Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Asuhan Keperawatan Komunitas Populasi Rentan:

Kecacatan

Dosen pembimbing

Nurulistyawan TP, S.kep., Ns., MNS

Disusun Oleh kelompok 5

Dita Nur Rahmawati (18021322)

Dita Sulistyowati (18021323)

Dwi Nur Indriastuti (18021324)

Ega Dwi Anggraini (18021325)

Eka Haryanti (18021326)

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (A)

SEMESTER VI

UNIVERSITAS AN-NUR

TAHUN AJARAN 2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Populasi Rentann:


kecelakaan” ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Komunitas II.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah kami menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih kepada semua pihak yang tulus dan ikhlas, telah memberikan bantuan dan
dorongan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.

2
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN.....................................................................................................1

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................4-5
B. Rumusan Masalah..........................................................................................5
C. Tujuan............................................................................................................5
D. Manfaat..........................................................................................................6-5

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................7

A. KONSEP TEORI...........................................................................................7
1. Populasi Rentan.......................................................................................7-8
2. Gangguan Mental.....................................................................................8-15
3. Penyandang Cacat/ Disabiliti...................................................................15-17
B. ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................18
1. Pengkajian................................................................................................18
2. Factors Contributing to Vulnerability......................................................18-19
3. Pengkajian Inti Komunitas.......................................................................19
4. Pengkajian sub-System............................................................................20-21
5. Persepsi dalam Komunitas.......................................................................21
6. Analisa Data.............................................................................................21-22
7. Perencanaan.............................................................................................22
8. Implementasi............................................................................................22
9. Evaluasi....................................................................................................22

BAB III PENUTUP...................................................................................................23

A. Kesimpulan....................................................................................................23
B. Saran..............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecacatan adalah adanya disfungsi atau berkurangnnya suatu fungsi yang
secara objektif dapat diukur/dilihat, karena adanya kehilangan atau kehilangan dari
bagian tubuh atau organ seseorang. Misalnya, tidak adanya tanggan, kelumpuhan pada
bagian tertentu dari tubuh. Kecacatan ini bisa selalu pada seseorang, yang dapat
menghasilkan perilaku perilaku yang berbeda pada individu yang berbeda, misalnya
kerusakan otak dapat menjadikan individu tersebut cacat mental, hiperaktif, buta dan
lain lainnya (Mangunsong, 1998).
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk).
Didalam pelajaran ekologi, populasi adalah sekelompok individu yang sejenis.
Apabila kita membicarakan populasi, haruslah disebut jenis individu yang dibicarakan
dengan menentukan batas-batas waktunya serta tempatnya. Jadi, populasi adalah
kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu.
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi
kondisi sesorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson,
Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengategorikan faktor
resiko kesehatan antara lain genetic, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu,
gaya hidup dan lingkungan. Jika sesorang dikatakan rawan apabila mereka
berhadapan dengan penyakit, bahaya atau outcome negative. Faktor pencetusnya
berupa genetic, biologi atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan
kelompok-kelompok sosial yang memiliki peningkatan resiko yang relative atau
rawan untuk menerima pelayanan kesehatan. Kenyataan menunjukan bahwa
Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kelompok rentan, tetapi tingkat implementasinya sangat beragam. Sebagian undang
undang sangat lemah pelaksanannya, sehingga keberadaannya tidak memberi manfaat
bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang belum
sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan bagi
perlindungan kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang
merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-

4
hak dan kepentoingan-kepentingan mereka melalui penegakakn hokum dan tindakan
legislasi lainnya. Hak asasi orang orang yang diposisiskan sebagai masyarakat
kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi
bagi kehidupan diri dn keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai
dampak bagi masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana teori tentang kecacatan dan populasi terlantar ?
2. Bagaimana tinjauan kasus pada Asuhan Keperawatan Komunitas populasi rentan :
kecacatan dan populasi terlantar ?
3. Bagaimana pembahasan asuhan keperawatan komuniats populasi rentan :
kecacatan dan populasi terlantar ?

C. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memahami dan menjelaskan mengenai Asuuhan Keperawatan Komunitas
Populasi rentan : kecatatan dan populasi terlantar.

