Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA POPULASI RENTAN

Diajukan untuk pemenuhan tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II

Disusun Oleh :
Eka santika B (701170007)
Nenden Resty A (701170021)

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALE BANDUNG
2020

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah “Asuahn kEperawatan Komunitas pada Agregat Populasi
Rentan” ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bandung, 21 Maret 2020

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................3
2.1. Populasi Rentan.................................................................................3
2.2. Populasi Rentan Penyakit Mental......................................................4
2.3. Populasi Rentan Kecacatan................................................................5
2.4. Populasi Terlantar..............................................................................7
2.5. Bencana.............................................................................................14
2.6. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Bencana...................................15
2.7. Jenis Bencana Alam...........................................................................15
2.8. Kelompok Rentan..............................................................................17
2.9. Peran Perawat Dalam Bencana..........................................................17
2.10. Pelayanan Medis Bencana Berdasarkan Siklus Bencana................19
2.11. Permasalahan Di Bidang Kesehatan................................................20
2.12. Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan..............................23
2.13. Asuhan Keperawatan Klien Pasca Bencana....................................27
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................35
3.1. Kasus.................................................................................................35
3.2. Pengkajian.........................................................................................36
3.3. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan..........................................48
3.4. Intervensi Keperawatan.....................................................................52
BAB IV PENUTUP.........................................................................................59
4.1. Kesimpulan........................................................................................59
4.2. Saran..................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................60

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti
penduduk). Didalam pelajaran ekologi, populasi adalah sekelompok individu yang
sejenis. Apabila kita membicarakan populasi, haruslah disebut jenis individu yang
dibicarakan dengan menentukan batas – batas waktunya serta tempatnya. Jadi,
populasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan
waktu tertentu. Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang
mempengaruhi kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat
(Kaakinen, Hanson, Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera
mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain genetik, usia, karakteristik
biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan
rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negatif.
Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau psikososial. Populasi
rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang memiliki
peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan kesehatan.
Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan
perundangundangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat
implementasinya sangat beragam. Sebagian undang-undang sangat lemah
pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberi manfaat bagi
masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang belum
sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan
bagi perlindungan kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan
yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk
melindungi hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan
hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan
sebagai masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehingga
membawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta secara tidak
langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat.

1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksut dengan agregat populasi rentan?
1.2.2. Macam-macam populasi rentan
1.2.3. Bagaimana asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas
populasi rentan saat bencana?
1.3. Tujuan penulisan
1.3.1. Mengetahui apayang di maksut dengan agregat populasi rentan
1.3.2. Mengetahui macam-macam populasi rentan
1.3.3. Mengetahui asuhan keperawatan agregat komunitas populasi rentan
saat bencana

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Populasi Rentan


Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam
peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-
Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk
kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan
perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam Penjelasan pasal
tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang
rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir miskin, wanita hamil
dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference 3
disebutkan, bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah: a.
Refugees, b, Internally Displaced Persons (IDPs); c. National Minorities, d.
Migrant Workers; e. Indigenous Peoples, f. Children; dan g. Women. Keberadaan
kelompok rentan yang antara lain mencakup anak, kelompok perempuan rentan,
penyandang cacat, dan kelompok minoritas mempunyai arti penting dalam,
masyarakat yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Untuk memberikan
gambaran keempat kelompok masyarakat tersebut selama ini, maka penelaahan
perlu diawali dengan mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi di dalam
masyarakat. Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa masih dijumpai keadaan
dari kelompok rentan yang belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Upaya
perlindungan guna mencapai pemenuhan hak kelompok rentan telah banyak
dilakukan Pemerintah bersama masyarakat, namun masih dihadapkan pada
beberapa kendala yang antara lain berupa: kurangnya koordinasi antar instansi
pemerintah, belum terlaksananya sosialisasi dengan baik, dan kemiskinan yang
masih dialami masyarakat.
Jadi, populasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup  pada suatu
daerah dan waktu tertentu. Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara
eksplisit dalam  peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5
ayat (3) Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang

3
yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh  perlakuan
dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam penjelasan pasal
tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang
rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir miskin, wanita hamil
dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan,
bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah:
a. Refugees (pengungsi)
b. Internally Displaced Persons (IDPs) (orang orang yang terlantar)
c. National Minoritie (kelompok minoritas)
d. Migrant Workers (pekerja migran )
e. Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat
pemukimannya)
f. Children (anak)
g. Women (wanita)
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan
adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam
menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan  berlaku umum
bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat
didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan  perlindungan dari
pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.
2.2. Populasi Rentan Penyakit Mental
Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya
diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress
berlebih akan berdampak pada gangguan kesehatan mental yang lebih buruk. Di
berbagai pelosok Indonesia masih ditemui cara penanganan yang tidak tepat bagi
para penderita gangguan kesehatan mental. Penderita dianggap sebagai makhluk
aneh yang dapat mengancam keselamatan seseorang untuk itu penderita layak
diasingkan oleh masyarakat. Hal ini sangat mengecawakan karena dapat
mengurangi kemungkinan untuk seorang penderita pulih. Untuk itu pemberian
informasi, mengedukasi masyarakat sangatlah penting terkait kesehatan mental
agar stigma yang ada di masyarakat dapat dihilangkan dan penderita mendapatkan
penanganan yang tepat. Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari

4
kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-
kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara
produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya. Makna
kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan
semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan
manusia lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral
dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan
orang lain. Seseorang yang “sehat jiwa atau mental” mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Merasa senang terhadap dirinya serta
a. Mampu menghadapi situasi
b. Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup
c. Puas dengan kehidupannya sehari-hari
d. Mempunyai harga diri yang wajar
e. Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula
merendahkan
2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta
a. Mampu mencintai orang lain
b. Mempunyai hubungan pribadi yang tetap
c. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda
d. Merasa bagian dari suatu kelompok
e. Tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain
"mengakali" dirinya
3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta
a. Menetapkan tujuan hidup yang realistis
b. Mampu mengambil keputusan
c. Mampu menerima tanggungjawab
d. Mampu merancang masa depan
e. Dapat menerima ide dan pengalaman baru
2.3. Populasi Rentan Kecacatan

5
Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya
untuk melakukan 7 Firman Lubis, Kesehatan Hak Asasi Manusia: Perspektif
Indonesia, t.t. kegiatan secara selayaknya. Dari sisi pengelompokkannya, maka
penyandang cacat dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) hal :
(a) Penyandang cacat fisik
(b) Penyandang cacat mental
(c) Penyandang cacat fisik dan mental.
Penyandang cacat juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan, diantaranya adalah berhak memperoleh
pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan yang ada pada mereka.
Perhatian masyarakat akan keterbatasan yang dimiliki Penyandang cacat masih
sangat kurang, bahkan seringkali diabaikan dan dianggap sebagai beban. Tidak
jarang ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuan
yang mereka miliki menjadi masalah tersendiri yang perlu mendapat perhatian.
Pasal 14 UU No.4 tahun 1997 Pasal 28 - Pasal 31 PP No.43 tahun 1998
tentang "Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat"
mewajibkan bahwa setiap pengusaha yang memiliki jumlah karyawan 100 orang
atau lebih pada perusahaannya wajib mempekerjakan minimal satu orang
penyandang cacat untuk memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan,
atau kurang dari 100 orang jika perusahaan tersebut menggunakan teknologi
tinggi. Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan HAM di Medan dan
Surabaya tahun 2002 menunjukkan, bahwa kuota tenaga kerja bagi penyandang
cacat yang diwajibkan oleh UU tersebut di atas belum dipatuhi oleh perusahaan.
Padahal UU No.4 Tahun 1997 memiliki daya paksa untuk dijatuhkannya sanksi
pidana bagi pengusaha atau perusahaan yang tidak mematuhinya. Oleh karena itu
pihak Kepolisian dan Kejaksaan berwenang melakukan penyidikan atas
pelanggaran UU tersebut karena termasuk tindak pidana. Rendahnya
implementasi disebabkan antara lain ketidaktahuan, enggan melaksanakan, tidak
ada pengawasan baik dari pemerintah maupun masyarakat, serta tidak ada

6
penegakan hukum. Dengan demikian penyandang cacat perlu memahami hak-
haknya bukan berarti diistimewakan, tetapi juga jangan dimarginalkan.

2.4. Populasi Terlantar


Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidak memiliki
tempat tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur.
Tunawisma biasanya di golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan
tidak memiliki keluarga. Masyarakat yang menjadi tunawisma bisa dari semua
lapisan masyarakat seperti orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak
memiliki keterampilan, petani, ibu rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan
profesional serta ilmuwan. Beberapa dari mereka menjadi tunawisma karena
kemiskinan atau kegagalan sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan
lain menjadi tunawisma adalah kehilangan  pekerjaan, ditinggal oleh keluarga,
kekerasan dalam rumah tangga,  pecandu alkohol, atau cacat. Walaupun begitu
apapun penyebabnya, tunawisma lebih rentan terhadap masalah kesehatan dan
akses ke  pelayanan perawatan kesehatan berkurang.
Faktor Penyebab Munculnya Tunawisma
1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan
banyaknya gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemiskinan dapat
memaksa seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat
tinggal yang layak, serta menjadikan mengemis sebagai  pekerjaan.
Ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan
keluarga membuatnya dalam garis kemiskinan. Penghasilan yang tidak
menentu berbanding terbalik dengan  pengeluaran membuat seseorang rela
menjadi tunawisma untuk tetap  bertahan hidup.Selain itu anak dari
keluarga miskin menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi anak
jalanan karena kondisi kemiskinan yang menyebabkan mereka kerap kali
kurang terlindung.
2. Rendah Tingginya Pendidikan

