Oleh:
Reni Oktavia
1811901032
Pembimbing:
dr. H.Wilson Sp.A, M.Biomed
1
KATA PENGANTAR
Segala kemuliaan hanyalah bagi Allah swt. Sumber segala nikmat, rahmat, dan berkah.
Allah Yang Maha Suci dan Maha Perkasa yang mengatur segala kehidupan didunia ini. Tidak
ada Tuhan selain dari Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salawat dan salam
disampaikan kepada imam segala rasul, nabi yang paling akhir diutus Allah untuk menjadi saksi,
pembawa kabar gembira untuk hamba-hamba-Nya yang saleh, rasul yang memanggil umat ke
jalan Allah, yaitu Muhammad saw.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Tuberkulosis
pada Anak”. Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.H.Wilson
Sp.A.M.Biomed selaku pembimbing kepaniteraan senior bagian Ilmu Kesehatan Anak RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH TENGKU RAFI’AN KABUPATEN SIAK yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan sehingga pembelajaran yang telah dilakukan bisa
memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis.
Penulisan Referat ini berdasarkan kepada kemampuan penulis yang masih sangat
terbatas dalam memahami masalah ilmu kedokteran yang ada dan penulis menyadari adanya
kekeliruan yang penulis lakukan tanpa sengaja. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya penulisan skripsi ini, semoga kita mendapatkan hidayah-Nya, Amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR GAMBAR
4
DAFTAR TABEL
5
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang
dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan
oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium
tuberculosis.1
Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan penelitian
indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria
masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk.
Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang bebas tuberkulosis. TB merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dan
pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB dewasa.1
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta kasus
TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5 juta kematian
karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan
1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian 320.000 orang (140.000 orang adalah
perempuan) dan 480.000 TB Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang.
Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun)
dan 140.000 kematian/tahun.5
7
Kasus BTA positive pada TB anak tahun 2010 adalah 0,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.4
b. Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risikoterjadi
penularan.
c. Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko
terjadi penularan.
2. Faktor individu yang bersangkutan. Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan
risiko menjadi sakit TB adalah:
1) Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa muda yang
juga merupakan kelompok usia produktif.
2) Menurut hasil survei prevalensi TB, Laki-laki lebih banyak terkena TB dari
pada wanita.
b. Daya tahan tubuh: Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena
sebab apapun, misalnya usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan HIV, penyandang
8
diabetes mellitus, gizi buruk, keadaan immuno-supressive, bilamana terinfeksi
dengan M.tb, lebih mudah jatuh sakit.
c. Perilaku:
1) Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika akan
meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.
3) Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara pengobatan.
3. Faktor lingkungan:
b. Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari
akan meningkatkan risiko penularan.5
• Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang
rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan
memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).
• Infeksi HIV. Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya akan menjadi
sakit TB. Namun pada seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian
TB. Orang dengan HIV berisiko 20-37 kali untuk sakit TB dibandingkan dengan
orang yang tidak terinfeksi HIV, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.4
9
2.4 ETIOLOGI
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain adalah sebagai
berikut:5
1) Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.
2) Bersifat tahan asam dalam perwanraan dengan metode Ziehl Neelsen,
berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop.
3) Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa
4) Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
5) Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet.
Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-
37°C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
6) Kuman dapat bersifat dorman.
10
2.5 PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru
disebut Fokus Primer GOHN.3
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).3
11
Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar
individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk,
fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk
fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup
dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga
mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di
kelenjar limfe regional.3
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya
imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran
limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan
TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi
adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread).
12
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas
paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.3
13
dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara
berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada
anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis
TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial
(lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam
waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,
bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat
reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini
jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis
ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi
terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi
dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer.3
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada
anak, yaitu penyebaran lifohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak
0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini
biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi
segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu
yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi
kuman didalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivitas ini jarang pada
anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.3
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.
Tuberkulosis tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling
banyak tetrjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. Tuberkulosis ginjal
biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.3
14
Berikut merupakan patogenesis Tuberkulosis :
Tanda dan gejala klinis berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait.
Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit selain TB. Gejala khas TB sebagai berikut:
a) Batuk ≥ 2 minggu
b) Demam ≥ 2 minggu
15
d) Lesu atau malaise ≥ 2 minggu Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah
diberikan terapi yang adekuat.5
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis TB pada anak sangat sulit ditegakkan dikarenakan tidak spesifiknya gejala
klinis dan tanda gambaran radiologi, terutama pasien berusia dibawah 4 tahun dan pada pasien
yang terinfeksi HIV.
16
2) Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
d. Tuberkulosis sistem skeletal:
1). Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
2). Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda peradangan di
daerah panggul.
3). Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang
jelas.
4). Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
e. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).
f. Tuberkulosis mata:
1). Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
2). Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
g. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai bila
ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan
disertai kecurigaan adanya infeksi TB.1
Pemeriksaan Penunjang
a.Uji tuberkulin : dengan cara Mantoux yaitu penyuntikan 0,1 mltuberkulin PPD
secara intrakutan di bagian volar lengan dengan arahsuntikan memanjang lengan
(longitudinal). Reaksi diukur 48-72 jamsetelah penyuntikan. Indurasi tranversal diukur
dan dilaporkan dalam mm berapapun ukurannya, termasuk cantumkan 0 mm jika tidak
ada indurasisama sekali. Indurasi 10 mm ke atas dinyatakan positif. Indurasi < 5
mmdinyatakan negatif, sedangkan indurasi 5-9 mm meragukan dan perlu diulang, dengan
jarak waktu minimal 2 minggu.5
b.Foto toraks antero-posterior (AP) dan lateral kanan. Gambaran radiologis
berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi segmen/lobus paru, milier,
kavitas, efusi pleura, atelectasis atau klasifikasi.5
17
c. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB Pemeriksaan tes cepat molekuler
dengan metode Xpert MTB/RIF. Tes Cepat Molekuler merupakan sarana untuk
penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.7
d.Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung atau sputum,untuk
mencari basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan langsung dan Mycobacterium
tuberculosis dari biakan. Hasil biakan positif merupakandiagnosis pasti TB. Hasil BTA
atau biakan negatif tidak menyingkirkandiagnosis TB.5
Berikut merupakan alur diagnosis TB pada anak :
18
Keterangan :
**) Kontak TB Paru Dewasa dan Kontak TB Paru Anak terkonfirmasi bakteriologis
***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak merespon baik dengan pengobatan adekuat,
evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk.5
Catatan:
- Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
19
- Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan
pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
- Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan/tanpa iniltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier,
kalsiikasi dengan iniltrat, tuberkuloma.
- Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat Imunisasi BCG harus di evaluasi
dengan sistem skoring TB anak
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka
pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut5
2.8 PENATALAKSANAAN
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kategori Anak diberikan dalam bentuk
paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet obat anti tuberkulosis
KDT ini terdiri dari kombinasi 3 dan 2 jenis obat dalam satu tablet (2HRZ/4HR 3).
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.5
20
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler)
sehingga rekomendasi pemberian 4 macam obat anti tuberkulosis pada fase intensif
hanya diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi
TB pada anak dengan BTA negatif menggunakan paduan INH, Rifampisin, dan
Pirazinamid pada fase inisial 2 bulan pertama kemudian diikuti oleh Rifampisin dan INH
pada 4 bulan fase lanjutan.5
Kortikosteroid
• TB Meningitis,
• Perikarditis TB
• Efusi pleura
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2mg/kg/hari, sampai 4
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60mg/hari selama 4 minggu.
Tappering-off dilakukan secara bertahap setelah 2 minggu pemberian kecuali pada TB
meningitis pemberian selama 4 minggu sebelum tappering-off . Kombinasi dosis tetap
21
OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination) Untuk mempermudah pemberian obat anti
tuberkulosis sehingga meningkatkan keteraturan minum obat, paduan obat anti
tuberkulosis disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu
pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu
rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase
lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat
dilihat pada tabel berikut.5
c) Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
d) Obat anti tuberkulosis KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah,
dan tidak boleh digerus)
f) Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
22
g) Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari
h) Apabila obat anti tuberkulosis lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka
semua obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.5
Pada anak yang berobat tidak teratur maka dapat dilakukan penatalaksanaan sesuai
berikut ini :
1. Ketidak patuhan minum obat anti tuberkulosisi pada pasien TB merupakan penyebab
kegagalan pengobatan.
2. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di tahap intensif atau > 2 bulan di tahap
lanjutan dan menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari awal. Jika anak
tidak minum obat < 2 minggu di tahap intensif atau < 2 bulan di tahap lanjutan dan
menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.
3. Pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko terjadinya TB-
RO.5
23
Anak-anak dengan MDR TB harus ditatalaksana sesuai dengan prinsip pengobatan pada
dewasa. Yang meliputi:4
a. Gunakan sedikitnya 4 obat lini kedua yang kemungkinan strain itu masih sensitif; satu
darinya harus injectable, satu fluorokuinolon (lebih baik kalau generasi kuinolon yang
lebih akhir bila ada), dan PZA harus dilanjutkan
b. Gunakan high-end dosing bila memungkinkan
c. Semua dosis harus diberikan dengan menggunakan DOT.
d. Durasi pengobatan harus 18-24 bulan
e. Semua obat diminum setiap hari dan dengan pengawasan langsung.
24
Gambar 3. Alur tatalaksana TB MDR pada anak5
1. Tahap awal pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi
dan kemungkinan adanya efek samping obat dan tahap lanjutan pasien kontrol tiap bulan.
2. Setelah diberi obat anti tuberkulosis selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus
dievaluasi.
3. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis yang terdapat pada awal
diagnosis berkurang misalnya nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian obat
anti tuberkulosis dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon
pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien
harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap.
4. Tes uji Tuberkulin hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil
pengobatan.
5. Setelah pemberian obat selama 6 bulan, obat anti tuberkulosis dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan foto rontgen dada.
6. Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA
positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang
sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien.5
Salah satu upaya pencegahan mencegah kesakitan atau sakit yang berat adalah
dengan memberikan kekebalan berupa vaksinasi dan pengobatan pencegahan
(profilaksis).5
25
A. Pemberian Kekebalan (Imunisasi) BCG
pada anak PP INH diberikan kepada anak umur dibawah lima tahun (balita) yang
mempunyai kontak dengan pasien TB tetapi tidak terbukti sakit TB.
26
Tabel 5. Tatalaksana pada kontak anak5
a) Dosis INH adalah 10 mg/kg BB/hari (maksimal 300 mg/hari). Obat dikonsumsi satu
kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama (pagi, siang, sore atau malam) saat perut
kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan).
b) Lama pemberian PP INH adalah 6 bulan (1 bulan = 28 hari pengobatan), dengan
catatan bila keadaan klinis anak baik. Bila dalam follow up timbul gejala TB, lakukan
pemeriksaan untuk penegakan diagnosis TB. Jika anak terbukti sakit TB, PP INH
dihentikan dan berikan obat anti tuberkulosis.
c) Obat tetap diberikan sampai 6 bulan, walaupun kasus indeks meninggal, pindah atau
BTA kasus indeks sudah menjadi negatif.
d) Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan BB setiap bulan.
e) Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan dapat disesuaikan
dengan jadwal kontrol dari kasus indeks. Pada pasien dengan gizi buruk atau infeksi
HIV, diberikan Vitamin B6 10 mg untuk dosis INH ≤200 mg/hari, dan 2x10 mg
untuk dosis INH >200 mg/hari
f) Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua atau anggota keluarga
pasien.5
Saat ini telah terdapat pilihan pengobatan pencegahan dengan Rifapentin dan
Isoniazid. Sebagai catatan, obat ini tidak direkomendasikan penggunaannya pada anak
berusia < 2 tahun dan anak dengan HIV AIDS dalam pengobatan ARV. 5
27
a. Pemberian Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP INH) pada ODHA
Pengobatan Pencegahan dengan INH (PP INH) bertujuan untuk mencegah TB aktif pada
ODHA, sehingga dapat menurunkan beban TB pada ODHA. Jika pada ODHA tidak
terbukti TB dan tidak ada kontraindikasi, maka PPINH diberikan yaitu INH diberikan
dengan dosis 300 mg/hari dan B6 dengan dosis 25mg/hari sebanyak 180 dosis atau 6
bulan.5
28
BAB III
KESIMPULAN
Gejala klinis berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Gejala klinis
TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit selain TB. Gejala khas seperti batuk lebih dari 2 minggu, demam lebih dari 2
minggu dan penurunan berat badan dalam 2 bulan.3
Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 dan 2
jenis obat dalam satu tablet (2HRZ/4HR 3). Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien.3
Resistensi obat pada pasien TB ada 3 yaitu monoresisten, MDR, dan XDR.
Dikatakan monoresisten bila hasil uji kepekaan mendapatkan resisten terhadap isoniazid
atau rifampisin. Seorang pasien TB anak dikatakan mengalami MDR bila hasil uji
kepekaan mendapatkan hasil basil M. tuberkulosis yang resisten terhadap isoniazid dan
rifampisin, sedangkan extensively drug-resistant (XDR)-TB bila hasil uji kepekaan
mendapatkan hasil MDR ditambah resisten terhadap fluoroquinolon dan salah satu obat
injeksi lini kedua (second-line injectable agents).2
29
Tuberkulosis tulang punggung dapat menyebabkan pembentukan angulasi/gibus
yang membutuhkan koreksi bedah setelah infeksi diobati. Sebagian besar meningitis TB
pada anak terjadi di Negara berkembang, dimana prognosisnya buruk. Pada Umumnya,
prognosis TB pada anak baik jika dikenali sejak dini dan pengobatan yang efektif.
Prognosis anak dengan TB tulang dan sensi serta meningitis TB tergantung pada stadium
penyakit ketika dimualainya pengobatan.8
30
DAFTAR PUSTAKA
31