Anda di halaman 1dari 25

Keperawatan Gawat Darurat

LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK 1


“It is a worse pain?”

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. T. Abdur Rasyid M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU

2023
DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1:

Leader : Tiara Afrianti Nur (20031005)

Scriber : Suci Rahmadani (20031002)

Notulen : Lydia Prastika Pratami Yeti (19031034)

Anggota :

1. Widya Aprillia Ningsih (19031035)


2. Muhammad Ramadani (19031075)
3. MOHD Akmal Alamsyah (20031001)
4. Riski Wahyuni (20031003)
5. Desriana Fadillah (20031004)
6. Niken Retno Wulan (20031006)
7. Suheddri (20031007)
8. Fitra Ramadhani. Nasution (20031008)
9. Bagus Zakaria (20031009)

2
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya-lah
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.laporan ini kami buat guna
memenuhi tugas dari dosen. Laporan ini membahas scenario yang berhubungan dengan “It is
a worse pain?”, semoga denagn laporan yang kami susun ini kita sebagai mahasiswa dapat
menambah dan memperluas pengetahuan kita.
Kami mengetahui laporan yang kami susun ini masih sangat jauh dari kata sempurna,
maka dari itu kami masih mengaharapkan kritik dan saran dari bapak/ibu selaku dosen-dosen
pwmbimbing kami serta teman-teman sekalian, karena kritik dan saran itu dapat membangun
kami dari yang salah menjadi benar.
Semoga laporan yang kami susun ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kkita, akhir
kata kami mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 12 April 2023

Penulis

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Penulisan Kasus

“It is a worse pain?”

Tn. S berusia 63 th dating ke IGD dengan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar ke
lengan dan pundak kiri disertai sesak nafas sejak 4 jam SMRS dengan skala nyeri 9/10,
pasien riwayat perokok menghabiskan 3 bungkus rokok/hari. Pasien riwayat hipertensi
sejak 10 tahun yang lalu namun tidak berobat rutin. Pasien memiliki orang tua
meninggal karena penyakit jantung. Hasil pemeriksaan: TD 180/100 mmHg, frekuensi
nadi 132x/mnt, frekuensi napas 30x/mnt, suhu 38 C, satO2 90%, hasil pemeriksaan
ronkhi lobus distal bilateral. JPV 5 + 4 cmH2O, tidak ada pembesaran jantung, suara
paru krekles lobus paru bawah, bunyi jantung S1 dan S2 dan terdengar murmur. GRT 3
detik dan akral dingin. Pasien tampak berkeringat dingin dan gelisah. EKG didapatkan
elevasi ST pada V1, V2, V3 dan V4 > 2 mm. pasien didiagnosis STEMI anteroseptal
pada CAD killip II. Hasil pemeriksaan biomarker troponin 1> 10,0 (reaktif). Pasien
mendapatkan terapi Aspilet 160 mg (po), Clopidogrel 300 mg (po), ISDN 5 mg (SL),
morfin sulvat (iv), obat perdipin iv, IVFD NaCl 14 tpm, oksigen via NRM 8 LPM.
Pasien dikonsulkan ke dokter jantung direncanakan mendapatkan terapi teombolitik dan
atrau menjalani primary PCI.

2. Kata Sulit
1. STEMI Anteroseptal
2. Morfin Sulfat
3. Krekles Paru
4. Primary PCI.
5. Terapi Aspilet
6. Pemeriksaan Biomarket Troponin
7. Terapi Termbolitik
8. Syndrom Coroner Akut (SKA)

3. Pertanyaan
1. Apa saja etiologic dari syndrome coroner akut ?
2. Bagaimana penatalaksanaan dari syndrome ?
3. Pencegahan dari syndrome coroner akut ?
4. Bagaimana caranya agar tidak menimbulkan komplikasi lain pada SKA?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari SKA?
6. Apa resiko seseorang yang terkena SKA?
7. Apakah SKA ini bisa menjadi penyakit bawaan ?
8. Apa saja komplikasi pada SKA?
9. Bagaiman asuhan keperawatan pada pasien dengan syndrome coroner akut ?

