PENDAHULUAN
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah
persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan dalam
jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum primer, dan
apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder.
Perdarahan postpartum adalah penyebab utama kematian maternal secara dunia luas dan
merupakan penyebab tunggal kedua kematian utama ibu, peringkat di belakang preeklampsia
atau eklampsia. Perdarahan dalam bidang obstetri dapat terjadi baik dalam masa kehamilan,
persalinan, maupun masa nifas. Maka dari itu, perdarahan yang terjadi dalam masa-masa tersebut
harus kita anggap sebagai suatu keadaan yang akut dan serius. Setiap wanita hamil, dan nifas
yang mengalami perdarahan harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, sehingga
selanjutnya dapat diberikan pertolongan yang tepat, hal ini diharapkan secara tidak langsung
dapat mengurangi angka kematian ibu.
. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap
100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal
disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap
tahunnya. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka
kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara
lain: atonia uteri (50 – 60 %), sisa plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi
jalan lahir (4 – 5 %), kelainan darah (0,5 – 0,8 %).
Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi
lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal1. Kondisi dalam
persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka
batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah
menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat
dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit,
kadar Hb < 8 g/Dl2 .
Perdarahan post partum dibagi menjadi:
a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum
hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa
nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III1.
2.2 Etiologi
Ada beberapa penyebab yang menimbulkan perdarahan pasca persalinan, yaitu :
1. Perdarahan dari tempat melekatnya plasenta
A. Hipotonia – Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk mempertahankan kontraksi
dan retraksi normalnya. Hal ini yang sering menyebabkan terjadinya perdarahan pascasalin
(angka kejadiannya antara 75- 90%). Pada persalinan normal, setelah bayi lahir akan
didapatkan perdarahan sebanyak 200-600 ml sebelum tarikan dinding miometrium akibat
kontraksi dari uterus. Hal tersebut menyebabkan pembuluh darah akan mengalami
pemendekan dan pelekukan sehingga akan diikuti dengan lepasnya tempat pelekatan
plasenta. Jadi bila didapatkan kontraksi uterus yang tidak baik akan menyebabkan
pembuluh darah tetap terbuka, sehingga perdarahan terus berlangsung. 3
Faktor- faktor yang meningkatkan risiko terjadinya atonia uteri adalah : 4
1. Anestesi umum
2. Uterus yang sangat teregang
3. Perfusi miometrium yang buruk
4. Persalinan lama
5. Persalinan yang terlalu cepat
6. Persalinan dengan induksi / augmentasi
7. Multiparitas
8. Riwayat atonia uteri
9. Kelainan uterus
10. Preeklampsi – eklampsi
11. Khorioamnionitis
B. Retensio Plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam 1/2 jam setelah bayi lahir. 6,7
1. Plasenta belum dapat terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat di
dalam, yang kemudian dibagi menjadi:
a. Plasenta adhesiva, yaitu pada desidua endometrium lebih dalam
b. Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai miometrium
c. Plasenta akreta, yang lebih dalam menembus miometrium tapi belum
sampai menembus serosa
d. Plasenta perkreta, menembus hingga serosa atau peritoneum dinding
rahim.
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran kontriksi
pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III yang akan
menghalangi plasenta keluar (Plasenta inkarserata).
Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda: syok karena kesakitan, perdarahan banyak
bergumpal, di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang
melekat. Bila baru terjadi, maka prognosis baik, tetapi sudah cukup lama maka jepitan
serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.
1) TONUS
Penyebab perdarahan pascasalin yang akut dan berat seringkali disebabkan oleh lemahnya kekuatan
kontraksi miometrium, sehingga dapat menghasilkan komplikasi yang lebih berat dimana terjadi syok
hipovolemik. Atonia uteri terjadi karena sebab-sebab yang telah dikemukakan sebelumnya.
Kurangnya kontraksi otot uterus ini juga bisa disebabkan karena kelelahan otot akibat dari persalinan
yang terlalu lama atau juga bisa karena perangsangan. Juga bisa karena obat-obat yang dapat menurunkan
kekuatan kontraksi seperti; halogen, nitrat, NSAID, MgSO4, dan nifedipine. 3
2) TISSUE
Pada dasar plasenta biasanya didapatkan lapisan bahan fibrinoid yang disebut dengan “lapisan
nitabuch”. Hal ini berkaitan dengan pelepasan plasenta saat uterus yang berkontraksi. Tapi pemisahan
plasenta dari lapisan ini dapat terganggu bila vili penempel plasenta berkembang ke bawah ke dalam
miometrium sehingga mengganggu lapisan tersebut. Seperti pada plasenta akreta, dimana tak terdapat
lapisan ini sehingga plasenta akan melekat pada miometrium, sehingga bila terlepas sebagian akan
menyebabkan perdarahan yang sangat banyak. Hal ini dikarenakan miometrium tak dapat berkontraksi
dengan baik untuk menghentikan perdarahan sebab ada sebagian plasenta yang masih melekat.3
3) TRAUMA
Pada persalinan kerusakan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun disebabkan oleh tindakan
dalam persalinan. Dan pada persalinan per abdomen resiko terjadi perdarahan dua kali lebih besar
dibanding per vaginam.
Pada bekas operasi sesar, terjadi peningkatan resiko terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri juga bisa
didapatkan bila sebelumnya memiliki riwayat robekan total atau robekan dalam. Terjadinya robekan ini
termasuk akibat dari fibroidektomi, uteroplasti, reseksi dari serviks dan perforasi uterus akibat
peregangan, kuret, biopsi, histeroskopi, laparoskopi atau penggunaan kontrasepsi intra uterina.
Trauma juga dapat terjadi pada persalinan yang lama, terutama pada pasien dengan disproporsi
sefalopelvik yang relatif maupun absolut dan pada uterus yang telah dirangsang dengan oksitosin atau
prostaglandin.3
4) TROMBIN
Dalam periode postpartum kelainan pada sistem koagulasi dan pembekuan tidak selalu terjadi
pada perdarahan yang banyak, hal ini ditekankan efikasi dari kontraksi dan retraksi untuk mencegah
perdarahan. Endapan fibrin pada tempat plasenta, bekuan darah dan suply pembuluh darah memegang
peranan penting pada jam-jam dan hari-hari setelah persalinan dimana kelainan pada area ini dapat
mencetuskan perdarahan pascasalin sekunder atau eksaserbasi perdarahan karena penyebab lainnya
dimana yang paling sering trauma.
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat.
Kelainan pembekuan darah bisa berupa :
3.Trombositopenia
Platelet Count )
6.Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor
biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.
2.3 Gejala Klinis
Walaupun perdarahan pascasalin disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi didapatkan gejala
klinis yang umum yaitu :
2.4 Diagnosis
Diagnosis pada perdarahan pascasalin harus dicari penyebab utamanya. Dapat dibuat
diagnosis :7
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
menit bayi lahir Inversio uteri
Perdarahan segera Perdarahan lanjut
Uterus berkontraksi dan keras
Plasenta atau selaput tidak Uterus berkontraksi tetapi TFU Sisa plasenta
lengkap tidak berkurang tertinggal
Perdarahan segera
Uterus tak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat
2.5. Pencegahan
2.6. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Umum8
Penanganan pada perdarahan pascasalin ditujukan untuk mengembalikan sirkulasi darah
normal, maka perlu dilakukan tindakan secara cepat dan tepat. Terapi yang terbaik adalah
pencegahan. Maka dari itu perlu kita melakukan :
Tindakan-tindakan pendukung: 1
1. Derivat oksitosin
20-40 unit oksitosin dalam satu liter cairan IV pada kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan rahim dalam keadaan kontraksi. 2
2. Derivate ergot
Jika pemberian infuse oksitosin cepat tidak efektif, maka diberikan metilergonovin
0,2 mg IM atau IV. Hal ini akan menstimulasi uterus untuk berkontraksi dengan
baik untuk mengendalikan perdarahan. Dengan pemberian IV dapat menyebabkan
hipertensi, terutama pada wanita dengan preeklampsi. 1
3. Prostaglandin
15-methyl derivate dari prostaglandin F2α (carboprost tromethamine)pada
pertengahan tahun 1980 disetujui penggunannya untuk mengatasi atonia uteri oleh
Food and Drug Administration. Dosis inisial yang direkomendasikan adalah 250µg
(0,25 mg) diberikan IM, dan dapat diulang jika perlu dalam interval 15 sampai 90
menit. Pemberian carboprost dapat menimbulkan diare, hipertensi, muntah, demam,
flushing, dan takikardi.
Pemberian per rectal prostaglandin E2 20 mg suppositoria sudah digunakan untuk
mengatasi atonia uterus, tapi belum ada penelitian klinikal trial. 2
4. Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal,
lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir
5. Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan
6. Lakukan tes waktu pembekuan untuk konfirmasi sistem pembekuan darah
7. Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan
tindakan spesifik sebagai berikut1:
8. Gunakan kompresi uterus bimanual. Teknik ini berupa penekanan dinding posterior uterus
dengan tangan pada abdomen ditambah penekanan dinding anterior uterus melalui vagina
dengan tangan satunya lagi.
9.Mencari pertolongan
10. Tambahkan infus satu lagi supaya oksitosin dapat diberikan bersamaan dengan tranfusi
darah.
11. Mulai tranfusi darah.
12. Eksplorasi uterus secara seksama untuk melepaskan sisa-sisa plasenta
13. Lakukan inspeksi pada serviks dan vagina juga.
14. Pasang foley kateter untuk monitor urine output.
2.Plasenta inkarserata
o Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
o Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontraksi serviks
dan melahirkan plasenta
o Pilih fluothane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat tetapi siapkan infus oksitosin
20 IU dalam 500 mL RL dengan 40 tetes permenit untuk mengantisipasi gangguan
kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut
o Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum
lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan
analgesik (Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV dan sedatif seperti Diazepam 5
mg IV pada tabung suntik yang terpisah)
o Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus,
tinggi fundus uterus dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang
diperlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan-bahan sedativa,
analgetika atau anestesia umum ( mual, muntah, cegah aspirasi bahan muntahan,
hipo/atonia uteri, vertigo, halusinasi, pusing/vertigo, dan mengantuk ) 5
Gambar 2.6 Cara Mengeluarkan Plasenta dengan Tangan 1
Penanganan inversio uteri membutuhkan pemikiran yang cepat. Pasien dengan cepat
mengalami syok, dan dibutuhkan pemulihan volume intravaskuler yang segera dengan kristaloid
intravena. Ahli anestesiologi harus dipanggil. Uterus yang mengalami inversio direposisi dengan
mendorong fundus dengan telapak tangan dan jari sesuai arah memanjang uterus. Lebih baik
siapkan 2 jalur infus untuk tranfusi dan pemberian cairan resusitasi. Kalau plasenta belum lepas,
baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uterus direposisi, jalur infus terpasang, dan
anestesi diberikan, karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Setelah plasenta dilepaskan,
telapak tangan diletakkan ditengah fundus dengan jari diekstensikan. Kemudian diberi tekanan
dengan didorong ke atas.
Setelah reposisi berhasil diberi pitocin drip dan dapat juga dilakukan tamponade rahim
supaya tidak terjadi lagi inversio,kalu reposisi manual tidak berhasil dilakukan reposisi operatif.
Gambar 2.8 Cara manual dalam melakukan reposisi uterus yang mengalami inversi 7
Penatalaksanaan Ruptur perineum dan robekan dinding vagina:
- Robekan servik sering terjadi pada sisi lateral karena servik yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi
- Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap tetapi terjadi perdarahan banyak maka
segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
- Jepitkan klem ovum pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan dapat segera
dihentikan
- Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan
perdarahan pasca tindakan
- Beri antibiotik profilaksis, kecuali bila jelas ditemukan tanda tanda infeksi
- Bila terjadi defisit cairan, lakukan restorasi, dan bila kadar HB dibawah 8 gr% berikan
tranfusi darah
Gambar 2.10 Cara memperbaiki robekan cervix 7
2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan pascasalin adalah penderita
dapat jatuh kedalam keadaan :
Syok
Koagulasi Intravaskuler Diseminata
Anemia
2.8 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K. Chapter 25 Obstetrical
Hemorrhage, Section VII; Obstetrical complication, dalam William Obstetrics 22th edition.
Philadelphia. McGrawHill.2005 p:635-663
2. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage, http://www.emedicine.com
3. Smith J.R, Postpartum Haemorrhage, updated 23 September 2014. Diakses tanggal 27
Februari 2015 dari http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview
4. Yaa M and Yiadom YB. Postpartum Hemorrhage in Emergency Medicine. Diakses tanggal 27
Februari 2015 dari http://www.emedicine.com/
emerg/topic481.htm
6. Kemenkes. PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2013. Diakses tanggal 27 Februari
2015 dari http://www.depkes.go.id.
7. Anonymus, Preventing Postpartum Hemorrhage : Managing the third stage of labor,
September 2001. Diakses tanggal 24 Februari 2015 dari
http://www.pphprevention.org/files/PPHEnglish.pdf
8. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Diakses tanggal 24 Februari
2015 dari http://whqlibdoc.who.int/publications/2007/92415458 79_eng.pdf