaga kehormatannya. Untuk remaja laki-laki SMA ia
hanya merasakan kebutuhannya seksnya sudah tercukupi dan merasa
berhasil menjaga dorongan nafsunya untuk tidak melakukan hubungan seks
badan dengan pacarnya. Sedangkan untuk keempat remaja lainnya yang
tidak melakukan seks dengan pacar, mereka akan tetap mematuhi kata-kata

Universitas Indonesia
24

orang tua nya dan senantiasa semangat dalam menggapai apa yang mereka
inginkan.

2.2.4.4 Proses Seleksi

Ketika seorang individu dianggap sudah memiliki efikasi diri, selanjutnya


dihadapkan pada proses seleksi. Efikasi diri bertujuan dalam membentuk
lingkungan yang menguntungkan dan dapat dipertahankan. Proses ini
berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memilih atau menyeleksi
lingkungan dan tingkah laku yang tepat untuk mencapai tujuan. Seseorang
yang tidak mampu menjalankan proses seleksi, akan menjadi tidak percaya
diri dan merasa tidak mampu (Bandura, 1994).

Terlihat pada remaja putri SMP, pilihannya adalah melakukan seks untuk
kesenangan dengan pacar dan menjadikan hubungannya tidak putus. Maka
mereka akan selalu melakukan itu untuk kesenangan dan agar tidak mudah
diputusi oleh pacarnya. Berbeda dengan remaja putri SMA, memilih
menjadi cewek BO karena selain senang nge-sex dengan pacarnya mereka
juga mendapatkan pemasukan dari aktivitas tersebut.

Untuk remaja lainnya yang tidak pernah melakukan seks, mereka yakin
dengan adanya penahanan hawa nafsu dalam diri dapat menguntungkan
mereka suatu hari nanti, mereka dengan yakin mengatakan adanya
ketenangan diri saat memilih tidak pacaran karena dapat terhindar dari
banyaknya dampak negatif, mereka tidak terlibat dalam risiko apapun,
mereka terbebas dari dosa, dan mereka dapat fokus belajar untuk menggapai
cita-cita.

2.2.5 Klasifikasi Efikasi Diri

Dari penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa efikasi diri dapat


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

A. Efikasi Diri Tinggi


Seseorang dengan tingkat efikasi diri yang tinggi akan langsung
menyelesaikan dan melaksanakan tujuan di depannya terlepas
mereka tahu bahwa tujuan tersebut sebagai suatu ancaman [CITATION

Universitas Indonesia
25

Ban99 \t \l 1033 ]. Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi memiliki


komitmen yang terus berjalan seiring dirinya berjuang untuk
menyelesaikan tujuannya. Adapun ciri-ciri seseorang dengan efikasi
diri yang tinggi diantaranya adalah :
1. Keyakinan yang dimiliki untuk menyelesaikan suatu tujuan dan
meraih kesuksesan
2. Percaya dengan diri sendiri
3. Tidak terpuruk dan mudah bangkit saat mengalami kegagalan
4. Melihat suatu masalah adalah sebuah tantangan
B. Efikasi Diri Rendah
Perasaan ragu terhadap kemampuan dirinya akan datang kepada
orang yang memiliki efikasi rendah [CITATION Ban99 \t \l 1033 ] .
Efikasi diri yang rendah dapat memunculkan stigma bahwa masalah
harus dihindari. Ketika seseorang sudah gagal maka akan sulit untuk
meningkatkan efikasi dirinya lagi. Adapun ciri-ciri seseorang dengan
efikasi diri yang rendah diantaranya adalah :
1. Tidak adanya kenyakinan dalam menghadapi suatu masalah
2. Menghindar dalam menghadapi masalah yang dianggap sulit
3. Berproses lambat dan cepat menyerah
4. Tidak memiliki komitmen yang kuat

2.2.6 Efikasi Diri Seksual Remaja

Terdapat lima faktor utama pada konsep seksualitas yang salah satunya
adalah efikasi diri seksual. Buzwell dan Rosenthal (1996) dalam Deutsch
(2012) menjelaskan efikasi diri seksual adalah sebagai perasaan seseorang
yang memiliki kepercayaan diri atau yakin akan kemampuannya dalam
melakukan aktivitas seksual. Ditambahkan dengan asumsi Rostosky (2008)
yaitu efikasi diri seksual sebagai keyakinan para remaja akan
kemampuannya untuk menahan aktivitas seksual berisiko dan kemampuan
mereka menolak untuk melakukan seks yang belum tepat waktunya serta
tidak diinginkan demi kesehatan reproduksinya dan ketenangan
psikologisnya. Perubahan pada masa remaja memiliki implikasi penting

Universitas Indonesia
26

untuk memahami jenis risiko kesehatan yang dihadapi remaja,


meningkatkan kesehatan dan perilaku pengambilan risiko yang mereka
lakukan, dan peluang besar untuk promosi kesehatan di antara populasi ini
(Hockenberry & Wilson, 2015).

2.3 Perilaku Seks Berisiko pada Remaja

2.3.1 Definisi dan Klasifikasi Perilaku Seks Berisiko pada Remaja

Seks bebas pada remaja tidak akan pernah terlepas dari berbagai sebab yang
melatarbelakangi dan akibat yang ditimbulkannya. Seks bebas sudah cukup
lama menjadi hal yang dicemaskan oleh orang tua, pendidik, dan tokoh
masyarakat melihat dampak yang akan ditimbulkannya. Pada umumnya,
seks bebas dapat terjadi apabila remaja memiliki dorongan seksual sangat
kuat dan tidak yakin sanggup untuk mengontrolnya [ CITATION Kar09 \l
1033 ]. Dengan demikian, remaja tidak dapat bertanggung jawab akibat dari
sikap dan perilaku seks bebasnya.

Segala perbuatan manusia yang dipicu dan diikuti oleh keinginan seksual
dengan sesama atau lawan jenisnya disebut dengan perilaku seksual
[CITATION SWS111 \t \l 1033 ] . Perilaku seksual dapat terjadi pada remaja
yang sedang mencoba-coba gaya hidup diantara teman-temannya dan
memiliki kepercayaan diri yang rendah. Perilaku seksual dapat berisiko
apabila hasilnya memberikan dampak negatif yang tidak diinginkan seperti
married by accident, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), hingga
HIV/AIDS. Dalam kehidupan remaja yang masih mencari jati diri, perilaku
seksual banyak memberikan dampak dan kontribusi yang negatif. Sarwono
(2012) membagi bentuk tingkah laku seksual sebagai berikut :

A. Kissing
Dalam Bahasa Indonesia kissing berarti ciuman, definisinya yaitu
segala tingkah laku yang bertujuan menimbulkan rangsangan seksual

Universitas Indonesia
27

dengan cara kedua bibir pasangan menempel dan tangan meraba


bagian sensitive.
B. Necking
Necking adalah istilah yang menggambarkan perilaku ciuman yang
dilakukan pada sekitar leher bawah dan diikuti dengan pelukan erat
kedua pasangan kekasih atau seksual.