7
Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan
seseorang. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia
kerja. Seseorang dengan pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan
sebuah pekerjaan yang layak. Sedangkan mereka juga memerlukan biaya
untuk mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Pada umumnya tingkat
pendidikan gelandangan dan  pengemis relatif rendah sehingga menjadi
kendala bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
3. Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayang dan
perlindungan yang lebih daripada lingkungan lain. Namun, hubungan
keluarga yang tidak harmonis atau anak dengan keluarga  broken home
membuat mereka merasa kurang perhatian,kemyamanan dan ketenangan
sehingga mereka cenderung mencari kebebasan, belas kasih dan
ketenangan dari orang lain.
4. Umur
Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yang menurun,
membuat seseorang lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini
menyebabkan mereka sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi
tunawisma merupakan alternatif terakhir mereka untuk  bertahan hidup.
5. Cacat Fisik
Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulit
mendapatkan pekerjaan. Kebanyakan seserang yang memiliki cacat fisik
memilih menjadi tunawisma untuk dapat bertahan hidup. Menurut Kolle
(Riskawati dan Syani, 2012) kondisi kesejahteraan seseorang dapat diukur
melalui kondisi fisiknya seperti kesehatan.
6. Rendahnya Keterampilan
Ketrampilan sangatlah penting dalam kehidupan,dengan
ketrampilan seseorang dapat memiliki asset produksi. Namun, ketrampilan
perlu digali salah satunya melalui pendidikan serta membutuhkan modal
pendukung untuk dikembangkan. Hal inilah yang menjadi penghambat
seseorang dalam mengembangkan ketrampilan yang dimilki.
Ketidakberdayaan inilah yang membuat seseorang memilih menjadi

8
tunawisma untuk bertahan hidup. Pada umumnya gelandangan dan
pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar
kerja.

7. Masalah Sosial Budaya


Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang
menjadi gelandangan dan pengemis. Antara lain:
a. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan
mereka tidak memiliki rasa malu untk meminta-minta. Dalam hal ini,
harga diri bukanlah sesuatu yang berharga  bagi mereka. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya tunawisma yang berusia produktif.
b. Sikap pasrah pada nasib
Mereka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka
sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada
kemauan untuk melakuan perubahan.
c. Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang
8. Faktor Lingkungan
Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan
banyak sekali ibu-ibu rumah tangga yang bekerja sebagai  pengemis.
Momen ini digunakan mereka mencari uang untuk membantu suaminya
mencari nafkah. Tentu hal ini akan mempengaruhinya untuk melakukan
pekerjaan yang sama, terlebih lagi melihat penghasilan yang didapatkan
lumayan untuk emmenuhi kebutuhan hidup.
9. Letak Geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya
membuat masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami
kemiskinan dan membuat masyarakat harus meninggalkan tempat tersebut
untuk mencari peruntungan lain. Akan tetapi, keputusannya untuk pindah
ke kota lebih memperburuk keadaan. Tidak adanya potensi yang alam

9
sedia untuk diolah membuat masyarakat tersebut semakin masuk dalam
garis kemiskinan, dan membuatnya menjadi gelandangan. Oleh karena itu
ia lebih memilih menjadi pengemis sehingga kebutuhan hidupnya sedikit
terpeuhi dengan uang hasil meminta-minta

10. Lemahnya penangan masalah gelandangan dan pengemis


Penanganan masalah gelandangan dan pengemis yang dilakukan
oleh pemerintah hanya setengah hati. Selama ini  penanganan yang telah
nyata dilakukan adalah razia, rehabilitasi dalam panti sosial, kemudian
setelah itu dipulangkan ketempat asalnya. Pada kenyataannnnya,
penanganan ini tidak menimbulkan efek jera bagi mereka sehingga suatu
saat mereka akan kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis. pada
proses penanganan hal yang dilakukan adalah setelah dirazia mereka
dibawa kepanti sosial untuk mendapat binaan, bagi yang sakit dan yang
berusia renta akan tetap tinggal di panti sosial sedangkan yang lainnya
akan dipulangkan. Proses ini dirasakan terlalu mudah dan enak bagi
gelandangan dan  pengemis sehingga ia tidak perlu takut apabila terjaring
razia lagi. hal inilah yang membuat mereka terus mengulang kegiatan yang
sama yakni menjadi gelandangan dan pengemis.
Faktor Perilaku Dan Psikososial Yang Menyebabkan Masalah
Kesehatan Pada Tunawisma
1. Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
a. Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi  
b. Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang
tidak layak
c. Tidak mendapatkan pelayanan yang baik
2. Gender
Adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis
kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Gender sebagai suatu
kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran jender
berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga
berbeda-beda.

10
3. Pendidikan yang rendah
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi
tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya
biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai
pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan indikator
kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender  berpengaruh pula
terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat
kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian
yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya.
Minimal dengan mempunyai  pendidikan yang memadai seseorang dapat
mencari liang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam mengambil
keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
4. Kawin muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada
wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini
banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia
tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua
cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung  jawabnya dan
diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini  berarti wanita
muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat  persalinan. Di samping itu
resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di
usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka  putus sekolah, pada akhirnya akan
bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan
keputusan.
5. Seks bebas
Dari perilaku seksual usia dini Anak jalanan perempuan, yang
mulai seks bebas yaitu anak-anak jalanan dengan usia dibawah 14 tahun
dan ada yang melakukan dengan saudaranya sendiri. Hal ini menyebabkan
anak jalanan rentan terhadap penyakit kelamin misalnya HIV atau AIDS.
6. Penggunaan Drugs

11
Anak jalanan perempuan rela melakukan hal apapun (merampas,
mencuri, membeli, hubungan seks) yang penting bisa mendapatkan uang
untuk membeli minuman keras, pil dan zat aditif lainnya. Mereka
menggunakan itu karena ingin menumbuhkan keberanian saat melakukan
kegiatan di jalanan. (P. Agus. A., 2015)
7. Eksploitasi Seksual
Keberadaan anak jalanan perempuan yang tinggal dijalanan sangat
rentan terhadap eksploitasi khususnya eksploitasi seksual seperti
pelecehan, penganiyaan secara seksual, pemerkosaan,  penjerumusan anak
dalam prostitusi dan adanya indikasi perdagangan anak keluar daerah.
Masalah Kesehatan Pada Tunawisma
1. Gangguan Fisik Akut
Pada umumnya tunawisma akan mengalami gangguan fisik akut
seperti:  No Gangguan fisik akut Gangguan fisik kronik
a. ISPA (infeks sistem pernfasan atas) Kecanduan alkohol dan zat lain
b. Trauma-cedera ringan hingga berat Hipertensi
c. Penyakit kulit Gangguan pencernaan
d. TBC Gangguan sistem saraf tepi
e. Terserng kutu dan tungau Masalah gigi
f. Gizi buruk/ kekurangan gizi Diabetes melitus
g. HIV/AIDS
2. Masalah Kesehatan pada Tunawisma Anak-Anak
Selain masalah kesehatan fisik, masalah lain juga banyak timbul
seperti :
a. Kegelisahan
b. Tidak mendapatkan/tidak lengkap untuk imunisasi
Gelandangan Di Indonesia
1. UUD 1945
Undang - Undang Dasar 1945 adalah Landasan konstitusional
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para pendiri negeri ini telah
merumuskannya, sejak Bangsa Indonesia Merdeka dari jajahan para
kolonialisme. UUD 1945 adalah sebagai hukum dasar tertinggi dalam

12
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. UUD 1945 telah di
amandemen empat kali pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002 yang telah
menghasilkan rumusan Undang - Undang Dasar yang  jauh lebih kokoh
menjamin hak konstitusional warga negara dan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, di Indonesia masih banyak
terdapat gelandangan, pengemis, masyarakat dalam keadaan fakir, miskin
dan terlantar. Dalam UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 berbunyi “Fakir Miskin
dan anak - anak yang terlantar dipelihara oleh negara”
2. Program atau kebijakan pemerintah tentang penanggulangan homeless
atau gelandangan di Indonesia
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 31 Tahun 1980, gelandangan dan
pengemis tidak sesuai dengan norma kehidupan  bangsa Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, karena itu perlu diadakan usaha-
usaha penanggulangan. Penanggulangan tersebut bertujuan untuk
memberikan rehabilitasi kepada gelandangan dan/atau pengemis agar
mereka mampu mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang
layak sebagai seorang warna negara Republik Indonesia.Dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 31 Tahun 1980 pasal 1, 5 dan 6, ada beberapa usaha
untuk menanggulangi gelandangan adalah sebagai berikut :
1) Usaha preventif
Adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan,
bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan,  pengawasan
serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya
dengan pergelandangan dan pengemisan sehingga akan tercegah
terjadinya :
a. Pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-
keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit
penghidupannya
b. Meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan
pengemisan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
dan kesejahteraan pada umumnya

13
c. Pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan
pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan ke
daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah
masyarakat. Dalam hal ini, usaha yang di maksud adalah dengan :
a) Penyuluhan dan bimbingan sosial
b) Pembinaan sosial
c) Bantuan sosial
d) Perluasan kesempatan kerja
e) Pemukiman lokal
f) Peningkatan derajat kesehatan
2) Usaha represif
Adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun
bukan dengan maksud menghilangkan  pergelandangan dan
pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat. Usaha
represif yang di lakukan sesuai PP No. 31 Tahun1980 Pasal 9 adalah
razia, penampungan sementara untuk di seleksi, dan pelimpahan. Dalam
pasal 12 disebutkan  bahwa setelah gelandangan di seleksi, tindakan
selanjutnya terdiri dari :
a. Dilepaskan dengan syarat  
b. Dimasukkan dalam panti sosial
c. Dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya
d. Diserahkan ke pengadilan
e. Diberikan pelayanan kesehatan
3) Usaha Rehabilitatif
Adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha
penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan
kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah
pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah
masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan
demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki
kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia
sebagai Warganegara Republik Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah

14
(PP) No. 31 Tahun 1980 pasal 7 di jelaskan bahwa pelaksanaan
penanggulangan gelandangan di atur lebih lanjut oleh Menteri Sosial,
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang
tugas masing-masing.
2.5. Bencana
Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang menyebabkan
Kerugian baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan masyarakat (Urata,
2008).Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab bencana disebut
hazard
( Urata,2008).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana adalah
Peristiwa pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian
ekologi,kerugian hidup bagi manusia serta menurunnya derajat kesehatan
sehingga memerlukan bantuan dari pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009).
Disaster menurut WHO adalah setiap kejadian, situasi, kondisi yang terjadi dalam
kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).
2.6. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Bencana
1. Faktor alami
Faktor alami merupakan keadaan mudah terjadinya bencana atau
kerentanan tergantung kondisi alam seperti bentuk geografis, geologi,
cuaca, iklim (Urata, 2008).
2. Faktor sosial
Faktor social adalah kerentanan akibat ulah manusia, contohnya:
pembangunan bangunan di daerah yang miring, meningkatnya angka
urbanisasi, kemiskinan, pengendalian bencana yang tidak tepat (Urata,
2008).
2.7. Jenis Bencana Alam
Jenis-jenis bencana alam terdiri 3 bagian (Urata, 2008)
1. Bencana alam ( natural disaster)
Bencana yang terjadi akibat kerusakan ekosistem dan telah terjadi
kelebihan kapasitas komunitas yang terkena dampaknya.

15
a. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng
bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
Gempa bumi menyebabkan kerusakan fisik sarana dan prasarana dan
menyebabkan banyak korban. Masalah kesehatan yang sering muncul
cacat karena patah tulang dan masalah sanitasi.
b. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat
berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas
racun, tsunami dan banjir lahar. Masalah kesehatan yang di hasilkan
adalah kematian, luka bakar, gangguan pernafasan akibat gas. Letusan
gunung merapi dapat menyebabkan masalah gizi karena menyebabkan
rusaknya tanaman, pohon serta hewan ternak.
c. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak
lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak).
Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang
timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
Tsunami menyebabkan kerusakan bangunan, tanah, sarana dan
prasarana umum, kerusakan sumber air bersih.
d. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
e. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu
daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan
debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai
pada alur sungai.
2. Bencana buatan manusia
Bencana buatan manusia adalah penyebabnya ditimbulkan oleh aktivitas
manusia contohnya kecelakaan kereta, kecelakaan kereta, kecelakaan
lalulintas, kebocoran gas.
3. Bencana khusus

16
Bencana khusus dibedakan menjadi empat kategori yaitu:
a. Tipe menyebar ke wilayah yang luas contohnya radio aktif dan nuklir
b. Tipe komplek jika terjadi bencana pertama di susul bencana kedua
dank ke tiga serta di susul penyebarannya.
c. Tipe gabungan atau campuran, bencana ini terjadi campuran antara
bencana alam dengan bencana akibat ulah manusia.
d. Tipe jangka panjang, tipe ini memerlukan waktu pengecekan lokasi
kejadian dan penyelamatan korban.

2.8. Kelompok Rentan


Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial menjadi korban,
sehingga perlu kita perlu memahami dua hal yang perlu mendapatkan fokus utama
adalah mengenali kelompok rentan dan meningkatkan kapasitas dan kemampuan
masyarakat dalam menanggulangi bencana. Kerentanan adalah keadaan atau sifat
manusia yang menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi bencana yang
berfokus pada pencegahan, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan dalam
menghadapi dampak tertentu.
Undang-undang penanggulangan bencana pada pasal 56 dan pasal 26 (1)
menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan adalah masyarakat yang
membutuhkan bantuan diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu
menyusui, lansia. Kerentanan dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kerentanan fisik
Adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi ancaman
bahaya tertentu, misalnya kekuatan rekonstruksi bangunan rumah pada
daerah rawan banjir dan gempa.
2. Kerentanan ekonomi
Adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
mengalokasikan dana utuk mencegas dan penanggulangan bencana.
3. Kerentanan social
Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman dan penanggulangan bencana, serta ingkat kesehatan yang
rendah.

17
4. Kerentanan lingkungan
Kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
2.9. Peran Perawat Dalam Bencana
Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi. Peran
perawat menurut fase bencana:
1. Fase pre impact
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemerintahan,
organisasi lingkungan, Palang Merah Nasinal, maupun lembaga-
lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan
simulasi memberikan tanggap bencana.
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka
meningkatkan tanggap bencana, meliputi usaha pertolongan diri
sendiri, pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga dan menolong
anggota keluarga yang lain, pembekalan informs cara menyimpan
makanan dan minuman untuk persediaan, perawat memberikan
nomer telepon penting seperti nomer telepon pemadam kebakaran,
ambulans, rumah sakit, memberikan informasi peralatan yang perlu
dibawa (pakaian, senter).
2. Fase impact
a. Bertindak cepat.
b. Perawat tidak memberikan janji apapun atau memberikan harapan
palsu pada korban bencana.
c. Konsentrasi penuh pada hal yang dilakukan.
d. Berkoordinasi dengan baik dengan tim lain.
e. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan merancang master
plan revitalizing untuk jangka panjang.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk

18
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi”
pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase).
TRIASE :
a. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam
kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma
dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, luka bakar derajat I-II.
b. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury
dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena
dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama
30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel,
fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat
II.
c. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan
dislokasi.
d. Hitam meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat
selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.
3. Fase post-impact
a. Memberikan terapi bagi korban bencana untuk mengurangi trauma.
b. Selama masa perbaikan perawat membantu korban bencana alam
untuk kembali ke kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik yang memerlukan pemulihan
dalam jangka waktu lama memerlukan bekal informasi dan
pendampingan.
2.10. Pelayanan Medis Bencana Berdasarkan Siklus Bencana
Kehidupan dan kondisi fisik serta psikis orang banyak akan mengalami
perubahan saat berhdapan dengan setiap siklus bencana. Oleh karena itu,
pelayanan medis yang dibutuhkan adalah yang juga akan berubah dalam
menanggulangi setiapsiklus bencana. Secara singkat akan diuraikan seperti di
bawah ini.
1. Fase akut dalam siklus bencana

19
Dilokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi
dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman adalah hal yang paling
diprioritaskan. Untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin,
maka sangat diperlukan lancarnya pelaksanaan Triage ( triase),
Treatment ( pertolongan pertama), dan transportation ( transportasi) pada
korban luka, yang dalam pelayanan medis bencana disebut dengan 3T.
selain tindakan penyelamatan secara langsung, dibutuhkan juga
perawatan terhadap mayat dan keluarga yang ditinggalkan, baik di rumah
sakit, lokasi bantuan perawatan darurat maupun ditempat pengungsian
yang menerima korban bencana.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana.
Pada fase ini, terjadi perubahan pada lingkungan tempat tinggal
yaitu dari tempat pengungsiam ke rumah sementara dan rumah yang
direhabilitasi. Hal-hal yang dilakukan diantaranya adalah :
memperhatikan segi keamanan supaya dapat menjalankan aktivitas hidup
yang nyaman dengan tenang, membantu terapi kejiwaan korban bencana,
membantu kegiatan-kegiatan untuk memulihkan kesehatan hidup dan
membangun kembali komunitas social
3. Fase tenang pada siklus bencana
Pada fase tenang diman tidak terjadi bancana, diperlukan
pendidikan penanggulangan bencana sebagai antisipasi saat bencana
terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan
melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas
peralatan pencegahan bencana baik di daerah-daerah maupun pada
fasilitas medis, srta membangun sistem jaringan bantuan.
2.11. Permasalahan Di Bidang Kesehatan
Berikut ini merupakan akibat – akibat bencana yang dapat muncul baik
langsung maupun tidak langsungterhadap bidang kesehatan.
1. Korban jiwa, luka, dan sakit ( berkaitan dengan angka kematian dan
kesakitan)

20
2. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjdai rentan dan
beresiko mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita
stress.
3. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan
menyebabkan keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat
perindukan vector penyakit.
4. Seringkali system pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusak,
besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban
bencana.
5. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun
dan berpotensi menyebabkan terjadinya KLB.
Penyakit penyakit yang sering kali diderita para pengungsi di Indonesia
tidak lepas dari kondisi kedaruratan lingkungan, antara lain diare, ISPA, campak
dan malaria. WHO mengidentifikasi empat penyakit tersebut sebagai The Big
Four. Kejadian penyakit spesifik sering muncul sesuai dengan bencana yang
terjadi. Banjir di Jakarta pada awal tahun 2007 selain menimbulkan peningkatan
kasus Diareyang tinggi, juga memunculkan kasus leptospirosis yang relative
besar, yaitu 248 kasus dengan 19 kematian (CFR 7,66 %). Sedangkan, gempa di
DIY dan jateng pada tahun 2006 mengakibatkan 76 penduduk menderita tetanus
dan 29 di antaranya meninggal dunia.
Meskipun dapat dikatakan dengan sepatah kata, ada bermacam-macam
penyebab bencana, kondisi kerusakannya, serta massa-massa terkena dampak, dan
lain-lain. Biasanya dalam menanggulangi bencana, maka bencana tersebut akan
dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana ( prevention and
preparedne phase)
2. Fase tindakan ( response phase) yang terdiri dari fase akut ( acute
phase) dan fase sub akut (sub acute phase)
3. Fase pemulihan ( recovery phase)
4. Fase rehabilitasi / rekonstruksi.