4
BAB II
PEMBAHASAN
a. Jawaban Kata Sulit
1. STEMI Anteroseptal
 ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
kedaruratan medis di bidang kardiologi dengan angka morbiditas
(jumlah individu yang memiliki sakit dalam suatu populasi) dan
mortalitas (jumlah kematian spesifik pada suatu populasi) yang tinggi
sehingga memerlukan penanganan yang cepat. Diagnosis awalnya
didasarkan pada gejala yang konsisten dengan MI dan tanda-tanda dari
EKG. Pada pasien usia lanjut, gejala khas yang muncul biasanya
(misalnya, sesak napas, mual, muntah, kelelahan, palpitasi (jantung
berdebar) atau sinkop (pingsan karna penurunan jumlah darah yang
mengalir ke otak) ) yang dapat menyebabkan diagnosis MI tertunda
atau terlewatkan. Oleh karena itu, elevasi segmen ST pada EKG
menjadi instrumen utama untuk diagnosis awal. Sedangkan
anteroseptal adalah salah satu bagian jantung, anterior (bagian depan
jantung) dan septal (sekat ruang jantung)

(Menurut Jurnal : Gastric perforation mimicking ST-segment


elevation myocardial infarction, 23 February 2021)

 STEMI merupakan penyakit kardiovaskuler penyebab kecacatan dan


kematian terbesar di dunia. STEMI juga penyebab kematian dari 6%-
14% dari jumlah total kematian pasien yang disebabkan oleh SKA.
STEMI mempunyai gejala khas yang berkaitan erat dengan hasil EKG
yaitu Elevasi Segmen ST yang persisten.

(Menurut jurnal : Efektivitas tindakan primary percutaneous


coronary intervention pada pasien STEMI onset kurang dari 6 jam :
Vol : 4, No : 3, Maret 2022)

2. Morfin Sulfat
 Morfin sulfat adalah salah satu golongan opoid kuat yang berguna
untuk mengurangi rasa nyeri yang hebat.
Murfin Sulfat adalah salah satu alkaloid tumbuhan alam yang
ditemukan dalam opium dan merupakan prototype opiate.

(Menurut Jurnal : Farmaka Vol 17 No 3: Morfin : Penggunaan


Klinis dan Aspek-Aspeknya tahun 2020 )

3. Krekles Paru
 Crackel paru adalah suara paru yang berderak atau bergelembung yang
berasal dari pangkal paru, akibat penundaan pembukaan kempalin
5
jalan napas yang menutup . adalah bunyi yangbersiul yang diakibatkan
udara yang melewati jalan napas yang menutup sebagian.

(Menurut Jurnal : lung sound classification using wavelet


transformation and recurrent neural networks : e-Proceeding of
Engineering : Vol.8, No.2 April 2021)

 Carckel paru merupakan suara paru yang di timbulkan akibat


penyimpangan arah udara pada saluran pernafasan. Penyimpanan arah
udara yang terjadi karena pembukaan saluran pernapasan (mekanisme
inspirasi) secara mendadak pada saat saluran pernapasan masih dalam
keadaan menutup (mekanisme ekspirasi)

(Menurut Jurnal : Klasifikasi suara paru normal dan abnormal


menggunakan fitur Discrete wavelet transform dengan klasifikasi
menggunakan jaringan saraf tiruan yang dioptimasi dengan
Algoritma genetika : jurnal ELEMENTER Vol. 7, No. 1, Bulan Mei
2021)

4. Primary PCI
 Primary PCI adalah salah satu tindakan untuk mengalirkan kembali
arteri koroner yang tersumbat trombus, yang menyebabkan infark
miokard (STEMI).

(Menurut Jurnal : Medica Hospitalia : Primary Percutaneus


Coronary Intervention (Primary PCI), senjata "Baru" untuk
melawan serangan jantung akut, Vol 1(2), 2012 Hal 139-142)

 PCI (Percutaneous Coronary Intervention) merupakan suatu teknik


untuk menghilangkan dan melebarkan pembuluh darah koroner yang
menyempit. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan
segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali, sehingga
kerusakan otot jantung dapat dihindari (Majid, 2007), namun
pemasangan PCI pada pasien yang menderita penyakit jantung dapat
mempengaruhi aktivitas fisik pasien hingga kualitas hidupnya

(Menurut Jurnal : Kualitas hidup pasien Pasca – Percutaneous


Cononary Intervention (PCI): Jurnal Keperawatan Komprehensif
Vol. 4 No. 2, Juli 2018: 98-105)

 Tindakan Percutaneous Coronary Intervention (PCI) merupakan


pengobatan yang paling akurat dalam mengobati PJK baik pada
stenosis arteri koroner kanan maupun arteri koroner kiri. Tindakan PCI
merupakan terapi pilihan untuk pelebaran dan penyempitan arteri
koroner kanan maupun kiri. Agar mendapatkan hasil yang baik,

6
penentuan pemasangan stent harus diperhatikan panjang stent dan
tekanan yang dibutuhkan untuk pengembangan stent tersebut harus
sesuai panjang lesi dan keras lesi.

(Menurut Jurnal: Tindakan percutaneous cononary intervention


pada pasien Stenosis Arteri coroner kanan : Jurnal Arsip
Kardiovaskular Indonesia (ARKAVI),Volume 03, Nomor 01,
Januari - Juni 2018)

5. Terapi Aspilet
 Aspilet merupakan aspirin yang diberikan dalam dosis kecil. Aspirin
bermanfaat mencegah atau menurunkan insiden serangan jantung dan
mati mendadak. Penelitian selanjutnya juga melaporkan bahwa aspirin
bermanfaat bagi pasien yang sudah dilakukan pemasangan stent atau
operasi jantung. Dosis yang dianjurkan yaitu antara 80-160 mg/hari.
Aspirin dosis kecil yang beredar di Indonesia yang digunakan untuk
PJK (Penyakit Jantung Koroner) antara lain adalah: Ascardia,
Farmasal, Aspilet (thrombo-aspilet).

(Menurut Buku mengungkapkan pengobatan penyakit Jantung


Coroner, Prof. Dr. Peter Kabo)

 Terapi Aspilet Penggunaan aspilet paling banyak diresepkan pada


pasien stroke iskemik. Aspilet juga biasa disebut aspirin pada stroke
iskemik berperan sebagai antiplatelet yang bekerja menghambat
tromboksan A pada trombosit. Tujuan pemberian terapi antiplatelet
untuk mencegah agregasi platelet pada pasien stroke iskemik. Aspilet
lebih banyak digunakan untuk pengobatan karena pemberian
klopidogrel saja atau klopidogrel dengan kombinasi tidak
direkomendasikan pada stroke iskemik akut.
(Menurut Jurnal: Perbandingan efektivitas penggunaan obat
antiplatelet Clopidogrel dan kombinasi Clopidogrel dengan aspilet
pada pasien stroke iskemik di RSUD Kab. Bekasi : Jurnal Social
Clinical Pharmacy Indonesian Journal Vol 5, No. 1 (2020) pp 1-8)

 Terapi aspilet merupakan salah satu golongan antiplatelet . Antiplatelet


adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan thrombus pada pembuluh
darah (Douketis et al., 2012). Antiplatelet mempunyai manfaat yang
besar dalam pencegahan stroke, namun obat antiplatelet tetap memiliki
resiko terjadinya pendarahan pada penggunaan antilatelet ganda
(Assaufi and Ardana, 2014).