Tujaun Khusus
1. Untuk mengetahui teori kecacatan dan populasi terlantar
2. Untuk mengetahui tinjauan kasus pada asuahan keperawatan komunitas populasi
rentan: kecacatan dan populasi terlantar
3. Untuk mengetahui pembahasan asuahan keperawatan komunitas populasi rentan :
kecacatan dan populasi terlantar

D. Manfaat
Terkait dengan tujuan maka makalah pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan
manfaat
1. Dari segi akademis, merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya
dalam asuahan keperawatan komunitas dalam bidang system komunitas II
2. Dari segi praktis, makalah pembelajaran ini bermanfaat bagi :
a. Bagi mahasiswa : dapat menjadi masukan bagi mahasiswa dalam asuahan
keperawatan komunitas.

5
b. Untuk penulis : dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis berikutnya yang
akan melakukan penulisan asuhan keperawatan komunitas dalam bidang
system komunitas II

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. KONSEP TEORI
1. Populasi Rentan
Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam
peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3)
Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang
yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam
penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok
masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir
miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human
Rights Reference disebutkan, bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok
Rentan adalah:
a. Refugees (pengungsi)

b. Internally Displaced Persons (IDPs) (orang orang yang terlantar)

c. National Minoritie (kelompok minoritas)

d. Migrant Workers (pekerja migran )

e. Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat


pemukimannya)

f. Children (anak)

g. Women (wanita)

Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan


adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam
menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku
umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat
didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.

7
Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.

2. Gangguan Mental (Mental Disorder)


Definisi Gangguan Mental (Mental Disorder) Istilah gangguan mental
(mental disorder) atau gangguan jiwa merupakan istilah resmi yang digunakan
dalam PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa). Definisi
gangguan mental (mental disorder) dalam PPDGJ II yang merujuk pada DSM-
III adalah: “Gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa adalah
sindrom atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup
bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
(distress) atau hendaya (impairment/disability) di adalm satu atau lebih fungsi
yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi
itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan
gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan orang dengan
masyarakat”. (Maslim, tth:7). Dari penjelasan di atas, kemudian dirumuskan
bahwa di dalam konsep gangguan mental (mental disorder) terdapat butir-butir
sebagai berikut:
a) Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa: Sindrom atau pola perilaku
Sindrom atau pola psikologik
b) Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain
berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ
tubuh, dll.
c) Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan
diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri,
dll).

(Maslim, tth:7). Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder) juga
dapat didefinisikan sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi
mental atau kesehatan mental, disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi
dari fungsifungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-

8
ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional atau struktural dari satu
bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan/mental (Kartono, 2000:80).

Pendapat yang 5 sejalan juga dikemukakan Chaplin (1981) (dalam


Kartono, 2000:80), yaitu: “Gangguan mental (mental disorder) ialah sebarang
bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap
tuntutan dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan
tertentu. Sumber gangguan/kekacauannya bisa bersifat psikogenis atau
organis, mencakup kasuskasus reaksi psikopatis dan reaksi-reaksi neurotis
yang gawat”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gangguan mental (mental


disorder) adalah ketidakmampuan seseorang atau tidak berfungsinya segala
potensi baik secara fisik maupun phsikis yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam jiwanya.

 Macam-Macam Gangguan Mental (Mental Disorder). Dalam menjelaskan


macam-macam gangguan mental (mental disorder), penulis merujuk pada
PPDGJ III (dalam Rusdi Maslim, tth:10), yang digolongkan sebagai
berikut:

a) Gangguan mental organik dan simtomatik adalah gangguan mental


organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau
gangguan sistematik atau otak yang dapat di diagnosis secara
tersendiri. Sedangkan gangguan simtomatik adalah gangguan yang
diakibatkan oleh pengaruh otak akibat sekunder dari penyakit atau
gangguan sistematik di luar otak (extracerebral). (Maslim, tth:22).
b) Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif. Gangguan yang
disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan
atau tidak menggunakan resep dokter). (Maslim, tth:36).
c) Gangguan skizofrenia dan gangguan waham. Gangguan skizofrenia
adalah gangguan yang pada umumnya ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh
afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).” (Maslim,
tth:46). Sedangkan gangguan waham adalah gejala ganguan jiwa di
mana jalan pikirannya tidak benar dan penderita itu tidak mau di

