Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA JULI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT:
MASALAH EMOSI DAN PERILAKU PADA ANAK DAN REMAJA
LAPORAN KASUS:
GANGGUAN WAHAM MENETAP

Oleh:
Ahmad Yasin

Residen Pembimbing:
dr. Muhammad Alim Jaya

Supervisor:
dr. Rinvil Reinaldi, M.Kes, Sp.KJ A&R

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang tersebut namanya di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Ahmad Yasin


NIM : C111 13 009
Judul Laporan Kasus : Gangguan Waham Menetap
Judul Referat : Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja

adalah benar menyelesaikan kasus yang berjudul ‘GANGGUAN WAHAM


MENETAP dan referat yang berjudul “MASALAH EMOSI DAN PERILAKU
PADA ANAK DAN REMAJA” telah disetujui serta dibacakan depan
pembimbing.

Makassar, 23 Juli 2017

Residen Pembimbing Pembimbing Supervisor

dr. Muhammad Alim Jaya dr. Rinvil Rinaldi, M.Kes,Sp.KJ A&R


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Banyak masalah mental yang didiagnosa pada saat dewasa mulai


dicetuskan pada saat remaja. Masalah kesehatan mental merupakan masalah yang
banyak terjadi yang dihadapi oleh anak-anak dengan usia sekolah. Masalah mental
pada remaja akan memiliki efek yang sangat besar pada remaja karena masalah
tersebut menyerang ketika remaja berada pada tahap perkembangan emosional,
pendidikan, dan sosial. Child Mind Institute melaporkan bahwa dari lima orang
anak terdapat satu orang anak yang menderita masalah kesehatan mental atau
gangguan belajar, dan sekitar 80% gangguan mental kronik dimulai pada masa
anak-anak1.

Anak- anak akan melalaui berbagai macam tahap kehidupan selama


perteumbuhan dan perkembangan diri mereka. Ketika memasuki masa sekolah
maka mereka akan dihadapkan dengan tuntutan akademik dan prestasi akademik
yanga akan menjadi penentu utama dari dari perkembangan kepribadian lebih
lanjut2.

Masalah Mental pada anak dan remaja merupakan masalah umum yang
sering terjadi. Diperkirakan satu dari lima remaja memiliki kelainan yang dapat
didiagnosis sebagai gangguan mental. Gangguan mental yang paling umum yang
sering dihadapi remaja adalah depresi dengan lebih dari 1 dari empat siswa SMA
memiliki gejala ringan depresi3.

Sebagian besar sindrom psikiatri yang mempengaruhi anak-anak dan


remaja melibatkan kombinasi gejala (dan tanda) dari empat area utama: Emosi,
perilaku, perkembangan dan hubungan 4.

Gangguan mental dinilai menggunakan modul diagnostik spesifik dari


Wawancara Diagnostik Jadwal untuk Anak Versi IV (DISC-IV) dan yang
dikembangkan secara khusus. DISC-IV adalah instrumen diagnostik standar yang
dikembangkan di bawah naungan Institut Kesehatan Mental Nasional Amerika
Serikat, yang digunakan di seluruh dunia untuk menilai gangguan jiwa dalam
sampel besar. Status gangguan ditentukan berdasarkan kriteria Diagnostik dan
Manual Statistik Gangguan Mental Versi V (DSM-V), yang merupakan sistem
klasifikasi diagnostik yang digunakan secara klinis di seluruh dunia5.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gangguan Emosi dan Perilaku

Ilmu kedokteran telah menemukan bahwa antara kesehatan tubuh


seseorang dengan kesehatan mental sesorang merupakan sesuatu yang memiliki
hubungan yang penting. Gangguan mental didefinisikan sebagai kondisi yang
dapat didiagnosa dengan karakteristik berupa perubahan pemikiran, perasaan atau
perilaku bahkan terkadang kombinasi dari ketiganya yang terkait dengan
gangguan3.