7
(Menurut Jurnal :Evaluasi penggunaan obat antiplatelet pada
pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap rumah sakit umum
Kabupaten Tangerang tahun 2019 : jurnal Farmagazine Vol.8, No 1
Febuary 2021)

6. Pemeriksaan Biomarket Troponin


 Pemeriksaan Biomarker merupakan zat yang bisa diukur dan
dievaluasi dengan objektif atau indikator objektif keadaan medis yang
diamati dari pasien, yang dapat diukur secara akurat dan dapat di
reproduksi. (biomarker inflamasi jaringan periodontal, novi khila
Firani, 2020.
Uji troponin merupakan tes yang lebih spesifik untuk mendiagnosa
serangan jantung (infark miokard akut) untuk mendeteksi dan
mengvaluasi cedera miokardium dan untuk membedakan nyeri dada
karena serangan jantung atau penyebab lainnya. Troponin adalah
molekul protein yang dilepaskan ke aliran darah ketika otot jantun
rusak karena serangan jantung atau penyakit jantung lainnya. Troponin
terbagi menjadi 3 yaitu troponin I, Troponin T dan Troponin C.

(Menurut Jurnal: Hubungan jumlah sel Neutrofil dengan kadar


troponin I pada penderita Infrak Miokard akut : Jurnal Analisis
Kesehatan Sains, Vol 10 Nomor 2, Desember 2021)

7. Terapi Tembolitik
 Terapi Trombolitik Merupakan intervensi ditujukan untuk mengatasi
thrombosis coroner segera setelah awitan infark miokardium akut
untuk memulihkan miokardium (menurunkan ukuran akhir infark)
pengobatan yang dimula 3 hingga 6 jam dari awitan gejala telah
banyak diterima sebagai factor yang membatasi aplikasi terapi
trombolitik karena nekrosis miokardium akan terjadi jika perfusi ulang
coroner tidak dilakukan sebelum terjadi kerusakan ireversibel.

(Menurut buku Patofisiologi konsep klinis proses – prosos penyakit


volume 1 edisi 6)

8. Sindrom Koroner Akut (SKA)


 Sindrom koroner akut (SKA) atau yang biasa dikenal dengan penyakit
jantung koroner (PJK) merupakan istilah yang mengacu pada kondisi
berkurangnya dan/atau terhentinya suplai nutrisi (oksigen) ke otot
jantung . Peristiwa tersebut merupakan akibat dari penurunan
mendadak aliran darah, karena adanya penyumbatan atau penyempitan
pada pembuluh darah jantung (arteri koroner), peningkatan beban kerja
jantung, dan penurunan kemampuan darah dalam mengikat oksigen

8
(Buku ajar sindrom koroner akut, pandangan masyarakat umum)
 Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu penyakit tidak
menular dimana terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam
dinding arteri coroner yang dapat menyebabkan terjadinya iskemik
miokardium dalam UAP (Unstable Angina Pectoris) serta infrak
miokard akut(IMA) seperti Non-ST Elevation Myocardinal Infarct
(NSTEMI) dan ST elevation Myocardinal Infarct(STEMI).(Tumade et
al.,2014).

(Menurut jurnal : Karakteristik pasien sindrom coroner akut pada


pasien rawat inap ruang tulip di RSUD Ulin
Banjarmasin :Indonesia Journal For Health Sciences Vol.3,
No.1 ,aret 2019, Hal 6 – 12)

Jawaban Pertanyaan
1. Apa saja etiologic dari syndrome coroner akut ?
 Etiologi SKA umumnya disebabkan adanya pecahnya plak, trombosis
atau iskemia. Dasar mekanisme terjadinya SKA umumnya adalah
aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyakit inflamasi imun sistemik
yang disebabkan oleh lipid. Inflamasi merupakan salah satu faktor
penyebab SKA, yang bersifat lokal dan sistemik. Inflamasi berperan
dalam inisiasi dan perkembangan plak aterosklerotik,yang kemudian
menyebabkan ketidakstabilan plak dengan pembentukan trombus.

(Menurut Buku Kegawatdaruratan kardiovaskular dan jurnal


medika hutama )

 Etiologi dari sindrom coroner akut disebabkan oleh adanya


penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di
dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan
fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung Ada 3 faktor risiko
yang terjadi pada sindrom coroner aku yaitu :

9
a. Factor risiko utama ;
factor risiko yang di Yakini secara langsung meningkatkan risiko
timbulnya SKA, misalnya kadar kolestrol darah yang abnormal,
tekanan darah tinggi atau hipertensi, dan merokok.
b. Factor risiko tidak langsung (contributing risk factor) ;
factor risiko yang dapat di asosiakan dengan timbulnya sindrom
coroner akut, yang termasuk dalam golongan ini adalah diabetes
melitus, kegemukan, tidak aktif dan stress.
c. Factor risiko alami ;
jenis ini terdiri dari keturunan, jender dan usia

(Menurut buku yang berjudul “serangan jantung dan stroke


(hubungannya dengan lemak dan kolestrol)” dari Iman Soeharto.
Edisi kedua)

2. Bagaimana penatalaksanaan dari syndrome ?


 Penatalaksanaan sindrom koroner akut (SKA) tergantung pada jenis
SKA dan tingkat keparahannya. Pada angina tidak stabil, pengobatan
dapat berupa pengontrolan gejala dan modifikasi faktor risiko,
sedangkan pada infark miokard akut, tindakan emergensi seperti
angioplasti koroner atau trombolisis mungkin diperlukan. Terapi
antiplatelet dan antikoagulan juga diberikan untuk mengurangi risiko
terjadinya trombosis pada arteri koroner. Selain itu, program
rehabilitasi jantung dan modifikasi gaya hidup juga dianjurkan untuk
mencegah terjadinya serangan kembali.

(Menurut buku ajar kegawatdaruratan kardiovaskular, penulis


Andrianto, penerbit airlangga university press, 2020)

 ACS merupakan kasus kegawat daruratan sehingga harus mendapatkan


penanganan yang segera. Dalam 10 menit pertama sejak pasien
datang ke instalasi gawat darurat, harus sudah dilakukan penilaian
meliputi anamnesa riwayat nyeri, pemeriksaan fisik, EKG 12
lead dan saturasi oksigen, pemeriksaan enzim jantung, elektrolit
dan bekuan darah serta menyiapkan intravena line dengan D5%

(Menurut artikel askep jantung pada pasiesn ACS dengan


penurunan curah jantung )

3. Pencegahan dari syndrome coroner akut ?

10
 Pencegahan sindrom koroner akut yaitu pencegahan primer untuk
meningkatkan kesehatan dan menurunkan faktor resiko, pencegahan
sekunder untuk menangani gejala dengan cepat secara optimal
sehingga mencegah keadaan yang lebih parah dan rehospitalisai, serta
pencegahan tersier untuk mempertahankan kesehatan secara optimal
melalui dukungan dan kekuatan yang ada pada diri penderita, dan juga
bisa dengan mempemberdayan keluarga seperti melakukan pendekatan
oleh penderita.

(Menurut jurnal yang berjudul upaya pencegahan sindrom coroner


akut (SKA) berbasis keluarga pada masyarakat waras, sariharjo,
ngaglik, sleman, Daerah Istimewah Yogyakarta : jurnal kesehatan
madani medika Vol.12, No.2, Desember 2021. Hal 227 – 242)

4. Bagaimana caranya agar tidak menimbulkan komplikasi lain pada SKA?


 Adapun cara untuk menghindari atau mengurangi risiko komplikasi
dari sindrom koroner akut adalah:
 Segera mencari pertolongan medis dan mematuhi perawatan
dan rekomendasi medis yang diberikan.
 Melakukan modifikasi gaya hidup, seperti menghindari atau
mengurangi konsumsi rokok, alkohol, dan makanan yang tinggi
kadar gula, kolesterol, dan lemak.
 Melakukan aktivitas fisik yang teratur dan sehat di rumah atau
fasilitas olahraga terdekat.
 Menjaga berat badan yang sehat dan memperhatikan pola
makan seimbang dengan diet sehat.
 Rutin mengendalikan tekanan darah dan kolesterol dalam
keadaan normal.
 Minum obat-obatan yang diresepkan oleh dokter sesuai dengan
dosis dan jadwal yang tepat.
 Rutin memeriksakan kesehatan jantung secara berkala ke
dokter spesialis jantung.

(American Heart Association. (2018). Healthy Lifestyle Changes


for Acute Coronary Syndrome.)

5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari SKA?


 Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
 pemeriksaan laboratorium
 pemeriksaan radiologi
 pemeriksaan biomarka jantung
 pemeriksaan Non- invasif(ekokardiografi)
 pemeriksaan invasif (angiografi coroner)
 pemeriksaan foto polos dada

11
(Menurut aratikel asuhan keperawatan pada pasien dengan infark
miokard akut di ICVCU RSUD Dr Moewardi Surakarta tahun 2022)

6. Apa resiko seseorang yang terkena SKA?


 Terjadinya sindrom coroner akut dihubungkan oleh beberapa factor resiko
meliputi factor yang tidak dapat dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin,
keturunan, dan factor yang dapat di modifikasi seperti merokok, hipertensi,
diabetes mellitus, dyslipidemia dan obesitas (Ghani et al., 2016: Indrawati
2014)

(Menurut jurnal : Karakteristik pasien sindrom coroner akut pada


pasien rawat inap ruang tulip di RSUD Ulin
Banjarmasin :Indonesia Journal For Health Sciences Vol.3,
No.1 ,aret 2019, Hal 6 – 12)
7. Apakah SKA ini bisa menjadi penyakit bawaan ?
 Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa sindrom koroner akut (SKA)
dapat menjadi penyakit bawaan. SKA adalah kondisi yang biasanya
disebabkan oleh faktor risiko yang dapat dikendalikan, seperti gaya hidup
dan faktor medis tertentu. Namun, faktor risiko yang berhubungan dengan
SKA dapat diturunkan dari orang tua ke anaknya, yang membuat anak-
anak dari orang dengan penyakit jantung memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengembangkan SKA.

(Menurut buku ajar kegawatdaruratan kardiovaskular, penulis


Andrianto, penerbit airlangga university press, 2020)

8. Apa saja komplikasi pada SKA?


 Komplikasi yang terjadi pada SKA yaitu gagal jantung, gangguan irama
jantung, edema paru, pneumonia, stroke, hyperkalemia, hypokalemia,
hiponatremia, aspirasi, kematian

(Menurut jurnal yang berjudul Gambaran Klinis Sindrom Koroner Akut


Berdasarkan Status Gula Darah Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya)

 Komplikasi yang dapat terjadi apada SKA yaitu aritmia, syok


kardiogenik, pericarditis, henti jantung, udema paru akut bahkan kematian
(Asikin et al., 2016: Ghani et al.,2016)
 (Menurut jurnal : Karakteristik pasien sindrom coroner akut pada
pasien rawat inap ruang tulip di RSUD Ulin Banjarmasin :Indonesia
Journal For Health Sciences Vol.3, No.1 ,aret 2019, Hal 6 – 12)

9. Bagaiman asuhan keperawatan pada pasien dengan syndrome coroner akut ?

12
 Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat
1. Survey primer
2. DR(Danger and Responsiveness), periksa potensi Bahasa dan respon
pasien
3. S (Send for help), jika pasien tidak merespon penolong harus meminta
bantuan
4. A (Airway)
 Keadaan jalan nafas
Tingkat kesadaran : Compos mentis, somnolen, kaji gcs
pasien
Pernafasan : Spontan
Upaya bernapas : Ada
Benda asing dijalan nafas : Tidak ada
Bunyi nafas : Veskuler
Hembusan nafas : Ada
B (Breathing)
 Fungsi pernapasan
Jenis pernafasan :Dispnea dan takipnea (cepat dan
dangkal)
Frekuensi pernafasan : 28x/menit
Retraksi otot bantu nafas : Ada
Kelainan dinding thoraks :
Bunyi nafas : Vesikulet
Hembusan nafas :
C (Circulation)
 Keadaan sirkulasi
Tingkat kesadaran :
Perdarahan (internal/eksternal) : Tidak ada
Kapiler refiil : 3 detik
Tekanan darah : 180/100mmHg
Nadi radial/carotis : 132x/menit
Akral perifer : Dingin
D (Disability)
 Pemeriksaan Neorologis
Pengkajian ststsus neurologis pasien menggunakan skala
APVU (alert,pain,pain and unresponsive) atau Glosgow Coma
(GCS)
E (Exposure)
 Membuka pakaian pasien dan perhatikan adanya ancaman
pada anggota gerak dan tubuh secara keseluruhan serta suhu
tubuh pasien. Lihat kelainan yang mungkin memerlukan
intervensi segera, seperti luka terbuka atau patah tulang,
perdarahan yang tidak terkontrol, atau pengeluaran isi
(eviserasi)

13
FORMAT ANALISA DATA

No Data Penunjang Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS : Riwayat hipertensi 10 tahun Penurunan curah jantung


lalu terapi tidak rutin berobat

DO :
1. TD:180/100mmHg Suplai darah arteri coroner
(Tekanan darah meningkat) tersumbat
2. Nadi 132x/menit
3. Pasien memiliki riwayat
hipertensi Jaringan otot jantung tidak
4. Pasien merasa nyeri di dada menerima suplai oksigen yang
sebelah kiri yang menjalar adekuat
ke lengan
5. JVP 5 + 3 mmH2O
(meningkat) Ketidakmampuan otot jantung
6. CRT 3 detik memenuhi kenutuhan darah
7. Riwayat kesehatan keluarga, yang harus dipompa
orang tua pasein meninggal
karena penyakit jantung
Aliran darah yang dipompa
8. Murmur (+)
dari vertikel tidak mencukupi
kebutuhan supain darah
seluruh tubuh

Penurunan curah jantung

Diagnose keperawatan yang muncul


1. Penurunan curah jantung b.d gangguan pada afterload jantung
2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis (iskemik, penurunan suplai oksigen ke otot
jantung)
3. Kecemasan b.d perubahan status kesehatan

14
Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan (SDKI) Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


(SLKI) (SIKI)
Penurunan Curah Jantung Curah Jantung (L.02008) Perawatan jantung (I.02075)
(D.0008) Definisi :
Definisi : Definisi: Mengidentifikasi, merawat
Ketidakadekuatan jantung Keadekuatan jantung dan membatasi komplikasi
memompa darah untuk memnuhi memompa darh untuk akibat ketidakseimbangan
kebutuhan metabolism tubuh memenuhi kebutuhan antara suplai dan konsumsi
metabolisme tubuh oksigen miokard.

Gejala dan Tanda mayor Dengan waktu 2 x 24 jam Tindakan :


Subjektif diharapkan mendapatkan Obsevasi :
1. Perubahan irama jantung Kriteria hasil : 1. Identifikasi
a. Palpitasi 1. Palpitasi ekspektasi tanda/gejala primer
2. Perubahan afterload cukup meningkat (2) penurunan curah
a. Dyspnea ke menurun(5) jantung(meliputi
Objektif 2. Takikardia dispea, kelelahan,
1. Perubahan irama jantung ekspektasi edema, ortopnea,
a. Bradikardia/takikardia meningkat (1) ke paroxysmal nocturall
b. Gambaran EKG cukup menurun (4) dyspnea, peningkatan
aritmia atau gangguan 3. Gambaran EKG CVP
konduksi aritmia ekspektasi 2. Identifikasi
2. Perubahan preload cukup meningkat (2) tanda/gejala sekunder
a. Distensi vena kecukup menurun penurunan curah
jugularis (4) jantung(meliputi
3. Perubahan afterload 4. Distensi vena peningkatan berat
a. Tekanan darah jugularis ekspektasi badan, hepatomegaly,
meningkat/menurun cukup meningkat (2) distensi vena jugularis
b. CRT >3 detik kecukup menurun papitasi, ronkhi basah,
4. Perubahan kontraktilitas (4) oliguria, batuk, kulit
a. Terdengar suara 5. Dispea ekspektasi pucat)
jantung S3 dan/atau meningkat (1) ke 3. Monitor tekanan darah
S4 cukup menurun (4) (termaksuk tekanan
6. Murmur jantung darah ortostatik, jika
ekspektasi perlu)
meningkat (1) ke 4. Monitor saturasi
cukup menurun (4) oksigen
7. Capillary refil time 5. Monitor keluhan nyeri
(CRT) ekspektasi dada(mis. Intensitas,
memburuk (1) ke lokasi radiasi, durasi,
cukup membaik (4) presivitas yang

15
mengurangi nyeri)
6. Monitor EKG 12
sadapan
7. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas
8. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)

Teraupeutik
1. Posisikan pasien semi
fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
2. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
3. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress,
jika perlu
4. Berikan dukunga
emosional dan
spiritual
5. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%

Edukasi
1. Anjurkan beraktifitas
fisik secara toleransi
2. Anjurkan beraktifitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antraritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

16
BAB III
SKEMA

Syndrom Coroner Akut


(SKA)

Definisi SKA Etiologi SKA Penatalkasanaan SKA

Pencegahan SKA Komplikasi SKA Pemeriksaan Penunjang


SKA

Resiko Tekena SKA Penyakit Bawaan

ASKEP yang mungkin


muncul : penurunan curah
jantung

Rencana Tindakan
Keperawatan :
1. Curah jantung
2. Perawatan jantung

17
DAFTAR PUSTAKA
Sodiqur Rifqi, (2012). Primary Percutaneus Coronary Intervention (Primary PCI), senjata
"Baru" untuk melawan serangan jantung akut, Vol 1(2), Hal 139-142
Suci Alma Harselia, Ashya Karunia Putri, (2028). Tindakan percutaneous cononary
intervention pada pasien Stenosis Arteri coroner kanan : Volume 03, Nomor 01,
Januari - Juni
Dian Anggraini, Teo Zumibakti Andani, (2018).Kualitas hidup pasien Pasca – Percutaneous
Cononary Intervention (PCI): Vol. 4 No. 2, Juli hal: 98-105)
Muhibbah, Abdurahman Wahid, dkk,(2019). Karakteristik Pasien Sindrom Koroner Akut
pada Pasien rawat inap ruang tulip di RSUD ULIN BANJARMASIN. Vol.3, No.1,
Maret Hal. 6-12
Aulia Annisa Putri Heri, Anas Subarnas, (2020). Morfin : Penggunaan Klinis dan Aspek-
Aspeknya: Vol 17. No 3
Moh. Muadz Ervin Yahya, Jondri, Achmad Rizal, (2021). lung sound classification using
wavelet transformation and recurrent neural networks : Vol.8, No.2 April
Fathurrahman Rabani, Jondri, Achmad Rizal, (2021). Klasifikasi suara paru normal dan
abnormal menggunakan fitur Discrete wavelet transform dengan klasifikasi
menggunakan jaringan saraf tiruan yang dioptimasi dengan Algoritma genetika :
Vol. 7, No. 1, Bulan Mei
Heny Widianingsih, Sahrudi, (2022). Efektivitas tindakan primary percutaneous coronary
intervention pada pasien STEMI onset kurang dari 6 jam : Vol : 4, No : 3, Maret

18
19
20
21
22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai