Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Ensefalitis merupakan proses inflamasi pada parenkim otak yang menyebabkan disfungsi
serebral. Ensefalitis umumnya merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan
ensefalomielitis pasca infeksi, suatu penyakit kronik degenerative, atau infeksi virus yang
berjalan lambat.1 Ensefalitis disebabkan oleh beberapa virus, bakteri, jamur, parasit, spirochetes,
dan bahan kimia atau racun. Ada variasi musiman dan geografis dalam organisme penyebab.
Kasus fatalitas dan morbiditas sangat tinggi di antara berbagai ensefalitis virus di berbagai
belahan dunia. Kebanyakan orang yang memiliki kasus ensefalitis ringan mengalami pemulihan
penuh dalam 2-4 minggu. Prognosis untuk ensefalitis berat tergantung pada banyak faktor,
termasuk usia pasien hasil yang lebih buruk untuk bayi di bawah usia 12 bulan dan orang dewasa
di atas usia 55, status kekebalan, kondisi neurologis yang sudah ada sebelumnya dan virulensi
virus.2

Ensefalitis menunjukkan peradangan parenkim otak yang secara klinis bermanifestasi


dengan gejala demam, sakit kepala, perubahan kognisi, kejang, dan disfungsi neurologis fokal
yang mengarah pada mortalitas signifikan dan gejala sisa neurologis permanen di seluruh dunia.
Seringkali peradangan meluas ke meninges menyebabkan fitur tambahan meningisme dan
sindrom gabungan meningoensefalitis. Penyebab ensefalitis beragam, tetapi secara luas
dikategorikan sebagai infeksi dan autoimun. 3

Virus adalah etiologi agen infeksi yang paling sering diidentifikasi, tetapi hingga 70%
kasus penyebabnya tetap tidak teridentifikasi. Dari virus, herpes simplex virus tipe 1 (HSV1)
dilaporkan menjadi penyebab paling umum dari ensefalitis sporadis dewasa sedangkan virus
varicella zoster (VZV) merupakan penyebab sebagian besar ensefalitis pediatrik di negara maju
Namun, numeric Japanese ensefalitis (JE) adalah penyebab global terpenting dari ensefalitis
yang menyebabkan sekitar 30.000–50.000 kasus dan sekitar 15.000 kematian setiap tahunnya,
sedangkan virus West Nile (WNV) adalah virus paling luas yang ditemukan di beberapa bagian
Amerika Utara , Eropa, Rusia, Afrika, Timur Tengah, Indonesia dan India.3 Angka kematian
masih tinggi, berkisar 35-50%, dengan gejala sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20%-
40%). 4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Ensefalitis merupakan proses inflamasi pada parenkim otak yang menyebabkan disfungsi
serebral. Ensefalitis umumnya merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan
ensefalomielitis pasca infeksi, suatu penyakit kronik degenerative, atau infeksi virus yang
berjalan lambat.1Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam mikroorganisme (virus, bakteri,jamur, dan protozoa).4

2.2 EPIDEMIOLOGI

Agen penyebab terkonfirmasi atau kemungkinan diidentifikasi hanya dalam 16% kasus.
Dari penyebab yang dapat diidentifikasi, 69% adalah virus, 20% bakteri, 8% tidak menular
(yaitu, penyakit autoimun), 7% protein prion, 3% parasit, dan 1% jamur. Prosedur pengujian
ekstensif masih mengungkapkan tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi pada 63% pasien.5

Didapatkan 67.900 kasus JE setiap tahunnya, dengan angka kematian 20-30% dan
mengakibatkan gejala gangguan saraf sisa pada 30-50%. Angka kematian ini lebih tinggi pada
anak, terutama anak berusia kurang dari 10 tahun. Bilapun bertahan hidup, biasanya penderita
seringkali mengalami gejala sisa (sekuele), antara lain gangguan sistem motorik (motorik halus,
kelumpuhan, gerakan abnormal); gangguan perilaku (agresif, emosi tak terkontrol, gangguan
perhatian, depresi); atau gangguan intelektual (retardasi); atau gangguan fungsi saraf lain
(gangguan ingatan/memori, epilepsi, kebutaan).6

Hasil surveilans sentinel 2016 di 11 provinsi menunjukkan bahwa terdapat 326 kasus
AES dengan 43 kasus (13%) diantaranya positif JE. Sebanyak 85% kasus JE di Indonesia
terdapat pada kelompok usia 15 tahun dan 15% pada kelompok usia >15 tahun.7

2
2.3 FAKTOR RISIKO

Peningkatan penularan ensefalitis disebabkan beberapa faktor risiko, antara lain:

1) Peningkatan populasi nyamuk pada musim hujan;

2) Tidak adanya antibodi spesifik JE baik yang didapat secara alamiah maupun melalui
imunisasi;

3) Tinggal di daerah endemik JE; serta

4) Perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan digigit oleh nyamuk misalnya tidur
tanpa menggunakan kelambu.7

2.4 ETIOLOGI

Ensefalitis umumnya merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan suatu
ensefalomielitis pasca infeksi, suatu penyakit kronik degenerative, atau infeksi virus yang
berjalan lambat. Ensefalitis dapat berjalan difus ataupun terlokalisir. Terdapat 2 macam
mekanisme bagaimana organisme menyebabkan ensefalitis, yaitu :1

1) Infeksi secara langsung ke parenkim otak,atau


2) Merupakan respons yang dimediasi system imun di system saraf pusat yang biasanya
terjadi beberapa hari setelah manifestasi ekstraneural muncul.

Infeksi virus merupakan penyebab utama ensefalitis akut. Jenis virus yang paling sering
menyebabkan ensefalitis di Amerika serikat adalah arbovirus, enterovirus, dan herpes virus.
Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu penyebab penting ensefalitis
subakut pada anak dan remaja, yang dapat bermanifestasi sebagai demam akut, meskipun lebih
sering muncul secara perlahan. Penyebab lain dari ensefalitis subakut adalah campak, virus tipe
lambat ( misalnya virus japanes ensefalitis).1

Proses peradangan karena penyakit akut atau kronis dapat mengakibatkan ensefalitis yang
dimediasi kekebalan akut, seperti ensefalomielitis diseminata akut (ADEM), lupus cerebritis, dan
sindrom paraneoplastik. Mycoplasma adalah penyakit anak-anak yang lazim dan penyebab
ensefalitis.5

3
Berbagai penyebab ensefalitis virus infeksi akut atau subakut adalah sebagai berikut :5

Tabel 1. Penyebab ensefalitis5


Agent Subkategori Contoh
Virus Herpesvirus Herpes simplex 1
Herpes simplex 2
Human herpes virus 6
Varicella-zoster
Cytomegalovirus
Picornaviruses Coxsackievirus A
(Enteroviruses) Coxsackievirus B
Echovirus
Enterovirus 70
Enterovirus 71
Adenoviruses Various subtypes
Alphaviruses Eastern equine encephalitis
Western equine encephalitis
Venezuelan equine encephalitis
Flaviviruses St Louis encephalitis
West Nile virus
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Powassan encephalitis
Myxoviruses Mumps encephalomyelitis
Rhabdoviruses Rabies
Togaviruses Rubella
Retroviruses Human immunodeficiency virus I
and II
Influenza viruses Influenza A
Influenza B
Metapneumoviruses Human metapneumovirus

Bacterium Sindrom ensefalitis spesifik Listeria monocytogenes Francisella


tularensis
Rickettsia species
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia pneumoniae
Penyebab lain meningitis "Meningoensefalitis" ketika
bakteri nekrosis dan invasi otak langsung
atau peradangan terjadi

Fungus Cryptococcusneoformans
Blastomycesdermatitidis
Histoplasmacapsulatum
Paracoccidioides brasiliensis

4
Infeksi Parasit Meningoensefalitis amuba meningoencephalitis
primer Naegleria fowleri Balamuthia
mandrillaris
Ensefalitis cacing gelang Baylisascaris procyonis
rakun
Migrasi larva saraf Toxocara canis Angiostrongylus
cantonensis (Asia)

2.5 PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui
kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus akan
menyebar dengan beberapa cara:

1. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk
(permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf. 8
Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan saraf
secara aktif oleh virus atau dengan reaksi inang terhadap antigen virus. Bagian jaringan otak
umumnya ditandai oleh kongesti meningeal dan infiltrasi mononuklear, manset perivaskular
limfosit dan sel plasma, beberapa nekrosis jaringan perivaskular dengan kerusakan mielin, dan
gangguan neuron pada berbagai tahap dan pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau
nekrosis endotel. Korteks serebral, terutama lobus temporal, sering dipengaruhi oleh HSV;
arbovirus cenderung memengaruhi seluruh otak; rabies memiliki kecenderungan untuk struktur
basal. Keterlibatan sumsum tulang belakang, akar saraf, dan saraf perifer adalah variabel. 8

5
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Infeksi akut ensefalitis umumnya didahului oleh gejala prodromal yang tidak spesifik,
seperti batuk, sakit tenggorokkan, demam, sakit kepla, dan keluhan abdominal, yang diikuti oleh
gejala yang lebih khas yaitu letargia yang progresif, perubahan perilaku, dan sefisit neurologis.
Kejang merupakan gejala yang umum terjadi. Anak yang menderita ensefalitis juga dapat
memperlihatkan gejala ruam makulopapular dan komplikasi berat seperti koma, myelitis
transversa, penyakit kornu anterior (anterior horn cell disease) atau neuropati perifer.1

Ensefalitis West Neil mengakibatkan penyakit dengan spectrum klinis yang lebar, dari
asimptomatis sampai menimbulkan kematian. Tingkat keparahan penyaki meningkat seiring
bertambahnya usia. Pada umumnya anak yang terkena penyakit ini asimptomatis . gejala klinis
yang khas adalah manifestasi ekstraneurologis seperti demam, ruam, arthralgia, limfadenopati,
keluhan gastrointestinal, dan konjungtivitis.1

2.7 DIAGNOSIS
Presentasi khas dari ensefalitis akut terdiri dari kombinasi dari perubahan status mental,
kejang, perubahan perilaku lainnya, kelemahan, gangguan sensorik, atau gangguan gerakan
nonepileptik, dengan tidak adanya penyebab yang dapat diidentifikasi eksternal, seperti
intoksikasi, cedera otak, trauma otak, atau gejala psikososial anak. Dapat termasuk mengantuk
yang tidak seperti biasanya, tidak tertarik untuk makan, lemah, mudah marah, kehilangan kontrol
kepala, atau gerakan mata yang tidak normal.5

Anamnesis :

-Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia,

-Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluhkan nyeri kepala,
kejang, dan kesadaran menurun,

-Kejang bersifat umum atau fokal, dapat ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam
perjalanan penyakitnya.4

6
Pemeriksaan Fisik:

-Sering ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma dan kejang.

-Ditemukan gejala peningkatan tekanan intracranial

-Ditemukan gejala seperti upper motor neuron (Spastis, hiperrefleks dan klonus).4

Pemeriksaan penunjang:

-Pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan gula darah dan elektrolit

-Pungsi lumbal : Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) bias normal atau menunjukkan
abnormalitas ringan sampai sedang, yaitu:

-Peningkatan jumlah sel 50-200/mm3

-Hitung jenis didominasi sel limfosit

-protein meningkat tapi tidak melebihi 200mg/dl

-Glukosa normal.

-Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) menunjukkan gambaran edema otak baik umum
maupun fokal.

-Pemeriksaan elektroensefalografi merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat


penting pada pasien ensefalitis. Walaupun kadang didapatkan gambaran normal pada
beberapa pasien, umumnya didapatkan gambaran perlambatan atau gelombang
epileptiform baik umum maupun fokal.4

7
Tabel 2. Kriteria diagnosis ensefalitis9

Harus mewaspadai banyak kondisi yang mungkin menyerupai ensefalitis.


Beberapa contoh termasuk penyakit pembuluh darah, infeksi sistemik (tanpa infeksi SSP
langsung) atau peradangan, paparan racun, atau gangguan metabolisme. Kondisi seperti
itu perlu diselidiki secara agresif pada semua pasien dengan dugaan ensefalitis.
Mengingat berbagai kondisi yang menyebabkan dan menimbulkan gejala seperti
ensefalitis, memperoleh riwayat menyeluruh sangat penting. Sangat penting untuk
memperoleh riwayat perjalanan, baik yang baru maupun yang jauh, karena agen seperti
rabies atau malaria dapat menjadi gejala lama setelah paparan awal.9

8
Tabel 3. Lokalisasi Lesi SSP dan Gejala Terkait5

9
Tabel 4. Evaluasi Awal5
1. klinis Mengatasi gejala ketidakstabilan otonom atau
syok septik, kejang / status epilepticus
2. Pemeriksaan laboratorium Hitung darah lengkap, panel metabolisme
komprehensif, urinalisis
3.Neuroimaging MRI dengan dan tanpa kontras lebih disering
dilakukan; tomografi komputer yang muncul
jika tanda / gejala peningkatan tekanan
intrakraniala yang kritis sebelum pungsi lumbal
4.Lumbal punksi Tekanan pembukaan, jumlah sel, glukosa,
protein, kultur virus dan bakteri, pengujian
reaksi berantai polimerase untuk enterovirus,
herpes simplex
5. Perawatan empiris akut Asiklovir jika ada kecurigaan infeksi herpes
simpleks; profilaksis antikonvulsan jika ada
dugaan kejang klinis, atau jika risiko kejang
dianggap tinggi
6. Elektroensefalografi Digunakan untuk mengevaluasi temuan
lateralisasi yang relevan secara klinis
(pelepasan epileptiformis lateralis berkala),
untuk memantau kejang atau status subklinis
epileptikus

Keterangan :

a. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial akut termasuk muntah dan lesu, fontanel
yang menonjol, asimetri pupil atau kurangnya reaktivitas, tatapan mata pucat, tatapan
ke bawah yang terputus-putus atau tidak tetap (“mata terbenam”), atau respirasi tidak
teratur.5

10
Tabel 5. Pertimbangan Alternatif dalam Diagnosis Ensefalitis (Viral)5
Temuan klinis Pertimbangan Diagnostik
Riwayat batuk, tidak demam baru-baru ini, Mycoplasma pneumonia
otitis serosa, epidemi komunitas “pneumonia”
Riwayat radang sendi, serositis, uveitis, Lupus atau cerebritis / vaskulitis autoimun
nefritis, atau kondisi peradangan lainnya lainnya
Riwayat penurunan berat badan yang tidak Sindrom paraneoplastik
dapat dijelaskan baru-baru ini, anemia, gejala
ensefalitis lambat, ensefalitis limbik
Demam, rontgen dada, atau kelainan hati, onset Infeksi jamur
ensefalitis subakut, lesi yang meningkat pada
MRI, peningkatan meningeal, pleositosis CSF
campuran
Demam, rontgen dada atau kelainan hati, onset Meningitis tuberculosis
ensefalitis / rhencencephalitis subakut,
peningkatan meningeal basilar, hipoglikorikia
dengan pleositosis campuran
Demam, murmur jantung, riwayat penyakit Emboli mikotik
jantung bawaan atau rematik, lesi yang
meningkatkan multifokal pada MRI
Penyakit infeksi sebelumnya dengan Ensefalomielitis diseminata akut
pemulihan lengkap sebelum timbulnya gejala
neurologis, atau imunisasi dalam 30 hari
sebelumnya
Neonatus dengan hematopoiesis Rubella
ekstramedullary ("bayi blueberry mufin")
Neonatus dengan gejala ensefalitis akut Toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus,
HSV, parvovirus B19
Centang atau gigitlah paparan arthropoda Borrelia burgdorferi
Rickettsia species
Ehrlichia species
Coxiella burnetii
Usia <4-5 tahun, eosinofilia perifer dan / atau Migran larva saraf, termasuk baylisascariasis
CSF, lesi MRI diskrit dengan peningkatan, (Raccoon encephalitis), toxocariasis (anjing),
pica, atau paparan luas ke tanah / lokasi yang angiostrongylosis (tikus),
sering dikunjungi oleh hewan
Rhombencephalitis dengan pleocytosis Listeria monocytogenes
hemoragik, HSV PCR negatif, peningkatan
CSF laktat (tidak secara rutin diuji pada
ensefalitis)
Demam, pajanan pada kucing, adenopati lokal Bartonella henselae
Gigitan hewan, atau paparan dekat dengan Rabies
hewan liar yang berperilaku tidak normal
(termasuk kelelawar

11
Tabel 6. Temuan Khusus Pada Ensefalitis 5

2.8 PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit ringan mungkin hanya memerlukan pengobatan gejala. Sakit kepala
dan hiperestesia diobati dengan istirahat, analgetik, dan pengurangan cahaya ruangan,
kebisingan, dan pengunjung. Acetaminophen direkomendasikan untuk demam. Kodein dan obat-
obatan untuk mengurangi mual mungkin bermanfaat. Cairan intravena kadang-kadang
diperlukan karena asupan oral yang kurang. Penyakit yang lebih parah mungkin memerlukan
rawat inap dan perawatan intensif.Penting untuk memantau pasien dengan ensefalitis parah
dengan kejang, edema serebral, dan pernapasan yang tidak memadai.Semua cairan, elektrolit,
dan obat-obatan pada awalnya diberikan secara parenteral. Dalam keadaan koma yang
berkepanjangan, indikasi parenteral diindikasikan. Kadar glukosa, magnesium, dan kalsium
darah normal harus dipertahankan untuk meminimalkan kemungkinan kejang.8

12
The National Encephalitis Guidelines Development baru-baru ini menerbitkan pedoman
untuk pengelolaan dugaan ensefalitis virus pada anak-anak,sebagai berikut :

Gambar 1.Alur penatalaksanaan ensefalitis10


13
Tabel 7. Terapi yang biasa digunakan dalam ensefalitis9

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis ditegakkan secara presumtif, dengan melihat gejala neurologis, analisis
epidemiologi yang tipikal, bukti infeksi dengan pemeriksaan CSS, EEG, serta pemeriksaan
pencitraan otak. Ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, mycoplasma, riketsia, jamur,
dan parasite, dan dapat pula oleh penyakit non infeksi, termasuk penyakit metabolism
(ensefalopati) seperti sindrom reye, hipoglikemia, penyakit vascular kolagen, obat-obatan,
hipertensi, dan keganasan.1

2.10 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Pada pasien yang bertahan hidup, gejala umumnya membaik setelah beberapa hari
sampai dengan 2-3 minggu. Walaupun sebagian besar asien yang terkena wabah epidemic

14
ensefalitis di Amerika Serikat, (St.Louis,California, West Nile dan infeksi enterovirus) dapat
sembuh tanpa adanya gejala sisa. Pada kasus berat dapat terjadi kematian atau gejala sisa yang
berat. Sekitar dua pertiga pasien dapat sembuh sempurna saat dipulangkan dari rumahsakit.
Sedangkan sisanya menunjukkan penurunan gejala sisa yang signifikan, termasuk parese,
spastisitas, gangguan kognitif, kelemahan, ataksia, dan kejang berulang. Angka mortalitas akibat
penyakit ini adalah sekitar 5%.1

Ensefalitis yang diakibatkan oleh HSV, eastern equine encephalitis, atau M.Pneumoniae
memiliki prognosis yang lebih buruk, terutama jika menjangkiti anak kurang dari 1 tahun atau
anak yang mengalami koma. Rabies sebagian besar bersifat fatal. Insiden terjadinya relaps
ADEM sekitar 14%, umumnya timbul dalam waktu 1 tahun dengan manifestasi klinis yang sama
maupun dengan manifestasi klinis baru. Rekurensi ADEM dapat saja mencerminkan mulai
terjadinya multiple sclerosis pada anak.1

15
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
No. MR : 21.41.57
Tanggal Masuk :08 Maret 2019
Nama : An.FA
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Anak ke : ke-4
Agama : Islam
Alamat : Tualang, Siak

ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien

Keluhan utama:
Demam tinggi dan Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang:


Demam tinggi sejak 2 hari, demam tinggi sepanjang hari, demam disertai menggigil dan sakit
kepala. Keluarga membawa pasien ke puskesmas, dikasih obat paracetamol tablet, diminum ½
tablet, Pada malam harinya pasien muntah, demam turun. Pada paginya pasien demam tinggi dan
kejang dengan mata tertutup, kejang selama 5 menit, setelah kejang mata membuka tetapi pasien
gelisah. Pada malamnya pasien kejang kembali selama kurang dari 5 menit dengan lidah keluar,
mengerang. Keluarga langsung membawa pasien ke puskesmas terdekat dan di rujuk ke RSUD
tengku rafi’an. Setelah kejang pasien demam tinggi dengan suhu 39,9°C, nafsu makan tidak ada,
minum kurang,kepala sakit dan pusing, BAB keras, BAK lancar. Pada hari senin setelah masuk
RS mencret 1 kali. Pasien sempat tidak sadar dan tidak menyambung saat diajak berbicara oleh
ibunya.

16
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada umur 3 tahun pasien pernah demam tinggi dan kejang selama kurang dari 15 menit.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama ataupun keluhan yang sama di keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dan ventilasi rumah yang cukup
 Sumber air minum : galon isi ulang
 Pekarangan : bersih
 Sampah : dibakar
Kesan : higiene dan sanitasi lingkungan kurang baik

Riwayat Kehamilan
Ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan dan USG di praktik dokter dan puskesmas, ,
keputihan saat hamil (-), Ibu pasien memiliki penyakit hipertensi saat hamil pasien.

Riwayat Kelahiran
Lahir spontan pervaginam dibantu bidan, langsung menangis, lama hamil 9 bulan

Riwayat Makan dan Minum


ASI selama 21 bulan dan dilanjutkan dengan MPASI.

Riwayat Imunisasi
Menurut keterangan ibu pasien, pasien mendapatkan imunisasi lengkap diposyandu

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan:


Menurut Ibu pasien tumbuh kembang pasien sesuai dengan tumbuh kembang anak lain
seusianya.

17
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 106 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 36,4oC
Edema : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Berat Badan : 24 kg
Panjang Badan : 130 cm
BB/ U :%
TB/ U :%
BB/ TB :%
Status Gizi :

PEMERIKSAAN FISIK
Kulit : Teraba hangat, turgor kembali cepat,sianosis (-),ikterik(-), pucat (-)
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Cekung (-),sklera ikterik (-), conjungtiva anemis (-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)
Telinga : Bentuk normal, sekret pada liang telinga (-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir kering, pucat (-), sianosis(-), Lidah kotor (+)
Tenggorok : Tonsil T1-T1, hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thorax (pulmo) :
 Inspeksi :Bentuk dan gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi (-)
 Palpasi : vocal fremitus simestris

18
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
Thorax (Jantung)
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV linea midclavicularis sinistra
 Perkusi :
- Batas jantung kanan atas di SIC II linea parasternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah di SIC IV linea parasternalis dextra
- Batas jantung kiri bawah di SIC IV linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
 Inspeksi : Tampak cembung, distensi (-)
 Auskultasi : BU (+) normal 10x/menit
 Palpasi : Turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani pada kuadran abdomen
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
- Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah
- Hemoglobin: 12,7 gr/dl
- Leukosit : 4.200/ mm3
- Eritrosit : 4.85 juta / mm3
- Trombosit : 220.000 / mm3
- Hematokrit: 40,3 %
- KGD : 97 mg/dl

Diagnosis Kerja : Penurunan kesadaran susp ensefalitis

19
Diagnosis Banding :
1. Status epileptikus
2. Kejang demam
3. Ensefalopati

Pemeriksaan Anjuran :
-Darah lengkap
-Urin lengkap
-Pemeriksaan feses
-CT Scan
-EEG

Penatalaksanaan
1. IVFD Kaen 1B 27 ttp makro
2. Inj.vicilin 3x1000mg
3. Inj.gentamicine 2x100 mg
4. Luminal 1x75 mg
5. Paracetamol IVFD 3X300 mg
6. O2 1-2 % K/P
7. Diet makanan lunak
Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad fungsionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam

20
FOLLOW UP
Hari/
Follow up Terapi
Tanggal
08 Maret S: Demam dan sakit kepala
2019  IVFD 1B 20 tpm makro
O : KU : tampak sakit sedang,  Inj.viccilin 3x1000 mg
Kes :Apatis  Inj.Gentamicine 2x100
TTV : mg
 TD : 110/80 mmHg  Paracetamol drip 3x1
BB: 20 kg  RR : 20x/menit
 HR : 101 kali / menit
 T : 37,5oC

09 Mare S: Demam, pusing, dan mual  IVFD 1B 20 tpm makro


2019  Inj.viccilin 3x1000 mg
O : KU : tampak sakit sedang,  Inj.Gentamicine 2x100
R.2 Kes : Apatis mg
TTV :  Paracetamol drip 3x1
BB: 15 Kg  TD : 110/80 mmHg
 RR : 22 x/menit
 HR : 100 x/menit
 T : 38,1oC

10 Maret S : Pusing dan lemas  IVFD 1B 20 tpm makro


2019 O/ KU : tampak sakit sedang  Inj.viccilin 3x1000 mg
Kes : Apatis  Inj.Gentamicine 2x100
 TD : 90/60 mmHg mg
 RR : 32 x/menit  Paracetamol drip 3x1
 HR : 84 x/menit
 T : 36,7 oC
 BB : 15 kg

11 Maret S : Lemas dan pusing  IVFD 1B 27 tpm makro


2019 O/ KU : tampak sakit sedang  Inj.viccilin 3x1000 mg
Kes : Apatis  Inj.Gentamicine 2x100
 TD : 80/60 mmHg mg
 RR : 22x/menit  Paracetamol drip 3x300
 HR : 91 x/menit mg
 T : 37,2oC  Luminal 60mg pyr 2x1
 BB : 23,16 kg bungkus

21
12 Maret S : Lemas dan pusing  IVFD 1B 27 tpm makro
2019 O/ KU : tampak sakit sedang  Inj.viccilin 3x1000 mg
Kes : Apatis  Inj.Gentamicine 2x100
 TD : 90/60 mmHg mg
 RR : 32 x/menit  Paracetamol drip 3x300
 HR : 84 x/menit mg
 T : 36,7 oC  Luminal 60mg pyr 2x1
 BB : 15 kg bungkus

22
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien anak FA dating dengan keluhan demam tinggi dan kejang. Demam tinggi sejak 2
hari, demam tinggi sepanjang hari, demam disertai menggigil dan sakit kepala. Keluarga
membawa pasien ke puskesmas, dikasih obat paracetamol tablet, diminum ½ tablet, Pada malam
harinya pasien muntah, demam turun. Pada paginya pasien demam tinggi dan kejang dengan
mata tertutup, kejang selama 5 menit, setelah kejang mata membuka tetapi pasien gelisah. Pada
malamnya pasien kejang kembali selama kurang dari 5 menit dengan lidah keluar, mengerang.
Keluarga langsung membawa pasien ke puskesmas terdekat dan di rujuk ke RSUD tengku
rafi’an. Setelah kejang pasien demam tinggi dengan suhu 39,9°C, nafsu makan tidak ada, minum
kurang,kepala sakit dan pusing, BAB keras, BAK lancar. Pada hari senin setelah masuk RS
mencret 1 kali. Pasien sempat tidak sadar dan tidak menyambung saat diajak berbicara oleh
ibunya.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dapat di diagnosis dengan
penurunan kesadaran suspek ensefalitis karena terdapat beberapa gejala pada pasien yang
menunjukkan ensefalitis yaitu demam yang tinggi, kejang, penurunan kesadaran dan lemas.

23
DAFTAR PUSTAKA

1.Lewis DW. Neurologi. In Marcdante JK, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman
RE.Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. 2011.Ed 6.746-748
2. Singh DD. Viral Acute Encephalitis: Recent Updates and Imminent Perspectives.
Amity University Rajasthan SP-1, Kant Kalwar, RIICO Industrial Area, NH-11C, Jaipur,
Rajasthan.2018.1-8 Diakses 18 Maret 2019
https://smjournals.com/ebooks/encephalitis/chapters/ENCEP-18-10.pdf
3.Lohitharajah J,Malavig N, Arambepola C, Wanigasinghe J,Gamage R, Padma
Gunaratne P, et al. Viral aetiologies of acute encephalitis in a hospital-based South Asian
population. BMC Infectious Diseases.2017.1-6 Diakses 18 Maret 2019
https://bmcinfectdis.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12879-017-2403-z
4.Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Ganduputra EP, Harmoniati ED.
Editors.Pedoman Pelayanan Medis.Indonesia: IDAI. 2010 67-69
5.Falchek SJ. Encephalitis in the Pediatric Population. Division of Pediatric Neurology,
Alfred I. duPont Hospital for Children/Thomas Jefferson University, Wilmington, DE,
and Philadelphia, PA.2012;30:122-132 Diakses 18 Maret 2019
https://pedsinreview.aappublications.org/content/33/3/122.long

6.Prasetyo D. Mengenal Japanese Encephalitis.IDAI.2018. Diakses 19 Maret 2019


HTTP://WWW.IDAI.OR.ID/ARTIKEL/KLINIK/IMUNISASI/JAPANESE-
ENCEPHALITIS

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mengenal Penyakit Radang Otak


Japanese Enchepalitis.2018.Diakses 19 Maret 2019
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=18030500001

8. Charles G, Prober , Dyner LL. Viral Meningoencephalitis. In Kliegman RM, Stanton


BF, Schor NF, Geme JW, Behrman RE. Nelson Textbook of Pediatrics.2011:19.2167-
2168

9.Venkatesan A, Geocadin RG. Diagnosis and management of acute encephalitis.


American Academy of Neurology.2014;207-212 Diakses 19 Maret 2019
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4121461/pdf/NEURCLINPRACT20130
05694.pdf

10.Khirkam FJ. Guidelines for the managementof encephalitis in children.


Neurosciences Unit, UCL Institute of Child Health, London, UK.2012:107-109
Diakses 19 Maret 2019
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/j.1469-8749.2012.04410.x

24

Anda mungkin juga menyukai