21
Fase fase ini terjadi secara berurutan sebelum dan sesudah bencana, dan
tindakan terhadap bencana pertama berhubungan dengan kesiapsiagaan untuk
bencana selanjutnya, sehingga hal ini disebut siklus bencana.
1. Fase pencegahan dan kesiapsiagaan bencana
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang
baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalsisir
berbagai kerugian yang ditimbulkan akibat bencanadan menyusun
perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta
perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap
bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu:
a. Pengkajian terhadap kerentanan
b. membuat perencanaan ( pencegahan bencana)
c. Pengorganisasian
d. Sistem informasi
e. Pengumpulan sumber daya
f. Sistem alarm
g. Mekanisme tindakan
h. Pendidikan dan pelatihan penduduk
i. Gladi resik.
2. Fase tindakan
Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat
yang nyata untuk menjaga diri sendiri dan harta kekayaan. Aktivitas
yang dilakukan secara kongkret yaitu :
a. Instruksi pengungsian
b. Pencarian dan penyelamatan korban
c. Menjamin qkeamanan dilokasi bencana
d. Pengkajian terhadap kerugian akibat bencana
e. Pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi
darurat,
f. Pengiriman dan penyerahan barang material
g. Menyediakan tempat pengungsian dan lain-lain.

22
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi
dengan membaginya menjadi fase akut dan fase sub akut. Dalam fase akut, 48 jam
pertama sejak bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan /
pelayanan medis darurat terhadap orang orang yang terluka pada saat mengungsi
atau dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya
permasalahan kesehatan dalam pengungsian.
3. Fase pemulihan
Fase pemulihan dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan,
tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat
dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti
sedia kala, ( sebelum terjadi bencana), orang-orang melakukan
perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah kerumah sementara,
mulai masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil memulihkan
lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi
lifeline dan aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Institusi
pemerintah juga memulai memberikan kembali pelayanan seqqcara
normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi
sambil terus memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini
bagaimanapun juga hanya merupakan fase pemulihan dan tidak
sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana
terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari
kondisi darurat ke kondisi tenang.
4. Fase Rehabilitasi / Rekonstruksi.
Jangka waktu fase Rehabilitasi / Rekonstruksi juga tidak dapat
ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau
masyarakat berusaha menegembalikan fungsi-fungsinya seperti
sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh
komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali
pada keadaan yang sama seperti sebelum mengalami bencana,
sehingga dengan menggunaan pengalamannya tersebut diharapkan
kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat dikembangkan
secara progresif.

23
2.12. Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan
Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka
penanggulangan bencana sector kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis dan
aspek kesehatan masyarakat. Pelaksanaanya tentu harus melakukan koordinasi
dan kloaborasi dengan sector dan program terkait. Berikut ini merupakan ruang
lingkup bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, terutama saat
tanggap darurat dan pasca bencana.
1. Sanitasi darurat.
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan
jamban :kualitas tempat pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai
standard. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan
meningkatkan resiko penularan penyakit.
2. Pengendalian vector.
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka
kemungkinan terdapat nyamuk dan vector lain disekitar pengungsi. Ini
termasuk timbunann sampah dan genagan air yang memungkinkan
tejadinya perindukan vector. Maka kegiatan pengendalian vector
terbatas saat diperlukan baik dalam bentuk spraying, atau fogging,
larvasiding, maupun manipulasi lingkungan.
3. Pengendalian penyakit.
Bila dari laporan pos pos kesehatan diketahui terdapat peningkatan
kasus penyakit, terutama yang berpotensi KLB, maka dilakukan
pengendalian melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus serta
penanggulangan faktor resikonya. Penyakit yang memerlukan
perhatian adalah diare dan ISPA.
4. Imunisasi terbatas.
Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama
orang tua, ibu hamil, bayi dan balita. Bagi bayi dan balita perlu
imunisasi campak bila dalam catatan program daerah tersebut belum
mendapatkan crash program campak. Jenis imunisasi lain mungkin
diperlukan ssuai dengan kebutuhan setempat seperti yang dilakukan
untuk mencegah kolera bagi sukarelawan di Aceh pada tahun 2005 dan

24
imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi sukarelawan di DIY dan jateng
apda tahun 2006.
5. Surveilanse Epidemologi.
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemologi
penyakit potensi KLB dan faktor resiko.atas informasi inilah maka
dapat ditentukan pengendalian penyakit, pengendalian vector, dan
pemberian imunisasi, informasi epidemologi yang harus diperoleh
melalui kegiatan surveilens epidemologi adalah :
a. Reaksi social
b. Penyakit menular
c. Perpindahan penduduk
d. Pengaruh cuaca
e. Makanan dan gizi
f. Persediaan air dan sanitasi
g. Kesehatan jiwa
h. Kerusakan infrastruktur kesehatan.

Menurut DepKes RI (2006a) manajemen siklus penanggulangan


bencana terdiri dari:
1. impact (saat terjadi bencana)
2. Acute Response (tanggap darurat)
3. Recovery (pemulihan)
4. Development (pembangunan)
5. Prevention (pencegahan)
6. Mitigation (Mitigasi)
7. Preparedness (kesiapsiagaan).
Aktivitas yang dilakukan untuk menangani masalah kesehatan
dalam siklus bencana dibagi menjadi 2 macam, yaitu pada fase akut untuk
menyelamatkan kehidupan dan fase sub-akut sebagai perawatan
rehabilitatif. Menurut DepKes RI (2006a) untuk mengetahui manajemen
penanggulangan bencana secara berkesinambungan, perlu dipahami siklus

25
penanggulangan bencana dan peran tiap komponen pada setiap tahapan,
sebagai berikut:
1. Kejadian bencana (impact)
Kejadian atau peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau
ulah manusia, baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan,
dapat menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik dan psikis,
kerusakan harta benda dan lingkungan, yang melampaui
kemampuan dan sumberdaya masyarakat untuk mengatasinya.
2. Tanggap darurat (acute response)
Upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang
bertujuan untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat
bencana, terutama penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi
dan pengungsian.
3. Pemulihan (recovery)
Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik
dampak fisik dan psikis, dengan memfungsikan kembali sarana dan
prasarana pada keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan
memperbaiki prasaran dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih,
pasar, Puskesmas dll) dan memulihkan kondisi trauma psikologis yang
dialami anggota masyarakat.
4. Pembangunan (development)
Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang
rusak akibat bencana. Pembangunan ini dapat dibedakan menjadi 2
tahapan. Tahapan yang pertama yaitu rehabilitasi yang merupakan
upaya yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu
masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas
sosial serta menghidupkan kembali roda ekonomi. Tahapan
yang kedua yaitu rekonstruksi, yang merupakan program
jangka menengah dan jangka panjang yang meliputi program
fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan
masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik.
5. Pencegahan (prevention)

26
Tindakan pencegahan yang harus dilaksanakan antara lain
berupa kegiatan untuk meningkatkan kesadaran/kepedulian
mengenai bahaya bencana. Langkah-langkah pencegahan
difokuskan pada intervensi terhadap gejala-gejala alam dengan
tujuan agar menghindarkan terjadinya bencana dan atau
menghindarkan akibatnya dengan cara
menghilangkan/memperkecil kerawanan dan meningkatkan
ketahanan/kemampuan terhadap bahaya.
6. Mitigasi (mitigation)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik
secara fisik struktural dengan pembuatan bangunan-bangunan fisik
maupun non- fisik struktural melalui perundang-undangan dan
pelatihan. Mitigasi merupakan semua aktivitas yang dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi derajat risiko jangka panjang dalam
kehidupan manusia yang berasal dari kerusakan alam dan buatan
manusia itu sendiri (Stoltman et al., 2004).
7. Kesiapsiagaan (preparedness)
Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana,
melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Persiapan adalah salah satu tugas utama dalam
disaster managemen, karena pencegahan dan mitigasi tidak dapat
menghilangkan vulnerability maupun bencana secara tuntas
2.13. Asuhan Keperawatan Klien Pasca Bencana
A. Pengkajian
1. Umum
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Agama

27
2. Khusus
a. Data Subjektif
- Menceritakan kejadian atau peristiwa yang tramatis
- Mengtakan takut atas bencana yang terjadi
- Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa yang dialami
-Mengatakan merasa tidak berguna
- Mengtakan was-was
- Merasa fikiran terganggu
- Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengna menceritakannya
lagi
- Mengingat peristiwa trauma
- Merasa malu
Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa jantung berdebar-
debar
b. Data Objektif
-Mengasingkan diri
-Menangis
-Marah
-Gelisah
-Menghindar
-Depresi
-Sulit berkomunikasi
-Keadaan mood terganggu
-Sesak dada
-Lemah
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluraga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap otimis dan
menghadapi suatu masalah termasuk dalam menghadapi kehilangan
b. Kesehatan Fisik

28
individu dengna keadaan fisik sehat, cara hidup teratur, cenderung
mempunyai kecenderungan mengatasi stress yang lebih tinggi di
bnadingkan dengan individu yang sedang mengakami gangguan fisik.
c. Kesehatan Mental atau Jiwa
individu yang mengalami kesehtan jiwa seperti depresi yang di tandai
dengan persaan tidak berdaya, pesimis, dan dibayangi dengan masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dengan situas kehilangna.
d. Pengalaman Kehilangan diMasa Lalu
kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa kanak-
kanak akan mempengaruhi individu dalam menghadapi kehilangan di
masa dewasa
4. Faktor Presipitasi
Strss yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial-
Spiritual antara lain, kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi
seksualitas, kehilagan keluarga dan harta benda. Individu yang kehilangan
sering menunjukan perilaku seperti menangis atau tidak mampu menangis,
marah, putus asa, kadang ada tanda upaya bunuh diri atau melukai orang
lain yang akhirnya membawa Pasien dalam keadaan depresi.
5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME
b. Kehadiran ditempat ibadah
c. Pentingnya agama dalam kehidupan Pasien
d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian
6. Orang-orang terdekat
a. Status perkawinan
b. Siapa orang terdekat
c. Anak-anak
d. Kebiasaan Pasien dalam tugas-tugas keluargan dan fungsi-fungsinya
e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit atau
masalah
f. Proses interasi apakah yang terdapat dalam keluarga.
g. Gya hidup keluraga : Diet aau pengajian

29
7. Sosial Ekonomi
a. Pekerjaan :Keuagan
b. Faktor-faktor lingkungan :rumah, pekerjaan, dan rekreasi
c. Penerimaan sosial terhadap penyakit atau kondisi : PMS,HIV,Obesitas
8. Kultural
a. Latar belakang etnis
b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit
c. Faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum
dan respon terhadap rasa sakit
d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan

B. Diagnosa
1. Berduka berhubungan dengan actual atau perasaan
2. Kecemasan berhubungan dengan kritis situasional, stress, perubahan
status, lingkungan, ancaman kematian, kurang pengetahuan
3. Takut berhubungan dengan perubahan status lingkungan (bencana alam)
4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kehilangan
( keluarga dan harta benda)
5. Resiko distress spiritual dengan faktor resiko perubahan lingkungan
bencana alam

C. Intervensi
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi
Hasil
Berduka berhubun NOC : NIC:
gan dengan actual Kontrol Koping  Bina dan jalin
atau perasaan setelah dilakukan hubungan saling
kehilangan ditandai tindakan keperawatan percaya.
dengan DO/DS : selama 3 kali  Identifikasi
- Penolakan pertemuan diharapkan kemungkinan faktor
terhadap individu mengalami yang menghambat
kehilangan proses berduka secara proses berduka

30
- Menangis normal, melakukan  Kurangi atau
- Menghindar koping terhadap hilangkan faktor
- Marah kehilangan sebagai penghambat proses
- Mengatakan bagian dari kehidupan berduka.
bersedih yang nyata dan harus  Beri dukungan
- dilalui, dengan terhadap respon
kriteria hasil : kehilangan pasien
- individu mampu  Tingkatkan rasa
mengungkapkan kebersamaan antara
perasaan duka. anggota keluarga.
- Menerima  Identifikasi tingkat
kenyataan kehilangan rasa duka pada fase
dengan perasaan berikut:
ramai Fase pengingkaran
- Membina hubungna  Memberi
baru yang bermakna kesempatan
dengan objek atau kepada pasien
orang yang baru untuk
mengungkapkan
perasaannya.
 Menunjukkan
sikap
menerima,ikhlas
dan mendorong
pasien untuk
berbagi rasa.
 Memberikan
jawaban yang
jujur terhadap
pertanyaan pasien
tentang sakit,
pengobatan dan

31
kematian.
  Fase marah
 Mengizinkan dan
mendorong
pasien
mengungkapkan
rasa marahnya
secara verbal
tanpa melawan
dengan
kemarahan.
c.  Fase tawar menawar
 Membantu pasien
mengidentifikasi
rasa bersalah
ddan perasaan
takutnya.
Fase depresi
 Mengidentifikasi
tingkat depresi
dan resiko
merusak diri
pasien
 Membantu pasien
mengurangi rasa
bersalah.
Fase penerimaan
Membantu pasien untuk
menerima kehilangan
yang tidak bisa
dielakkan
Kecemasan NOC : NIC :

32
berhubungan dengan - Kontrol Anxiety Reduction
krisis situasional, kecemasan (penurunan kecemasan)
stress, perubahan - Koping  Gunakan
status lingkungan, Setelah dilakukan pendekatan yang
ancaman kematian, asuhan selama 3 kali menenangkan
kurang pengetahuan. pertemuan klien  Nyatakan dengan
kecemasan teratasi jelas harapan
DO/DS: dgn kriteria hasil: terhadap pelaku
- Insomnia  Klien mampu pasien
- Kontak mata mengidentifikasi  Temani pasien
kurang dan untuk memberikan
- Kurang istirahat mengungkapkan  keamanan dan
- Berfokus pada diri gejala cemas mengurangi takut
sendiri  Mengidentifikasi,  Libatkan keluarga
- Iritabilitas mengungkapkan untuk mendampingi
- Takut dan menunjukkan klien
- Nyeri perut tehnik untuk  Instruksikan pada
- Penurunan TD dan mengontol cemas pasien untuk
denyut nadi  Vital sign dalam menggunakan
- Diare, mual, batas normal tehnik relaksasi
kelelahan  Postur tubuh,  Dengarkan dengan
- Gangguan tidur ekspresi wajah, penuh perhatian
- Gemetar bahasa tubuh dan  Identifikasi tingkat
- Anoreksia, mulut tingkat aktivitas kecemasan
kering menunjukkan  Bantu pasien
- Peningkatan TD, berkurangnya mengenal situasi
denyut nadi, RR kecemasan yang menimbulkan
- Kesulitan bernafas
kecemasan
- Bingung
 Dorong pasien
- Bloking dalam
untuk
pembicaraan
mengungkapkan
- Sulit
perasaan, ketakutan,

33
berkomunikasi persepsi
 Kelola pemberian
obat anti cemas
Takut berhubungan NOC : Anxiety NIC : Coping
dengan perubahan control Enhancement
status lingkungan Fear control  Bina dan jalin
( bencana alam), Setelah dilakukan hubungan saling
ditandai dengan tindakan percaya.
DS : Peningkatan keperawatan selama  Sediakan
ketegangan,panik, 3 kali pertemuan reinforcement
penurunan takut klien teratasi positif ketika pasien
kepercayaan diri, dengan kriteria hasil : melakukan perilaku
cemas  Memiliki informasi untuk mengurangi
DO : untuk mengurangi takut
 penurunan takut  Sediakan perawatan
produktivitas  Menggunakan yang
kemampuan tehnik relaksasi berkesinambungan
belajar  Mempertahankan  Kurangi stimulasi
 penurunan hubungan sosial lingkungan yang
kemampuan dan fungsi peran dapat menyebabkan
menyelesaikan  Mengontrol respon misinterprestasi
masalah takut  Dorong
 mengidentifikasi mengungkapkan
obyek ketakutan, secara verbal
 peningkatan perasaan, persepsi
kewaspadaan dan rasa takutnya
 Anoreksia  Perkenalkan dengan
 mulut kering orang yang
 diare, mual mengalami kejadian
 pucat, muntah bencana yang sama

 perubahan tanda-  Dorong klien untuk

tanda vital mempraktekan

34
tehnik relaksasi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Kasus
Geget naro merupakan suatu daerah yang setiap tahunnya terkena bencana
banjir, tahun ini daerah geget naro terkena bencana banjir, yang menurut warga in
i adalah banjir yang terbesar dari sebelum sebelumnya, banjir di daerah geget naro
mencapai 3 meter sehingga banyak warga yang mengungsi ke tempat pengungsian
di sekitar wilayag geget naro, karena rumah tempat tinggalnya sudah tidak dapat d
ihuni untuk sementara karena terkena banjir, di pengungsian warga tinggal di tend
a, sarana air bersih sangat kurang, warga mendapatkan sarana air bersih hanya unt
uk minum saja, sedangkan untuk mandi, gosok gigi dan cuci pakaian warga meng
gunakan air hujan atau menggunakan air dari sungai yang ada disekitar pengungsi
an, mck di wilayah pengungsian pun terbatas hanya ada 7 MCK yang tersedia unt

35
uk 100 warga pengungsi, tidak ada tempat pembuangan sampah khusus dikarenak
an tps tergenang air, sehingga sampah hanya di kumpulkan di area yang kosong se
hingga menimbulkan bau tidak sedap dan banyak lalat.
Ketika dilakukan pemeriksaan oleh tim medis dari puskesmas setempat, di
dapatkan 50 % balita terkena scabies dan 30 % balita terena diare, terdapat juga 1
balita yang meninggal karena diare, ketika warga di kaji oleh tim medis, warga me
ngatakan sulit untuk pergi ke pelayanan kesehatan karena hampir seluruh akses jal
an terkena banjir sehingga sulit dilalui, transportasi yang digunakan selama ini ada
lah perahu karet hanya tidak banyak, sehingga warga harus mengantri untuk bisa
menggunakannya.
Banyak warga yang terlihat menangis, murung ada juga yang sering meng
eluh karena mereka takut rumahnya hanyut, takut rumahnya rusak dan takut tidak
punya tempat tinggal, tidak punya pakaian dan barang barang lainnya karena rusa
k terkena banjir.

36
3.2. Pengkajian
Kode KK : Dusun Geget naro RW: RT:
:
I. DATA INTI (penduduk)
Nama Anggota
No Umur L/P Suku Ras Agama Pend Pek.
Keluarga

a. DATA DEMOGRAFI

b. GIZI
1. Frekuensi makan per hari : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Satu kali  2. Dua kali  3. Tiga kali
2. Cara pengolahan makanan di keluarga (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Dipotong-cuci-masak  2.Dicuci-potong-masak
 3. Potong-masak
3. Konsumsi Lauk-pauk (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Setiap hari  2. Kadang-kadang  3. Tidak pernah
4. Konsumsi sayur-sayuran : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Setiap hari  2. Kadang-kadang  3. Tidak pernah
5. Konsumsi buah-buahan: (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Setiap hari  2. Kadang-kadang  3. Tidak pernah
6. Konsumsi garam yodium : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Ya (30-80 ppm)  2. Tidak

37
7. Pantangan makan dalam keluarga : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Ikan  2. Sayur  3. Telur
c. KESAKITAN
8. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit (3 bulan
terakhir) : √ 1. Ya  2. Tidak
9. Bila ya, Sebutkan jenis penyakitnya : scabies dan diare
10. Sarana Pelayanan kesehatan yang sering digunakan keluarga jika
anggota keluarga sakit :
 1. Rumah sakit  3. Dokter praktek  5. Dukun
√ 2. Puskesmas  4. Mantri/bidan praktek  6.Lain-lain
sebutkan.............
d. KEMATIAN
11. Apakah ada anggota keluarga yang meninggal dalam satu tahun
terakhir : √ 1. Ya  2. Tidak
12. Bila ya, disebabkan oleh : √ 1. Sakit  2. Kecelakaan  3. Lain-
lain sebutkan diare
e. KIA/KB
a) Pasangan Usia Subur (PUS)
13. Jenis kontrasepsi yang dipakai PUS : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. IUD  4. Susuk  7. Vasektomy
 2. Suntik  5. Kondom  8. Alami
 3. Pil  6. Tubectomy
14. Bila tidak alasannya : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Dilarang suami  3. Tidak tahu
 2. Agama  4. Lain-lain sebutkan.....................
b) Ibu hamil (tidak terkaji dalam kasus)
15. Umur kehamilan :  1. 1 - 12 mg  2. 12- 24 mg  3. 24 -
36 mg  4. > 36 mg
16. Faktor Resiko kehamilan :  1. Resti (ada satu/lebih faktor
resiko)  2. Tidak Resti (tidak ada faktor resiko)
No Faktor Risiko
a Usia Bumil < 20 atau > 35 tahun
b Tinggi badan < 150 cm

38
c Jarak kehamilan < 2 tahun
d Kehamilan > 4 kali
e Riwayat keguguran sebelumnya
f Mempunyai riwayat tekanan darah
g tinggi (> 140/90 mmHg)
h Menderita penyakit berat (jantung,
i asma, DM, dll)
j Muntah-muntah yang berlebihan
k Sering pusing
l Kaki bengkak
Anemia (Hb < 10 gr%), lihat KMS
Bumil
Protein urine (+), lihat KMS Bumil
17. Berapa kali ibu memeriksakan kehamilannya :
(tidak terkaji dalam kasus)
 Tidak diperiksa  K1 (1-3x)  K4 (≥4x)
18. Bila Ya, Dimana : (tidak terkaji dalam kasus)
 Rumah sakit  Ke dokter praktek  Dukun beranak
 Puskesmas  Perawat/bidan praktek
 Lain-lain sebutkan.....................
19. Bila Tidak alasannya : (tidak terkaji dalam kasus)
 Dilarang suami
 Tidak tahu
 Lain-lain sebutkan.....................
 Agama
 Biaya
20. Apakah BUMIL mengkonsumsi tablet penambah darah saat ini :
(tidak terkaji dalam kasus)
 Ya  Tidak
c) Persalinan (satu tahun yang lalu) (tidak terkaji dalam kasus)
21. Pertolongan persalinan anak pada satu tahun terakhir oleh :
 Tenaga Kesehatan  Paraji
22. Bila ke Paraji, alasannya :

39
 Tidak tahu  Biaya  Budaya/kebiasaan masyarakat
 Lain-lain, sebutkan ............................
23. Tempat pertolongan persalinan :
 Rumah sakit  Di rumah
 Puskesmas  Bidan/dokter praktek
 Polindes
24. Kondisi bayi saat dilahirkan :
 Lahir hidup  Lahir mati  Lahir cacat
25. Adakah neonatus yang meninggal dalam 1 th terakhir :
 Ya  Tidak
26. Bila ya apa sebabnya :
 Tetanus  Diare  ISPA
 Lain-lain, sebutkan..................
d) Buteki (pada klg yang memiliki anak usia menyusu)
(tidak terkaji dalam kasus)
27. Apakah ada buteki :
 Ya  Tidak
28. Bila ya apakah ibu meneteki anaknya :
 Ya  Tidak
29. Bila ya usia anak berapa :
 1 hr-6 bulan  6 bl-2 tahun  Lebih 2 th
30. Bila tidak alasannya :
 Dilarang suami  Kecantikan
 Tidak tahu  Pekerjaan
 Penyakit  Lain-lain sebutkan..................
e) Bayi/Balita (pada klg yg memiliki bayi/balita)
(tidak terkaji dalam kasus)
31. Apakah bayi/balita diimunisasi :
 Ya  Tidak
32. Bila tidak diimunisasi alasannya :
 Tidak tahu  Tidak ada manfaatnya  Lain-lain
sebutkan....

40
33. Apakah anak memiliki KMS :
 Ya  Tidak
34. Bila ya, bagaimana BB anak (lihat KMS) :
 Bawah garis merah
 Di atas garis merah
 Tidak punya KMS
35. Apakah setiap bulan dibawa ke Posyandu :
 Ya  Tidak
36. Bila tidak alasannya
 Jauh dari posyandu
 Merasa tidak ada manfaatnya
 Tidak punya waktu
 Lain-lain sebutkan ......................
37. Apakah anak mendapat makanan tambahan :
 Ya  Tidak
38. Apakah anak mendapatkan vit A :
 Ya  Tidak
39. Pada umur berapa anak mendapatkan makanan pendamping ASI :
 < 4 bulan  4 bulan  ≥ 6 bulan
f) Kesehatan Remaja (pada klg yang memiliki remaja)
(tidak terkaji dalam kasus)
40. Penyakit yang dialami remaja 3 bulan terakhir
 Maag/gastritis
 TBC
 Asma
 Tipes
 HIV/AIDS
 Lain-lain, sebutkan ..................
41. Kegiatan remaja di luar sekolah yang dilakukan
 Keagamaan  Olah raga
 Karang taruna  Lain-lain sebutkan ...............
42. Penggunaan waktu luang :

41
 Begadang  Kursus keterampilan
 Rekreasi  Lain-lain sebutkan ................
43. Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan :
 Merokok
 Minum minuman keras
 Penggunaan obat-obatan/narkoba
 Lain-lain, sebutkan .........................
g) Kesehatan Dewasa
(tidak terkaji dalam kasus)
44. Penyakit yang sering diderita :
 Asma  Penyakit kulit
 TBC  Penyakit jantung
 Hipertensi  Gastritis
 Kencing manis  Lain-lain sebutkan ................
45. Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan :
 Merokok
 Minum minuman keras
 Penggunaan obat-obatan/narkoba
 Lain-lain, sebutkan .........................
h) Kesehatan Lansia (pada keluarga yg memiliki lansia)
(tidak terkaji dalam kasus)
46. Apakah lansia memiliki keluhan/penyakit :
 Ya  Tidak
47. Bila ya, apa :
 Asma  Penyakit kulit
 TBC  Penyakit jantung
 Hipertensi  Stroke
 Kencing manis  Lain-lain sebutkan ................
48. Apakah Lansia saat ini masih bekerja :
 1. Ya  2. Tidak
49. Upaya yang dilakukan jika Lansia sakit :
 1. Berobat ke dokter praktek  5. Pergi ke dukun/Paranormal

42
 2. Berobat ke Mantri  6. Tidak Berobat/Dibiarkan
 3. Berobat ke Puskesmas/RS  8. Lain-lain sebutkan ................
 4. Mengobati sendiri
50. Penggunaan waktu senggang :
 1. Senam  4. Pengajian
 2. Jogging  5. Bukan salah satunya
 3. Berkebun/bertani
85. Kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas berdasarkan
“KATZ” indeks
 1. Indeks A : ketergantungan penuh
 2. Indeks B : beberapa kegiatan dibantu
 3. Indeks C : mandiri
86. Kebiasaan lanjut usia :
 1. Merokok  2. Minum kopi
 3. Minum teh 4.Lain-lain, sebutkan.........................
II. LINGKUNGAN FISIK
a. Perumahan
(tidak terkaji dalam kasus)
51.Kepemilikan :
 1. Sewa  2. Menumpang  3. Milik sendiri
52.Jenis :
 1. Permanen  2. Semi permanen
 3. Tidak permanen (panggung)
53.lantai :
 1. Tanah  2. Papan  3. Tegel/semen
54.Ventilasi :
 1. > 10% dari luas lantai  2. < 10 % dari luas lantai
 3. Tidak ada ventilasi
55.Pencahayaan Sinar matahari:
 1. Masuk kedalam rumah  2. Tidak masuk kedalam rumah
56.Luas bangunan/orang :
 1. < 8m2 orang  2. ≤ 8m2 /orang

43
57.Pemanfaatan pekarangan :
 1. Sayuran  3. Tanaman obat keluarga
 2. Buah-buahan  4. Tanaman hias
b. Pembuangan
58.Tempat keluarga buang air besar :
 1. Sungai √ 4. WC
 2. Selokan  5. Lain-lain sebutkan.....................
 3. Sembarang tempat
59.Jenis WC : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Septik tank  2. WC cemplung
60.Jarak WC dengan sumber air : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. < 10 m  2. ≥ 10 m
61.Kondisi jamban : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Terawat  2. Tidak terawat
Keterangan: MCK di wilayah pengungsian pun terbatas hanya ada
7 MCK yang tersedia untuk 100 warga pengungsi.
c. Sumber air
62.Sumber air :
 1. PDAM  2. Sumur √ 3. Sungai  4. Mata air
63.Penyediaan air minum : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. PDAM  2. Sumur  3. Sungai  4. Mata air
64.Pengelolaan air minum (yang bersumber bukan dari air olahan/isi
ulang) (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Dimasak  2. Tidak dimasak
Keterangan: sarana air bersih sangat kurang, warga mendapatkan sa
rana air bersih hanya untuk minum saja, sedangkan untuk mandi, g
osok gigi dan cuci pakaian warga menggunakan air hujan atau men
ggunakan air dari sungai yang ada disekitar pengungsian.
d. Tempat penampungan air
65.Tempat penampungan air : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Bak  4. Torn
 2. Gentong  5. Lain-lain sebutkan.....................

44
 3. Ember
66.Kondisi : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Tertutup  2. Terbuka
67.Pengurasan : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. setiap hari  2. setiap 2 hari  3. setiap 3 hari
 4. Lain-lain, sebutkan.............
68.Kondisi air : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Berbau  3. Berasa
 2. Berwarna  4. Tidak berbau, tidak berasa dan tidak
berwarna
e. Pembuangan sampah dan limbah
69.Tempat pembuangan sampah :
 1. Tempat sampah umum  3. Sembarang tempat
 2. Sungai  4. Diangkut petugas
 5. Lain-lain, sebutkan ..............
70.Kondisi tempat sampah :
 1. Tertutup, kedap air √ 2. Terbuka, tidak kedap air
 3. Tertutup, tidak kedap air  4. Terbuka, kedap air
71.Tempat pembuangan air limbah : (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Got  5. Lain-lain, sebutkan...............
 2. Sungai  4. Penampungan
 3. Sembarang tempat
72.Kondisi saluran limbah :
 1. Terbuka  3. Lancar
 2. Tertutup √ 4. Tergenang
Keterangan: tidak ada tempat pembuangan sampah khusus
dikarenakan tempat pembuangan sampah tergenang air, sehingga
sampah hanya di kumpulkan di area yang kosong sehingga
menimbulkan bau tidak sedap dan banyak lalat.
f. Kandang ternak (tidak terkaji dalam kasus)
73.Kepemilikan kandang ternak :
 1. Ya  2. Tidak

45
74.Letak kandang ternak dengan rumah :
 1. Menempel dengan rumah  2. < 10 meter 3. ≥ 10 meter
75.Kondisi kandang :
 1. Terawat  2. Tidak terawat
III. PELAYANAN KESEHATAN & SOSIAL
76. Sarana kesehatan terdekat dengan rumah :
(tidak terkaji dalam kasus)
 Rumah sakit  Puskesmas
 Balai pengobatan  Praktik swasta (dokter, perawat, bidan)
77. Pemanfaatan sarana kesehatan :
 1. Ya √ 2. Tidak
78. Bila tidak, alasannya :
√ Sulit dijangkau  Biaya  Lain-lain sebutkan........................
79. Jenis UKBM yang ada : (tidak terkaji dalam kasus)
 Pos Yandu  Pos Bindu  Lain-lain, sebutkan ......................
80. Pos Yandu : (tidak terkaji dalam kasus)
 Jumlah Bayi ......
 Jumlah Bayi ......
 Jumlah Balita ......
 Jumlah Bayi & Balita yang memiliki KMS ......
 Jumlah Bayi & Balita yang datang bulan ini ......
 Jumlah Bayi & Balita yang naik timbangannya bulan ini ....
81. Pos Bindu (tidak terkaji dalam kasus)
 Jumlah pra lansia ......  Jumlah lansia ......
 Jumlah lansia resti ......
 Jumlah lansia memiliki KMS ......
 Jumlah lansia yang datang bulan ini ......
 Status gizi/IMT lansia berdasarkan KMS
 Gizi lebih : ........  Gizi normal .....  Gizi kurang .......
82. RW Siaga (tidak terkaji dalam kasus)
 1. Ada, berjalan  2. Ada, tidak jalan  3. Tidak
ada

46
 1. Strata 1  2. Strata 2  3. Strata 3
SOSIAL EKONOMI (tidak terkaji dalam kasus)
83. Penghasilan rata-rata per bulan

< 900.000
1

900.0 – 1.500.000
2

1..500.000- 2.500.000
3

> 2.500.000
4
84. Kepemilikan dana jaminan kesehatan:
 1. Askes  2. Askeski  3. Jamsostek  4. JPKM
 5. Tidak ada
IV. PENDIDIKAN (tidak terkaji dalam kasus)
85. Sarana Pendidikan
 PAUD  TK/TPA  SD/MI
 SMP/MTs  SLTA/MA  Akademi/PT
86. Tingkat pendidikan penduduk
 Tidak sekolah
 SD tamat
 SD tidak tamat
 SMP tamat
 SMP tidak tamat
 SLTA tamat
 SLTA tidak tamat
 Pernah Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi :  D1.  D2,  D3,  D4,  S1, 

S2,  S3
V. KEAMANAN DAN TRANSPORTASI
87. Perlindungan terhadap keamanan (tidak terkaji dalam kasus)
 Ada, sebutkan ..............
 Tidak ada, alasan ......................
88. Perlindungan terhadap sarana umum (sumber air, MCK, dll)
 Ada, sebutkan ..............
 Tidak ada, alasan .....................
89. Sarana tansportasi yang digunakan (tidak terkaji dalam kasus)
 Bis
 Angkot/angdes

47
 Ojeg
 Kendaraan sendiri
 Beca
 Sado/delman
 Jalan kaki
Keterangan: transportasi yang digunakan selama ini adalah perahu k
aret hanya tidak banyak, sehingga warga harus mengantri untuk bisa
menggunakannya.
90. Jenis kecelakaan/bencana yang sering terjadi
 Kecelakaan lalu lintas : meninggal
 Kecalakaan lalu lintas : patah tulang
 Kecelakaan lalu lintas : luka
 Kecelakaan binatang, sebutkan ..............
√ Lain-lain, sebutkan banjir
VI. POLITIK DAN PEMERINTAHAN (tidak terkaji dalam kasus)
91. Kebijakan pemerintah dalam kesehatan
Sebutkan: ..............................................................................................
92. Peran Parpol/LSM terhadap kesehatan
Sebutkan : .............................................................................................
VII. KOMUNIKASI (tidak terkaji dalam kasus)
93. Sarana komunikasi penduduk
 Papan pengumuman
 Speaker/pengeras suara masjid
 Surat
 Telepon/HP
 Lain-lain, sebutkan ..............
94. Bahasa yang digunakan

48
95.
 Asing
 Indonesia
 Daerah, sebutkan ..............
VIII. REKREASI (tidak terkaji dalam kasus)
96. Tempat rekreasi
Sebutkan ...............................................................................................
97. Pengguna
Sebutkan ..............................................................................................
98. Cara penduduk melaksanakan rekreasi
Sebutkan ...............................................................................................

3.3. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


No Data Etiologi Masalah
.
1. Data Lingkungan Ketidakmampuan Resiko Penurunan
Rumah masyarakat Derajat Kesehatan
DS: mengakses Masyarakat Geget
Warga mengatakan sulit pelayanan Naro berhubungan
untuk pergi ke pelayanan kesehatan. dengan
kesehatan karena hampir Ketidakmampuan
seluruh akses jalan terkena masyarakat
banjir sehingga sulit mengakses pelayanan
dilalui kesehatan.
DO:
Banjir di daerah geget
nero mencapai 3 meter
sehingga banyak warga
yang mengungsi ke tempat
pengungsian di sekitar
wilayah geget nero,
Karena rumah tempat
tinggalnya sudah tidak
dapat dihuni untuk

49
sementara karena terkena
banjir,
Di pengungsian warga
tinggal di tenda
2. Data Lingkungan Ketidakmampuan Resiko Penurunan
Rumah Masyarakat Kesehatan
DO: menyediakan Lingkungan di
WC fasilitas umum wilayah Geget Naro
MCK di wilayah yang menunjang berhubungan dengan
pengungsian pun terbatas (PHBS) Perilaku ketidakmampuan
hanya ada 7 MCK yang Hidup Bersih masyarakat
tersedia untuk 100 warga Sehat. menyediakan fasilitas
pengungsi. umum yang
Sumber Air menunjang (PHBS)
- Sarana air bersih sangat Perilaku Hidup Bersih
kurang, warga Sehat.
mendapatkan sarana air
bersih hanya untuk minum
saja, sedangkan untuk
mandi, gosok gigi dan cuci
pakaian warga
menggunakan air hujan
atau menggunakan air dari
sungai yang ada di sekitar
pengungsian.
3. Tempat Sampah
- Tidak ada tempat
pembuangan sampah
khusus dikarenakan TPS
tergenang air, sehingga
sampah hanya
dikumpulkan di area yang
kosong sehingga

50
menimbulkan bau tidak
sedap dan banyak lalat.
3. Kesehatan Bayi dan Ketidaktahuan, dan Penurunan Kesehatan
Balita ketidakmampuan Bayi dan Balita di
DO: Masyarakat dalam wilayah Geget Naro
Ketika dilakukan Memaksimalkan berhubungan dengan
pemeriksaan oleh tim Kesehatan Bayi/ Ketidaktahuan, dan
medis dari puskesmas Balita ketidakmampuan
setempat, didapatkan 50% (Memaksimalkan masyarakat Dalam
balita terkena scabies dan Pemeriksaan memaksimalkan
30% balita terkena diare, Kesehatan) kesehatan bayi/balita,
terdapat juga 1 balita yang
meninggal karena diare.
Kesehatan Dewasa Ketidakmampuan Resiko penurunan
DO: Dewasa dalam kesehatan Dewasa di
Banyak warga yang pengelolaan wilayah Geget Naro
terlihat menangis, murung mekanisme koping. berhubungan dengan
ada juga yang sering (kecemasan) Ketidakmampuan
mengeluh karena mereka Dewasa dalam
takut rumahnya hanyut, pengelolaan
takut rumahnya rusak dan mekanisme koping.
takut tidak punya tempat
tinggal, tidak punya
pakaian dan barang-barang
lainnya karena rusak
terkena banjir.

Daftar Diagnosa Keperawatan :

51
1. Resiko Penurunan Derajat Kesehatan Masyarakat Geget Naro berhubungan
dengan Ketidakmampuan masyarakat mengakses pelayanan kesehatan
2. Resiko Penurunan Kesehatan Lingkungan di wilayah Geget Naro
berhubungan dengan ketidakmampuan masyarakat menyediakan fasilitas
umum yang menunjang (PHBS) Perilaku Hidup Bersih Sehat.
3. Penurunan Kesehatan Bayi dan Balita di wilayah Geget Naro berhubungan
dengan Ketidaktahuan, dan ketidakmampuan masyarakat Dalam
memaksimalkan kesehatan bayi/balita
4. Resiko penurunan kesehatan Dewasa di wilayah Geget Naro berhubungan
dengan Ketidakmampuan Dewasa dalam pengelolaan mekanisme koping

52
3.4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Evaluasi
Sasaran Intervensi
Keperawatan Umum Khusus Kriteria Indikator
Resiko Setelah Setelah 2x pertemuan di Kognitif Masyarakat Seluruh Prevensi Primer
Penurunan dilakukan harapkan: mampu masyarakat a. Identifikasi pengetahuan
Derajat kegiatan 1. Meningkatnya mengungkapkan Geget Naro masyarakat mengenai
Kesehatan selama 1 pengetahuan cara pemeliharaan kesehatan
Masyarakat minggu masyarakat pemeliharaan lingkungan
Geget Naro diharapkan mengenai kesehatan b. Berdiskusi dengan masyarakat
berhubungan masalah pemeliharaan lingkungan mengenai :
dengan pemeliharaan kesehatan 1. Pentingnya menjaga
Ketidakmampuan kesehatan di lingkungan dan kebersihan
masyarakat masyarakat penyakit-penyakit 2. Perilaku membuang sampah
mengakses tidak terjadi yang akan sembarangan
pelayanan berpotensi timbul 3. Dampak yang ditimbulkan
kesehatan 2. Meningkatnya dari lingkungan tidak bersih
kesadaran dan
motivasi
masyarakat untuk

53
berperilaku hidup
sehat
Setelah 3x pertemuan, Afektif dan Kepala desa Kepala Prevensi Sekunder
diharapkan seluruh psikomotor Geget Naro desa Geget pembentukan kelompok kerja
warga Geget Naro mampu Naro kesehatan bersama Kepala desa
termotivasi untuk mengungkapkan Geget Naro :
berperilaku hidup sehat kegiatan untuk a. Penentuan jadwal dan lokasi
menumbuhkan gotong royong
motivasi b. Alat-alat yang diperlukan untuk
masyarakat kegiatan gotong royong
untuk hidup c. Memasukan pembuatan tempat
bersih dan sehat sampah tertutup ke dalam agenda
gotong royong
d. Pembersihan sampah
Setelah dilakukan 2x Psikomotor Pelayanan Pelayanan Prevensi Tersier
pertemuan diharapkan kesehatan Kesehatan a. Diskusi dengan tenaga kesehatan
masyarakat mengikuti terdekat mau yang ada tentang pentingnya
pemeriksaan kesehatan mengunjungi melakukan pemeriksaan
yang diadakan lokasi kesehatan di lokasi pengungsian
pengungsian Geger Naro

54
untuk b. Melakukan kolaborasi dengan
mengadakan tenaga kesehatan untuk
pemeriksaan mengadakan pemeriksaan
kesehatan kesehatan seluruh masyarakat
Geger Naro
Resiko Setelah Setelah dilakukan 2x Kognitif Masyarakat Masyaraka Prevensi Primer
Penurunan dilakukan pertemuan diharapkan : mampu t Geger a. Identifikasi pengetahuan
Kesehatan kegiatan 1. Masyarakat mengungkapkan Naro masyarakat mengenai PHBS
Lingkungan di selama 1 mengetahui pengetahuan b. Diskusikan dengan masyarakat
wilayah Geget minggu pentingnya PHBS mengenai mengenai :
Naro diharapkan 2. Masyarakat PHBS 1. pentingnya perilaku hidup
berhubungan penurunan mengetahui dampak bersih sehat
dengan kesehatan hidup tidak bersih 2. dampak hidup tidak bersih
ketidakmampuan lingkungan
masyarakat tidak terjadi
menyediakan
fasilitas umum
yang menunjang
(PHBS) Perilaku

55
Hidup Bersih
Sehat.

Penurunan Setelah Setelah dilakukan 2x Kognitif Keluarga Keluarga Prevensi Primer


Kesehatan Bayi dilakukan pertemuan diharapkan : dan mampu balita a. Identifikasi pengetahuan keluarga
dan Balita di kegiatan 1. Keluarga mengetahui psikomotor memahami dengan tentang scabies dan cara
wilayah Geget selama 1 mengenai penyakit mengenai scabies perawatannya
Naro minggu scabies yang dialami penyakit scabies b. Diskusikan dengan keluarga
berhubungan diharapkan balita dan mampu mengenai scabies dan cara
dengan kerusakan 2. Keluarga mampu melakukan perawatannya:
Ketidaktahuan, integritas merawat balita perawatan pada 1. Anjurkan balita mengenakan
dan kulit pada dengan scabies balita dengan pakaian yang longgar
ketidakmampuan balita teratasi scabies 2. Anjurkan untuk tidak
masyarakat menggaruk bila rasa gatal tiba
Dalam 3. Pertahankan kebersihan kulit
memaksimalkan balita
Setelah dilakukan 3x psikomotor Kader mampu Kader Prevensi sekunder
kesehatan
pertemuan diharapkan : melakukan a. Identifikasi pengetahuan kader
bayi/balita
1. Kader mampu pemantauan mengenai scabies
memantau balita balita dengan b. Diskusikan dengan kader untuk

56
dengan scabies untuk scabies membantu keluarga merawat dan
menghindari memantau balita dengan scabies
terjadinya infeksi agar tidak terjadi infeksi
Setelah dilakukan 2x Kognitif Keluarga Keluarga Prevensi primer
pertemuan diharapkan : dan mampu balita c. Identifikasi pengetahuan keluarga
1. Keluarga psikomotor memahami dan dengan mengenai diare dan cara
mengetahui melakukan diare perawatannya
mengenai perawatan pada d. Diskusikan dengan keluarga
penyakit diare balita dengan mengenai diare dan cara
2. Keluarga mampu diare perawatan balita dengan diare :
melakukan 1. memastikan asupan cairan
perawatan pada balita terpenuhi 1300mL/hari
balita dengan 2. ajarkan cara membuat larutan
diare oralit
Setelah dilakukan 1x Psikomotor Kader mampu Kader Prevensi Sekunder
pertemuan diharapkan : membuat a. Identifikasi pengetahuan kader
1. Kader larutan oralit tentang cairan oralit
mengetahui cara b. Diskusikan dengan kader
membuat larutan pembuatan larutan oralit
oralit

57
Setelah dilakukan 2x Psikomotor Posko bantuan Posko Prevensi Tersier
pertemuan diharapkan mampu bantuan a. Identifikasi kemampuan posko
posko bantuan di menyediakan bantuan untuk menyediakan
pengungsian mampu makanan makanan bergizi dan susu bagi
menyediakan makanan bergizi dan susu balita
yang bergizi untuk balita b. Diskusikan tentang penyediaan
yang penyediaan susu makanan bergizi dan susu bagi
balita
Resiko Setelah Setelah dilakukan 2x Kognitif Masyarakat Masyaraka Prevensi Primer
penurunan kegiatan pertemuan diharapkan dan mampu t a. Identifikasi perasaan cemas
kesehatan selama 1 masyarakat mampu : psikomotor mengungkapkan masyarakat
Dewasa di minggu 1. Menceritakan perasaannya, b. Identifikasi respon
wilayah Geget diharapkan kecemasannya dampak masyarakat terhadap perasaan
Naro tidak terjadi 2. Mengetahui kecemasannya, cemasnya
berhubungan penurunan dampak bagi dan melakukan c. Identifikasi cara masyarakat
dengan kesehatan kesehatan jika teknik nafas mengatasi rasa cemasnya
Ketidakmampuan dewasa kecemasannya dalam untuk d. Diskusikan dengan
Dewasa dalam terus mengatasi masyarakat dampak bagi
pengelolaan berkelanjutan kecemasannya kesehatan jika kecemasannya

58
mekanisme 3. Melakukan teknik terus berkelanjutan
koping nafas dalam jika e. Demostrasikan teknik nafas
merasa cemas dalam

59
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana.
Dengan banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap bencana harus
dilakukan dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan bencana tidaklah
sederhana, maka penanganan korban bencana harus dilakukan dengan
terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang mengalami berbagai sakit baik
fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani dengan baik dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan
kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana. Seharusnya
modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar secara aktif turut
melakukan tindakan tanggap bencana.
4.2. Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk
melakukan pelayanan kesehatan di daerah yang sedang mengalami bencana, oleh
karena itu diharapkan bagi mahasiswa keperawatan maupun perawat yang sudah
berpengalaman dalam praktik pelayanan kesehatan mau untk berperan dalam
penanggulangan bencana yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang didapat di
bangku perkuliahan sangat relevan dengan yang terjadi di masyarakat, yaitu
fenomena masalah kesehatan yang biasanya muncul di tempat yang sedang terjadi
bencana.

60
DAFTAR PUSTAKA

Wulandari, Sri. Dkk. 2017.Asuhan Keperawatan Pada Agregat dalam


Komunikasi Populasi Rentan :Penyakit Mental, Kecacatan, dan Populasi Terlantar
.

Darmawan, Lili. Dkk. 2017. Penyakit Mental, Kecacatan dan Populasi


Terlantar.

Imam B, Aisiyah. Dkk.2017. Askep Pada Agregat dalam Komunitas


Populasi Rentan (Penyakit Mental, Kecacatan, dan Populasi Terlantar).

61

Anda mungkin juga menyukai