9
koreksi bahwa hal itu tidak betul; suatu jalan pikiran yang tidak
beralasan. (Sudarsono, 1993:272).
d) Gangguan suasana perasaan (mood/afektif). Gangguan suasana
perasaan (mood/afektif) adalah perubahan suasana perasaan (mood)
atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang
menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat).
(Maslim, tth:60).
e) Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres. Gangguan
neurotik, somatoform dan gangguan stes merupakan satu kesatuan dari
gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologis. (Maslim,
tth:72).
f) Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik. Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan
mengurangi berat badan dengan segaja, dipacu dan atau dipertahankan
oleh penderita (Maslim, tth:90).
g) Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa Suatu kondisi klinis
yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan
merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-
cara berhubungan dengan diri-sendiri maupun orang lain (Maslim,
tth:102).
h) Retardasi mental Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa
yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh terjadinya
hendaya keterampilan selama masa perkembangan sehingga
berpengaruh pada tingkat keceradsan secara menyeluruh (Maslim,
tth:119).
i) Gangguan perkembangan psikologis. Gangguan yang disebabkan
kelambatan perkembangan fungsifungsi yang berhubungan erat dengan
kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan berlangsung secara
terus menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang khas. Yang
dimaksud “yang khas” ialah hendayanya berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit yang lebih ringan
sering menetap sampai masa dewasa) (Maslim, tth:122).
j) Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanakkanak.
Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan aktivitas

10
berlebihan. Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya terlalu dini
tugas atau suatu kegiatan sebelum tuntas/selesai. Aktivitas berlebihan
(hiperaktifitas) ialah bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan yang relatif tenang (Maslim,
tth:136). Berkaitan dengan pemaparan di atas, Sutardjo A.
Wiramihardja (2004:15-16), mengungkapkan bahwa gangguan mental
(mental disorder) memiliki 7 rentang yang lebar, dari yang ringan
sampai yang berat. Secara ringkas dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
 Gangguan emosional (emotional distubance) merupakan integrasi
kepribadian yang tidak adekuat (memenuhi syarat) dan distress
personal. Istilah ini lebih sering digunakan untuk perilaku
maladaptive pada anak-anak.
 Psikopatologi (psychopathology), diartikan sama atau sebagai kata
lain dari perilaku abnormal, psikologi abnormal atau gangguan
mental.
 Sakit mental (mental illenes), digunakan sebagai kata lain dari
gangguan mental, namun penggunaannya saat ini terbatas pada
gangguan yang berhubungan dengan patologi otak atau
disorganisasi kepribadian yang berat.
 Gangguan mental (mental disorder) semula digunakan untuk nama
gangguan gangguan yang berhubungan dengan patologi otak, tetapi
saat ini jarang digunakan. Nama inipun sering digunakan sebagai
istilah yang umum untuk setiap gangguan dan kelainan.
 Ganguan prilaku (behavior disorder), digunakan secara khusus
untuk gangguan yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal
mempelajari kompetensi yang dibutuhkan ataupun gagal dalam
mempelajari pola penanggulangan masalah yang maladaptif. f)
Gila (insanity), merupakan istilah hukum yang mengidentifikasikan
bahwa individu secara mental tidak mampu untuk mengelolah
masalahmasalahnya atau melihat konsekuensikonsekuensi dari
tindakannya. Istilah ini menunjuk pada gangguan mental yang
serius terutama penggunaan istilah yang bersangkutan dengan

11
pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak pidana di hukum
atau tidak.