C. Petting
Petting merupakan perilaku yang melebihi necking, yaitu perilaku
menggesek bagian tubuh yang sensitif (payudara dan genital).
Perilaku yang termasuk ke dalam petting yaitu mengusap paha,
sekitar kemaluan, payudara, dada di dalam pakaian maupun luar
pakaian.
D. Intercourse
Perilaku hubungan seksual yang melibatkan kedua pasangan dan
ditandai dengan adanya penetrasi kelamin pria (penis) ke dalam
kelamin wanita (vagina) sebagai tanda kepuasan seksual.

Perilaku seksual dapat terbagi menjadi perilaku seksual berisiko dan tidak
berisiko. Apabila remaja memiliki keyakinan yang kuat akan dorongan
seksual maka dapat mencegah timbulnya perilaku seksual berisiko. Perilaku
seksual tidak berisiko merupakan hasil dari pertimbangan atas beberapa
risiko yang akan dihadapi baik fisik, psikologis, sosial dengan menahan
berbagai dorongan seksual yang dilandasi oleh keyakinan pada diri sendiri,
keimanan, dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan orang tua.

2.3.2 Dampak Perilaku Seks Berisiko pada Remaja

Hal-hal yang dapat terjadi akibat dari perilaku seks berisiko yang dilakukan
oleh remaja yaitu [ CITATION FFe16 \l 1033 ]

A. Dampak Psikologis
Dampak psikologis yang dapat dirasakan oleh remaja seperti
perasaan marah apabila keinginannya tidka dituruti, takut diketahui

Universitas Indonesia
28

aib-aibnya oleh keluarga ataupun teman, takut akan berdosa, takut


akan dipandang sebelah mata, cemas akan masa depannya, sehingga
menyebabkan perasaan harga diri rendah hingga depresi
B. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis yang diterima oleh remaja seperti kejadian
Married by Accident (MBA), kehamilan yang tidak diinginkan
sampai aborsi (menghilangkan janin) yang berisiko mengganggu
kesehatan reproduksi remaja. Selain itu, akibat perilaku seks berisiko
dapat berakibat pada perkembangan penyakit menular seksual
seperti IMS, HIV/AIDS dan meningkatkan angka penyebarannya.
C. Dampak Sosial
Dampak sosial yang dapat terjadi pada remaja akibat perilaku seks
berisiko yaitu adanya hujatan dan tekanan dari keluarga ataupun
masyarakat, perubahan peran sejak dini, tidak fokus sehingga dapat
menyebabkan putus sekolah.

2.4 Efikasi Diri Menghindari Seks Bebas dan HIV/AIDS

Seks bebas dan HIV/AIDS banyak ditemukan di kalangan remaja. Masa


remaja merupakan masa dimana mereka memiliki perilaku untuk mencoba
sesuatu ataupun hal yang baru, termasuk mencoba melakukan hubungan
seks di luar nikah yang pada akhirnya mengarahkan mereka kepada
perilaku seksual berisiko. Perilaku seksual berisiko di kalangan remaja
dapat disebabkan oleh adanya dorongan dari diri sendiri untuk melakukan
hubungan seksual, pengalaman yang pernah dialami sebelumnya yang
mengakibatkan mereka ingin melakukan hal yang sama kembali, emosi
yang masih labil, serta informasi kesehatan reproduksi yang kurang
memadai, terutama yang berhubungan dengan seksual (Afritayeni et al.,
2018).

Efikasi diri merupakan penilaian diri tentang seberapa baik seseorang dapat
melakukan kontrol atas perilaku mereka sendiri. Penelitian sebelumnya
yang melibatkan perempuan yang telah positif HIV memberikan bukti
bahwa perempuan dewasa lebih aman melakukan seks jika mereka memiliki

Universitas Indonesia
29

efikasi diri yang lebih tinggi untuk mendiskusikan seks dengan pasangan
(Boone et al., 2015). Mengingat berkurangnya kendali perempuan atas
penggunaan kondom dalam melakukan hubungan seksual, efikasi diri
khususnya untuk pengurangan risiko seksual mungkin sangat berguna dalam
memahami cara-cara di mana perempuan mendiskusikan penggunaan
kondom dan penolakan seks yang tidak aman dalam situasi seksual (Boone
et al., 2015). Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa seks berisiko
HIV/AIDS dangat dipengaruhi oleh efikasi diri seseorang yaitu bagaimana
orang tersebut menyikapi dan mengontrol perilakunya. Efikasi diri dapat
mencerminkan keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya untuk
mencegah risiko HIV/AIDS.

Kasus dan angka HIV telah banyak ditemukan di kalangan remaja. Salah
satunya yang telah terkaji oleh ILO-IPEC pada tahun 2007 dengan
memperkirakan banyaknya jumlah pekerja seks komersial (PSK) di bawah
18 tahun sekitar 1.244 anak di Jakarta. Masa remaja merupakan waktu untuk
mencoba-coba hal baru seperti melakukan hubungan seks yang nantinya
akan berdampak ke seks berisiko HIV/AIDS. Seks berisiko dapat
disebabkan oleh adanya dorongan dari diri sendiri untuk melakukan
hubungan seksual, pengalaman yang pernah dialami sebelumnya yang
mengakibatkan mereka ingin melakukan hal yang sama kembali, emosi
yang masih labil, serta informasi kesehatan reproduksi yang kurang
memadai, terutama yang berhubungan dengan seksual (Kumalasari et al.,
2018).

Universitas Indonesia
30

2.5 Kerangka Teori

Perkembangan remaja
Remaja
- Perkembangan fisik
- Perkembangan (Hockenberry & Wilson,
kognitif 2015)
- Perkembangan
psikoseksual
Tinggi
Rendah
(Hockenberry & Sumber efikasi diri (Bandura,
Wilson, 2015) 1994):
- Pengalaman masa lalu
- Pengalaman orang lain
- Persuasi verbal
- Reaksi emosional dan kondisi
fisiologis Dimensi efikasi diri
[CITATION Ban99 \t \l 1033 ]
- Magnitude
Proses efikasi diri [CITATION ABa94 \t \l - Generality
1033 ] - Strength
- Proses efikasi kognitif
- Proses efikasi motivasi
- Proses efikasi afektif sebuah keyakinan pada diri
- Proses efikasi seleksi sendiri terhadap
kemampuannya dalam
merencanakan dan melakukan
Efikasi diri
sesuatu yang dapat
- Kissing
menghasilkan suatu pencapaian
- Necking
[CITATION Ban99 \t \l 1033 ]
- Petting
- Intercourse Seks berisiko pada remaja
Sarwono (2011)
Sarwono
(2011)

Universitas Indonesia
31

Efikasi diri seks berisiko


HIV AIDS (Boone et al., 2015)

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Universitas Indonesia
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian

Pemetaan ide baru yang berasal dari kerangka teori merupakan sebuah
kerangka konsep. Kerangka konsep merupakan pembahasan konsep-konsep
yang sebelumnya sudah disusun sedemikian rupa pada tinjauan pustaka
(Masturoh & Anggita, 2018). Berikut ini merupakan kerangka konsep yang
digunakan oleh peneliti.

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen


Efikasi Diri Perilaku Seks Berisiko

Karakteristik Remaja:
Variabel Perancu
Usia
Jenis kelamin - Lingkungan
Pendidikan saat ini - Dukungan orang tua
Pengalaman berpacaran - Dukungan teman sebaya

Keterangan

: Aspek diteliti

: Aspek tidak diteliti

32 Universitas Indonesia
33

3.1.1 Hipotesis Penelitian iartikan sebagai pernyataan sementara yang


perlu diuji kebenarannya dalam sebuah penelitian. Adapun hipotesis pada
penelitian ini yaitu :

H0 : Tidak ada hubungan antara efikasi diri dalam menghindari seks


bebas dan HIV/AIDS dengan perilaku seks berisiko pada remaja di kota
Jakarta

H1 : Ada hubungan antara efikasi diri dalam menghindari seks bebas


dan HIV/AIDS dengan perilaku seks berisiko pada remaja di kota Jakarta

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
. Operasional Ukur
Karakteristi
k
1. Usia Jumlah tahun Kuesioner A Pertanyaan pada Angka usia Rasio
yang terhitung Karakteristik kuesioner A (dalam tahun)
sejak lahir dan Data
hingga ulang Demografi
tahun terakhir Responden
2. Jenis Kelamin Perbedaan Kuesioner A Pertanyaan pada Berupa pilihan Nominal
gender (dilihat Karakteristik kuesioner A dengan kriteria
secara fisik dan Data berikut :
maupun Demografi 1. Laki-laki
biologis) Responden 2. Perempuan
dibedakan
menjadi laki-laki
dan perempuan
3. Pendidikan Jenjang Kuesioner A Pertanyaan pada Berupa pilihan Ordinal
saat ini pendidikan yang Karakteristik kuesioner A dengan kriteria
sedang ditempuh dan Data berikut :
oleh responden Demografi 1. SMA
saat mengisi Responden 2. Tidak lanjut
kuesioner sekolah
4. Pengalaman Apakah Kuesioner A Pertanyaan pada Berupa pilihan Ordinal
berpacaran responden Karakteristik kuesioner A dengan kriteria
pernah dan Data berikut :

Universitas Indonesia
34

mengalami Demografi 1. Pernah


pacaran atau Responden Berpacaran
tidak. 2. Tidak
Pernah
Berpacaran

No Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
. Operasional Ukur
Variabel
Independen
1. Efikasi diri Kepercayaan diri Kuesioner B. Menjawab Ordinal
dalam remaja dalam Menggunakan pertanyaan Skor yang
menghindari mengatur dan alat ukur Self- Kuesioner yang didapat yaitu :
seks bebas memutuskan Efficacy berisi 30
1. 1 = tinggi =
dan suatu tindakan dalam pertanyaan dari
minimal 2
HIV/AIDS dari situasi yang menghindari 3 domain yaitu
dari 3
memengaruhi seks bebas 1. Magnitude
domain
perilaku seksual. dan kode skor 1=
bernilai 1
HIV/AIDS sangat sulit
2. 2 = Rendah
milik Muflih kode skor 2 =
= minimal 2
dan Setiawan sulit
dari 3
(2017) kode skor 3=
domain
mudah
bernilai 0
kode skor 4=
sangat mudah
jawaban 1
untuk skor>30
dan 0 <30
2.
Generalizability
kode skor 1=
sangat tidak
percaya
kode skor 2 =
tidak percaya
kode skor 3=
percaya
kode skor 4=
sangat percaya
jawaban 1
untuk skor>31
dan 0 <31

Universitas Indonesia
35

3. Strength of
belief
kode skor 1=
sangat tidak
yakin
kode skor 2 =
tidak yakin
kode skor 3=
yakin
kode skor 4=
sangat yakin
jawaban 1
untuk skor>35
dan 0 <35
Variabel
Dependen
1. Perilaku Seks Seberapa yakin Kuesioner C. Menjawab Jumlah skor Ordinal
Berisiko responden Kondisi pertanyaan tertinggi =
melakukan dalam diri yang berisi 10
skoring
hubungan responden pertanyaan.
seksual tanpa yang Pengukuran tertinggi x
kondom menunjukkan menggunakan jumlah
kemampuan skala Gutmann
pertanyaan = 1
melakukan dengan nilai
hubungan 1= Pernah x 10 = 10
seksual 2= Tidak pernah (100%)
Skor tertinggi
Jumlah skor
untuk jawaban
terendah =
“pernah” = 1
skoring
Skor terendah
terendah x
untuk jawaban
jumlah
“tidak pernah” =
pertanyaan = 0
0
x 10 = 0 (0%)
Maka, I =
100% : 2 =
50%
sehingga :
1. Tinggi,

Universitas Indonesia
36

apabila skor
>= 50%
2. Rendah,
apabila skor
<50%

3.3 Desain Penelitian

Sebuah rancangan yang sistematis dan tersusun sedemikian rupa sehingga


jawaban dari pertanyaan penelitian diperoleh peneliti merupakan definisi
dari desain penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Adapun jenis
penelitian yang dipilih peneliti adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian
yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan
memerhatikan kaidah keilmuan yaitu empiris, rasional dan sistematis, serta
menggunakan metode statistika dan data hasil berupa angka-angka
(Masturoh & Anggita, 2018). Adapun desain penelitian yang digunakan
oleh peneliti adalah cross sectional yang mempelajari hubungan antara
faktor risiko dengan akibatnya, serta pengambilan data diperoleh dalam satu
waktu (Masturoh & Anggita, 2018). Cross sectional bersifat sederhana dan
ekonomis dalam hal waktu dan dapat memberikan estimasi dari prevalensi
di setiap variabel yang akan diteliti.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi didefinisikan sebuah unit dari suatu hasil penelitian yang terdiri
dari objek atau subjek dengan karakteristik tertentu [ CITATION Ali03 \l 1033 ] .
Populasi juga dapat diartikan sebagai keseluruhan unsur yang menjadi objek
sebuah penelitian (Masturoh & Anggita, 2018). Populasi juga terbagi
menjadi dua, yaitu populasi target dan terjangkau. Populasi target pada
penelitian ini yaitu seluruh remaja di Jakarta, sedangkan populasi terjangkau
yaitu remaja berusia 15 hingga 19 tahun yang berdomisili di Jakarta Pusat,
khususnya kecamatan Johar Baru. Adapun jumlah remaja laki-laki dan

Universitas Indonesia
37

perempuan yang berusia 15 hingga 19 tahun di Jakarta Pusat berdasarkan


data sensus penduduk Badan Pusat Statistik Kodya Jakarta Pusat (2020)
sebesar 73.904 orang.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan himpunan dari sebagian jumlah dan karakteristik


populasi yang telah diperoleh dengan cara tertentu, sehingga dapat mewakili
suatu populasi (Masturoh & Anggita, 2018). Penelitian ini memilih sampel
yang memenuhi kriteria inklusi yang ditentukan oleh peneliti.

