Anda di halaman 1dari 27

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY (GDD)

Oleh:
Ajeng Tri Aulia Nanis

Pembimbing:
dr. Diane M Supit, Sp.A(K)

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
NOVEMBER 2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN

TUTORIAL KLINIK

GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY


Diajukan dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Oleh :
Ajeng Tri Aulia Nanis

Pembimbing

dr. Diane M Supit, Sp.A(K)

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
NOVEMBER 2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “Global Developmental
Delay”. Tutorial klinik ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial klinik ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada dr. Diane M Supit, Sp.A(K) selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis
menjalani kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, terutama di
divisi Neurologi anak. Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam
penulisan, sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan
tutorial klinik ini. Akhir kata, semoga laporan ini berguna bagi penyusun sendiri dan
para pembaca.
Samarinda, Desember 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................1
LEMBAR PERSETUJUAN ...............................................................................2
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 4
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................7
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................21

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Global development delay (GDD) ialah kecacatan perkembangan dalam arti
terdapat adanya penundaan yang signifikan pada dua/lebih domain perkembangan
antara lain : personal sosial, gross motor (motorik kasar), fine motor (motorik halus),
bahasa, kognitif dan aktivitas sehari-hari. Global development delay menjadi faktor
utama dari sebagian besar neurodevelopmental disorder. Pada anak dengan global
development delay umumnya terjadi pada umur dibawah 5 tahun [ CITATION Van17 \l
1033 ].
Prevalensi GDD sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di
Amerika Serikat angka kejadian GDD diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur
<5 tahun. Penelitian oleh Suwarba dkk di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
mendapatkan prevalensi GDD adalah 2,3 %. Etiologi GDD sangat bervariasi, sekitar
80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal,
disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20% nya belum diketahui.
Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti
paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intrauterin, serta asfiksia perinatal
(Shevell et al., 2003).
Evaluasi dan investigasi pada anak dengan global development delay
mengungkapkan penyebab 50-70% dari kasus ini. Pada kasus ini dapat meninggalkan
minoritas yang besar, jika dibandingkan dengan anak seusianya. Mulai dari
terlambatnya kemampuan fungsionalnya hingga retardasi mental. Anak dengan
global development delay bisa saja mengalami retardasi mental selain dari
keterlambatan pada fungsionalnya, tapi tidak semua anak dengan GDD
mengalaminya. Semua tergantung pada penyebab yang membuat kondisi anak
mengalami keterbelakangan mental [ CITATION Wal10 \l 1033 ].

5
1.2 Tujuan

Tujuan dibuatnya tutorial klinik ini adalah untuk menambah wawasan bagi
dokter muda mengenai global developmental delay, serta sebagai salah satu syarat
mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan
Global (KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain
perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,
personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun saat
tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang
dipergunakan adalah retardasi mental [ CITATION She98 \l 1033 ]. Anak dengan KPG
tidak selalu menderita retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan
seorang anak mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral,
deprivasi psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik [ CITATION She03 \l
1033 ].
2.2 Epidemiologi
Prevalensi GDD sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di
Amerika Serikat angka kejadian GDD diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur
<5 tahun. Penelitian oleh Suwarba dkk di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
mendapatkan prevalensi GDD adalah 2,3 %. Etiologi GDD sangat bervariasi, sekitar
80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal,
disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20% nya belum diketahui.
Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti
paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intrauterin, serta asfiksia perinatal
(Shevell et al., 2003).
Menurut penelitian Deborah M dkk prevalensi KPG di Poliklinik Anak RSUP
Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari 12 bulan
(67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan terbanyak adalah
belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan berjalan pada 14
(21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien. Didapatkan 20% BBLR dan

7
BBLSR, ibu berpendidikan menengah ditemukan pada 68% kasus. Karakteristik
klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29% mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom.
Evaluasi perkembangan menunjukkan 40 (60%) terlambat pada seluruh sektor
perkembangan. Etiologi ditemukan pada 61% dengan penyebab terbanyak adalah
kelainan majemuk, hipotiroid, serebral disgenesis, palsi serebral [ CITATION Mel14 \l
1033 ].

2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak


2.3.1 Ciri-ciri dan Prinsip-Prinsip Tumbuh Kembang Anak
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak
dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan
yang sesuai dengan usianya. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan
jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan
panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan dan perkembangan
merupakan peristiwa yang terjadi secara simultan. Berbeda dengan pertumbuhan,
perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan
organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskular,
kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan
penting dalam kehidupan manusia yang utuh [ CITATION Dep05 \l 1033 ].
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri
yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain
perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada
tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi

8
dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta
perkembangan memiliki tahap yang berurutan.
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga
memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan
sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan
anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat
diramalkan [CITATION Soe16 \l 1033 ].

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak


Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal
yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya.
Faktor faktor tersebut antara lain :
 faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis
kelamin, genetik, dan kelainan kromosom;
 faktor eksternal, diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia,
endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi
ibu), faktor persalinan, faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan
kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi,
lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obat-obatan) [ CITATION Wal10 \l 1033 ].

2.3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau


Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi [ CITATION Dep05 \l 1033 ]:
1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar
seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat
seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.

9
3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.
4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, dan sebagainya.

2.3.4 Periode Tumbuh Kembang Anak


Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh
kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak
adalah sebagai berikut [ CITATION Wal10 \l 1033 ] :
1. Masa prenatal atau masa intra uterin
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
 Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2
minggu.
 Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu.
Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism,
terjadi diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam
tubuh.
 Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir
kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak
umur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin.
Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad
manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi.
 Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.
Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.

10
Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid)
dan Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.
2. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
a. Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
b. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping
ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh
yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak
terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.
3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus)
serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah
pada masa balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan,
pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi
pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan
pengaturan hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi
segala kinerja otak mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf,
hingga bersosialisasi. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak
juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil
apapun apabila tidak dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi
kualitas sumber daya manusia dikemudian hari.
4. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan)

11
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi
perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya
keterampilan dan proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam
rumah maka lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini
juga anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem
reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga
anak mampu belajar dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar
pada masa ini adalah dengan cara bermain.

2.4 Etiologi
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan
neuromuscular) [ CITATION Wal10 \l 1033 ].
Tabel 2.1 Penyebab GDD menurut Forsyth dan Newton ([ CITATION Wal10 \l
1033 ].
Kategori Keterangan
Genetik atau Sindromik - Sindrom yang mudah diidentifikasi,
Teridentifikasi dalam 20% dari misalnya Sindrom Down
mereka yang tanpa tandaa-tanda - Penyebab genetik yang tidak terlalu jelas
neurologis, kelainan dismorfik, pada awal masa kanak-kanak, misalnya
atau riwayat keluarga. Sindrom Fragile X, Sindrom Velo-cardio-
facial (delesi 22q11), sindrom Angelman,
Sindrom Soto, sindrom rett,
fenilkoetonuria maternal,
mukopolisakaridosis, distrofi muskularis
tipe Duchenne, tuberus sclerosis,
neurofibromatosis tipe 1, dan delesi
subtelomerik
Metabolik - Skrinning universal secara nasional
Teridentifikasi dalam 1% dari neonates untuk fenilketonuria (PKU) dan

12
mereka yang tanpa tanda-tanda defisiensi acyl-Co A-Dehidrogenase
neurologis, kelainan dismorfik rantai sedang.
atau riwayat keluarga - Misalnya, kelainan siklus/daur urea
Endokrin - Terdapat skrining universal neonatus
untuk hipotiroidisme kongenital
Traumatik Cedera otak yang di dapat
Penyebab dari lingkungan - Anak-anak memerlukan kebutuhan
dasarnya seperti makanan, pakaian,
kehangatan cinta, dan stimulasi untuk
dapat berkembang secara normal
- Anak-anak tanpa perhatian, diasuh
dengan kekerasan, penuh ketakutan,
dibawah stimulasi lingkungan mungkin
tidak menunjukkan perkembangan yang
normal
- Ini mungkin merupakan faktor yang
berkontribusi dan ada bersamaan dengan
patologi lain dan merupakan kondisi yaitu
kebutuhan anak diluar kapasitas orangtua
untuk dapat menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral Kelainan migrasi neuron
Cerebral Palsy dan kelainan Kelainan motorik dapat mengganggu
perkembangan Koordinasi perkembangan secara umum
(Dispraksia)
Infeksi - Perinatal, misalnya Rubella, CMV, HIV
- Meningitis neonatal
Toksin - Fetus : Alkohol maternal atau obat-obatan
saat masa kehamilan
- Anak : keracunan timbal

2.5 Deteksi Dini

13
Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan
pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap
tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan
normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali
terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua
perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak. Untuk mengetahui
apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data /
laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining
perkembangan pada anak [ CITATION IDA13 \l 1033 ].
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini
dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan
dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan
penilaian perkembangan [ CITATION Dep05 \l 1033 ].
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat
dilihat dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana
seperti yang tercantum di bawah ini [ CITATION IDA13 \l 1033 ] :
 Tanda bahaya perkembangan motor kasar
1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota
tubuh bagian kiri dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih
dari usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
 Tanda bahaya gangguan motor halus
1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan

14
2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih
sangat dominan setelah usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten
 Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan
terhadap suatu benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
 Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau
ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
 Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
1. Usia 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
2. Usia 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. Usia 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. Usia 15 bulan: belum ada kata
5. Usia 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. Usia 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Usia Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan
bersosialisasi/interaksi
 Tanda bahaya gangguan kognitif
1. Usia 2 bulan: kurangnya fixation
2. Usia 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. Usia 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. Usia 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’
5. Usia 24 bulan: belum ada kata berarti

15
6. Usia 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi
dini gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
Screening Test – II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s
Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining
yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)
dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk
menilai kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3
tahun [ CITATION Sro06 \l 1033 ].

2.6 Gejala Klinis


Mengetahui adanya GDD memerlukan usaha karena memerlukan perhatian
dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila
di perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli
dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining
prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan
berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan
beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian GDD yang
berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,
motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari
dimana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal
spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik GDD terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya, yaitu :
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan

16
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus [CITATION
Fir \l 1033 ].

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara
seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap
keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak
tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki daerah
perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi, resiko
biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat
salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat
infant [ CITATION Fir \l 1033 ].

Tabel 2.2 Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global


Prenatal maternal Factors
 Acute or chronic illness (e.g., HIV infection)
 Use drug or alcohol
 Toxemia
 Previous miscarriage or stillbirth
Perinatal factors
 Obstetrical complications
 Prematurity
 Low birth weight
 Multiple gestation
Neonatal factors
 Neurologic events (seizures or intravascular
hemorrhage)
 Sepsis or meningitis
 Severe hyperbilirubinemia
 Hypoxia due to respiratory compromise
Postnatal factors
 Seizures
 Sepsis or meningitis
 Reccurent otitis media
 Poor feeding

17
 Poor growth
 Exposure to lead or other toxins
Factors in the family history
 Developmental delay
 Deafness
 Blindness
 Chromosomal abnormalities
Factors in the social history
 History of abuse or neglect
 Limited social or financial support
 Teenage parent
 Single parent
 Mentally retarded parent
 Stressful life events (e.g divorce, death, or
unemployment of parents)

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan
fisik [ CITATION Sro06 \l 1033 ].
 Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau
makrosefali) adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan
bentuk tubuh sering dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor
penyakit genetik lain sulit dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.
 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara terstruktur dari mata, yaitu fungsi
penglihatan dapat dilakukan saat infant, dengan menggunakan pemeriksaan
sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya lampu.
 Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat
ditemukan adanya strabismus.
 Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan menggunakan brain-stem
evoked potentials pada infant. Saat umur memasuki 6 bulan, kemampuan
pendengaran dapat dites dengan menggunakan peralatan audiometri.

18
 Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa menggunakan audiometer
portable.
 Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari infeksi otitis media menjadi hal
yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi secara kontinyu akan
menyebabkan gangguan pendengaran ringan.
 Pemeriksaan kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
penyakit ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang
dihubungkan dengan delay.
 Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang
berhubungan dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek, yaitu
moro reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan
gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukanpada
anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun beberapa
pemeriksaan penunjangnya antara lain [ CITATION Men90 \l 1033 ].
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik rutin
untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan sebagai
evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila
didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang mengarah
pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anakanak dicurigai
memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas kognitif,
pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan
gangguan tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin
phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit muscular
dystrophy.
b. Tes Sitogenik

19
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan
suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat
keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih sering dilakukan
anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas yang lebih buruk,
skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila terdapat indikasi yang
jelas. Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan pada wanita dengan
retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat dijelaskan.
c. Skrinning Tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid
kongenital perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya
dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum
terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat
digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa
riwayat epilepsy.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin
pada KPG (terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia
MRI harus lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan
diagnosis secara klinis sebelumnya.

2.8 Diagnosis Banding


Etiologi dan penyebab dari GDD saat ini belum bisa memprediksi secara
spesifik, gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan GDD ini,
terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun
memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention

20
deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD)
[ CITATION Men90 \l 1033 ].
2.8.1 Retardasi Mental
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria
DSMIV, retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata,
terdapat gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk
mengetahui adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat
diatas umur 5 tahun), dengan klasifikasi hasil:
a. Ringan , yaitu IQ 50-70
b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20

2.9.2 Cerebral Palsy (CP)


Membedakan antara CP dengan GDD yaitu pada CP, ada tiga faktor resiko
awal yaitu bayi lahir prematur (semakin kecil usia, semakin tinggi faktor risiko),
bayi lahir dengan ensefalopati sedang hingga berat (semakin berat keluhan
semakin berat risiko), dan bayi yang lahir dengan faktor risiko paling ringan. Dua
faktor risiko awal tersebut harus ditunjang dengan MRI untuk melihat gambaran
otak. Bila terdapat gangguan bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi, dapat
dicurigai hal tersebut adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi
serebral dapat dilakukan berdasarkan kriteria Levine yaitu pola gerak dan postur;
pola gerak oral; strabismus; tonus otot; evolusi reaksi postural dan kelainannya
yang mudah dikenal; refleks tendon, primitif dan plantar.

2.8.2 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari kelahiran
bayi, yang dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks. Tanda
ADHD yaitu development delay, nilai akademik yang rendah, serta permasalahan

21
sosial. Penggunaan milestones pada tahun ke-3 mudah mengarahkan diagnosis
ADHD.

2.8.3 Autism Spectrum Disorder (ASD)


Tanda awal untuk membedakan antara ASD dengan KPG. Beberapa kata
kunci adalah gangguan bersosial. Pada tahun pertama akan sulit membedakan
antara ASD dengan KPG, yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil, afek
kurang, berkurangnya interaksi sosial, dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun
kedua dan ketiga, bahasa tubuh yamg tidak lazim dan sangat ekspresif. Perilaku
lain yakni motorik, sensorik dan beberapa domain lain.

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan GDD hingga saat ini masih belum
ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana
anakanak belajar dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan
kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan GDD
dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor
yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain [ CITATION
Dep05 \l 1033 ] :
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,
autism, kehilangan pendengaran, dan GDD. Terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities.
Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut.
Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang yang dapat
membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada mulut, lidah dan
tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak dengan gangguan
pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang membuat
anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut.

22
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri
dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara
bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai
pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran
pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka meningkatkan
kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.

3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan
halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya.
Kemampuan motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang
besar seperti berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat.
Kemampuan motoric halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti
kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau
perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi,
dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini dilakukan oleh
terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga terapi
ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya
dan memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau
buruk seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lainlain.
Behavioral therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi
masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini dapat
dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun, terapi ini
bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang
lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu,

23
sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan mengurangi
sikap-sikap yang tidak diinginkan.

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan GDD, yakni
kemunduran perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak
tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya
aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi
akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya. Sehingga
anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.

2.11 Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan
penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan
pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang
baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi
hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam
menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif
(faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan
menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami
kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan
dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya [ CITATION IDA13 \l 1033 ].

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan
Global (KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain
perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,
personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun
saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang
dipergunakan adalah retardasi mental. Deteksi dini merupakan suatu upaya yang
dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh
kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini.
Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara
dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat
diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang.
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu
penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Pengobatan bagi anak-
anak dengan GDD hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal itu disebabkan
oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anakanak belajar dan berkembang
dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-
masing. Sehingga penanganan GDD dilakukan sebagai suatu intervensi awal
disertai penanganan pada faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan


Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan
Dasar. Tumbuh Kembang Anak, 25-30.

First, L., & Palrey, J. (1994). Current Concepts: The Infant or Young Child with
Developmental Delay. The New England Journal of Medicine, 7478-483.

Handryastuti, S. (2011, April 13). Kala Buah Hati Berotak Lebih Kecil. Jakarta, DKI,
Indonesia.

IDAI. (2013, Desember 19). Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada


Anak. Retrieved November 28, 2019, from Ikatan Dokter Anak Indonesia:
http//idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-
keterlambatan-perkembangan-umum-pada-anak html

Melati, D., Windiani, I., & Soetjiningsih. (2014). Karakteritik Klinis Keterlambatan
Perkembangan Global pada Pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah
Denpasar. Ilmu Kesehatan Anak FK Undayana, 35-40.

Menkes, J. (1990). Textbook of Child Neurology. Philadelphia: Lea & Febiger.

Shevell, M. (1998). The Evaluation of the Child with a Global Developmental Delay.
Seminar Pediatric Neurology, 21-26.

Shevell, M., Ashwal, S., Donley, D., Flint, J., Gingold, M., & Hirzt, D. (2003).
Evaluation of the Quality Standarts Subcommitte of the Child Neurology
Society. Neurology, 67-80.

Soetjiningsih, & Ranuh, I. (2016). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

26
Srour, M., Mazer, B., & Shevell, M. (2006). Analysis of Clinical Features Predicting
Etiologic Yield in the Assesment of Global Development Delay. Pediatrics,
139-45.

Van, I., Colla, S., Leeuwen, K., Vlaskamp, C., Ceulemans, E., Hoppenbrouwers, K.,
et al. (2017). Developmental Delay. Research in Developmental Disabilities,
131-142.

Walters, A. (2010). Development Delay: Causes and Identification. ACNR, 32-4.

27

Anda mungkin juga menyukai