 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Gangguan Mental (Mental


Disorder).
Untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder), maka yang
perlu ditelusuri pertama kali adalah faktor dominan yang dapat
mempengaruhi kepribadian seseorang. Dalam hal ini, penulis merujuk
pada pendapat 8 Kartini Kartono (1982:81), yang membagi faktor dominan
yang mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder) ke
dalam tiga faktor, yaitu:
1) Faktor Organis (somatic), misalnya terdapat kerusakan pada otak dan
proses dementia.
2) Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan
reaksi psikotis pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain.
Kecemasan, kesedihan, kesakitan hati, depresi, dan rendah diri bisa
menyebabkan orang sakit secara psikis, yaitu yang mengakibatkan
ketidakseimbangan mental dan desintegrasi kepribadiannya. Maka
sruktur kepribadian dan pemasakan dari pengalaman-pengalaman
dengan cara yang keliru bisa membuat orang terganggu psikisnya.
Terutama sekali apabila beban psikis ternyata jauh lebih berat dan
melampaui kesanggupan memikul beban tersebut.
3) Faktor-faktor lingkungan (milieu) atau faktor-faktor sosial. Usaha
pembangunan dan modernisasi, arus urbanisasi dan industialisasi
menyebabkan problem yang dihadapi masyarakat modern menjadi
sangat kompleks. Sehingga usaha penyesuaian diri terhadap
perubahan-perubahan sosial dan arus moderenisasi menjadi sangat
sulit. Banyak orang mengalami frustasi, konflik bathin dan konflik
terbuka dengan orang lain, serta menderita macam-macam gangguan
psikis.
 Pencegahan Gangguan Mental
Tujuan utama pencegahan gangguan mental adalah membimbing
mental yangsakit agar menjadi sehat mental danmenjaga mental yang sehat

12
agar tetap sehat. Namun sebelumnya akan penulis paparkan terlebih
dahulu tentang pengertian pencegahan gangguan mental.
a) Pengertian Pencegahan Gangguan Mental
Dalam dunia kesehatan mental pencegahan didefinisikan sebagai
upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana dari
lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian.
(Prayitno, 1994:205).
Sementara AF. Jaelani (2000:87), berpendapat bahwa pencegahan
mempunyai pengertian sebagai metode yang digunakan manusia untuk
menghadapi diri sendiri dan orang lain guna meniadakan atau
mengurangi terjadinya gangguan kejiwaan. Dengan demikian
pencegahan gangguan mental didasarkan pada upaya individu terhadap
diri dan orang lain untuk menekan serendah mungkin agar tidak terjadi
gangguan mental sesuai dengan kemampuannya.
b) Upaya pencegahan
Banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan mulai
dari faktor yang mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada
dasarnya upaya pencegahan ialah didasarkan pada prinsip-prinsip
kesehatan mental. Prinsipprinsip yang dimaksud adalah:
 Gambaran dan sikap baik terhadap diri-sendiri Orang yang
memiliki kemampuan mnyesuaikan diri, baik dengan diri sendiri
maupun hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam
lingkungan, serta hubungan dengan Tuhan. Hal ini dapat diperoleh
dengan cara penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan
kepada diri-sendiri (Yahya, 1993:83).
 Keterpaduan atau integrasi diri Berarti adanya keseimbangan
antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan pandangan
(falsafah dalam hidup) dan kesanggupan mengatasi ketegangan
emosi (stres) (Yahya, 1993:84).
 Pewujudan diri (aktualisasi diri) Merupakan sebuah proses
pematangan diri dapat berarti sebagai kemampuan mempengaruhi
potensi jiwa dan memiliki gambaran dan sikap yang baik terhadap
diri-sendiri serta meningkatkan motivasi dan semangat hidup. Oleh

