Anda di halaman 1dari 23

MK.

Keperawatan Komunitas II

MAKALAH KELOMPOK 1

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA POPULASI RENTAN

“POPULASI YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA”

Oleh :

Rizka Anggraini 19031003


M. ABD. Maulana 19031004
Ardiyansyah 19031005
Fadhila Putri 19031009
Nissa Hidayah 19031013
Reza Kurniawan Syahputra 19031018
Muhammad Farid 19031023
Liza Ermita 19031029
Lydia Prastika Pratami Yeti 19031034
Widya Aprilia Ningsih 19031035
Zakiyah Resha Ningsih 20033001

Dosen Pembimbing :
Ns. Abdurrahman Hamid, M. Kep., Sp.Kep.Kom

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait “Asuhan Keperawatan
Komunitas pada Populasi Rentan : Populasi yang Mengalami Gangguan Jiwa”.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas dalam mata kuliah Keperawatan Komunitas II. Selain itu, kami juga berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita semua. Kami
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Semoga apa yang dituangkan dalam makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan
umumnya teman-teman yang membaca.

Dengan ini, kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata, kalimat maupun
bahasa yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan
demi penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 24 Juni 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. I

KATA PENGANTAR................................................................................ II

DAFTAR ISI............................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 4


1.2 Tujuan................................................................................................... 4
1.3 Manfaat................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Populasi Rentan....................................................................... 6


2.2 Definisi Gangguan Mental.................................................................... 7
2.3 Macam-macam Gangguan mental ....................................................... 8
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Mental........................ 10
2.5 Asuhan Keperawatan Jiwa Komunitas................................................. 13

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian ............................................................................................. 14


3.2 Diagnosa Keperawatn............................................................................ 16
3.3 Perencanaan........................................................................................... 16
3.4 Implementasi.......................................................................................... 17

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan............................................................................................ 20
4.2 Saran....................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi
kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson,
Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor resiko
kesehatan antara lain genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup
dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan
penyakit, bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau
psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang
memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan
kesehatan.

Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan


perundangundangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat
implementasinya sangat beragam. Sebagian undang-undang sangat lemah
pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberi manfaat bagi masyarakat.
Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang belum sepenuhnya
mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan
kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan mayoritas
di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan kepentingan-
kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak asasi
orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi
secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya,
serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah keperawatan Komunitas
II.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan konsep populasi rentan
2. Mampu menarapkan asuhan keperawatan komunitas populasi rentan.
3. Mampu menentukan strategi promosi kesehatan
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini ialah agar mahasiswa dapat
memahami terkait asuhan keperawatan komunitas pada populasi rentang terkait populasi
yang mengalami gangguan jiwa.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Populasi Rentan
Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan
perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No.39
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat
yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia,
anakanak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.
Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang tergolong
ke dalam Kelompok Rentan adalah:
a) Refugees (pengungsi)
b) Internally Displaced Persons (IDPs) (orang orang yang terlantar)
c) National Minoritie (kelompok minoritas)
d) Migrant Workers (pekerja migran)
e) Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat
pemukimannya)
f) Children (anak)
g) Women (wanita)
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang
berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus
mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka
hadapi.
Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan penyandang
cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya. Dari sisi pengelompokkannya, maka penyandang cacat dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) hal : Penyandang cacat fisik, Penyandang cacat mental,
Penyandang cacat fisik dan mental.
2.2 Definisi Gangguan Mental (Mental Disorder)
Istilah gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa merupakan istilah
resmi yang digunakan dalam PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan
Jiwa). Definisi gangguan mental (mental disorder) dalam PPDGJ II yang merujuk pada
DSM-III adalah: “Gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa adalah
sindrom atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup
bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment/disability) di adalm satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam
segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di
dalam hubungan orang dengan masyarakat”. Dari penjelasan di atas, kemudian
dirumuskan bahwa di dalam konsep gangguan mental (mental disorder) terdapat butir-
butir sebagai berikut:
1) Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa: Sindrom atau pola
perilaku Sindrom atau pola psikologik
2) Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain
berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi
organ tubuh, dll.
3) Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk
perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, dll).
Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder) juga dapat didefinisikan
sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan
mental, disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi dari fungsifungsi
kejiwaan/mental terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan; sehingga muncul
gangguan fungsional atau struktural dari satu bagian, satu orang, atau sistem
kejiwaan/mental. Pendapat yang sejalan juga dikemukakan Chaplin (1981), yaitu:
“Gangguan mental (mental disorder) ialah sebarang bentuk ketidakmampuan
menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang
mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber gangguan/kekacauannya bisa
bersifat psikogenis atau organis, mencakup kasuskasus reaksi psikopatis dan reaksi-
reaksi neurotis yang gawat”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gangguan mental (mental disorder)
adalah ketidakmampuan seseorang atau tidak berfungsinya segala potensi baik secara
fisik maupun phsikis yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam jiwanya.
2.3 Macam-Macam Gangguan Mental (Mental Disorder).
Dalam menjelaskan macam-macam gangguan mental (mental disorder), penulis
merujuk pada PPDGJ III, yang digolongkan sebagai berikut:
1. Gangguan mental organik dan simtomatik
Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan
penyakit atau gangguan sistematik atau otak yang dapat di diagnosis secara
tersendiri. Sedangkan gangguan simtomatik adalah gangguan yang diakibatkan
oleh pengaruh otak akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistematik di
luar otak (extracerebral).
2. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif
Gangguan yang disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif
(dengan atau tidak menggunakan resep dokter).
3. Gangguan skizofrenia dan gangguan waham
Gangguan skizofrenia adalah gangguan yang pada umumnya ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).”
(Maslim, tth:46). Sedangkan gangguan waham adalah gejala ganguan jiwa di
mana jalan pikirannya tidak benar dan penderita itu tidak mau di koreksi
bahwa hal itu tidak betul; suatu jalan pikiran yang tidak beralasan.
4. Gangguan suasana perasaan (mood/afektif)
Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) adalah perubahan suasana perasaan
(mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang
menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat).
5. Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres
Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stes merupakan satu kesatuan
dari gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologis.
6. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor
fisik
Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi berat badan
dengan segaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita
7. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
Suatu kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung
menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang
dan cara-cara berhubungan dengan diri-sendiri maupun orang lain
8. Retardasi mental
Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan sehingga berpengaruh pada tingkat keceradsan secara
menyeluruh
9. Gangguan perkembangan psikologis
Gangguan yang disebabkan kelambatan perkembangan fungsifungsi yang
berhubungan erat dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan
berlangsung secara terus menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang
khas. Yang dimaksud “yang khas” ialah hendayanya berkurang secara
progresif dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit yang lebih ringan
sering menetap sampai masa dewasa)
10. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak-kanak.
Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan aktivitas
berlebihan. Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya terlalu dini tugas atau
suatu kegiatan sebelum tuntas/selesai. Aktivitas berlebihan (hiperaktifitas)
ialah bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang
menuntut keadaan yang relatif tenang. Berkaitan dengan pemaparan di atas,
Sutardjo A. Wiramihardja, mengungkapkan bahwa gangguan mental (mental
disorder) memiliki rentang yang lebar, dari yang ringan sampai yang berat.
Secara ringkas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Gangguan emosional (emotional distubance) merupakan integrasi
kepribadian yang tidak adekuat (memenuhi syarat) dan distress
personal. Istilah ini lebih sering digunakan untuk perilaku
maladaptive pada anak-anak.
b) Psikopatologi (psychopathology), diartikan sama atau sebagai kata
lain dari perilaku abnormal, psikologi abnormal atau gangguan
mental.
c) Sakit mental (mental illenes), digunakan sebagai kata lain dari
gangguan mental, namun penggunaannya saat ini terbatas pada
gangguan yang berhubungan dengan patologi otak atau
disorganisasi kepribadian yang berat.
d) Gangguan mental (mental disorder) semula digunakan untuk nama
gangguan gangguan yang berhubungan dengan patologi otak,
tetapi saat ini jarang digunakan. Nama inipun sering digunakan
sebagai istilah yang umum untuk setiap gangguan dan kelainan.
e) Ganguan prilaku (behavior disorder), digunakan secara khusus
untuk gangguan yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal
mempelajari kompetensi yang dibutuhkan ataupun gagal dalam
mempelajari pola penanggulangan masalah yang maladaptif.
f) Gila (insanity), merupakan istilah hukum yang
mengidentifikasikan bahwa individu secara mental tidak mampu
untuk mengelolah masalahmasalahnya atau melihat
konsekuensikonsekuensi dari tindakannya. Istilah ini menunjuk
pada gangguan mental yang serius terutama penggunaan istilah
yang bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang
melakukan tindak pidana di hukum atau tidak.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Mental (Mental Disorder)
Untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya gangguan mental (mental disorder), maka yang perlu ditelusuri pertama kali
adalah faktor dominan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Dalam hal ini,
penulis merujuk pada pendapat Tujuan utama pencegahan gangguan mental adalah
membimbing mental yangsakit agar menjadi sehat mental danmenjaga mental yang sehat
agar tetap sehat. Namun sebelumnya akan penulis paparkan terlebih dahulu tentang
pengertian pencegahan gangguan mental.
1) Pengertian Pencegahan Gangguan Mental
Dalam dunia kesehatan mental pencegahan didefinisikan sebagai upaya
mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana dari lingkungan yang dapat
menimbulkan kesulitan atau kerugian. Sementara AF. Jaelani, berpendapat bahwa
pencegahan mempunyai pengertian sebagai metode yang digunakan manusia untuk
menghadapi diri sendiri dan orang lain guna meniadakan atau mengurangi terjadinya
gangguan kejiwaan. Dengan demikian pencegahan gangguan mental didasarkan
pada upaya individu terhadap diri dan orang lain untuk menekan serendah mungkin
agar tidak terjadi gangguan mental sesuai dengan kemampuannya.
2) Upaya pencegahan
Banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan mulai dari faktor
yang mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada dasarnya upaya
pencegahan ialah didasarkan pada prinsip-prinsip kesehatan mental. Prinsipprinsip
yang dimaksud adalah:
a) Gambaran dan sikap baik terhadap diri-sendiri
Orang yang memiliki kemampuan mnyesuaikan diri, baik dengan diri
sendiri maupun hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam
lingkungan, serta hubungan dengan Tuhan. Hal ini dapat diperoleh dengan
cara penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri
b) Keterpaduan atau integrasi diri
Berarti adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri,
kesatuan pandangan (falsafah dalam hidup) dan kesanggupan mengatasi
ketegangan emosi (stres)
c) Pewujudan diri (aktualisasi diri)
Merupakan sebuah proses pematangan diri dapat berarti sebagai
kemampuan mempengaruhi potensi jiwa dan memiliki gambaran dan sikap
yang baik terhadap diri-sendiri serta meningkatkan motivasi dan semangat
hidup. Oleh karena itu, agar terhindar dari gangguan mental, maka sedapat
mungkin mengaktualisasikan diri dan memenuhi kebutuhan dengan baik
dan memuaskan. Dengan demikian upaya pencegahan dapat berhasil
apabila manusia dapat berpotensi untuk menjadikan dirinya sebagai yang
terbaik dan tidak hanya pasrah pada kemampuan dasar manusia seperti
menggembangkan bakat dan sebagainya.
d) Kemampuan menerima orang lain
Melakukan aktivitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkunagn
tempat tinggal. Lingkungan di samping sebagai faktor penyebab timbulnya
gangguan mental, juga memiliki peran penting dalam usaha mencegah
timbulnya gangguan mental. Sebab bagi individu yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan dan kesulitan dalam mengahadapi tuntutan dan persoalan yang
dapat terjadi setiap hari. Dalam ungkapan kata lain disebtkan bahwa mereka
yang tidak mempunyai ikatan status di masyarakat dan mereka yang tidak
mempunyai fungsi atau peran dalam masyarakat lebih mudah mengalami
gangguan kejiwaan. Sebagai upaya pencegahannya manusia sedapat
mungkin menghindarinya, yaitu dengan melakukan aktivitas sosial dalam
masyarakat, dan lain sebagainya.
e) Agama dan falsafah hidup
Dalam hal ini agama berfungsi sebagai therapy bagi jiwa yang gelisah dan
terganggu. Selain itu agama juga berperan sebagai alat pencegah (preventif)
terhadap kemungkinan gangguan mental dan merupakan faktor pembinaan
(konstruktif) bagi kesehatan mental. Dengan keyakinan beragama, berarti
seseorang telah hidup dekat dengan Tuhan serta tekun menjalankan agama.
Pada akhirnya akan terwujud kesehatan mental secara utuh. Sedangkan
falsafah hidup merupakan wujud dari kumpulan prinsip atau nilai-nilai.
Sehingga setiap orang berusaha sesuai dengan ketentuannya. Dengan
demikian apabila seseorang memiliki falsafah hidup, maka akan dapat
menghadapi tantangannya dengan mudah
f) Pengawasan diri
Agar dapat terhindar dari gangguan mental, maka sedapat mukin
melindungi diri dari dorongan dan keinginan atau berbuat maksiat dengan
mengawasi diri kita. Secara umum orang yang wajar adalah orang yang
mampu mengendalikan keinginannya dan mampu menunda sebagian dari
pemenuhan kebutuhannya, serta bersedia meninggalkan kelezatankelezatan
dengan segera, demi untuk mencapai keuntungan (pahala) yang lebih lama
sifatnya serta lebih kekal. Manfaat lain dari pengawasan diri adalah
menghindarkan seseorang dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan norma dan adat yang berlaku. Berdasarkan pada eksplorasi di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa pencegahan gangguan mental dimaksudkan
untuk mewujudkan kesehatan mental yang didasarkan pada kemauan dan
kemampuan setiap pribadi untuk merubah dari masalah yang buruk agar
menjadi baik.
2.5 Asuhan Keperawatan Jiwa Komunitas
2.5.1 Pengkajian