3.4.2.1 Kriteria Inklusi

Merupakan kriteria yang berasal dari penyaringan populasi menjadi sampel


yang memenuhi kriteria secara teori yang sesuai dan terkait dengan topik
serta kondisi penelitian (Masturoh & Anggita, 2018). Adapun kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah :

A. Remaja berusia 15-19 tahun


B. Berdomisili di Jakarta Pusat
C. Bersedia menjadi responden dan berpartisipasi dalam penelitian.

3.4.2.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria yang dapat digunakan untuk melepaskan anggota sampel kriteria


inklusi atau anggota populasi yang tidak memenuhi kriteria menjadi sampel
(Masturoh & Anggita, 2018). Adapun kriteria inklusi yang dibuat oleh
peneliti adalah :

A. Remaja dengan status sudah menikah


B. Remaja perempuan yang sudah pernah hamil sebelumnya
C. Remaja yang sedang sakit dan tidak dapat mengisi kuesioner secara
maksimal

3.4.2.3.Besar Sampel

Universitas Indonesia
38

Masturoh & Anggita (2018) menjelaskan bahwa untuk menentukan besar


sampel pada penelitian cross sectional dapat digunakan rumus slovin.
Adapun rumusnya sebagai berikut:

N
n=
1+ Ne2
Keterangan :
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 10% atau
0,1
Maka besar sampel atau (n) adalah :
N
n=
1+ Ne2
73.904
n= 2
1+73.904 (0,1)
73.904
n=
740,04
n=¿99,89488721691 ≈ 100
Untuk menghindari ketidaklengkapan sampel maka harus dicari drop outnya
dengan rumus :
n
n'=
(1−f )
Keterangan :
n’ : besar sampel setelah dikoreksi
n : jumlah sampel
f : prediksi presentase sampel drop out
Maka besar sampel setelah dikoreksi (n’) adalah :
100 100
n= , maka n= =111
( 1−0,1 ) 0,9

Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 111 responden.

3.4.2.4 Cara Pengambilan Sampel

Universitas Indonesia
39

Dalam melakukan penelitian ini, teknik pengambilan sampelnya dengan


teknik purposive sampling di mana peneliti sendiri yang menentukan subjek
berdasarkan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan dan diketahui
sebelumnya (Masturoh & Anggita, 2018).

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian

3.5.1 Tempat Penelitian

Penelitian dan penyebaran kuesioner dilakukan secara offline. Responden


dapat mengisi kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti dan sesuai
dengan panduan dari peneliti. Tidak lupa untuk selalu menerapkan protokol
kesehatan 3M sebagai upaya pencegahan tranmisi COVID-19.

3.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung mulai bulan Januari dan perkiraan selesai di


bulan Juni 2021. Dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi saat
ini. Namun, dengan belum diketahuinya jadwal akademik tahun 2021 bisa
saja akan ada perubahan dalam waktu penelitian ini.

Tabel 3.2 Waktu Penelitian

Tahun 2020 Tahun 2021


Kegiatan Sep Oktb Nov Des Janu Febr Mret Aprl Mei Juni
t b b
Studi Literatur
Penyusunan dan Pengajuan
Judul
Seminar Proposal
Revisi Proposal
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyusunan Laporan
Sidang Akhir
Revisi Laporan Sidang Akhir

3.6 Etika Penelitian

Universitas Indonesia
40

Etika penelitian dapat membantu peneliti dalam memperhatikan secara kritis


dan analitis. Apabila etik tersebut tidak digunakan, maka hak-hak manusia
terhitung dilanggar oleh peneliti. Menurut Notoatmodjo (2010) penelitian
yang mengikutsertakan manusia sebagai responden wajib menerapkan
empat prinsip dasar etika penelitian sebagai berikut :

A. Respect for person


Dalam hal ini peneliti harus mempertimbangkan secara mendalam
terhadap kemungkinan bahaya dan penyalahgunaan saat penelitian.
B. Beneficence
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan dampak positif dan
manfaat sebanyak-banyaknya serta tidak ada inisiasi merugikan
subjek penelitian. Maka dari itu. keselamatan, kesehatan, dan
kerahasiaan subjek harus diperhatikan oleh peneliti dalam
menentukan desain penelitian.
C. Non-maleficence
Apapun dampak buruk baik dari fisik maupun emosi harus dijauhkan
dari subjek. Subjek harus dilindungi saat mereka bersedia ikut serta
dalam penelitian. Peneliti dapat menjelaskan bagaimana petunjuk
mengisi kuesioner dan tidak ada unsur SARA dalam pertanyaannya.
D. Justice
Peneliti tidak boleh membeda-bedakan subjek. Peneliti perlu
mengidentifikasi bahwa penelitian ini seimbang antara risiko dan
manfaatnya.

3.7 Alat Pengumpul Data

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data di dalam penelitian ini dengan


menggunakan kuesioner. Hal ini sesuai dengan pernyataan Masturoh &
Anggita (2018) yaitu dalam penelitian kuantitatif pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengisi kuesioner, mengobservasi, dan wawancara.
Kuesioner merupakan alat pengumpul data yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti. Kuesioner terdiri dari tiga bagian, meliputi kuesioner A yang
berisikan data demografi dan karakteristik responden, kuesioner B

Universitas Indonesia
41

merupakan Kuesioner Self-Efficacy dalam Menghindari Seks Bebas dan


HIV/AIDS milik Muflih dan Setiawan (2007), sedangkan kuesioner C
merupakan kuesioner perilaku seks berisiko pada remaja.

A. Kuesioner A (Kuesioner Data Demografi dan Karakteristik


Responden)
Kuesioner ini terdiri dari beberapa pertanyaan tertutup yang nantinya
akan diisi oleh responden. Kuesioner data demografi berisi tentang
data responden serta karakteristiknya. Data demografi dan
karakteristik responden pada kuesioner ini terdiri dari nama (inisial),
usia, jenis kelamin, pendidikan saat ini, dan pengalaman berpacaran
B. Kuesioner B (Kuesioner Efikasi Diri Seks Berisiko HIV/AIDS)
Kuesioner ini berisikan mengenai kepercayaan diri remaja untuk
mengatur dan memutuskan suatu tindakan dari situasi yang dapat
memengaruhi perilaku seksual yang terwujud dalam 3 domain
(magnitude, generalizability, & strength of belief).

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Efikasi Diri dalam Menghindari Seks


Bebas dan HIV/AIDS

Topik Nomor Pernyataan


No Sub topik
Pernyataan Favourable Unfavourable
1 Magnitude Masa Pendidikan 1 -
Saat ada kesempatan 3, 6 2
Saat ada keinginan 4 10
Saat dirayu 7, 9 5, 8

2 Generalizability Masa remaja - 1, 2


Pintar merayu - 3
Memiliki keimanan 4 -
Meningkatkan prestasi - 5
Tahu kesehatan seksual 6, 10 -
Kurang perhatian orang tua - 8

Universitas Indonesia
42

Menyalahi norma - 7
Mampu menolak ajakan 9 -

Strength of
3 Terhindar HIV-AIDS 1 -
belief
Menjaga masa depan diri 2, 4 8
Pergaulan 7 3, 10
Menjaga hubungan - 5, 9
Kepuasan - 6

C. Kuesioner C (Perilaku Seks Berisiko)

Kuesioner ini membahas perilaku seks berisiko pada remaja yang nantinya
akan diidentifikasi untuk menilai tingkat efikasi diri pada remaja mengenai
keyakinan dirinya terhadap kemampuannya untuk menahan dorongan
seksual dan tidak melakukan seks yang dapat berisiko HIV/AIDS.
Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan menggunakan skala Guttman, yaitu
skala yang memaparkan jawaban tegas seperti pernah dan tidak pernah.
Jawaban responden dapat berupa skor tertinggi/pernah bernilai (1) dan skor
terendah/tidak pernah (0).

Peneliti membuat 10 item pertanyaan pada kuesioner maka hasil skor yang
didapatkan adalah sebagai berikut :

Skor tertinggi untuk jawaban “pernah” = 1

Skor terendah untuk jawaban “tidak pernah” = 0

Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi x jumlah pertanyaan = 1 x 10 = 10


(100%)

Jumlah skor terendah = skoring terendah x jumlah pertanyaan = 0 x 10 = 0


(0%)

Rumus penetapan kategori : I=R:K

keterangan

Universitas Indonesia
43

I : Interval
R : range = skor tertinggi-skor terendah=100-0=100%
K : kategori = 2 adalah banyaknya kriteria yang dipilih (tinggi dan rendah)
Maka, I = 100% : 2 = 50%
Kriteria penilaian = Skor tertinggi-I= 100-50=50% sehingga :
1. Tinggi, apabila skor >= 50%

2. Rendah, apabila skor <50%

3.8 Uji Instrumen Penelitian

3.8.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

A. Kuesioner B (Kuesioner Efikasi Diri Seks Berisiko HIV/AIDS)

Proses pengambilan dan pengumpulan data selama penelitian menggunakan


alat ukur berupa kuesioner Self-Efficacy dalam menghindari seks bebas dan
HIV/AIDS milik Muflih dan Setiawan (2017) yang telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Uji reliabilitas r Alpha Cronbach ≥ 0,7 dengan
n=30. Hasil uji reliabilitas r ≥ 0.7, n=30. Dengan nilai Magnitude
mendapatkan nilai r > 0.71, Generalizability mendapatkan nilai r > 0.75,
Strength of Belief mendapatkan nilai r > 0.88. Artinya, kuesioner valid dan
reliabel untuk digunakan.

B. Kuesioner C (Perilaku Seks Berisiko)

Suatu tes dapat dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa
yang hendak diukur (Arikunto, 2010 dalam Masturoh & Anggita, 2018).
Dalam pembuatan alat ukur atau instrument dapat dilakukan dengan
validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construct validity).

A. Validitas isi (content validity)


Validitas isi merupakan kesesuaian isi instrument dengan topik yang
akan diteliti. Tujuan dilakukannya uji validitas isi untuk memastikan
apakah alat ukur sudah sesuai dengan topik penelitian (Masturoh &
Anggita, 2018)

Universitas Indonesia
44

B. Validitas konstruk (construct validity)


Validitas kesesuaian sebuah definisi operasional dari tiap variabel
yang akan dipakai dalam penelitian atau kemampuan alat ukur untuk
mengukur pengertian yang terkandung dalam definsi topik dan
berbagai variabel yang telah ditentukan

Pada kuesioner perilaku seks berisiko yang telah disusun oleh peneliti akan
dilakukan uji validitasnya dengan tujuan untuk mengetahui kevalidan
kuesioner yang nantinya akan digunakan dalam penelitian. Adapun rumus
yang dipakai untuk mengukur validitas kuesioner adalah sebagai berikut :
(Masturoh & Anggita, 2018)

1. Koefisien korelasi hitung (r hitung)

rxy = N ∑ XY −¿¿ ¿

Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
N = Jumlah subyek
X = Skor masing-masing item
Y = Skor total
2. Koefisien korelasi tabel (r tabel)

t
r=
√ df +t 2
Keterangan:
r = nilai r tabel
t = nilai t tabel
df = derajat bebas (n-2)
Apabila r hitung > r tabel pada tingkat signifikansi tertentu, maka item
pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid.

3.8.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dapat menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Hal ini menunjukkan

Universitas Indonesia
45

bagaimana hasil pengukuran tersebut tetap konsisten atau tetap bila


dilakukan pengukuran dua kali atau lebih dengan mempergunakan alat ukur
yang sama. Pada kuesioner perilaku seks berisiko yang telah disusun oleh
peneliti akan dilakukan uji reliabilitasnya dengan menggunakan rumus
alpha corncbach. Apabila nilai reliabilitas yang didapatkan lebih dari 0,7
maka uji coba nilai ini sudah reliabel. Maka dari itu instrument dapat
digunakan untuk pengukuran dalam pengumpulan data.

3.9 Prosedur Pengumpulan Data

beberapa langkah tahapan yang harus dilakukan peneliti untuk memulai


pengumpulan data yaitu:

1. Peneliti mengajukan ijin untuk penelitian ke Komisi Penelitian Etik


Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2. Peneliti mengajukan ijin untuk penelitian kepada Kepala Sekolah
dan bagian Kemahasiswaan beberapa SMP dan SMA di Jakarta
Pusat untuk melakukan penelitian dengan responden yaitu remaja
dengan rentang usia 13 hingga 18 tahun.
3. Peneliti selanjutnya menyosialisasikan tujuan dari penelitian kepada
Kepala Sekolah dan bagian Kemahasiswaan beberapa SMP dan
SMA di Jakarta Pusat setelah mendapat ijin dari kepala Kepala
Sekolah.
4. Peneliti meminta beberapa data responden dan langsung
menghubungi yang bersangkutan.
5. Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian kepada responden
sebagai langkah awal untuk menarik responden.
6. Responden yang telah bersedia untuk ikut berpartisipasi kemudian
diminta untuk mengisi kuesioner online dalam bentuk google form
yang telah disediakan oleh peneliti.
7. Setelah selesai mengisi kuesioner, peneliti memeriksa kelengkapan
serta konsistensi jawaban yang telah di isi oleh responden. Apabila
jawaban ada yang belum lengkap, peneliti akan meminta untuk
melengkapinya.

Universitas Indonesia
46

8. Setelah semua jumlah responden sudah terpenuhi, maka peneliti


akan mulai untuk langsung mengolah data.

3.10 Rencana Analisis Data

3.10.1 Pengolahan Data

Tahap selanjutnya apabila data sudah terkumpul akan diolah menggunakan


komputer dan software SPSS (Statistical Product and Service Solutions).
Menurut Masturoh & Anggita (2018), tahap-tahap pengolahan data terdiri
dari :

1. Editing
Data yang sudah terkumpul dari hasil pengisian kuesioner akan
dicek kembali oleh peneliti untuk melihat kelengkapan jawabannya.
Apabila masih ada item pertanyaan yang belum terisi atau jawaban
yang belum lengkap, maka pengumpulan data ulang harus
dilakukan.
2. Coding
Pembuatan tabel dengan isi lembaran kode-kode yang dibuat oleh
peneliti dan disesuaikan dengan data yang sudah terkumpul.
3. Data entry
Pada tahap ini peneliti akan memasukkan kolom SPSS dengan kode
sesuai dengan jawaban yang telah diisi oleh responden.
4. Cleaning
Pada tahap ini peneliti melakukan re-check dan cross check untuk
mengoreksi kesalahan yang bisa saja muncul ketika memasukkan
data ke program komputer SPSS.

3.10.2 Analisis Data

Tahap analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini akan dilakukan
dengan komputerisasi (Software SPSS) dengan menggunakan jenis analisis
data univariat dan bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk
menggambarkan karakteristik variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Universitas Indonesia
47

Sedangkan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar dua variabel


(Masturoh & Anggita, 2018).

Tabel 3.4 Analisis Univariat

No
Variabel Jenis Data Bentuk Analisis
.

1. Karakteristik Remaja

Usia Numerik Tendensi Sentral


Jenis Kelamin Kategorik Uji Proporsi
Pendidikan saat ini Kategorik Uji Proporsi
Pengalaman berpacaran Kategorik Uji Proporsi
2. Independen Kategorik Uji Proporsi
Efikasi Diri menghindari Seks Bebas dan
HIV/AIDS
3. Dependen Kategorik Uji Proporsi
Perilaku Seks Berisiko

Tabel 3.5 Analisis Bivariat

Variabel Variabel
Jenis Data Jenis Uji
Independen Dependen
Usia Perilaku Seks Numerik-Kategorik Mann Whitney
Berisiko
Jenis Kelamin Perilaku Seks Kategorik-Kategorik Chi square
Berisiko
Pendidikan saat ini Perilaku Seks Kategorik-Kategorik Somer’s D
Berisiko
Pengalaman Perilaku Seks Kategorik-Kategorik Somer’s D
berpacaran Berisiko
Efikasi Diri Perilaku Seks Kategorik-Kategorik Chi Square
menghindari Seks Berisiko
Bebas dan
HIV/AIDS

Universitas Indonesia
48

Daftar Pustaka

Afritayeni, A., Yanti, P. D., & Angrainy, R. (2018). Analisis Perilaku


Seksual Berisiko Pada Remaja Terinfeksi HIV Dan AIDS. Jurnal
Endurance, 3(1), 69. https://doi.org/10.22216/jen.v3i1.2717
Alimul. (2003). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Bandura, A., Freeman, W. H., & Lightsey, R. (1999). Self-Efficacy: The
Exercise of Control. Journal of Cognitive Psychotherapy.
doi:10.1891/0889- 8391.13.2.158
Berliana, S. M., Utami, E. D., Efendi, F., & Kurniati, A. (2018). Premarital
Sex Initiation and the Time Interval to First Marriage Among
Indonesians. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 54(2), 215–232.
https://doi.org/10.1080/00074918.2018.1440067
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Fundamentals of Nursing
(concepts, process, and practice) (S. P. S. Roxanne Klaas (ed.); 10th
ed.). PEARSON.
BKKBN. (2012). Konseling dan Sosialisasi Bina Keluarga Remaja. Genre
Goes to School: Yang Muda Harus Berencana [Genre Goes to School:
Young People Must Have a Plan].
http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?SiaranPersID=7
Boone, M. R., Cherenack, E. M., & Wilson, P. A. (2015). Self-Efficacy for
Sexual Risk Reduction and Partner HIV Status as Correlates of Sexual
Risk Behavior Among HIV-Positive Adolescent Girls and Women.
AIDS Patient Care and STDs, 29(6), 346–353.
https://doi.org/10.1089/apc.2014.0175
BPS. (2020). Statistik Indonesia 2020 Statistical Yearbook of Indonesia
2020. Statistical Yearbook of Indonesia, April, 192.
Chandra, D. A., Rahmawati, I., & Hardiani, R. S. (2014). Hubungan Tipe
Kepribadian dengan Perilaku Seksual Berisiko Remaja Di SMKN X
Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(3).
Fadhilah, N. (2013). Terbatasnya Pengetahuan Tentang Seksualitas

Universitas Indonesia
49

Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Smu. Jurnal


Ilmiah Kesehatan, 2(4), 1–8. https://doi.org/10.35952/jik.v2i4.59
Febriani, F. (2016). Perilaku Seksual Berisiko Santriwati Lesbian di Pondok
Pesantren Putri.
Haidar, G., & Apsari, N. C. (2020). Pornografi Pada Kalangan Remaja.
Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 7(1), 136.
https://doi.org/10.24198/jppm.v7i1.27452
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2015). Wong’s Nursing Care of Infants
and Children. In Mycological Research (Vol. 106, Issue 11).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Jonathan. (2017). HubunganTingkat Menonton Video Pornografi Dengan
Tingkat Religiusitas Mahasiswa Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya Kampus Semanggi. Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Penliti
Muda Psikologi Indonesia, 2(1), 19-25.
Kartono, K. (2009). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual.
Bandung: Mandar Maju.
KEMENKES. (2015). Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. Retrieved Oktober 22, 2020
KEMENKES. (2016). MODUL PELATIHAN PKPR BAGI KONSELOR
SEBAYA.pdf. Kementerian Kesehatan RI.
KEMENKES. (2018). General situation of HIV/AIDS and HIV test. In
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (pp. 1–12).
Kementerian Kesehatan RI.
Khalili, M., Mirzazadeh, A., Chegeni, M., Abedi, L., Rajaei, L., Ardalan,
G., Haghdoost, A. A., Nasiri, N., & Sharifi, H. (2020). Prevalence of
high-risk sexual behavior among Iranian young people: A systematic
review and meta-analysis. Children and Youth Services Review,
119(September), 105526.
https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2020.105526
Kumalasari, D. (2016). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku
Seksual pada Siswa SMK. Jurnal Ilmu Kesehatan Aisyah, 1(1), 93–97.
https://aisyah.journalpress.id/index.php/jika/article/view/DK