13
karena itu, agar terhindar dari gangguan mental, maka sedapat
mungkin mengaktualisasikan diri dan memenuhi kebutuhan dengan
baik dan memuaskan (Kartono, 1986:231). Dengan demikian
upaya pencegahan dapat berhasil apabila manusia dapat berpotensi
untuk menjadikan dirinya sebagai yang terbaik dan tidak hanya
pasrah pada kemampuan dasar manusia seperti menggembangkan
bakat dan sebagainya.
 Kemampuan menerima orang lain 10 Melakukan aktivitas sosial
dan menyesuaikan diri dengan lingkunagn tempat tinggal.
Lingkungan di samping sebagai faktor penyebab timbulnya
gangguan mental, juga memiliki peran penting dalam usaha
mencegah timbulnya gangguan mental. Sebab bagi individu yang
tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan dan kesulitan dalam
mengahadapi tuntutan dan persoalan yang dapat terjadi setiap hari.
(Syukur, 2000:13). Dalam ungkapan kata lain disebtkan bahwa
mereka yang tidak mempunyai ikatan status di masyarakat dan
mereka yang tidak mempunyai fungsi atau peran dalam masyarakat
lebih mudah mengalami gangguan kejiwaan. (Hawari, 1999:11).
Sebagai upaya pencegahannya manusia sedapat mungkin
menghindarinya, yaitu dengan melakukan aktivitas sosial dalam
masyarakat, dan lain sebagainya.
 Agama dan falsafah hidup. Dalam hal ini agama berfungsi sebagai
therapy bagi jiwa yang gelisah dan terganggu. Selain itu agama
juga berperan sebagai alat pencegah (preventif) terhadap
kemungkinan gangguan mental dan merupakan faktor pembinaan
(konstruktif) bagi kesehatan mental. (Daradjat, 1975:80). Dengan
keyakinan beragama, berarti seseorang telah hidup dekat dengan
Tuhan serta tekun menjalankan agama. Pada akhirnya akan
terwujud kesehatan mental secara utuh. Sedangkan falsafah hidup
merupakan wujud dari kumpulan prinsip atau nilai-nilai. Sehingga
setiap orang berusaha sesuai dengan ketentuannya. Dengan

14
demikian apabila seseorang memiliki falsafah hidup, maka akan
dapat menghadapi tantangannya dengan mudah (Fahmi, 1982:92).
 Pengawasan diri Agar dapat terhindar dari gangguan mental, maka
sedapat mukin melindungi diri dari dorongan dan keinginan atau
berbuat maksiat dengan mengawasi diri kita. Secara umum orang
yang wajar adalah orang yang mampu mengendalikan
keinginannya dan mampu menunda sebagian dari pemenuhan
kebutuhannya, serta bersedia meninggalkan kelezatankelezatan
dengan segera, demi untuk mencapai keuntungan (pahala) yang
lebih lama sifatnya serta lebih kekal. (Fahmi, 1982:114). Manfaat
lain dari pengawasan diri adalah menghindarkan seseorang dari
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma dan adat
yang berlaku. Berdasarkan pada eksplorasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pencegahan gangguan mental dimaksudkan
untuk mewujudkan kesehatan mental yang didasarkan pada
kemauan dan kemampuan setiap pribadi untuk merubah dari
masalah yang buruk agar menjadi baik.
3 .Penyandang Cacat / Disabilitas
Pengertian Penyandang Disabilitas Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia1 penyandang diartikan dengan orang yang menyandang
(menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa
Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak:
disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan.
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013
tentang Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas,
penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang
terdiri dari: penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental
serta penyandang disabilitas fisik dan mental. Orang berkebutuhan khusus
(disabilitas) adalah orang yang hidup dengan karakteristik khusus dan
memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena karakteristik
yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia mendapatkan
hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang
15
berkebutuhan khusus memiliki defenisi yang sangat luas, mencakup orang-
orang yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence
Quotient) rendah, serta orang dengan permasalahan sangat kompleks,
sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan. Penyandang
Cacat dalam pokok-pokok konvensi point 1 (pertama) pembukaan
memberikan pemahaman, yakni; Setiap orang yang mempunyai kelainan
fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan
dan hamabatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri
dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat
fisik dan mental. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10
Tahun 2013 tentang Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang
Disabilitas, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara
selayaknya, yang terdiri dari: penyandang disabilitas fisik, penyandang
disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik dan mental.
Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup
dengan karakteristik khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada
umumnya. Karena karakteristik yang berbeda inilah memerlukan
pelayanan khusus agar dia mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang
hidup di muka bumi ini.Orang berkebutuhan khusus memiliki defenisi
yang sangat luas, mencakup orang-orang yang memiliki cacat fisik, atau
kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta orang dengan
permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya
mengalami gangguan.
 Jenis-Jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini
berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-
masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan
berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas:
a. Disabilitas Mental, kelainan mental ini terdiri dari:
1) Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual,
di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata
dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.