 Pendekatan konsep keperawatan : Neuman, Roy dan Orem

 Pertimbangan sosial dan ekonomi

 Pemeriksaan fisik Aspek Biologis

 Aspek Psikologis

 Aspek Pola Hidup

 Aspek Lingkungan

2.5.2 Perencanaan

 Pelaksanaan peran perawat: Case Finder, Helath Educator, Counselor, Direct


care, Provider, Population health advocate, Community assessor and developer,
monitor and evaluator of case, case manager, advocate, health program planner,
participant in developing health policies.

 Client empowerment and health education

 Menerapkan tingkat-tingkat pencegahan

 Promosi perubahan pola hidup

2.5.3 Evaluasi

 Evaluasi berfokus pada pencapaian tujuan

 Evaluasi dilakukan untuk membuat intervensi menjadi lebih efektif

 Evaluasi dilakukan jika suatu kegiatan selesai dilakukan jika suatu kegiatan
selesai dilaksanakan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
3.1 Pengkajian
1. Riwayat :
a. Usia penderita
b. Jenis ganguan jiwa yang pernah diderita: gangguan konsep diri: harga diri rendah,
memandang dirinya tidak sebaik teman-temannya di sekolah.
c. Riwayat trauma : mengkaji adanya trauma atau takut yang berlebihan yang pernah
dialami pasien
d. Konflik : mengkaji konflik apa saja yang pernah dialami pasien seperti
perceraian, pemerkosaan, penganiayaan dll.
2. Demografi
a. Vital statistik: dikaji mengenai tekanan darah, respirasi rate, frekuensi nadi, suhu tubuh
pasien
b. Agama       
c. Budaya       
Pengkajian ini perlu dapat mengetahui tradisi khusus yang dimiliki pasien sesuai
dengan agama dan budaya pasien, sehingga tidak terjadi cultural shock saat
memberikan asuhan keperawatan.
3. Data Delapan subsistem
a. Lingkungan fisik
 Kualitas udara : adanya sumber air, dan pemenuhan ketersediaan air bersih.
 Tingkat kebisingan : ada tidaknya sumber kebisingan seperti terdapat pabrik
ataupun industry, kendaraan bermotor yang berlalu-lalang yang timbul akibat lebih
banyak penduduk yang menggunakan sepeda untuk beraktifitas sehari-hari.
 Jarak antar rumah : apakah jarak rumah jauh, sedang,dekat,atau sangat dekat.
Adanya pagar pembatas untuk tiap-tiap rumah. Kepadatan penduduk yang tergolong
jarang, sedang, padat atau sangat padat. Faktor pengganggu seperti hewan buas
ataupun hewan pemangsa. Tingkat pendidikan dominann warga masyarakat, sarana
pendidikan sudah memeadai atau belum (khususnya sarana pendidikan jiwa).
b. Keamanan & transportasi
 Keefektifan penggunaan pos kambling/pos keamaan desa, masih atau tidak
berfungsinya ronde keliling yang ada di masyarakat, dan sistem keamanan yang
diterapkan di wilayah tersebut serta keamaan desa (seperti ada tidaknya kasus
pencurian, perampokan, dan keamanan akses jalan di wilayah tersebut).
 Sarana tranportasi yang biasa digunakan sebagai alat transportasinya (jalan kaki,
motor, angkot, mobil, dll).
c. Petugas di jalan raya
 Petugas dijalan raya apakah sudah bekerja seoptimal atau belum dapat dilihat dari
angka kejadian kecelakaan yang terjadi, ketertiban tiap pengendara dalam
menggunakan pengaman berkendara seperti helm SNI, motor yang berstandar
ataupun sabuk pengaman.
d. Politik & pemerintahan
 Perhatian pemerintah daerah (Pemda) setempat terhadap kejadian gangguan jiwa di
masyarakat.
 Adanya skrining berkala untuk mendeteksi warga dengan gangguan jiwa.
 Adanya aturan pemda tentang jiwa di masyarakat dan perlindungan untuk pasien
jiwa.
 Stigma negatif untuk orang dengan gangguan jiwa masih melekat atau tidak dalam
kehidupan masyarakat.
 Situasi politik di masyarakat apakah terlihat atau tidak.
e. Pelayanan umum dan kesehatan
 Keterjakauan faskses dan alkes pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat, dapat
dilihat dari ada atau tidaknya puskesmas pembantu di wilayah tersebut, jarak akses
pustu dengan tempat tinggal penduduk, adanya pelayanan kesehatan jiwa yang
diberikan, jenis pelayanan yang biasanya dilakukan untuk mencegah atau menurunkan
kasus gangguan kejiwaan (seperti memberikan penyuluhan sederhana terkait stress dan
dampaknya jangka panjang), serta jenis pelayanan umum (seperti kesehatan ibu dan
anak, KB, imunisasi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sakit umum, seperti
flu, batuk, panas).
f. Komunikasi
Komunikasi yang digunakan diwilayah tersebut adalah adanya musyawarah mufakat,
alat/media komunikasi (handphone, informasi lisan (dari mulut kemulut), surat dsb),
brosur) khususnya terkait dengan informasi mengenai kesehatan jiwa.
g. Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat, peluang penghasilan tambahan masyarakat.
h. Rekreasi
Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga, dampak rekreasi terhdap kesehatan
jiwa masyarakat.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan yang mungkin muncul dalam gangguan kejiwaan di komunitas


yang terjadi pada anak (gangguan kecemasan, ganguan perilaku, gangguan
perkembangan, gangguan makan, gangguan eliminasi, gangguan afektif, skizofrenia,
gangguan TIC), lansia (gangguan kecemasan, gangguan depresi, skizofrenia, parafrenia,
gangguan jiwa afektif, dan neurosis).

3.3 Perencanaan
a) Tujuan jangka panjang
Koping komunitas di kelurahan menjadi efektif dalam menjalani masalah.
b) Tujuan jangka pendek
a. Orangtua di kelurahan patimuan dapat mengatasi stres.
b. Tidak terjadi kekerasan pada remaja di kelurahan patimuan.
c. Remaja di kelurahan patimuan tidak lagi takut dengan orangtuanya.
d. Percaya diri paa remaja di kelurahan patimuan meningkat.
e. Kedekatan orang tua dan remaja menjadi lebih baik.
3.4 Implementasi

Dx Tujuan Umum Tujuan Khusus Strategi Rencana Kegiatan Sumber

.I Setelah dilakukan Setelah dilakukan tind. Proses kelompok 1. Pembentukan kelompok kerja 1. Kader kesehatan
tind.keperawatan selama 3 keperawatan selama 1 minggu: kesehatan jiwa di desa 2. Tokoh masy.
minggu diharapkan orangtua bisa
Warga Kelurahan Patimuan 2. Pembentukan kelompok 3. Maha siswa
melakukan tindakan koping yang
efektif. dapat membentuk kelompok pendukung seperti kelompok 4. Materi ttg kesehatan
kerja kesehatan jiwa di desa
pengajian, kelompok diskusi jiwa
dan kelompok pendukung .
kesehatan jiwa.

Setelah dilakukan tind Pedidikan 2.9 Latihan kepemimpinan 1. kader kesehatan


keperawatan  selama 2 minggu kesehatan Jiwa (mengadakan training motivasi) 2. Tokoh masy.
warga kelurahan patimuan melalui Formasi
2.10 Edukasi (penyuluhan 3. Tokoh Agama
dapat melakukan demonstrasi kepemimpinan
ttg bagaimana cara tentang bagaimana cara 4. mahasiswa
menyelesaikan suatu masalah memecahkan masalah) 5. materi tentang
yang baik.
kesehatan jiwa

Setelah dilakukan tind. Pemberdayaan dan 1. Pembinaan keluarga sehat dan 1. Kader kesehatan
keperawatan selama 3 minggu kemitraan anggota keluarga resiko gang. 2. Tokoh masy.
warga kelurahan patimuan jiwa membahas kasus terkait 3. Maha siswa
dapat melakukan studi kasus
manajemen stress dan di 4. Materi tentang
tentang masalah yang sering
dihadapi diskusikan. kesehatan jiwa
2. Pembinaan kelompok & masy.
melalui kunjungan Perawat
Puskesmas/ Komunitas
3. Kerjasama LP dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten berupa
pengadaan kegiatan rutin Life
Skill Education dan LS berupa
pelatihan kewirausaan dari Dinas
Perikanan.

Setelah dilakukan Intervensi 1. Terapi modalitas keperawatan 4. Perawat


tind.keperawatan selama 4 profesional berupa pemberian teknik relaksasi 5. Tokoh masy.
minggu warga kelurahan
nafas dalam. 6. Tokoh agama
patimuan dapat melakukan
studi kasus tentang masalah 2. Terapi komplementer berupa 7. Maha
yang sering dihadapi manajemen stress siswa
3. Pemberian bimbingan keagamaan
(spiritual)
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi
kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat. Pandera
mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain genetik, usia, karakteristik biologi,
kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila
mereka berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya
berupa genetik, biologi atau psikososial.

Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang memiliki


peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan kesehatan. Makna
kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua
segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan
merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu
secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain.

4.2 Saran
Adapun saran yang penulis dapat berikan antara lain :

a) Bagi petugas kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat memahami dan


nantinya mampu mengaplikasikan secara langsung mengenai konsep community
mental health nursing dalam dunia kerja.
b) Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan diharapkan mampu
mengetahui, memahami mengenai konsep community mental health nursing dan
mempraktikan secara langsung dalam praktik lapanngan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta:
EGC.

Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-V.
Cetakan 2 Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya.
Jakarta : PT Nuh Jaya.

Nies, Mary A dan Melanie McEwen. 2015. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan
Keluarga, edisi Indonesia pertama. Singapore: ELSEVIER

22
23

Anda mungkin juga menyukai