Gejala emosional yang bisa ditemukan seperti rasa cemas dan takut. Dapat
juga muncul rasa tidak percaya, depresi, putus asa, kurang nafsu makan, gangguan
tidur. Bahkan terkadang muncul gejala obsesif kompulsif bahkan pada anak usia
pra-sekolah4.

Gangguan perilaku merupakan diagnosa pada anak yang bermasalah


secara perilaku dan antisosia. Perbedaan utama adalah anatar maslah perilaku
yang berawal dari ADHD dan yang tidak atau Conduct disorder6.

2.2 Epidemiologi masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja

Studi epidemiologi menunjukkan prevalensi 16-18%


Gangguan mental pada anak usia 1 sampai 5 tahun tahun, dengan lebih dari
setengahnya memiliki dampak yang sangat berpengaruh. Ada bukti bahwa banyak
gangguan terjadi di tahun pertama kehidupan yang biasa dianggap dengan
sementara, misalnya, kolik kekanak-kanakan ("menjerit Bayi "), bertahan di luar
tahun pertama sekitar sepertiga Kasus dan merupakan faktor risiko lebih jauh
gangguan perkembangan anak di kemudian hari7.

Sebuah studi meta analisis yang dialkukan oleh Polanczyk dkk


menemukan prevalensi penderita gangguan mental dan perilaku pada remaja dan
anak-anak di seluruh dunia sekitar 13.4%. Tingkat prevalensi diperkirakan sebagai
berikut: gangguan kecemasan, 6,5% ; gangguan depresi, 2,6%; Gangguan depresi
mayor, 1,3%; Gangguan hiperaktif perhatian defisit, 3,4% ); Gangguan gangguan,
5,7% ; Gangguan menentang oposisi, 3,6% ; Dan Conduct disorder, 2,1%8.

Menurut data Riskesdas tahun 2013, Indonesia memiliki prevalensi


penduduk yang mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah
6,0%. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah
Sulawesi Tengah (11,6%). Menurut riskesdas tahun 2013 jumlah penderita
gangguan jiwa emosional di Indonesia dengan umur <25 tahun ada sekitar <1%9.

2.3 Faktor Resiko masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja

Perkembangan seseorang sejak di dalam masa kandungan, masa kanak-


kanak serta remaja atau dewasa muda, setiap fasenya akan memainkan peran baik
itu faktor genetik, maupun lingkungan semua akan menjadi basis dan berpengaruh
terhadap perkembangan seseorang. Sebagai contoh, peningkatan terhadap
serotonin seorang anak yang mengalami pelecehan akna meningkatkan risiko
terhadap perkembangan gangguan depresi kedepannya2.

Pada anak-anak, ganguan perkembangan saraf adalah kondisi yang


cenderung terjadi pada awal masa perkembangan dan dapat menyebabkan
gangguan dalam kecerdasan, fungsi ekskutif, belajar dan kemepuan interkasi
sosial anak akan terganggu. Fungsi personal, sosial, akademik, dan pekerjaan akan
terbatas sehingga memeiliki implikasi terhdapa keterlambatan dalam mecapai
tongggak perkembangan yang normal10.

Penggunaan obat-obatan pada masa kehamilan akan berpengaruh pada


perkembangan mental dan perilaku anak. Penggunaan alkohol memeinkan peran
yang serius terhadap bayi lahir cacat. Beberapa studi menunjukkan alkohol juga
dapat memberikan kontribusi terhadap kejadian ADHD pada anak. Penggunaan
obat-obatan seperti kokain dan marijuana dapan mmeberikan kontribusi terhdapa
anak –anak saat masa menyuisi seperti dapat memicu lahir prematur2.
Keadaan lingkungan juga akan berpegaruh terhadap masalah emosi dan
perilaku pada anak dan remaja. Anak-anak ataupun remaja yang orangtuanya
mengalami perceraian pasti akan bereaksi terhadap perceraian tersebut seperti
mereka akan lebih mudah marah, dan mengalami depresi. Pada kasus-kasu
kenakalan remaja biasanya anak-anak atau remaja yang terlibat mereka berada
dalam lingkungan yang mendukung kekerasan, seperti contoh mereka sering
terpapar dengan kekerasan atau punya pengalaman menjadi korban kekerasan,
anggota gangster, serta fungsi keluarga tidak berjalan2,10.

2.4 Masalah Gangguan Emosi pada Anak dan Remaja

Masalah gangguan emosi pada anak dan remaja perlu dibedakan antara
satu dengan yang lainnya. Prevalensi gangguan emosi pada anak dan remaja di
dunia 3% untuk gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Masalah gangguan
emosional berhubungan dengan masalah hubungan sosial, masalah kesehatan
fisik, rokok dan kekerasan11.

2.4.1 Anxiety disorder

Gangguan kecemasan diperkirakan mempengaruhi sekitar 10-20% anak-


anak dan remaja. Gangguan kecemasan atau ansietas pada anak di Australia
memiliki prevalensi sebesar 6.9%. Sebagai contoh, menagis ketika ibu keluar, atau
ketakutan terhadap laba-laba bisa menjadi pengalaman dari masa pertumbuhan
anak-anak, terutama pada saat stress. Contoh gejala kecemasan pada anak antara
lain seperti tidak mau keluar rumah, tidak mau pergi ke tempat tidur,
bersembunyi, merasa gelisah, mimpi buruk, sakit perut atau sakit kepala2,5,6.

Pendekatan perawatn intensif multimodal diperlukan seperti terapi


kejiwaan, edukasi keluarga, terapi farmakologis, seperti pemberian selective
serotonin re-uptake inhibitor (SSRI)2.

2.4.2 Separation anxiety


Di Antara anak usia 5 – 11 tahun, 3-4% memiliki kecemasan yang
berlebihan saat dihadapkan dengan pemisahan dari orang tua atau orang yang
dekat dengan mereka. Anak-anak akan menempel ke orang tersebut dan menolak
untuk dipisahkan. Separation anxiety biasanya dimulai ketika stress, seperti ketika
meninggalnya orang yang dicintai atau hewan peliharaan yang meninggal6.

Tatalaksana untuk menangani gangguan tersebut di antara lain adalah


dengan bekerja sama dengan keluarga untuk menjelaskn kepada anak dan
berusaha meyakinkan anak tersebut. Kemudian penyebab gangguan harus
diidentifikasi kemudian dicarikan solusi, serta meyakinkan orang tua untuk tidak
memeperburuk masalah misalnya dengan tidak menampilkan kecemasan6.

2.4.3 Gangguan somatoform

Anak-anak dengan mudah mengembangkan gejala somatik terutama bila


mengalami stress. Nyeri peruta yang tidak khas serta sakit kepala meurpakan
gejala paling umum yang dikeluhkan. Pada orang dewasa gangguan somatoform
dijelaskan sebagai suatu gejala tubuh di mana keluhan tidak sesuai dengan
koondisi medis. Tujuan utama tatalaksana adalah menghindari penguatan gejala
misalnya dengan mengajarkan untuk tidak melakukan ini dengan sengaja dan
mengatasi stress yang mendasarinya. Prognosisnya bervariasi, beberapa anak terus
membawa gangguan ini sampai dewasa6.

2.4.4 Gangguan emosi lainnya

Gangguan emosi lainnya dapat berupa obsesif kompulsif. Obsesif


kompulsif merupakan kasus yang jarang dijumpai. Di Inggris kejadian kasus
obsesif kompulsif terjadi pada 1 dalam 400 orang anak dengan umur 5 – 15 tahun.
Biasanya keluhan tersebut berhubungan dengan Tourette syndrome. Pada kondisi
lain keluhan dapan mucul akibat oleh infeksi bakteri streptokokus namun hal ini
masih menjadi kontroversi6.

Anak – anak atau remaja yang menderita karena masalah emosi dapat
terlihat pada saat dewasa. Contohnya mungkin saja mereka memiliki phobia yang
spesifik atau perkembangan dari gangguan emosional mereka6.
2.5 Masalah Gangguan Perilaku pada Anak dan Remaja

Istilah gangguan perilaku meupakan istilah yang digunakan


untukmenginduksi kelainan spesifik seperti Attention deficit hyperactivity
disorder (ADHD) dan Conduct disorder. Gangguan perilaku memiliki bangayk
gejala yang bervariasi tergantung dengan derajat keparahan. Masalah gangguan
perilaku didiagnosa pada anak yang secara terus menerus memiliki masalah dan
perilakunya cenderung menunjukkan antisosial6,12.

2.5.1 Conduct disorder

Conduct disorder didefinisikan sebagai perilaku berulang yang melibatkan


tindakan kekerasan terhdap manusia atau hewan, perusakan properti, dan juga
kenakaln yang serius yang melanggar norma sosial yang berlaku di masyarkat.
Gangguan ini merupakan gangguan psikiatri yang paling sering ditemukan pada
anak dan remaja. Prevalensi conduct disorder diperkirakan sekitar 1-15%.
Ganggguan ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dengan rasio 1:5. Perilaku
terganggu dan anti sosial jauh melampaui perilaku buruk yang biasa diamati pada
kelompok usia tersebut. Diagnosis biasa dilakukan setelah usia 7 tahun walaupun
masalh serring muncul lebih dulu.6,10

Pada remaja, gangguan ini punya hubungan yang kuat dengan kenakalan
remaja. Sering ada kontak berulang dengan polisi, keyakinan untuk mencuri,
melakukan tindakan kriminal, atau penyerangan. Gangguan ini berhubungan
dengan keragaman perampasan sosial dan jeleknya pengasuhan6.

Penilaian bukan hanya pada anak tapi juga keluarga dan lingkungan lain
yang berpengaruh terhadap pengobatan. Pendidikan bagaimana mengidentifikasi
dan menunjukkan emosi dapat berguna untuk anak dan keluarga. Terapi pelepasan
alkohol dan obat-obatan sangat direkomendasikan. Keselamatan anak harus
dilaporkan ke pihak yang berwenang10.

2.5.2 Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan


psikiatri yang sering terjadi pada anak dan remaja dan seringkali terjadi dengan
komorbiad psikiatri/neurologi. ADHD dikarakteristikkan dengan gejala utama
gangguan konsentrasi dan atau hiperaktifitas dan inpulsif. Prevalensi ADHD di
eropa pada anak dan remaja diperkirakan sekitar 5%13.

Etiologi ADHD adalah multifaktorial. Ada sekitar 70% yang merupakan


kontribusi dari pengaruh genetik yang mempengaruhi fungsi dari dopamin dan
srotonin di otak. Kelainan perkembangan sraf dicurigai dengan tanda-tanda
neurologis yang yang tidak terlalu terlihat, kesulitan belajar, gambaran radiologis
serta EEG6.

Manajemen tatalaksana dari ADHD adalah dengan mendukung pendidikan


psikologis terhadap anak dan keluarga. Menurut UK guidline pemeberian
psikostimulan memiliki peranan penting dalam ttalaksana ADHD dengan gejala
yang berat6.

ADHD memiliki prognosis yang bermacam macam. Sisa gejala residula


seperti hiperkinetik dan gangguan belajar masih bisa didapatkan. Menjadi
antisosial serta melakukan tindakan yang menyimpang kadang terjadi. Mamsih
belum jelas sampai kapan pengobatan harus dilanjutkan selama dewasa6,12.

2.5 Tatalaksana masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja

Secara umum ketika mendapatkan masalah psikiatrik pada anak


memerlukan prinsip sebagai berikut. Perhatikan tahap pertumbuhan dari anak.
Kebanyakan masalah dimulai dengan tatalaksana awal berupa nasehat, dukungan,
serta intervensi perilaku. Pelibatan anggota keluarga juga menjadi penting dalam
mengahadapi masalh emosi dan perilaku pada anak. Sebisa mungkin hindari
putus sekolah ataupun kabur dari rumah. Penggunaan obat-obatan harus lebih
diawasi dari pada dewasa walaupun dapat membantu pada kasus ADHD dan
gangguan kecemasan.6
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Gangguan mental didefinisikan sebagai kondisi yang dapat didiagnosa


dengan karakteristik berupa perubahan pemikiran, perasaan atau perilaku bahkan
terkadang kombinasi dari ketiganya yang terkait dengan gangguan. Gejala
emosional yang bisa ditemukan seperti rasa cemas dan takut. Dapat juga muncul
rasa tidak percaya, depresi, putus asa, kurang nafsu makan, gangguan tidur.
Bahkan terkadang muncul gejala obsesif kompulsif bahkan pada anak usia pra-
sekolah. Studi epidemiologi menunjukkan prevalensi 16-18%
Gangguan mental pada anak usia 1 sampai 5 tahun tahun, dengan lebih dari
setengahnya memiliki dampak yang sangat berpengaruh.

Faktor resiko terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja
dapat disesbakan oleh gnetik, maslah pada perkembangan saraf, lingkungan
berupa perceraian, keadaan lingkungan yang mendukung kekerasan, serta
pemakaian obat-obatan selama masa kehamilan.

Masalah gangguan emosi pada anak dan remaja perlu dibedakan antara
satu dengan yang lainnya. Prevalensi gangguan emosi pada anak dan remaja di
dunia 3% untuk gangguan kecemasan dan gangguan depresi. . Gangguan perilaku
memiliki banyak gejala yang bervariasi tergantung dengan derajat keparahan.
Masalah gangguan perilaku didiagnosa pada anak yang secara terus menerus
memiliki masalah dan perilakunya cenderung menunjukkan antisosial.
DAFTAR PUSTAKA

1. Institute CM. 2016 Child Mind Institute Children ’ s Mental Health Report.;
2016.

2. Sadock B, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry :


behavioral sciences/clinical psychiatry. 11 ed. Philadephia: Wolters Kluwer
Health; 2015.

3. Murphey BD, Ph D, Barry M, Vaughn B. ADOLESCENT HEALTH


HIGHLIGHT. Child Trends. 2013;(January):1–10.

4. Goodman R, Scott S. Child and Adolescent Robert Goodman and Stephen


Scott. 3 ed. Chicester: John Wiley & Sons Ltd.; 2012.

5. Lawrence D, Johnson S, Hafekost J, et al. The Mental Health of Children


and Adolescents. Canberra: Department of Health; 2015.

6. Gulati G, Lynall M-E, Saunders K. Lecture Notes: Psychiatry. Chicester:


John Wiley & Sons Ltd.; 2014.

7. Klitzing K Von, Döhnert M, Kroll M, Grube M. Mental Disorders in Early


Childhood. 2015. doi:10.3238/arztebl.2015.0375.

8. Polanczyk G V, Salum GA, Sugaya LS, Caye A, Rohde LA. Annual


Research Review : A meta-analysis of the worldwide prevalence of mental
disorders in children and adolescents. 2015;3:345–365.
doi:10.1111/jcpp.12381.

9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. RISET


KESEHATAN DASAR. 2013.

10. Smith P. Mental Health Care in Setting Where Mental Health Resource Are
Limited. Bloomington: Archway Publishing; 2014.

11. Finning K, Moore D, Ukoumunne OC, Danielsson-waters E, Ford T. The


association between child and adolescent emotional disorder and poor
attendance at school : a systematic review protocol. BiomedCentral.
2017:1–5. doi:10.1186/s13643-017-0523-6.

12. Organization WH. mhGAP intervention guide for mental, neurological and
sub- stance use disorders in non-specialized health settings: mental health
Gap Action Programme (mhGAP) – version 2.0. Geneva: WHO press;
2016.

13. Sikirica V, Gustafsson PA, Makin C. Treatment Patterns among Children


and Adolescents with Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder with or
without Psychiatric or Neurologic Comorbidities in Sweden : A
Retrospective Cohort Study. Neurol Ther. 2017;6(1):115–130.
doi:10.1007/s40120-017-0066-8.

Anda mungkin juga menyukai