PENDAHULUAN
pada
stadium
akhir
dengan
adanya
keterlibatan
macular
atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta
mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif berupa kesulitan membaca,
penglihatan kabur disebabkan karena edema macula, penglihatan ganda, penglihatan
tiba-tiba menurun pada satu mata, melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah
terjadi perdarahan vitreus, melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip. Gejala objektif
pada retina yang dapat dilihat yaitu: Mikroaneurisma,dilatasi pembuluh darahHard
exudate danSoft exudate, Edema retina, dan pembentukan pembuluh darah baru.
Diagnosis
retinopati
diabetik
didasarkan
atas
hasil
pemeriksaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena
penyakit diabetes mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis
jika
dengan
pemeriksaan
angiografi
flurosensi
fundus
sudah
didapatkan
mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa
eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain
yang
telah
diketahui
sebagai
penyebab
perubahan-perubahan
tersebut
(Michaelson,1980).
2.2 Patofisiologi Retinopati DM
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan
terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive
oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan
AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan
faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1
(IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia
kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose
reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol
kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel. Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein
kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan
lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel
pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta
trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan
gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan
3
intraretina.6,11,13 Selanjutnya,
terjadi
oklusi
kapiler
retina
yang
daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerahdaerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhiaolid
(preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
5. Jaringan proliferasi di retina atau badan kaca
Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM proliferatif dan non
proliferatif.6,11,13 Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh
darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. 6,11,13
.Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif
intravitreous, atau ablasio retina traksional.8,9,11
normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning,
sedangkan cup-disc ratio.
2.6 Tatalaksana Retinopati DM
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun
sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema
makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan
merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah
dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani
panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4
bulan pascatindakan. Panretinal laser Fotokoagulaso segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema
makula signifikan, maka kombinasi fokal dan panretinal laser Fotokoagulasi menjadi
terapi pilihan.16
terfokus dengan berkas panjang gelombang ke bagian tertentu dari retina. Absopsinya
pada bermacam lapisan retina berpigmen intraokular, menyebabkan peningkatan suhu
lokal yang pada gilirannya menyebabkan denaturasi protein jaringan dan nekrosis
koagulatif.19
Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata
dengan edema makula diabetik yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau
secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan fokal
laser bila lesinya setempat dan grid laser bila lesinya difus. Laser Argon pada makula
hanya cukup untuk menghasilkan bakaran sinar karena parut laser dapat meluas dan
mempengaruhi penglihatan. Terapi di bawah ambang dan mikropulise laser
memberikan hasil yang sama efektif dengan parut yang lebih sedikit. Penyuntikan
triamcinolone atau anti-VEGF juga efektif.19
Fotokoagulasi pan-retina (PRP) diindikasikan untuk menangani retinopati
diabetik proliferatif yang risiko tinggi dan mata dengan retinopati diabetik nonproliferatif yang berat dan retinopati diabetik proliferatif awal yang berisiko tinggi
terhadap progresi ataupun hasil pengobatan yang buruk. Dengan merangsang regresi
pembuluh-pembuluh baru, foto koagulasi pan-retina (PRP) menurunkan insiden
gangguan penglihatan berat akibat retinopati diabetik proliferatif hingga 50%.
Beberapa ribu bakaran laser dengan jarak teratur diberikan di seluruh retina untuk
mengurangi rangsangan angiogenik dari daerah yang iskemik. Daerah sentral yang
dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang pembuluh temporal utama tidak dikenai.19,20
Vitrektomi dapat membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi traksi
vitreoretina. Vitreoktomi dini diindikasikan untuk diabetes tipe I dengan perdarahan
vitreus luas dan proliferasi aktif yang berat dan penglihatan mata sebelah yang buruk.
Tanpa kondisi tersebut vitrektomi dapat ditunda hingga setahun karena perdarahan
vitreus akan bersih secara spontan pada 20% mata. Vitrektomi pada retinopati
diabetik proliferatif dengan perdarahan vitreus minimal hanya bermanfaat untuk mata
yang telah menjalani foto koagulasi laser pan-retina dan memiliki pembuluh darah
baru yang mulai mengalami fibrosis. 19 Obat-obatan anti VEGF menjanjikan sebagai
tambahan vitrektomi untuk membantu mengurangi insiden perdarahan retina
kambuhan pascaoperasi.19
Inhibitor VEGF adalah kelompok obat yang berikatan dengan reseptor VEGF
tanpa menyebabkan aktivasi yang memblok pembentukan pembuluh darah baru dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Contoh obat ini yaitu: Pegaptanib,
Ranibizumab, Bevacizumab dan Regeneron. Suntikan intravitreal obat anti-VEGF
mampu menurunkan penebalan makula, tapi rata-rata besaran pengurangan dan durasi
respon kurang dibanding suntikan triamsinolon intravitreal. Hal ini mungkin
menunjukkan bahwa jalur biokimia lain yang tidak melibatkan VEGF penting dalam
patogenesis edema makula diabetes.20
2.8 Penutup
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
Identitas Pasien
Nama
: JS
No.CM
: 15031004
Usia
: 57 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan terakhir
: Sarjana
Agama
: Kristen
Suku / Bangsa
: Batak / Indonesia
Anamnesa
Keluhan utama
:Penglihatan kabur
11
12
3.3
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 78x / menit
Pernafasan
: 20 x / menit
Temperatur aksila
: 36,8oC
VAS
: 0/10
Berat Badan
: 86 kg
Tinggi badan
: 170 cm
BMI
: 29,76 kg/m2
Status Oftalmologi
Visus
Okuli Dekstra
Okuli Sinistra
(OD)
1/60
(OS)
6/6
Pin
hole
No
Pin
hole
improvement
improvement
Madarosis
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Palpebra Superior
Tidak ada
Tidak ada
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
Enteropion
Tidak ada
Tidak ada
Ekteropion
Tidak ada
Tidak ada
Benjolan
Palpebra inferior
Tidak ada
Tidak ada
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
Enteropion
Tidak ada
Tidak ada
No
Supra cilia
13
Ekteropion
Tidak ada
Tidak ada
Benjolan
Pungtum lakrimalis
Tidak ada
Tidak ada
Pungsi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
Folikel
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
Folikel
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Benjolan
Konjungtiva bulbi
Tidak ada
Tidak ada
Kemosis
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Tenang
Tenang
Pigmentasi
Tidak ada
Tidak ada
Benjolan
Konjuntiva
tarsal
superior
Papil
Konjungtiva
tarsal
inferior
Hiperemi
-
Konjungtiva
Silier
Perdarahan subkonjungtiva
Pterigium
Pingueculae
Sklera
14
Kornea
Edema
Tidak ada
Tidak ada
Infiltrat
Tidak ada
Tidak ada
Ulkus
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Keratik presipitat
Tidak ada
Tidak ada
Arcus senilis
Kamera okuli anterior
Tidak ada
Tidak ada
Kejernihan
Jernih
Jernih
Kedalaman
Normal
Normal
Warna
Hitam
Hitam
Koloboma
Tidak ada
Tidak ada
Sinekia anterior
Tidak ada
Tidak ada
Sinekia posterior
Pupil
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
Bulat
Bulat
Regularitas
Reguler
Reguler
Ada
Ada
Ada
Ada
Kejernihan
Jernih
Jernih
Dislokasi / Subluksasi
Tidak ada
Tidak ada
Funduskopi
Papil
Iris
N.II
berbatas
tidak
bulat, Papil
N.II
bulat,
tegas, berbatastidak
sulit
tegas,
dievaluasi,
blot,eksudat
Makula:
(+), dot
blot,eksudat
(+),
15
dievaluasi.
3.4
Vitreous
Tekanan intraokular
Keruh
Keruh
NCT
18
19,9
Resume
Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan
sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak
2
16
Pemeriksaan
OS
1/60
Mata
Visus
6/6
PH: NI
Ortophoria
Segala arah
Hiperemi (-),
spasme (-)
Hiperemi
edema
(-),
Kedudukan
Pergerakan
(-), Palpebra
jaringan Konjungtiva
fibrovaskular (-)
Jernih, edema (-), infiltrat (-)
Normal
Bulat, reguler
Sentral, bulat, reflek cahaya
3.5
Kornea
COA
Iris
Pupil
PH: NI
Ortophoria
Segala arah
Hiperemi (-),
spasme (-)
Hiperemi
(-),
edema
(-),
jaringan
fibrovaskular (-)
Jernih, edema (-), infiltrat (-)
Normal
Bulat, reguler
Sentral, bulat, reflek cahaya
(+), 5 mm
Jernih
Lensa
Keruh
Vitreous
Papil N.II bulat, berbatas Funduskopi
(+), 5 mm
Jernih
Keruh
Papil N.II bulat, berbatas
tidak
tidak
tegas,
CDR
sulit
tegas,
CDR
sulit
Tonometri NCT
Diagnosis Banding
Ocular Dextra et SinistraProliperatif Diabetic Retinopati + CSME (Clinicaly
Significant Macular Edema)
Ocular Dextra et Sinistra Oklusi Vena Retina Sentralis
Ocular Dextra et Sinistra Oklusi Cabang Vena Retina
3.6
Diagnosis Kerja
Ocular Dextra et SinistraProliperatif Diabetic Retinopati + CSME
Ocular Dextra Pseudofakia
17
3.7
Usulan Pemeriksaan
- Foto Fundus
- Fundus Flourescin Angiography (FFA)
- Ocular coherence tomography (OCT)
- USG
3.8
Terapi
Injeksi Avastin (anti VEGF)
Laser Panretinal fotokoagulasi
Kontrol kadar gula darah dan HbA1C
3.9
Prognosis
Ad vitam
: dubius ad bonam
Ad fungsionam
: dubius ad malam
Ad sanationam
: dubius ad malam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan
sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak
2
19
20
BAB V
SIMPULAN
Retinopati diabetik adalah suatu penyakit mikroangiopati progresif kronik
yang ditandai dengan kerusakan pembuluh-pembuluh darah halus retina, akibat
kondisi hiperglikemia yang lama pada diabetes mellitus. Dalam penanganan penyakit
ini, hal yang utama adalah kontrol penyakit dan pencegahan terhadap perburukan dari
penyakit serta komplikasi lebih lanjut.
Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan
sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak
2
21
Daftar Pustaka
1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes:
estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004;27:104753.
2. Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010; 182(15):1646.
3. Fong DS, Aiello L, Gardner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD.
Diabetic retinopathy. Diabetes Care. 2003; 26(Suppl1):S99-102.
4. Wong TY, Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global
prevalence of diabetic retinopathy: Pooled data from population studies from the
United States, Australia, Europe and Asia. Prosiding The Association for Research in
Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.
5. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro
A. The DiabCare Asia 2008 study - Outcomes on control and complications of type 2
diabetic patients in Indonesia. Med J Indones. 2010;19(4):235-43.
6. Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an aging
population. Geriatrics. 2009;64(2):16-26.
7. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010.
Diabetes Care. 2010;33(Suppl1):S11-61.
8. Fong DS, Aiello L, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL.
Retinopathy in diabetes. Diabetes Care. 2004;27 (Suppl1):S84-7.
9. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes.
2009;27(4):140-5.
10. Westerfeld CB, Miller JW. Neovascularization in diabetic retinopathy. In: Levin
LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA:
Saunders; 2010. p. 514-7.
11. Bloomgarden ZT. Screening for and managing diabetic retinopathy: Current
approaches. Am J Health-Syst Pharm.2007;64 (Suppl12):S8-14.
12. Chui TYP, Thibos LN, Bradley A, Burns SA. The mechanism of vision loss
associated with a cotton wool spot. Vision Res. 2009;49:2826-34.
22
13. Kern TS, Huang S. Vascular damage in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert
DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p.
506-12.
14. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) Research Group. Fundus
photographic risk factors for progression of diabetic retinopathy: report number 12.
Ophthalmology.1991; 98:823-33.
15. Williams GA, Scott IU, Haller JA, Maguire AM, Marcus D, McDonald HR.
Single-field fundus photography for diabetic retinopathy screening: a report by
American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology. 2004;111:1055-62.
16. American Academy of Ophthalmology. Preferred Practice Patern for Diabetic
Retinopathy; 2008.
17. Chu C, Salmon J. Examination of the fundus. The Journal of Clinical
Examination. 2007;2:7-14.
18. Benjamin L, James B. Examination of the retina and optic disc. In: Benjamin L,
James B, editor. Ophthalmology investigation examination techniques. China:
Elsevier; 2007. p. 45-50.
19. Eva PR, John PW. 2009. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Edisi ke 17.
Jakarta: EGC
20. Alghadyan AA. Diabetic Retinopathy: An Update. Saudi Journal of
Ophtalmology. 2011; 25: 99-111
23