Anda di halaman 1dari 18

DIRECTLY OBSERVASIONAL PRACTICE SKILL

MANAJEMEN NYERI DENGAN RELAKSASI BENSON

Kelompok H’18

Medhia Iqlima 1841312077

Ranti Anggasari 1841312085

Silvina Esa Putri 1841312087

Yulinar Agustina 1841312071

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Elvi Oktarina, M.Kep.,Sp.Kep.MB) (Ns. Lina Yerni P, S.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau Syndrom Coroner Acute (ACS) menjadi
salah satu penyebab gagal jantung akut. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan,
prevalensi tertinggi untuk penyakit kardiovaskuler di Indonesia adalah PJK, yaitu
sebesar 1,5%. Data World Health Organization (WHO) tahun 2013 menunjukkan
sebanyak 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Dari
seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskular 7,4 juta (42,3%) diantaranya
disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan 6,7 juta (38,3%) disebabkan
oleh stroke (Infodatin, 2013).
Penyakit Jantung Koroner diartikan menjadi suatu keadaan terjadi perubahan
pada variabel intima arteri seperti lipid, kompleks karbohidrat, hasil produk darah,
jaringan fibrus, dan defosit kalsium yang kemudian diikuti perubahan lapisan
media. Penyakit ini juga bisa disebut Coronary Artery Disease (CAD) . Sindrom
Koroner Akut juga dikaitkan dengan penyakit jantung koroner. Sindrom Koroner
Akut merupakan kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari
infark miokard akut (American Heart Association, 2016).
Menurut American Heart Association tahun 2018 penyakit jantung koroner
terdiri dari Unstable Angina Pectoris (UAP), ST Elevation Myocardial Infarct
(STEMI), dan Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI). American Heart
Association (2014) menunjukkan prevalensi nyeri dada pada pasien yang dirawat
karena Acute Coronary Syndrome 3 (ACS) di dunia sebesar 2 juta orang. 40%
dengan diagnosa NSTEMI, 20% STEMI dan 40% Unstable Angna Pectoris
(UAP) (Hewins,Kelly, 2016). Acute Coronary Syndrome (ACS) mempunyai
tanda gejala yang mencolok yaitu nyeri dada khas yang menjalar ke lengan,
punggung hingga dagu, sesak nafas , mual dan muntah (Wu,Brian, 2017). Tanda
gejala ACS lainnya seperti sesak nafas, diaforesis, nyeri dada (American Heart
Association, 2018). Nyeri dada terjadi karena iskemik miokard yang dapat
menurunkan aliran darah di miokard. Jaringan yang cedera akan mengaktifkan
hormon histamine dan bradikinin untuk menstimulasi preseptor nyeri pada otak
(Mohammadpour, 2014).
Untuk mengurangi nyeri pada SKA, terapi yang dapat digunakan berupa
nitrogliserin (NTG). Selain farmakologi, terapi non farmakologi juga merupakan
salah satu pengembangan yang strategis dalam manajemen nyeri. Manajemen
nyeri dapat berupa terapi relaksasi benson (Potter, 2010).
Teknik relaksasi Benson merupakan teknik latihan nafas. Dengan latihan
nafas yang teratur dan dilakukan dengan benar, tubuh akan menjadi lebih rileks,
menghilangkan ketegangan saat mengalami stress dan bebas dari ancaman.
Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin
Releasing Factor (CRF). Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk
meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi
enkephalin oleh medulla adrenal meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan
β endorphin sebagai neurotransmitter. Dengan meningkatnya enkephalin dan β
endorphin, pasien akan merasa lebih rileks dan nyaman (Potter, 2010). Teknik
relaksasi Benson yang diidentifikasi oleh Benson (2013) dapat menyelesaikan
relaksasi semua otot dan merupakan upaya untuk memusatkan perhatian pada
suatu fokus dengan menyebut berulang-ulang kalimat ritual dan menghilangkan
berbagai pikiran yang mengganggu. Teknik relaksasi benson dapat menurunkan
kecemasan, mengatasi serangan hiperventilasi, mengurangi sakit kepala, nyeri
punggung, angina pektoris, hipertensi, gangguan tidur dan mengurangi stres
(Benson, 2013). Kelebihan dari teknik ini merupakan salah satu metode yang
hemat biaya dan mudah digunakan serta tidak memiliki efek samping (Rambod,
dkk, 2013).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan analisa sintesa tindakan keperawatan yaitu:
1. Pasien dapat mengetahui tentang cara mengatasi atau mengurangi nyeri
dengan terapi relaksasi benson
2. Pasien dapat menerapkan tentang cara mengatasi atau mengurangi nyeri
dengan terapi relaksasi benson
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa Profesi Keperawatan
Sebagai bahan pembelajaran mahasiswa dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan jantung yang
mengakibatkan nyeri dengan manajemen nyeri. Mengetahui tata cara
memberikan tindakan keperawatan yang baik dan benar.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil analisa sintesa ini diharapkan meningkatkan wawasan
mahasiswa profesi ners tentang informasi mengenai tindakan keperawatan
yang baik dan benar sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sindrom Koroner Akut

1. Pengertian

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan


untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST
elevation myocardial infarction/ STEMI).

Menurut Garko, penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner adalah
penyakit jantung di mana dinding endotel bagian dalam pada satu atau lebih
arteri koroner menjadi sempit akibat akumulasi kronis dari plak ateromatous
yang mengurangi aliran darah yang kaya nutrisi dan oksigen sehingga merusak
struktur dan fungsi jantung dan meningkatkan resiko nyeri dada (contohnya
angina pektoris) dan serangan jantung (infark miokard).

2. Etiologi

Penyebab sindroma koroner akut adalah menurut Departmen Kesehatan :-

a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada


Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh
karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada
pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai
menyumbat. Pada kebanyakan pasien, mikroemboli (emboli kecil) dari
agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur akan
mengakibatkan infark kecil di distal adalah petanda kerusakan miokard.
b) Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
Penyebab agak jarang , yang mungkin sebab oleh spasme fokal yang
terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos
pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Juga bisa terjadi
akibat konstiksi abnormal pada pembuluh darah yang kecil.
c) Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ini adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi
koroner perkutan (PCI) .
d) Inflamasi dan/atau infeksi
Inflamasi bisa disebabkan oleh/berhubungan dengan infeksi, yang
mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak dapat
mengakibatkan penipisan dan ruptur plak sehingga terjadi SKA.
e) Faktor atau keadaan pencetus
Faktor ini merupakan faktor sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri
koroner. Penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang
menyebabkan terbatasnya perfusi miokard, dan biasanya pasien ini
menderita angina stabil.
3. Klasifikasi
a) Angina Pektoris Tak Stabil (APTS)
APTS adalah dimana simptom iskemia sesuai SKA, tanpa terjadi
peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB, troponin) dengan atau
tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen ST,
inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien.
Yang termasuk dalam angina tak stabil adalah :
- Bila pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di
mana angina adalah cukup berat dan frekuensi lebih dari 3 kali per
hari.
- Bila pasien dengan angina yang makin bertambah berat,
sebelumnya angina stabil, tapi serangan angina timbul lebih sering
dan lebih berat nyerinya tetapi faktor presipitasi makin ringan.
- Pasien dengan serangan angina masa istirahat.
b) Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI)
Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah sama dengan
angina pektoris tak stabil dan penatalaksanaan juga adalah sama. Akan
tetapi NSTEMI ditegakkan dengan adanya nekrosis miokard dan adanya
peningkatan biomaker jantung.
c) Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)
Infark miokard ini merupakan gambaran cedera miokard transmural
akibat oklusi total arteri koroner oleh trombus.
4. Faktor Resiko
Faktor resiko penyakit jantung koroner dapat dibagi kepada dua faktor resiko
utama dan faktor resiko pendukung.
Faktor resiko utama adalah faktor yang sering menyebabkan penyakit jantung
koroner. Faktor resiko utama dapat dibagi lagi kepada dua yaitu faktor resiko
utama yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor resiko utama yang dapat
dimodifikasi.
a) Faktor Resiko Utama
Faktor risiko utama yang tidak dapat dimodifikasi :-
- Usia
- Jenis kelamin
- Genetik
Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi :-
- Merokok
- Kadar lemak yang abnormal (kolestrol dan trigliserida)
- Tekanan darah tinggi
- Aktivitas fisik yang kurang
- Berat badan berlebihan (obesitas dan overweight)
- Diabetes melitus
b) Faktor Resiko Pendukung
Faktor resiko pendukung adalah faktor yang berhubungan dengan
peningkatan resiko penyakit jantung koroner, tetapi hasilnya tidak
terlalu bermakna. Faktor resiko pendukung terdiri dari :
- Stress
- Alkohol
- Diet dan Nutrisi yang tidak sehat
B. Nyeri

1. Pengertian

Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan,


bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal
skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).

Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak


menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan
potensial yang tidak menyenagkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh
ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya
seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut
dan mual (Judha, 2012).
2. Klasifikasi

a. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi


1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat), dan berlangsung
untuk waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013). Nyeri akut
berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan) dan akan menghilang
tanpa pengobatan setalh area yang rusak pulih kembali (Prasetyo,
2010).
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten yang menetap
sepanjang suatu priode waktu, Nyeri ini berlangsung lama dengan
intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6
bulan (McCaffery, 1986 dalam Potter &Perry, 2005).
b. Klasifikasi Nyeri Berdasrkan Asal
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas
atau sensivitas nosiseptor perifer yang merupakan respetor khusus
yang mengantarkan stimulus naxious (Andarmoyo, 2013). Nyeri
nosiseptor ini dapat terjadi karna adanya adanya stimulus yang
mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain
(Andarmoyo, 2013).
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang di dapat pada struktur saraf perifer maupun sentral , nyeri ini
lebih sulit diobati (Andarmoyo, 2013).
c. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi
1) Supervicial atau kutaneus
Nyeri supervisial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan berlokalisasi.
Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam (Potter dan
Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013). Contohnya tertusuk jarum
suntik dan luka potong kecil atau laserasi.
2) Viseral Dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-
organ internal (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013).
Nyeri ini bersifat difusi dan dapat menyebar kebeberapa arah.
Nyeri ini menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan berkaitan
dengan mual dan gejala-gejala otonom. Contohnya sensasi pukul
(crushing) seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada
ulkus lambung.
3) Nyeri Alih (Referred pain)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karna
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri
dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan
dapat terasa dengan berbagai karakteristik (Potter dan Perry, 2006
dalam Sulistyo, 2013). Contohnya nyeri yang terjadi pada infark
miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri,
batu empedu, yang mengalihkan nyeri ke selangkangan.
4) Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensi nyeri yang meluas dari tempat awal
cedera ke bagian tubuh yang lain (Potter dan Perry, 2006 dalam
Sulistyo, 2013). Karakteristik nyeri terasa seakan menyebar ke
bagian tubuh bawah atau sepanjang kebagian tubuh. Contoh nyeri
punggung bagian bawah akibat diskusi interavertebral yang ruptur
disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf
skiatik.
C. Manajemen Nyeri

1) Manajemen NonFarmakologi
Manajemen nyeri nonfarmakologi merupakan tidakan menurunkan respon
nyeri tanpa menggunakan agen farmakolgi. Dalam melakukan intervensi
keperawatan/kebidanan, manajemen nonfarmakologi merupakan tindakan
dalam mengatasi respon nyeri klien (Sulistyo, 2013). Banyak metode dalam
kelas persiapan melahirkan, yang meliputi hypnosis, acupressure, yoga,
umpan balik biologis (biofeedback), sentuhan terapeutik (Lindberg, Lawis,
1988; Nichols, Humenick, 1988; Kerschner, Scherck, 1991).
Teori aroma, seperti penggunaan teh jamu-jamuan atau uap, dengan
memberikan efek yang bermanfaat bagi beberapa wanita (Valnet,
1990;Tesserand, 1990). Dapat juga dengan tehnik Vokalisasi atau
mendengarkan bunyi-bunyian untuk menurunkan ketegangan, relaksasi
dengan menggunakan imajiner (imagenery-assisted relakxation), kompres
panas, pijatan di perineum, mandi siram hangat atau mendengarkan musik
santai serta cahaya yang tentram (Bobak, 2005).
2) Manajemen Farmakologi
Manajemen nyeri farmakologi merupakan metode yang mengunakan obat-
obatan dalam praktik penanganannya. Cara dan metode ini memerlukan
instruksi dari medis. Ada beberapa strategi menggunakan pendekatan
farmakologis dengan manajemen nyeri persalinan dengan penggunaan
analgesia maupun anastesi.
Manajemen nyeri persalianan dengan penggunaan analgesia merupakan
penggunaan atau penghilangan sensasi nyeri (Anderson, 1994, dalam
Mander, 2003), penghilangan sensasi nyeri ini tanpa disertai dengan
hilangnya perasaan total sehingga seseorang yang mengkonsumsi analgesik
tetap ada dalam keadaan sadar. Manajemen nyeri persalinan dengan
pengunaan anastesia merupakan menghilangkan sensasi normal (Anderson,
1994, dalam Mander, 2003), yang di capai dengan memberikan obat-obatan
anastesi baik secara regional maupun umum (Sulistyo, 2013).
D. Terapi Relaksasi Benson

1. Pengertian
Relaksasi adalah suatu jenis terapi untuk penanganan kegiatan mental dan
menjauhkan tubuh dan pikiran dari rangsangan luar untuk mempersiapkan
tercapainya hubungan yang lebih dalam dengan pencipta, yang dapat dicapai
dengan metode hypnosis, meditasi yoga, dan bentuk latihan-latihan yang ada
hubungannya dengan penjajakan pikiran (Solehati, 2017).
Relaksasi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan
melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu
lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi
kesehatan dan kesejah teraan lebih tinggi (Purwanto, 2016).
2. Tujuan dan Indikasi
Soeharto (2017) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi benson dalam
adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress
baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan
menurunkan kecemasan serta menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolic.
Indikasi pasien untuk relaksasi benson:
- Pasien yang mengalami dengan skala nyeri < 5
- Pasien yang dapat berkomunikasi secara verbal
3. Mekanisme Kerja Relaksasi Benson

Teknik Relaksasi Benson merupakan teknik latihan nafas. Dengan latihan


nafas yang teratur dan dilakukan dengan benar, tubuh akan menjadi lebih
rileks, menghilangkan ketegangan saat mengalami nyeri dan perasaan cemas.
Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan
Corticotropin Releasing Factor (CRF). Selanjutnya CRF merangsang
kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin
(POMC) sehingga produksi enkephalin oleh medulla adrenal meningkat.
Kelenjar pituitary juga menghasilkan  endorphin sebagai neurotransmitter
yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks (Benson, 2013).
Pernafasan yang panjang dapat memberikan energi yang cukup, karena pada
waktu menghembuskan nafas mengeluarkan karbondioksida (C02) dan saat
menghirup nafas panjang mendapatkan oksigen (O2) yang sangat diperlukan
tubuh untuk membersihkan darah dan mencegah kerusakan jaringan otak
akibat kekurangan oksigen (hipoksia). Pada waktu tarik nafas panjang otot–
otot dinding perut (rektus abdominalis, transversus abdominalis, internal dan
eksternal oblique) menekan iga bagian bawah ke arah belakang serta
mendorong sekat diafragma ke atas dapat berakibat meninggikan tekanan
intra abdominal, sehingga dapat merangsang aliran darah baik pada vena cava
inferior maupun aorta abdominalis, mengakibatkan aliran darah
(vaskularisasi) menjadi meningkat ke seluruh jaringan tubuh terutama organ
– organ vital seperti otak (Benson, 2013).
4. Standar Operasional Prosedur (SOP) Relaksasi Benson

a. Pengertian

Relaksasi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi


dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan
suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai
kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Benson, 2013).

b. Tujuan Pemeriksaan Relaksasi Benson

- Menghilangkan kelelahan
- Mengurangi nyeri
- Mengatasi kecemasan
- Meredakan stress

c. Indikasi Terapi

- Pasien dengan nyeri

- Pasien dengan kecemasan

d. Kontra Indikasi

Tidak ada

e. Persiapan Alat

Tidak ada

f. Persiapan Pasien

- Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/


keluarga

- Menjelaskan Tujuan tindakan kepada pasien / keluarga

- Meminta persetujuan pasien

- Mengatur posisi tidur nyaman pada pasien

g. Prosedur

- Perawat mencuci tangan

- Membentuk suasana sekitar tenang, menghindarkan dari


kebisingan
- Menarik nafas dalam melalui hidung, dan jaga mulut tetap
tertutup, hitungan sampai 3 tahan selama inspirasi

- Kemudian hembuskan lewat bibir seperti meniup dan ekspirasi


secara perlahan dan lewat sehingga terbentuk suara hembusan
tanpa mengembungkan dari pipi

- Membaca kalimat – kalimat sesuai keyakinan, misalnya jika


beragama Islam membaca istighfar

- Lakukan sebanyak 5 – 7 kali

h. Sikap

- Menjaga Privasi pasien

- Memperhatikan respons pasien selama pemeriksaan

- Memperlihatkan sikap keramah-tamahan

- Menujunkkan sikap yang sopan

i. Terminasi

- Memberitahukan hasil kegiatan kepada pasien

- Merapikan pasien

- Mengkomunikasikan hasil ke pihak terkait/ profesi lain.


DAFTAR TILIK

Judul SOP : Relaksasi Benson

DILAKUKAN
NO KELENGKAPAN SARANA KET
YA TIDAK
1 Menyapa pasien dan keluarga
2 Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan pada
klien
3 Meminta persetujuan tindakan kepada klien
4 Mencuci tangan
5 Memberikan salam teraupetik

6 Menyediakan lingkungan yang tenang

7 Memvalidasi kondisi pasien

8 Menjaga privasi pasien

9 Memilih Do’a untuk memfokuskan perhatian saat relaksasi

10 Posisikan pasien pada posisi duduk yang paling nyaman

11 Instruksikan pasien memejamkan mata

12 Instruksikan pasien agar tenang dan mengendorkan otot-otot


tubuh dari ujung kaki sampai dengan otot wajah dan rasakan
rileks

13 Instruksikan kepada pasien agar menarik nafas dalam lewat


hidung, tahan 3 detik lalu hembuskan lewat mulut disertai
dengan mengucapkan do’a atau kata yang sudah dipilih
14 Instruksikan pasien untuk membuang pikiran negatif, dan
tetap fokus pada nafas dalam dan do’a atau kata-kata yang
diucapkan.Lakukan selama kurang lebih 10 menit

15 Instruksikan pasien untuk mengakhiri relaksasi dengan tetap


menutup mata selama 2 menit, lalu membukanya dengan
perlahan

16 Evaluasi perasaan pasien

17 Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya

18 Akhiri dengan salam

DAFTAR PUSTAKA

Benson, H. (2013). Dasar–dasar respon relaksasi. Edisi 1. Alihurhasan. Bandung:


Penerbit Kaifa
Potter, A.P., & Perry, A. 2010. Fundamental of nursing. 4 th edition. St.Louis
Missouri: Mosby-Year Book, Inc.

Purwanto, S. (2016). Terapi Relaksasi. Jakarta : Pustaka Pelajar

Solehati, T. (2017). Konsep dan Aplikasi Dalam Keperawatan Medikal. Bandung:


PT. Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai