POPULASI TERLANTAR
Dosen Pengampu: Ns. Diah Ratnawati, Skep, M.Kep, Sp. Kep. Kom
Disusun oleh:
Kiana Alif Fatwa Supendi 1810711025 Syifa Putri Salsabila 1810711080
Gilang Dermawan 1810711046 Frida Anindita 1810711081
Rifki Anugerah 1810711050 Srimpi Pamulatsih 1810711082
Gabriell Regina Solagracia 1810711064 Zahrah Rasyida Rasa F 1810711091
Ni Made Anggun Millenia 1810711065 Zihan Evrianti Susanto 1810711096
Anak Wanita
dan Lansia
Korban Tindak
Anak Anak Korban Orang Dengan Bekas
Lansia/ Cacat/ Gelandangan & Kekerasan/
Kabupaten/Kota Terlantar/ Nakal/ Narkotika/ Tuna Susila/ HIV/AIDS/ HIV Narapidana/
Jompo/ Handicape Pengemis/Loite Children
Regency/City Neglected Naughty Drug Prostitute Patient Eksprisoner
Decrepit d Person rer & Beggar Womens &
Children Children Abuser (Jiwa/Persons) (Jiwa/Persons)
Victim of
Hardness
(Jiwa/Persons)
Kabupaten/Regency
1. Bogor 6.999 8.878 133 43 8.387 711 372 7 1.635 458
2. Sukabumi 61.239 14.223 165 252 11.727 1.361 164 68 769 68
3. Cianjur 1.678 1.264 43 247 5.077 587 258 - 661 645
4. Bandung 7.625 36.044 72 402 6.770 779 390 26 1.145 679
5. Garut 71 80.686 26 1.642 8.275 371 173 58 660 815
6. Tasikmalaya 629 8.200 28 - 9.586 323 64 53 463 271
7. Ciamis 851 1.430 34 33 4.522 33 45 - 416 225
8. Kuningan 4.052 4.349 60 56 5.793 86 31 - 268 221
9. Cirebon 889 11.914 333 129 10.567 800 193 - 1.339 482
10. Majalengka 5.441 21.751 509 164 7.570 23 116 6 312 162
11. Sumedang 728 5.214 96 87 3.149 39 122 2 357 224
12. Indramayu 13.940 31.990 77 41 1.980 4.154 1.582 26 1.421 791
13. Subang 7.134 23.278 52 78 9.236 136 139 4 417 156
14. Purwakarta 495 960 7 58 2.897 133 371 - 204 120
15. Karawang 5.231 19.251 660 1.731 6.288 270 313 - 611 164
16. Bekasi 4.393 54 30 - 3.010 1.385 541 - 1.698 2.130
17. Bandung Barat 345 6.357 20 338 6.134 274 61 - 532 130
18. Pangandaran 76 4.394 5 - 1.684 10 14 - - 283
Kota/City
1. Bogor 1.128 644 9 112 795 186 79 - 699 77
2. Sukabumi 345 1.575 49 33 1.096 84 39 - 152 78
3. Bandung 2.800 2.108 19 - 8.038 263 52 - 1.357 189
4. Cirebon 1.200 1.803 50 111 1.097 66 38 6 572 19
5. Bekasi 681 1.204 34 216 - 62 18 - 527 32
6. Depok 205 23 8 27 1.050 94 5 - 1.124 187
7. Cimahi 670 3.435 35 112 1.434 1 4 4 499 15
8. Tasikmalaya 6.290 3.125 22 4 1.200 43 67 - 228 2.709
9. Banjar 652 4.418 16 19 1.253 8 20 - 40 44
Jawa Barat 135.787 298.572 2.592 5.935 128.615 12.282 5.271 260 18.106 11.374
1. Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga populasi terlantar agar
tetap berada di rumah. Langkah untuk pencegahan primer yaitu:
a. Bantuan finansial
Memberikan pelayanan publik untuk mencegah terjadinya bantuan
publik, mengetahui tersedianya dana, dan mengajukan permohonan untuk
mendapatkan bantuan bagi populasi terlantar yang membutuhkan.
b. Bantuan hukum
Membantu populasi terlantar untuk berkonsultasi secara hukum
agar tidak terjadinya pengusiran.
c. Saran finansial
Menyediakan program konseling keuangan secara gratis kepada
populasi terlantar
d. Program relokasi
Memberikan dana yang dibutuhkan bagi tunawisma untuk
membayar rumah dan kebutuhan dasar.
2. Pencegahan Sekunder
Memfokuskan pada populasi populasi terlantar dengan mendaftar
segala kebutuhan serta pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, para tunawisma
sulit mengakses khususnya system pelayanan kesehatan karena mereka tidak
memiliki tempat atau alamat yang tetap, sehingga dengan tujuan
mengeluarkan populasi tersebut dari kondisi tersebut dan mengatasi dampak
yang timbul akibat menjadi populasi terlantar. Langkah untuk pencegahan
sekunder ialah
a. Membutuhkan rumah tradisional tanpa dipungut biaya yang rendah dan
menimbulkan persoalan umum bagi populasi tunawisma adalah mereka
menjalani medikasi dan regimen terapi.
b. Obat –obatan yang dapat disimpan dengan mudah
c. Mengikuti dan mempelajari makanan yang disediakan ditempat
penampungan agar tunawisma tetap mendapatkan asupan makanan sesuai
yang ada di tempat penampungan tersebut.
d. Memberikan vitamin kepada tunawisma untuk mengompensasi defisit
nutrisi.
e. Memahami dan memfasilitasi bahwa para tunawisma selalu melakukan
usaha terbaik untuk mengikuti program terapi
f. Mengidentifikasi faktor –faktor yang menghambat para tunawisma agar
tetap mendapatkan pelayanan kesehatan3)Pencegahan tersier
(Rehabilitasi)
3) MENJALIN KEMITRAAN
1. Pengertian Kemitraan
Hubungan (kerja sama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan
kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan (memberikan
manfaat) untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,
prinsip, dan peran masing-masing.
2. Tujuan Kemitraan
Meningkatkan percepatan, efektivitas, dan efisiensi upaya kesehatan
untuk mencapai Indonesia Sehat .
3. Prinsip Dasar Kemitraan
a. Kesetaraan
Setiap mitra dalam melaksanakan pembangunan kesehatan harus
diberi kepercayaan penuh, dihargai, dihormati, dan diberikan
pengakuan dalam hal kemampuan dan nilai-nilai yang dimiliki.
b. Keterbukaan
Setiap mitra dalam melaksanakan pembangunan kesehatan yakin dan
percaya setiap perjanjian akan dilakukan dengan terbuka, jujur, dan
tidak saling merahasiakan sesuatu.
c. Saling menguntungkan
Setiap mitra dalam melaksanakan pembangunan kesehatan akan
mendapatkan keuntungan dan manfaat bersama dari kemitraan
tersebut.
4. Landasan Kemitraan
Dalam bermitra perlu diperhatikan beberapa landasan kemitraan
sebagai berikut.
a. Saling memahami kedudukan, tugas, fungsi, dan struktur masing-
masing.
b. Saling memahami kemampuan (capacity).
c. Saling menghubungi (linkage).
d. Saling mendekati (proximity).
e. Saling bersedia membantu dan dibantu (openess).
f. Saling mendorong dan mendukung (support).
g. Saling menghargai (reward).
5. Landasan Kemitraan
6. Peran Mitra
keadaan masalah dan potensi para mitra. Adapun peran mitra sebagai
berikut.
a. Penjajagan
Mencakup identifikasi dan pengenalan calon mitra dengan
segala potensi yang dimiliki.
b. Penyamaan persepsi
Tujuannya untuk memperoleh pandangan yang sama dalam
penanganan masalah yang dihadapi bersama, maka para mitra
perlu bertemu untuk saling memahami kedudukan, tugas, fungsi,
serta peran masing-masing secara terbuka dan kekeluargaan.
Penyamaan persepsi ini dapat dilakukan melalui forum-forum yang
sudah ada atau melalui forum khusus.
c. Pengaturan peran
Tujuannya agar masing-masing mitra mengetahui perannya
dalam penanggulangan suatu masalah. Peran sektor kesehatan,
peran sektor lain, dan peran swasta sangatlah penting untuk
dipahami dan disepakati bersama. Lebih baik pengaturan peran ini
tertulis secara jelas dan merupakan dokumen yang resmi. Untuk
mencapai indikator Indonesia Sehat 2010, potensi para mitra dapat
diarahkan dalam upaya mencapai indikator tersebut. Misalnya,
untuk indikator perilaku tidak merokok, dapat melibatkan LSM-
LSM yang berperan dalam kegiatan antirokok, sarana pelayanan
kesehatan berperan membantu orang-orang yang ingin berhenti
merokok, Yayasan Lembaga Konsumen berperan dalam somasi
iklan rokok.
d. Komunikasi intensif
Untuk menjalin dan mengetahui perkembangan kemitraan
maka perlu dilakukan komunikasi antarmitra secara teratur dan
terjadwal sehingga permasalahan yang dihadapi di lapangan dapat
langsung diselesaikan. Hal ini perlu untuk melihat masing- masing
mitra, apakah sudah melaksanakan kegiatan sesuai dengan peran
dan tujuan yang ingin dicapai atau dapat juga dengan pemantauan.
e. Melakukan kegiatan
Harus dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana
kerja tertulis yang telah disepakati bersama. Mitra yang sudah
sepakat untuk mencapai tujuan Indonesia Sehat 2010, perlu
melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari
masingmasing mitra tersebut. Pelaksanaan kegiatan tersebut
biasanya dilaksanakan bersamasama atau sendiri-sendiri, seperti
program penanggulangan masalah merokok, kampanye konsumsi
buah dan sayur yang kaya serat.
f. Pemantauan dan penilaian
Kegiatan ini juga harus disepakati sejak awal dalam
pelaksanaan kegiatan kemitraan. Hasil pemantauan dan penilaian
ini dapat dipergunakan untuk penyempurnaan kesepakatan yang
telah dibuat.
4) ADVOKASI
Advokasi merupakan suatu cara perawat untuk meningkatkan
partisipasi secara aktif komunitas. Perawat membantu masyarakat dalam
mengambil keputusan secara mandiri. Advokasi merupakan suatu usaha
sistematik dan terorganisasi, untuk memengaruhi dan mendesak terjadinya
perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap maju dan semakin baik,
sehingga untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan advokasi yang efektif
dan berkesinambungan.
1. Pengertian.
Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisasi
untuk memengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan dalam
kebijakan publik secara bertahap maju dan semakin baik (Pusat Promosi
Kesehatan, Kemenkes RI). Dalam pengertian lain, advokasi adalah
proses komunikasi yang terencana untuk mendapatkan dukungan dan
keputusan guna memecahkan masalah. Suatu keberhasilan advokasi bisa
dilakukan secara sistematis. Advokasi adalah proses aplikasi informasi
dan sumber daya yang digunakan untuk membuat suatu perubahan
terhadap suatu masalah di masyarakat.
2. Tujuan advokasi
Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan,
baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikutsertaan
dalam kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan
usaha.
5) SUPERVISI
1. Pengertian Supervisi
Supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk penyelesaian
tugas-tugas keperawatan (Swansburg & Swansburg, 1999). Supervisi
adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar,
mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi
secara terus menerus pada setiap perawat dengan sabar, adil serta
bijaksana (Kron, 1987). Berdasarkan definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa supervisi merupakan suatu cara yang efektif untuk
mencapai tujuan organisasi.
2. Tujuan Supervisi
Memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung, sehingga
dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup
untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik
(Suarli, 2009).
3. Manfaat supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh
banyak manfaat, antara lain sebagai berikut.
4. Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung,
penerapannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tujuan
supervisi.
a. Supervisi Langsung
Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung. Cara supervisi ini ditujukan untuk bimbingan dan
arahan serta mencegah dan memperbaiki kesalahan yang terjadi.
Cara supervisi adalah berikut ini.
1) Merencanakan
Seorang supervisor, sebelum melakukan supervisi harus
membuat perencanaan tentang apa yang akan
disupervisi, siapa yang akan disupervisi, bagaimana
tekniknya, kapan waktunya dan alasan dilakukan
supervisi (Kron, 1987).
2) Mengarahkan
Pengarahan yang dilakukan supervisor kepada staf
meliputi pengarahan tentang bagaimana kegiatan dapat
dilaksanakan, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Dalam memberikan pengarahan diperlukan kemampuan
komunikasi dari supervisor dan hubungan kerja sama
yang demokratis antara supervisor dan staf.
3) Membimbing
Agar staf dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik,
maka dalam melakukan suatu pekerjaan, staf perlu
bimbingan dari seorang supervisor. Supervisor harus
memberikan bimbingan pada staf yang mengalami
kesulitan dalam menjalankan tugasnya, bimbingan
harus diberikan dengan terencana dan berkala. Staf
dibimbing bagaimana cara untuk melakukan dan
menyelesaikan suatu pekerjaan. Bimbingan yang
diberikan di antaranya dapat berupa pemberian
penjelasan, pengarahan dan pengajaran, bantuan, serta
pemberian contoh langsung.
4) Memotivasi
Supervisor mempunyai peranan penting dalam
memotivasi staf untuk mencapai tujuan organisasi.
Kegiatan yang perlu dilaksanakan supervisor dalam
memotivasi antara lain adalah:
a) memberikan dukungan positif pada staf untuk
menyelesaikan pekerjaan;
b) memberikan kesempatan pada staf untuk
menyelesaikan tugas dan memberikan tantangan-
tantangan yang akan memberikan pengalaman yang
bermakna;
c) memberikan kesempatan pada staf untuk mengambil
keputusan sesuai tugas limpah yang diberikan;
d) menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan
dengan staf;
e) menjadi role model bagi staf.
I. Pengkajian
a. Sejarah
wilayah desa Lamo secara administratif termasuk dalam wilayah kecamatan Batango,
Kabupaten banyuwangi. Terletak ± 5 Km arah utara Kota purwokerto . Desa Lamo
terdiri dari 2 dusun, 4 RW dan terbagi menjadi 10 RT dengan jumlah kepala keluarga
sebanyak 98 KK. Desa Lamo banyak mengalami perubahan, yakni bangunannya
banyak yang terbengkalai dan tidak terurus sehingga menjadi seperti tanah kosong
(kebon) karena tingginya tanaman liar yang tumbuh.
b. Demografik
Jumlah populasi terlantar di desa lamo sebanyak 25 Kepala Keluarga dengan jumlah
145 jiwa.
c. Etnisitas
warga di daerah ini berasal dari suku jawa dan beberapa pendatang berasal dari suku
sumatra.
d. nilai dan keyakinan
mayoritas populasi terlantar beragama islam, mempunyai 4 mushola yang terbagi di
setiap RT. Tidak terdapat budaya tahlilan ataupun pengajian rutin. Nilai dan norma
yang ada di masyarakat terbilang tidak begitu baik, karena warganya apatis, tidak
gotong royong dan tidak ada kegiatan kemasyarakatan.
2. Sub Sistem
A. Lingkungan fisik
kondisi tempat tinggal hanya beralas terpal dan berpindah-pindah. Kebersihan
lingkungan pemukiman kotor dan kumuh, aktifitas yang dilakukan diluar
rumah adalah memulung, mengemis, dan meminta makanan kepada warga
desa. Pasokan air bersih di dapatkan dari mushola.
B. Pelayanan kesehatan dan social
Layanan kesehatan dapat di akses 1 jam dari desa, biaya dalam pelayanan
kesehatan dapat menggunakan BPJS, namun hanya 12 orang dari jumlah
populasi terlantar yang memiliki jaminan kesehatan. Fasilitas pelayanan
kesehatannya cukup lengkap adanya posyandu dan posbindu namun tidak
adanya antusias masyarakat akan pelayanan kesehatan, dan tidak
memanfaatkan jaminan kesehatan.
C. Ekonomi
Sebagian besar populasi terlantar bekerja sebagai pemulung, dengan jumlah
pendapatan 15 – 30 ribu/hari
D. Transportasi dan Keamanan
Transportasi mayoritas menggunakan kendaraan umum seperti angkutan
umum. Namun biasanya berjalan kaki. Jarak dari tempat tinggal ke fasilitas
pelayanan kesehatan lumayan jauh perlu sekitar 1 jam perjalanan.
E. Politik dan Pemerintahan
Dalam kasus populasi terlantar pemerintah masih kurang memperhatikannya.
Namun ada beberapa komunitas yang mendirikan rumah singgah untuk
populasi terlantar.
F. Komunikasi
Bahasa yang digunakan bahasa Indonesia dan media informasi yang diterima
melalui spantuk, poster atau koran.
G. Pendidikan
Kurangnya pengetahuan akan masalah kesehatan yang dikarenakan rata-rata
masyarakat populasi terlantar tidak bersekolah dan ada yang putus sekolah.
H. Rekreasi
Orang yang populasi terlantar jarang atau bahkan tidak pernah melakukan
rekreasi.
3. Persepsi
a. Persepsi masyaraka
Persepsi masyarakat terhadap populasi terlantar ada sebagian masyarakat yang
merasa terganggu dan terusik dengan adanya populasi terlantar tetapi ada juga
yang menerima populasi tersebut. Hasil penelitian juga menemukan respons
penerimaan dan rasa simpati masyarakat terhadap populasi terlantar.
b. Persepsi perawat yang mengkaji
Berdasarkan hasil observasi, dukungan pelayanan kesehatan serta masyarakat
cukup dirasakan manfaatnya oleh populasi terlantar. Dengan memberi mereka
sebagian rejeki, perhatian dan simpati sudah dirasa cukup.
1. Melakukan 1. dukunga
demontrasi n pada
perawatan diri populasi
secara bersama terkait
pada populasi perawata
terlantar n diri
meningk
at
1. meningk
atnya
kebiasaa
n
perawata
n diri
pada
populasi
terlantar
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 Tentang Jumlah Permasalahan Sosial
Menurut Jenis di Jawa Barat Tahun 2016.
CNN Indonesia. (2021). Data Dinsos DKI Jakarta 2020: Ada 1044 Gelandangan. Diakses pada
20 Maret 2021. From CNN Indonesia. URL :
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210107162759-32-590820/data-dinsos-dki-jakarta-
2020-ada-1044-gelandangan
Fu’adah, L., Astuti, T. M. P., & Utomo, C. B. (2017). Tindakan Sosial Tunawisma terhadap
Strategi Bertahan Hidup di Kota Semarang. Journal of Educational Social
Studies, 6(1),45-51
Efendi, Ferry Uddan Makhfudi. 2010. Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Iman B, Aisiyah. Dkk. 2017. Askep Pada Agregat Dalam Komunitas Populasi Rentan (Penyakit
Mental, Kecacatan, Dan Populasi Terlantar)
Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta. 2004. Manajemen pemberdayaan
Departemen Kesehatan RI. 2003. Kemitraan menuju Indonesia sehat 2010. Jakarta: Sekretariat
Entjang., Indan., 2000., Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung: Citra Aditya Bakti