Universitas Indonesia
50

Kumalasari, D., Afritayeni, A., Yanti, P. D., Angrainy, R., Unayah, N., &
Sabarisman, M. (2018). Analisis Perilaku Seksual Berisiko Pada
Remaja Terinfeksi HIV Dan AIDS. Sosio Informa, 1(1), 69.
https://doi.org/10.22216/jen.v3i1.2717
Kusmiran, E. (2011). Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta:
Salemba Medika.
Leifer, G. (2019). Introduction to maternity and pediatric nursing (eight).
ELSEVIER.
Masturoh, I., & Anggita, N. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI.
http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf
Muharani, A. (n.d.). Pengambilan keputusan dalam pencegahan seks bebas
dikalangan remaja.
Naully, P. G., & Romlah, S. (2018). Prevalensi HIV dan HBV pada
Kalangan Remaja. Jurnal Kesehatan, 9(2), 280.
https://doi.org/10.26630/jk.v9i2.908
Nisman, W. A., Prabandari, yayi S., Emilia, O., & Hapsari, E. D. (2020).
How do school nurse programs influence premarital sexual behavior in
adolescents? Indian Journal of Public Health Research and
Development, 11(3), 1363–1368.
http://www.embase.com/search/results?
subaction=viewrecord&from=export&id=L2004449438
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka
Cipta.
Porth, C. M., & Matfin, G. (2009). Pathophysiology Concepts of Altered
Health States (8 ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Purwaningsih, Indarwati, R., & Wahyuni, H. M. (2020). DAMPAK
EFIKASI DIRI DALAM MENCEGAH PERILAKU SEKS BEBAS
PADA REMAJA. 5(1), 23–28.
https://doi.org/10.20473/ijchn.v4i1.12354
Richard, A. A., & Shea, K. (2011). Delineation of self-care and associated
concepts. Journal of Nursing Scholarship. doi:10.1111/j.1547-

Universitas Indonesia
51

5069.2011.01404.x
Rochmah, Y. E. (2005). Psikologi Perkembangan. Ponorogo: STAIN
Ponorogo Press.
Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development (Perkembangan Masa
Hidup Edisi 13. (B. widyasinta, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Sarwono. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: Charisma Putra Utama Offset.
Sarwono, & Sarlito, W. (2013). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis (4th ed.). Sagung Seto.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010).
Medical-Surgical Nursing. In H. Surrena (Ed.), Nuclear Physics B -
Proceedings Supplements (12th ed.). Wolters Kluwer.
Susiyanti, H., & Sodik, M. A. (2018). Pengaruh Perilaku Seksual Beresiko
Terhadap Kejadian HIV / AIDS. perilaku seks berisiko.
Suwarni, L., & Selviana. (2015). Inisiasi Seks Pranikah Remaja dan Faktor
yang Mempengaruhi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(2), 169–177.
Teferra, T. B., Erena, A. N., & Kebede, A. (2015). Prevalence of premarital
sexual practice and associated factors among undergraduate health
science students of Madawalabu university, bale goba, south east
Ethiopia: Institution based cross sectional study. Pan African Medical
Journal, 20, 1–11. https://doi.org/10.11604/pamj.2015.20.209.4525
Ula, A., & Sholeh, A. (2014). Hubungan antara efikasi diri dan religiusitas
dengan intensitas perilaku menyontek siswa di mts mazra’atul ulum
pacitan- lamongan. Malang: UIN Malang.
Unayah, N., & Sabarisman, M. (2015). Fenomena Kenakalan Remaja dan
Kriminalitas. Sosio Informa, 1(2), 121–140.
https://media.neliti.com/media/publications/52810-ID-fenomena-
kenakalan-remaja-dan-kriminalit.pdf
Wahyuni, S., & Jatmiko, Y. A. (2013). Perilaku Seksual Remaja Di Dki
Jakarta Hasil Sdki 2012. 1981, 1–11.

Universitas Indonesia
52

https://jafung.bps.go.id/assets/js/kcfinder/upload/files/Determinan
Perilaku Seksual Remaja di DKI_rev sriwah.pdf
Widyastuti. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitra Maya.
Winarni. (2017). Efikasi diri dan perilaku seksual pranikah remaja sma.
15(2).
Yusuf, S. (2014). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Zevriyanti, P., Novianti, E., Tobing, D. L., Studi, P., Keperawatan, S., &
Kesehatan, F. I. (2019). Pengalaman Remaja Mengakses Konten
Pornografi di SMP Perintis Depok Jawa Barat. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Masyarakat, 11(3), 226–231.

Universitas Indonesia
53

LAMPIRAN 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam

Perkenalkan Saya Annisa Nur Ulandini mahasiswa semester 7 (tujuh)


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian mengenai “Hubungan Efikasi Diri dalam
Menghindari Seks Bebas dan HIV/AIDS dengan Perilaku Seks Berisiko
pada Remaja di Kota Jakarta” sebagai persyaratan memperoleh gelar
sarjana. Pembimbing penelitian saya adalah Ns. Dikha Ayu Kurnia,
S.Kep., M.Kep., Sp. Kep. MB dari Fakultas Ilmu Keperawatan. Oleh
karena itu, saya mengharapkan kerja sama teman-teman untuk menjadi
responden dalam penelitian saya ini. Teman-teman dapat mengisi
kuesioner ini apabila bersedia menjadi responden. Secara langsung,
penelitian saya ini tidak dapat memberikan manfaat yang tampak, namun
hasilnya nanti dapat digunakan untuk memberikan sebuah edukasi
kesehatan perawat terhadap kesehatan seksual pada remaja.
Kuesioner yang akan saya berikan terdiri dari 3 (tiga) bagian. Kuesioner
bagian pertama berisi pertanyaan terkait identitas teman-teman. Kuesioner
bagian kedua berisi pertanyaan terkait efikasi diri atau keyakinan diri seks
berisiko HIV/AIDS. Pengisian kuesioner ini membutuhkan waktu sekitar
15-20 menit. Setelah selesai mengerjakan, periksa kembali jawaban dan
pastikan semua jawaban sudah terisi.
Saya akan menjaga kerahasiaan dan keterlibatan teman-teman dalam
penelitian ini. Semua data hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Apabila hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak ada satupun identitas
teman-teman ditampilkan di dalamnya. Keterlibatan teman-teman dalam

Universitas Indonesia
54

penelitian ini tidak akan menyebabkan risiko apapun.

Apabila masih terdapat hal-hal yang perlu ditanyakan, dapat menghubungi


saya di nomor 081218691868 atau dapat mengirimkan sebuah e-mail ke
annisaulandinisyarief@gmail.com.
Atas perhatian dan partisipasi teman-teman saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya, Peneliti

Annisa Nur Ulandini

Universitas Indonesia
55

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : (*inisial)
No Telepon :
Saya bersedia berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan
oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan dengan judul “Hubungan
Efikasi Diri dalam Menghindari Seks Bebas dan HIV/AIDS dengan
Perilaku Seks Berisiko pada Remaja di Kota Jakarta”. Kriteria responden
yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu remaja berdomisili di Jakarta
Pusat dengan usia dari 15 hingga 19 tahun.

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan memberikan risiko ,


dampak negatif, dan merugikan saya. Demikian surat pernyataan yang
saya buat dengan tanpa paksaan dari pihak manapun dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Jakarta,……...

(Responden)

--TERIMA KASIH --

Universitas Indonesia
LAMPIRAN 3

KUESIONER PENELITIAN
“Hubungan Efikasi Diri dalam Menghindari Seks Bebas
dan HIV/AIDS dengan Perilaku Seks Berisiko pada Remaja
di Kota Jakarta”
A. Kuesioner Data Demografi dan Karakteristik Responden
Petunjuk :
1. Tulis dan lengkapilah terlebih dahulu identitas teman-teman
2. Bacalah dengan cermat setiap pernyataan di bawah ini
3. Isi ceklist pada salah satu kotak yang sesuai
a. Nama (Inisial) ……………………..
b. Usia ………… tahun
c. Jenis Kelamin ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
d. Pendidikan saat ( ) ( )
ini SMA Tidak sekolah
e. Pengalaman ( ) Pernah berpacaran ( ) Tidak pernah berpacaran
berpacaran

KUESIONER PENELITIAN

56 Universitas Indonesia
“Hubungan Efikasi Diri dalam Menghindari Seks Bebas
dan HIV/AIDS dengan Perilaku Seks Berisiko pada Remaja
di Kota Jakarta”
B. Kuesioner Efikasi Diri dalam Menghindari Seks Bebas dan
HIV/AIDS
Bagian A

Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang sesuai dengan kemampuan saudara yang
sebenarnya

Sangat Sangat
No Pernyataan Sulit Mudah
Sulit Mudah

Saya merasa mampu untuk :

1 Berpacaran saat masih menjadi remaja sekolah*

Menuruti keinginan melihat pornografi karena


2
ada kesempatan*

Menolak begandengan tangan saat bertemu


3
pasangan

Menolak memberikan rangsangan pada diri


4
sendiri saat ada keinginan

Menuruti pasangan untuk berciuman sebagai


5
bukti kasih sayang*

Menolak keinginan menyentuh tubuh pasangan


6
di tempat yang sepi

Menjaga kehormatan diri, saat pasangan saya


7
merayu berhubungan badan*

Meminta berhubungan badan walaupun


8
resikonya adalah putus hubungan*

Menolak rayuan untuk berhubungan badan


9
dengan janji akan dinikahi

Menuruti keinginan diri untuk meniru, saat


10
menonton adegan dalam pornografi*

57 Universitas Indonesia
Bagian B
Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat saudara yang sebenarnya

Sangat
Sangat Tidak
No Pernyataan Percaya Tidak
Percaya Percaya
Percaya

Saya percaya bahwa :

Saya tidak mampu menghindari bahaya seks bebas,


1
karena saya masih remaja*

Saya tidak perlu menghindari melihat pornografi,


2
karena hal itu adalah biasa di kalangan remaja*

Saya bisa mengajak pasangan berciuman, karena saya


3
pintar merayu *

Saya bisa menolak ajakan berhubungan badan, karena


4
saya memiliki keimanan yang kuat

Dengan memiliki pasangan, prestasi belajar saya


5
meningkat*

Saya bisa menolak seks bebas, karena saya tahu akibat


6
buruknya

Saya berkeinginan untuk berhubungan badan,


7
walaupun saya tahu hal itu menyalahi norma agama*

Saya tidak mampu mengontrol keinginan berhubungan


8
badan, karena kurang perhatian orang tua*

Saya bisa menjauhi hubungan perilaku seks bebas,


9
karena saya mampu menolak ajakan teman

Saya dapat terhindar dari bahaya seks bebas, karena


10
saya memiliki pengetahuan kesehatan seksual

Bagian C
Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat saudara
sebenarnya

58 Universitas Indonesia
Sangat
Sangat Tidak
No Pernyataan Yakin Tidak
Yakin Yakin
Yakin

Saya yakin :

Saya dapat terhindar dari HIV-AIDS dengan


1
menjauhi aktivitas seks bebas

Saya mampu menjaga masa depan dengan meredam


2
keinginan seks bebas

Saya dianggap gaul oleh teman-teman, bila pernah


3
melihat pornografi *

Saya mampu menjauhi seks bebas untuk menjaga


4
harga diri

Saya dapat menuruti hubungan badan, agar tidak


5
diputus hubungan dengan pasangan*

Saya menuruti keinginan berhubungan badan, demi


6
mendapatkan kepuasan*

Saya dianggap setia kawan jika menerima ajakan


7
teman untuk mencari pornografi*

Saya mampu menolak berhubungan badan agar


8
kesucian saya terjaga

Saya tidak ragu berhubungan badan untuk


9
mempertahankan hubungan pertunangan*

Saya mampu berhubungan badan agar tidak dianggap


10
sebagai penakut*

59 Universitas Indonesia
KUESIONER PENELITIAN
“Hubungan Efikasi Diri dalam Menghindari Seks Bebas
dan HIV/AIDS dengan Perilaku Seks Berisiko pada Remaja
di Kota Jakarta”
C. Kuesioner Perilaku Seks Berisiko
Tidak
No. Pernyataan Pernah
Pernah
Saya melakukan pegangan tangan dengan
1.
lawan jenis
2. Saya berpelukan dengan lawan jenis
Saya ingin menunjukkan rasa sayang
3.
dengan berpelukan
Dengan berpelukan dengan lawan jenis akan
4.
mendapatkan kenikmatan
5. Saya berciuman bibir dengan lawan jenis
Saya mencium lawan jenis dengan dorongan
6.
nafsu
Saya mencium/dicium dibagian leher
7.
dengan lawan jenis
Saya meraba, menindih, bermesraan, dan
8.
memainkan alat kelamin dengan lawan jenis
Saya melakukan hubungan intim dengan
9.
lawan jenis tidak memakai kondom
Setiap kali dorongan/hasrat seks saya tinggi,
10. saya mengajak lawan jenis untuk melakukan
hubungan intim

60 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai