Anda di halaman 1dari 13

Teori ini di gagas pertama kali oleh madeleine Leininger yang di inspirasi oleh pengalaman dirinya sewaktu bekerja

sebagai perawat spesialis anak di Midwestern United States pada tahun 1950. Saat itu ia melihat adanya perbedaan perilaku di antara anak yang berasal dari budaya yang berbeda. Fenomena ini membuat leininger menelaah kembali profesi keperawatan. Ia mengidentifikasi bahwa pengetahuan perawat untuk memahami budaya anak dalam layanan keperawatan ternyata masih kurang. Pada tahun 1960, leinger pertama kali menggunakan kata transclutural nursing, ethnonursing, dancross-cultural nursing. Akhirnya, pada tahun 1985, leininger memublikasikan teory nya untuk pertama kali, sedangkan ide-ide dan teoriny sudah di presentasikan pada tahun 1988. Teory leininger kemudian di sebut sebagai cultural care dieversity and universality. tetapi para ahli lebih sering menyebutnyatranscultural nursing theory atau teori keperawatan transkultural Keperawatan transkultural merupakan suatu arah utama dalam keperawatan yang berfokus pada study komparatif dan analisis tentang budaya dan sub budaya yang berbeda di dunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, niai-nilai, keyakinan tentang sehat sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowladge yang ilmiah dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya universal (Marriner-Tomey, 1994). Teori keperawatan transkultural ini menekankan pentingnya peran keperawatan dalam memahami budaya klien Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock maupun culture imposition.Cultural shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien) sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam mauoun terang-terangan memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pda individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.

Teory keperawatan transkultural matahari terbit, sehinnga di sebut juga sebagai sunrise modelmatahari terbit (sunrise model ) ini melambangkan esensi keperawatan dalam transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia (worldview) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang, bersyarat dalam lingkungan yang sempit. Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut menurut Leininger di pengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan, Peran perawatan pada transcultural nursing teory ini adalah menjebatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan prosfesional melalui asuhan keperawatan. Eksistensi peran perawat tersebut digambarkan oleh leininger.oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika di sesuaikan dengan proses keperawatan, hal tersebut merupakan tahap perencanaan tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien harus tetap memperhatikan tiga perinsip asuhan keperawatan, yaitu : 1. culture care preservation/maintenance, yaitu prinsip membantu,memfasilitasi,atau

memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu menentukan tingkan kesehatan dan gaya hidup yang di inginkan. 2. Culture care accommodation/negatiation,yaitu prisip membantu,memfasilitasi, ataumemperhatikan fenomena budaya,yang merefleksikan cara-cara untuk beradaptasi,atau bernegosiasi atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup individu atau klien. 3. culture care repatterning/restructuring,yaitu :prinsip merekonstruksiatau mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien kearah lebih baik. Konsep dalam Transkultural

a. Budaya Adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. b. Nilai budaya Adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkanatau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu danmelandasi tindakan dan keputusan. c. Perbedaan budaya Dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yangoptimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985). d. Etnosentris Diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik e. Etnis Berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. f. Ras Adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. g. Etnografi Adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya

setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya. h. Care Adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia. i. Caring Adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia j. Cultural Care Berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. k. Cultural imposition Berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain. Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan, yaitu : - manusia, - sehat, - lingkungan dan

- Keperawatan. Proses keperawatan Transkultural. Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model) Pengkajian Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada Sunrise Model yaitu : a. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors) b. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) c. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) d. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) e. Faktor ekonomi (economical factors) f. Faktor pendidikan (educational factors) g. Faktor tekhnologi Diagnosa keperawatan Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : - Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, - Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan - Ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Perencanaan keperawatan Cultural care preservation/maintenance

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi 2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat Cultural care accomodation/negotiation 1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien 2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.

2.1 Teori Model Keperawatan Transcultural in Nursing 2.1.1 Model Keperawatan Transcultural in Nursing Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya padaproses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dankesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkanpada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakanuntuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budayakepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensidari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakankeperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalammemberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinyadiberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secaraumum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan danbimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yanguniversal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satutempat dengan tempat lainnya. 2.1.2 Konsep dalam Transcultural Nursing 1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yangdipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak danmengambil keputusan. 2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu danmelandasi tindakan dan keputusan. 3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yangoptimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang danindividu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggapbahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimilikioleh orang lain. 5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yangdigolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. 6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan padamendiskreditkan asal muasal manusia. 7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologipada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkankesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskandasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orangorang, dan salingmemberikan timbal balik diantara keduanya. 8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadianuntuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkankondisi dan kualitas kehidupan manusia. 9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaanyang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupanmanusia. 10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukungatau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untukmempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidupdalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. 11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatanuntuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripadakelompok lain. 2.1.3 Paradigma Transcultural Nursing Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagaicara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhankeperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsepsentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995). 1. Manusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995). 2. Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995). 3. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhiperkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandangsebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya salingberinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia sepertidaerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah didaerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada mataharisepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yangberhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalammasyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harusmengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yangmenyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. 4. Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakangbudayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuaidengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatanadalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasibudaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991). a. Cara I : Mempertahankan budaya Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangandengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikansesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehinggaklien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,misalnya budaya berolahraga setiap pagi. b. Cara II : Negosiasi budaya Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untukmembantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebihmenguntungkan kesehatan. Perawat membantu klienagar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatankesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yangberbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yanglain. c. Cara III : Restrukturisasi budaya Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimilikimerugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gayahidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencanahidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengankeyakinan yang dianut. 2.1.4 Proses keperawatan Transcultural Nursing Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskanasuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahariterbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagailandasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew andBoyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahappengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasimasalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger andDavidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang adapada Sunrise Model yaitu : a. Faktor teknologi (tecnological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih ataumendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanankesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaanberobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuankesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi kliententang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasipermasalahan kesehatan saat ini. b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors) Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yangamat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawatadalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klienterhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yangberdampak positif terhadap kesehatan.c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : namalengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, danhubungan klien dengan kepala keluarga. d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-normabudaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbataspada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yangdigunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisisakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaanmembersihkan diri. e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segalasesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhankeperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikajipada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan denganjam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, carapembayaran untuk klien yang dirawat. f. Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumbermaterial yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaanklien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantoratau patungan antar anggota keluarga. g. Faktor pendidikan (educational factors) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalammenempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggipendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibuktiilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar

beradaptasiterhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenispendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiritentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. 2.1.5 Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakangbudayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensikeperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosakeperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkulturalyaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural danketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. 2.1.6 Perencanaan dan Pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalahsuatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalahsuatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalahmelaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Gigerand Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankanbudaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurangmenguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yangdimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. a. Cultural care preservation/maintenance 1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi 2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat b. Cultural careaccomodation/negotiation 1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien 2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan kliendan standar etik c. Cultual care repartening/reconstruction 1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yangdiberikan dan melaksanakannya 2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budayakelompok 3) Gunakan pihak ketiga bila perlu 4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatanyang dapat dipahami oleh klien dan orang tua 5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan. Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budayamasingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan danperbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.

Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akanterganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilanmenciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik. 2.1.7Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadapkeberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengankesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atauberadaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan denganbudaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhankeperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien. 2.2 Tinjauan Medis 2.2.1 Pengertian Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme,dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002). Gizi buruk adalah keadaan dimana asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. Umumnya gizi buruk ini diderita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energy yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus/bakteri.Proses dan bentuk terparah akibat kekurangan gizi yang telah menahun dan berlangsung lama (www.VHRmedia.com). Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. Menurut ahli gizi dari IPB, Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, standar acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk. Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar berdasar tabel WHO-NCHS (National Center for Health Statistics). Menurut Prof. Ali, untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi buruk dapat dilakukan dengan cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat badan menurut umur yang dihitung menurut Skor Z nilainya kurang dari -2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya gizi buruk kondisinya lebih parah daripada gizi kurang. Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan (pirang), perut kadangkadang buncit, wajah moon face karena oedema (bengkak) atau monkey face (keriput), anak cengeng, kurang responsif. Bila kurang gizi berlangsung lama akan berpengaruh pada kecerdasannya.

Status gizi pada balita dapat diketahui dngan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status gizinya kurang. Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat-zat gizi yang kurang. Kekurangan gizi ini secara umum menyebabkan gangguan pada Pertumbuhan Pertumbuhan anak menjadi terganggu karena protein yang ada digunakan sebagai zat pembakar sehingga otot-otot menjadi lunak dan rambut menjadi rontok Produksi tenaga Kekurangan energi yang berasal dari makanan mengakibatkan anak kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan aktivitas. Anak menjadi malas, dan merasa lemas Pertahanan tubuh Sistem imunitas dan antibodi menurun sehingga anak mudah terserang infeksi seperti batuk, pilek dan diare Struktur dan fungsi otak Kurang gizi pada anak adapt berpengaruh terhadap perkembangan mental. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen seperti perkembangan IQ dan motorik yang terhambat Perilaku Anak yang mengalami gizi kurang menunjukkan perilaku yang tidak tenang, cengeng dan apatis. 2.2.2 Etiologi Penyebab dari gizi kurang antara lain : kebiasaan makan dimana makanan yang dikonsumsi kurang mengandung kalori dan protein. Faktor social budaya dapat juga menjadi factor penyebab gizi buruk dimana adanya pantangan mengkonsumsi makanan tertentu, seperti anak tidak boleh makan ikan karena takut kecacingan. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan gizi kurang adalah penyakit metabolic, infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lain. Dapat juga dibedakan menjadipenyebab langsung dan penyebab tidak langsung : 1. Penyebab langsung (1) Asupan makanan yang kurang

Asupan makanan yang kurang bisa berasal dari ketidakcukupan anak mendapatkan makanan bergizi seimbang dan pola makan yang salah. Makanan bergizi pada anak tidak hanya mengandung karbohidrat dan protein saja, tetapi harus diimbangi dengan zat-zat lain seperti lemak, vitamin (A, D, E, K, C, B1, B2, B5, B12), asam folat, mineral (kalium, natrium, iodium, magnesium,fosfor, dan lainnya). Jika kebutuhan akan zat-zat tersebut kurang atau bahkan tidak terpenuhi, maka anak akan kekurangan gizi. Selain itu ditunjang dengan pola makan yang salah. Misalnya pada anak yang diasuh oleh neneknya yang masih memiliki kebiasaan turun temurun. Bayi yang baru lahir beberapa bulan sudah diberi makanan tambahan seperti pisang, nasi lumat, atau bahkan ada kebudayaan yang tidak memperbolehkan anak mengkonsumsi daging, telur,

santan, dan lainnya. Hal ini dapat menghilangkan kesempatan anak memperoleh zat gizi dari lemak dan protein. (2) Penyakit infeksi yang diderita oleh anak Penyakit infeksi yang sedang diderita oleh anak menjadi penyebab terpenting kedua dari kejadian gizi buruk. Apalagi di negara terbelakang dan sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan masih kurang serta ancaman endemitas penyakit tertentu khususnya penyakit infeksi seperti diare, TBC, campak, gastroenteritis. Ada keterkaitan antara penyakit infeksi dengan gizi buruk, yaitu kondisi infeksi kronik akan menyebabkan gizi buruk, dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga anak mudah terkena penyakit infeksi. 1. Penyebab tidak langsung (1) Persediaan makanan di rumah

Persediaan makanan di rumah merupakan penyebab tidak langsung dari kejadian gizi buruk pada anak. Jika di dalam keluarga tidak memiliki persediaan makanan yang cukup untuk seluruh anggota keluarga, maka dapat dipastikan anggota keluarga akan kekurangan makanan. Terlebih lagi jika di dalam keluarga terdapat anak balita yang sangat membutuhkan makanan bergizi seimbang yang mengandung zat-zat gizi yang diperlukan untuk proses tumbuh kembang anak. (2) Perawatan anak dan ibu hamil Perawatan pada anak juga mempengaruhi terjadinya gizi buruk. Jika seorang anak dirawat oleh kedua orang tuanya dengan penuh kasih sayang dan kebutuhannya tercukupi baik secara fisik maupun psikologis, maka anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Anak akan tampak sehat dan terhindar dari kurang gizi atau bahkan gizi buruk. Selain itu perawatan pada ibu sejak hamil juga mempengaruhi perkembangan bayi dalam kandungannya. Jika seorang ibu tidak memperhatikan pemenuhan gizi selama hamil dan setelah melahirkan, maka akan berdampak buruk bagi anaknya. Ibu yang mengkonsumsi makanan bergizi 4 sehat 5 sempurna akan dapat menghindari kejadian gizi buruk pada anaknya kelak. Selain itu pemberian ASI secara eksklusif juga memberikan kontribusi yang baik untuk mendukung tumbuh kembang anak. (3) Pelayanan kesehatan yang kurang memadai Kejadian gizi buruk pada suatu wilayah akan cepat diketahui jika terdapat pelayanan kesehatan yang memadahi seperti posyandu dan puskesmas. Tetapi jika pelayanan kesehatan tersebut tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya, maka balita yang terkena gizi buruk tidak dapat dideteksi secara cepat, atau bahkan angka kejadian gizi buruk akan semakin meningkat jika tidak segera mendapatkan penanganan. (4) Faktor ekonomi

Anda mungkin juga menyukai