16
2) Mental Rendah Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow
learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara
70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient)
di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
3) Berkesulitan Belajar Spesifik Berkesulitan belajar berkaitan dengan
prestasi belajar (achievment) yang diperoleh
b. Disabilitas Fisik, kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:
1) Kelainan Tubuh (Tuna Daksa) Tunadaksa adalah individu yang
memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-
muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau
akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
2) Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra) Tunanetra adalah
individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra
dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total
(blind) dan low vision.
3) Kelainan Pendengaran (Tunarungu) Tunarungu adalah individu
yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen
maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
Kelainan Bicara (Tunawicara) Adalah seseorang yang mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal,
sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan
bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan
disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang
disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun
adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan
bicara.
c. Disabilitas sensorik

17
Disabiliti sensorik adalah keterbatasan fungsi panca indra.
Yang termasuk jenis disabilitas ini, antara lain disabiliti wicara, rungu
dan netra.
Untuk membantu penyandang disabilitas netra, perlu
mempelajari cara khusus berinteraksi dengan mereka. Ketahuilah jenis
sentuhan dan nada bicara yang bisa digunakan untuk berkomunikasi.
Selain itu, sebelum membantu mereka juga diperlukan bertanya
terlebih dahulu apakah mereka memang membutuhkan bantuan atau
tidak.
Untuk berinteraksi dengan penyandang disabilitas wicara,
rungu atau rungu wicara membutuhkan keahlian dalam menggunakan
bahasa isyarat. Sebaiknya berbicara dengan tempo lebih lambat agar
mudah dimengerti.
d. Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual dapat ditandai dengan tingkat IQ
dibawah standar rata-rata, kesulitan memproses informasi dan
keterbatasan dalam berkomunikasi, bersosialisasi dan kepekaan
terhadap lingkungan. Beberapa jenis disabilitas intelektual adalah
down syndrome dan keterlambatan tumbuh kembang.
Perawatan untuk penderita disabilitas intelektual, pahami
terlebih dahulu bahwa mereka butuh waktu, kesabaran dan perhatian
lebih banyak. Pertama-tama, dibutuhkan waktu untuk mengajarkan
mereka memahami intruksi dalam bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti.
Selanjutnya, usahakan agar lingkungan tidak menimbulkan
tekanan atau stress bagi penyandang disabilitas. Lingkungan yang
terlalu berisik atau terlalu ramai dapat mengganggu konsentrasi mereka
sehingga menyebabkan stress.
Karena sulit mengolah intruksi dan rangsangan dari luar diri
mereka, penyandang disabilitas sering kali tidak menyadari keadaan
disekitar mereka. Untuk itu, perlu membantu mereka menyadari hal-
hal yang sedang terjadi. Untuk menjelaskanya, gunakan ilustrasi yang
mudah dipahami agar mereka mudah mengingatnya dan tahu tindakan
yang harus diambil jika menghadapi kondisi serupa dikemudian hari.

18
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Suatu proses tindakan untuk mengenal komunitas dengan mengidentifikasi
faktor positif dan negatif yang berbenturan dengan masalah kesehatan
2. Factors contributing to vulnerability
a. Keterbatasan sumber-sumber fisik ,lingkungan dan personal.
- Sumber fisik terdiri dari kemiskinan, dukungan sosial.
- Sumber lingkungan seperti lingkungan orang-orang berpenyakit
menular atau penyakit infeksi.
- Sumber personal yaitu keterbatasab pendidikan, pengangguran dan
tidak memiliki tempat tinggal.
b. Pengkajian komunitas menurut anderson and mcfarlane (2011) terdiri
dari :
- Pengkajian inti komunitas, terdiri dari sejarah wilayah, data demografi
dan etnik, satitistik vital, nilai, kepercayaan dan keyakianan dalam
komunitas.
- Subsystem yang terdiri dari lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan
social, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan,
komunikasi, pendidikan dan rekreasi.
- Persespsi dari masyarakat dan perawat
- Metode pengumpulan data dalam pengkajian komunitas terdiri dari
data langsung dan data pelaporan.
- Data langsung diperoleh dari wawancara dengan informan kunci,
obsevasi informan, windshield survey dan angket. Sedangkan
pelaporan diperoleh dari secondary analysis berupa hasil focus group
discuss atau community meeting, dokumen public, statistic kesehatan
dan data kesehatan yang lain. Selain itu bisa dari hasil survey berupa
data dari sample.
3. Pengkajian inti komunitas
a. Sejarah komunitas

19
Identifikasi terkait lamanya kelompok rentan (mental illnes, kecacatan,
kelompok terlantar) mulai ada, sejarah berdirinya komunitas tersebut (jika
komunitas berdiri secara formal), tujuan dan misi yang ingin dicapai.
- Komunitas melntal illness : populasi mental illness di rsj
- Komunitas kecacatan : hwpci, ppci
- Komunitas kelompok terlantar : populasi di dinas sosial
b. Demografi
Identifikasi terkait jumlah laki-laki dan perempuan, usia, termasuk
populasi yang homogen atau hetergoren.
c. Etnic
Catat indikator perbedaan kelompok etnic, perbedaan budaya atau
kebiasaan, ide maupun gagasan.
d. Nilai dan kepercayaan
Identifikasi adanya tempat-tempat ibadah, keyakinan populasi rentan
terhadap adanya tuhan dan kepercayaan kepada agama tentang kondisi
yang menimpa dirinya.
4. Pengkajian Sub System
a. Lingkungan fisik
Bagaimana kualitas udara, flora fauna, perumahan, batas wilayah, ruang
terbuka, area hijau, keindahan alam, air dan iklimnya. Kemudian bisa
dilanjutkan dengan identifikasi pemetaan daerah, apakah termasuk wilayah
luas atau sempit.
b. Pelayanan kesehatan dan sosial
Dengan mengamati keberadaan klinik, rumah sakit, kantor-kantor praktisi
kesehatan, puskesmas, IGD, rumah perawatan, fasilitas pelayanan social,
pelayanan kesehatan mental, apakah terdapat sumber daya di luar
komunitas tetapi digunakan oleh masyarakat. Fakta-fakta kondisi akut atau
kronis di komunitas, tempat-tempat perlindungan, adanya pengobatan
tradisional atau herbal.
c. Ekonomi
Dengan mengamati adanya pabrik industry, toko, tempat-tempat bekerja,
dimana biasanya orang berbelanja, apakah ada makanan khusus yang

20
dikonsumsi, atau apakah rata-rata mayoritas dalam populasi tersebut tidak
bekerja/ tidak beraktivitas
d. Transportasi dan keamanan
Mengidentifikasi bagaiaman anggota populasi biasa berkeliling wilayah,
apa tipe tranportasi umum yang bisa digunakan, apakah ada trotoar atau
area sepeda, apakah ada daerah khusus untuk dissabilitas, apakah
masyarakat merasa aman, layanan keamanan apa yang tersedia, apakah
ada pemadam kebakaran, kepolisian atau sanitasi lingkungan dalam
komunitas kelompok rentan (mental illnes, kecacatan dan populasi
terlantar).
e. Politik dan pemerintahan
Dengan mengamati apakah ada aktivitas politik seperti poster atau
pertemuan tertentu, mengamati apakah ada keterlibatan masyarakat dalam
membuat keputusan, mengamati jenis wilayah komunitas, apakah
termasuk kota, kabuapaten, kecamatan atau lainnya. Apakah kebijakan-
kebijakan yang diambil pemerintah menguntungkan untuk populasi rentan
f. Komunikasi
Mengamati adanya area yang biasanya digunakan masyarakat untuk
berkumpul, jenis koran yang digunakan oleh komunitas, apakah
masyarakat punya televise atau radio, apa yang biasa mereka lihat melalui
tv atau yang mereka dengar dari radio, apakah ada komunikasi formal atau
informal di masyarakat.
g. Edukasi
Dengan mengamati keberadaan sekolah di daerah tersebut, bagaiamana
keadaan sekolah tesebut (dapat diakses oleh kelompok cacat mental atau
populasi terlantar )bagaimana reputasinya, apakah ada papan
pengumuman, apakah papan tersebut difungsikan, apakah ada kegiatan
ekstrakurikuler, apakah ada layanan kesehatan sekolah, apa ada perawat
sekolah.
h. Rekreasi
Mengamati dimana anak-anak biasa bermain, apakah ada tempat-tempat
rekreasi di wilayah tersebut dan siapa yang biasanya datang ke tempat
tersebut, fasilitas apa saja yang tampak di tempat rekreasi itu adanya
tempat rekreasi khusus untuk penyandang dissabilitas.

21
5. Persepsi Dalam Komunitas
a. Persepsi penduduk
Mendengarkan bagaimana perasaan anggota komunitas tentang
komunitasnya, apa yang mereka identifikasi dari komunitasnya, apa
kekuatan dan apa masalah yang ada (pada kelompok rentan kecacatan dan
populasi terlantar) pada populasi mental illness identifikasi perasaan care
Giver dalam merawat individu atau kelompok mental illness.
b. Persepsi perawat
Dengan menuliskan pernyataan umum tentang kesehatan di komunitas,
apa kekuatannya dan apa masalah yang di temukan.
6. Analisa Data

Di RW 5 terdapat suatu populasi kelompok cacat dengan nama himpunan


penyandang cacat. Menurut kepala himpunan penyandang cacat, beberapa dari
komunitasnya tidak bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala
keluarga untuk mencari nafkah . Di RW 5 tidak tersedia program untuk
meningkatkan kesejahteraan penyandang cacat, sebanyak 23% penyandang
cacat mengalami stress karena faktor ekonomi, tidak ada lapangan pekerjaan
yang bersedia menanmpung penyandang cacat. Apa yang akan anda lakukan
sebagai perawat komunitas ?.

a. Diagnosa keperawatan komunitas : Manajemen Kesehatan Tidak Efektif


1) Data subyektif
Menurut kepala himpunan penyandang cacat, beberapa dari
komunitasnya tidak bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala
keluarga untuk mencari nafkah.
2) Data obyektif :
- Tidak tersedia program untuk meningkatkan kesejahteraan
penyandang cacat
- Sebanyak 23% penyandang cacat mengalami stress karena faktor
ekonomi.
- Tidak ada lapangan pekerjaan yang bersedia menanmpung
penyandang cacat
7. Perencanaan
- Perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam merumuskan perencanaan

22
- Perencanaan disusun bersama dengan masyarakat
- Perencanaan yang disusun menyesuaikan dengan sumber daya yang terkait
- Penanggung jawab program adalah dari perawat komunitas dan
masyarakat
- Perencanaan dimaksutkan untuk memberdayakan masyarakat
8. Implementasi
Implementasi pada keperawatan komunitas berfokus pada upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif
9. Evaluasi
- Evaluasi struktur difikuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempt pelayanan keperawatan diberikan.
- Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok tanpa
tekanan dan sesuai wewenang.
- Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kecacatan merupakan keterbatasan yang dialami makhluk hidup, khususnya


manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Keterbatasan ini bisa berupa
ketidakberfungsian organ tubuh sebagai mestinya.

Perubahan fisik sangat berpengaruh terhadap proses mental. Perubahan fisik dan
perkembangan fisik yang optimal berpengaruh pada kemampuannya beradaptasi dan
perkembangan terhadap lingkungan disekitarnya. Konsep diri yang baik akan lebih

23
mudah terbentuk dalam anugrah fisik yang baik. Sementara dengan cacar fisik
mungkin tidak mengalami ketidakpercayaan diri yang akhirnya berpengaruh besar
pada pembentukan konsep dirinya .

Populasi adalah sekelompok makhluk hidup dengan sepsis yang sama, yang hidup
pada suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini maka diharapkan untuk dapat mengaplikasikan pada
kehidupan yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T . 2006 . Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik , Jakarta : EGC

Mary A. Nies, Melaine McEwen.Keperawatan kesehatan komunitas dan


keluarga.2019.Elsevier.Singapore

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi.
Jakarta : Salemba Medika

Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd.

Smeltzer, & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Bedah Brunner dan Suddarth.
Jakarta : EGC

24
R, Fallen. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. (2010). Yogyakarta: Nuha Medika
Vaughan, 2000, General Oftamology, Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai