Anda di halaman 1dari 31

Referat

TUBERKULOSIS PADA ANAK

Oleh:
Reni Oktavia
1811901032

Pembimbing:
dr. H.Wilson Sp.A, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TENGKU RAFI’AN
KABUPATEN SIAK
2019

1
KATA PENGANTAR
Segala kemuliaan hanyalah bagi Allah swt. Sumber segala nikmat, rahmat, dan berkah.
Allah Yang Maha Suci dan Maha Perkasa yang mengatur segala kehidupan didunia ini. Tidak
ada Tuhan selain dari Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salawat dan salam
disampaikan kepada imam segala rasul, nabi yang paling akhir diutus Allah untuk menjadi saksi,
pembawa kabar gembira untuk hamba-hamba-Nya yang saleh, rasul yang memanggil umat ke
jalan Allah, yaitu Muhammad saw.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Tuberkulosis
pada Anak”. Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.H.Wilson
Sp.A.M.Biomed selaku pembimbing kepaniteraan senior bagian Ilmu Kesehatan Anak RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH TENGKU RAFI’AN KABUPATEN SIAK yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan sehingga pembelajaran yang telah dilakukan bisa
memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis.

Penulisan Referat ini berdasarkan kepada kemampuan penulis yang masih sangat
terbatas dalam memahami masalah ilmu kedokteran yang ada dan penulis menyadari adanya
kekeliruan yang penulis lakukan tanpa sengaja. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya penulisan skripsi ini, semoga kita mendapatkan hidayah-Nya, Amin.

Siak Sri Indrapura, 10 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI .................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Definisi ..................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 2
2.3 Faktor Risiko ............................................................................................ 3
2.4 Etiologi ..................................................................................................... 5
2.5 Patogenesis ............................................................................................... 6
2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................... 10
2.7 Diagnosis .................................................................................................. 11
2.8 Penatalaksanaan ....................................................................................... 15
2.9 Pemberian Kekebalan Dan Pengobatan Pencegahan ............................... 20
2.10 Diagnosis Banding ................................................................................. 23
2.11 Komplikasi dan Prognosis...................................................................... 23
BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 26

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis ............................................................. 10


Gambar 2.Alur diagnosis Tuberkulosis pada Anak ....................................... 13
Gambar 3.Alur Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak ................................... 19

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skoring Tuberkulosis Anak ............................................................. 14


Tabel 2. Obat Anti Tuberkulosis yang dipakai dan dosisnya ......................... 15
Tabel 3. Paduan Obat Anti Tuberkulosis pada Anak ..................................... 16
Tabel 4. Dosis Kombinasi pada Tuberkulosis Anak ...................................... 17
Tabel 5. Tatalaksana pada kontak Anak ........................................................ 22

5
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang
dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan
oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium
tuberculosis.1

Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan penelitian
indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria
masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk.
Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang bebas tuberkulosis. TB merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dan
pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB dewasa.1

Penyebaran penyakit tuberkulosis (TB) di Indonesia dari tahun ke ke tahun


mengalami kecenderungan naik 2 persen sampai 5 persen. Kenaikan terutama terjadi
beberapa tahun belakangan ini, bersamaan dengan terjangan krisis ekonomi yang
melanda Indonesia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 262 ribu penderita baru di
Indonesia. Di Indonesia, penyakit TB bahkan menjadi penyebab kematian akibat penyakit
infeksi nomor tiga setelah stroke dan jantung.2
Hasil penelitian yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia World Health
Organization (WHO), jumlah penderita TB di Indonesia sekira 0,3 persen dari jumlah
penduduk total setiap tahun. Meskipun dari persentase kecil, namun jumlah penderita TB
cukup tinggi apalagi setelah krisis ekonomi melanda negara Indonesia, yang ditandai
dengan penurunan kualitas hidup masyarakat, angka penderita semakin naik.2

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman


Mycobacteriumtuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir
semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer.3
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman mycobavterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh yang lainnya. Tuberkulosis anak adalah penyakit TB
yang terjadi pada anak 0-14 tahun.4

2.2 EPIDEMIOLOGI

Laporan mengenai TB anak jarang didapat. Diperkirakan jumlah kasus TB anak


pertahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Tuberkulosis anak merupakan faktor penting
di Negara-negara berkembang karena jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40-50% dari
jumlah seluruh populasi.3

Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta kasus
TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5 juta kematian
karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan
1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian 320.000 orang (140.000 orang adalah
perempuan) dan 480.000 TB Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang.
Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun)
dan 140.000 kematian/tahun.5

Data TB anak Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB anak antara semua


kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5 % pada tahun 2011 dan
8,2 pada tahun 2012. Kasus TB anak dikelompok umur 0-4 tahun dan 2-15 tahun, dengan
jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun lebih tinggi dari kelompok 0-4 tahun.

7
Kasus BTA positive pada TB anak tahun 2010 adalah 0,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.4

Uji tuberkulin adalah uji yang dilakukan untuk mendeteksi infeksi


M.Tuberculosis, dapat juga digunakan untuk mengukur prevalensi infeksi. Dari prevalens
infeksi dapat diketahui annual risk of tuberculosis infections (ARTI) dengan metode
konversi. annual risk of tuberculosis infections (ARTI) merupakan salah satu parameter
epidemiologi untuk menentukan beban penyakit TB.3

2.3 FAKTOR RISIKO

Faktor Risiko tuberkulosis terdiri dari :

1. Kuman penyebab TB.

a. Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan penularan


dibandingkan denganBTA negatif.

b. Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risikoterjadi
penularan.

c. Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko
terjadi penularan.

2. Faktor individu yang bersangkutan. Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan
risiko menjadi sakit TB adalah:

a. Faktor usia dan jenis kelamin:

1) Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa muda yang
juga merupakan kelompok usia produktif.

2) Menurut hasil survei prevalensi TB, Laki-laki lebih banyak terkena TB dari
pada wanita.

b. Daya tahan tubuh: Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena
sebab apapun, misalnya usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan HIV, penyandang

8
diabetes mellitus, gizi buruk, keadaan immuno-supressive, bilamana terinfeksi
dengan M.tb, lebih mudah jatuh sakit.

c. Perilaku:

1) Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika akan
meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.

2) Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.

3) Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara pengobatan.

d. Status sosial ekonomi: TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.

3. Faktor lingkungan:

a. Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan TB.

b. Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari
akan meningkatkan risiko penularan.5

Faktor risiko untuk menjadi penyakit TB adalah tergantung dari:

• Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup

• Lamanya waktu sejak terinfeksi

• Usia seseorang yang terinfeksi

• Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang
rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan
memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).

• Infeksi HIV. Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya akan menjadi
sakit TB. Namun pada seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian
TB. Orang dengan HIV berisiko 20-37 kali untuk sakit TB dibandingkan dengan
orang yang tidak terinfeksi HIV, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.4

9
2.4 ETIOLOGI

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


Mycobacteriumtuberculosis. Bakteri ini dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA).
Penamaan ini didasarkan pada kemampuan Mycobacteriumtuberculosis untuk
mempertahankan ikatan dengan fuschin yang disebabkan oleh tingginya kandungan lipid
pada dinding sel. Pewarnaan dengan carbol fushin ini dikembangkan oleh Ziehl dan
Neelsen untuk pewarnaan preparat apus Mycobacteriumtuberculosis.6

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
Mycobacteriumtuberculosis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium bovis,
Mycobacterium Leprae dsb. Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT
Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT) yang terkadang bisa mengganggu
penegakan diagnosis dan pengobatan TB.5

Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain adalah sebagai
berikut:5

1) Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.
2) Bersifat tahan asam dalam perwanraan dengan metode Ziehl Neelsen,
berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop.
3) Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa
4) Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
5) Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet.
Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-
37°C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
6) Kuman dapat bersifat dorman.

10
2.5 PATOGENESIS

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru
disebut Fokus Primer GOHN.3

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).3

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya


kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan
sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103 -104 , yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 4 Selama berminggu-minggu
awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh
yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan
sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin.3

11
Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar
individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk,
fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk
fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup
dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga
mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di
kelenjar limfe regional.3

Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau


pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi,
akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.3

Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya
imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran
limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan
TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi
adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread).

12
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas
paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.3

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya


oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya
tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus
reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahuntahun
kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat 5 mengalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan
lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
balita.3

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread


dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi
diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi
merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah
protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat

13
dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara
berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada
anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis
TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial
(lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam
waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,
bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat
reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini
jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis
ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi
terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi
dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer.3

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada
anak, yaitu penyebaran lifohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak
0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini
biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi
segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu
yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi
kuman didalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivitas ini jarang pada
anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.3

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.
Tuberkulosis tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling
banyak tetrjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. Tuberkulosis ginjal
biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.3

14
Berikut merupakan patogenesis Tuberkulosis :

Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis 5

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala klinis berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait.
Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit selain TB. Gejala khas TB sebagai berikut:

a) Batuk ≥ 2 minggu

b) Demam ≥ 2 minggu

c) BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya

15
d) Lesu atau malaise ≥ 2 minggu Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah
diberikan terapi yang adekuat.5

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis TB pada anak sangat sulit ditegakkan dikarenakan tidak spesifiknya gejala
klinis dan tanda gambaran radiologi, terutama pasien berusia dibawah 4 tahun dan pada pasien
yang terinfeksi HIV.

Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:


a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat
atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.
b. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi.
Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak
disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
c. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas
semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to
thrive).
e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
f. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang terkena,
misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah sebagai
berikut:
a. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
b. Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak
nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
c. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
1) Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala akibat
keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.

16
2) Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
d. Tuberkulosis sistem skeletal:
1). Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
2). Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda peradangan di
daerah panggul.
3). Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang
jelas.
4). Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
e. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).
f. Tuberkulosis mata:
1). Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
2). Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
g. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai bila
ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan
disertai kecurigaan adanya infeksi TB.1

Pemeriksaan Penunjang
a.Uji tuberkulin : dengan cara Mantoux yaitu penyuntikan 0,1 mltuberkulin PPD
secara intrakutan di bagian volar lengan dengan arahsuntikan memanjang lengan
(longitudinal). Reaksi diukur 48-72 jamsetelah penyuntikan. Indurasi tranversal diukur
dan dilaporkan dalam mm berapapun ukurannya, termasuk cantumkan 0 mm jika tidak
ada indurasisama sekali. Indurasi 10 mm ke atas dinyatakan positif. Indurasi < 5
mmdinyatakan negatif, sedangkan indurasi 5-9 mm meragukan dan perlu diulang, dengan
jarak waktu minimal 2 minggu.5
b.Foto toraks antero-posterior (AP) dan lateral kanan. Gambaran radiologis
berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi segmen/lobus paru, milier,
kavitas, efusi pleura, atelectasis atau klasifikasi.5

17
c. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB Pemeriksaan tes cepat molekuler
dengan metode Xpert MTB/RIF. Tes Cepat Molekuler merupakan sarana untuk
penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.7
d.Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung atau sputum,untuk
mencari basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan langsung dan Mycobacterium
tuberculosis dari biakan. Hasil biakan positif merupakandiagnosis pasti TB. Hasil BTA
atau biakan negatif tidak menyingkirkandiagnosis TB.5
Berikut merupakan alur diagnosis TB pada anak :

Gambar 2.Alur Diagnosis Tuberkulosis pada anak5

18
Keterangan :

*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum

**) Kontak TB Paru Dewasa dan Kontak TB Paru Anak terkonfirmasi bakteriologis

***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak merespon baik dengan pengobatan adekuat,
evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk.5

Berikut tabel skoring untuk diagnosis Tuberkulosis pada anak :


Tabel 1. Skoring Tuberkulosis Anak5

Catatan:
- Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.

19
- Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan
pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
- Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan/tanpa iniltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier,
kalsiikasi dengan iniltrat, tuberkuloma.
- Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat Imunisasi BCG harus di evaluasi
dengan sistem skoring TB anak
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka
pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut5

2.8 PENATALAKSANAAN
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kategori Anak diberikan dalam bentuk
paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet obat anti tuberkulosis
KDT ini terdiri dari kombinasi 3 dan 2 jenis obat dalam satu tablet (2HRZ/4HR 3).
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.5

Tabel 2. Obat Anti Tuberkulosis yang dipakai dan dosisnya5

20
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler)
sehingga rekomendasi pemberian 4 macam obat anti tuberkulosis pada fase intensif
hanya diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi
TB pada anak dengan BTA negatif menggunakan paduan INH, Rifampisin, dan
Pirazinamid pada fase inisial 2 bulan pertama kemudian diikuti oleh Rifampisin dan INH
pada 4 bulan fase lanjutan.5

Tabel 3. Paduan Obat Anti Tuberkulosis pada Anak5

Kortikosteroid

Kortikosteroid diberikan pada kondisi :

• TB Meningitis,

• Sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)

• Perikarditis TB

• TB milier dengan gangguan napas yang berat,

• Efusi pleura

• TB abdomen dengan asites.

Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2mg/kg/hari, sampai 4
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60mg/hari selama 4 minggu.
Tappering-off dilakukan secara bertahap setelah 2 minggu pemberian kecuali pada TB
meningitis pemberian selama 4 minggu sebelum tappering-off . Kombinasi dosis tetap

21
OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination) Untuk mempermudah pemberian obat anti
tuberkulosis sehingga meningkatkan keteraturan minum obat, paduan obat anti
tuberkulosis disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu
pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu
rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase
lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat
dilihat pada tabel berikut.5

Tabel 4. Dosis kombinasi pada tuberkulosis anak5

Keterangan: R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid

a) Bayi di bawah 5 kg pemberian obat anti tuberkulosis secara terpisah, tidak


dalam bentuk kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS

b) Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,


menyesuaikan berat badan saat itu

c) Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran

d) Obat anti tuberkulosis KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah,
dan tidak boleh digerus)

e) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable),


atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).

f) Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan

22
g) Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari

h) Apabila obat anti tuberkulosis lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka
semua obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.5

A.Tatalaksana Pasien TB Anak yang Berobat Tidak Teratur

Pada anak yang berobat tidak teratur maka dapat dilakukan penatalaksanaan sesuai

berikut ini :

1. Ketidak patuhan minum obat anti tuberkulosisi pada pasien TB merupakan penyebab
kegagalan pengobatan.

2. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di tahap intensif atau > 2 bulan di tahap
lanjutan dan menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari awal. Jika anak
tidak minum obat < 2 minggu di tahap intensif atau < 2 bulan di tahap lanjutan dan
menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.

3. Pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko terjadinya TB-
RO.5

B. Tatalaksana TB Resisten Obat Pada Anak


Resistensi obat pada pasien TB ada 3 yaitu monoresisten, MDR, dan XDR. Dikatakan
monoresisten bila hasil uji kepekaan mendapatkan resisten terhadap isoniazid atau
rifampisin. Seorang pasien TB anak dikatakan mengalami MDR bila hasil uji kepekaan
mendapatkan hasil basil M. tuberkulosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampisin,
sedangkan extensively drug-resistant (XDR)-TB bila hasil uji kepekaan mendapatkan hasil
MDR ditambah resisten terhadap fluoroquinolon dan salah satu obat injeksi lini kedua
(second-line injectable agents).4
Multidrug-resistant tuberkulosis (MDR-TB) adalah bentuk TB yang disebabkan oleh
bakteri yang tidak menanggapi isoniazid dan rifampisin, 2 obat anti-TB lini pertama yang
paling kuat. TB-MDR dapat diobati dan disembuhkan dengan menggunakan obat lini kedua.8

23
Anak-anak dengan MDR TB harus ditatalaksana sesuai dengan prinsip pengobatan pada
dewasa. Yang meliputi:4
a. Gunakan sedikitnya 4 obat lini kedua yang kemungkinan strain itu masih sensitif; satu
darinya harus injectable, satu fluorokuinolon (lebih baik kalau generasi kuinolon yang
lebih akhir bila ada), dan PZA harus dilanjutkan
b. Gunakan high-end dosing bila memungkinkan
c. Semua dosis harus diberikan dengan menggunakan DOT.
d. Durasi pengobatan harus 18-24 bulan
e. Semua obat diminum setiap hari dan dengan pengawasan langsung.

Berikut merupakan alur dari tatalaksana Multidrug-resistant tuberkulosis (MDR-TB)pada


anak :

24
Gambar 3. Alur tatalaksana TB MDR pada anak5

C. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB anak


Berikut merupakan pemantauan dan hasil pengobatan TB anak:

1. Tahap awal pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi
dan kemungkinan adanya efek samping obat dan tahap lanjutan pasien kontrol tiap bulan.

2. Setelah diberi obat anti tuberkulosis selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus
dievaluasi.

3. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis yang terdapat pada awal
diagnosis berkurang misalnya nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian obat
anti tuberkulosis dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon
pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien
harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap.

4. Tes uji Tuberkulin hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil
pengobatan.

5. Setelah pemberian obat selama 6 bulan, obat anti tuberkulosis dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan foto rontgen dada.

6. Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA
positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang
sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien.5

2.9 PEMBERIAN KEKEBALAN DAN PENGOBATAN PENCEGAHAN

Salah satu upaya pencegahan mencegah kesakitan atau sakit yang berat adalah
dengan memberikan kekebalan berupa vaksinasi dan pengobatan pencegahan
(profilaksis).5

25
A. Pemberian Kekebalan (Imunisasi) BCG

Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guérin) adalah vaksin hidup yang dilemahkan


yang berasal dari Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program
Pengembangan Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada
bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin. Petunjuk pemberian vaksinasi BCG
mengacu pada Pedoman Program Pemberian Imunisasi Kemenkes. Secara umum
perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TB berat seperti TB milier
dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda. Vaksinasi BCG ulang tidak
direkomendasikan karena tidak terbukti memberi perlindungan tambahan.5

Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu :


1.Bayi terlahir dari ibu TB BTA positif
Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis TB BTA positif padatrimester 3
kehamilan berisiko tertular ibunya melalui plasenta, cairanamnion maupun hematogen.
2.Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS tidak dianjurkan
diberikan imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukanuntuk pembuktian apakah
bayi sudah terinfeksi HIV atau tidak.5
B. Pengobatan Pencegahan dengan INH

Sebagai salah satu upaya pencegahan TB aktif pada ODHA, pemberian


pengobatan pencegahan dengan Isoniazid (PP INH) dapat diberikan pada ODHA yang
tidak terbukti TB aktif dan tidak ada kontraindikasi terhadap INH. Dosis INH yang
diberikan adalah 300 mg - 116 - per hari dengan dosis maksimal 600 mg per hari,
ditambah Vitamin B6 25 mg per hari selama 6 bulan.5

1.Pemberian Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP INH)

pada anak PP INH diberikan kepada anak umur dibawah lima tahun (balita) yang
mempunyai kontak dengan pasien TB tetapi tidak terbukti sakit TB.

26
Tabel 5. Tatalaksana pada kontak anak5

a) Dosis INH adalah 10 mg/kg BB/hari (maksimal 300 mg/hari). Obat dikonsumsi satu
kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama (pagi, siang, sore atau malam) saat perut
kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan).
b) Lama pemberian PP INH adalah 6 bulan (1 bulan = 28 hari pengobatan), dengan
catatan bila keadaan klinis anak baik. Bila dalam follow up timbul gejala TB, lakukan
pemeriksaan untuk penegakan diagnosis TB. Jika anak terbukti sakit TB, PP INH
dihentikan dan berikan obat anti tuberkulosis.
c) Obat tetap diberikan sampai 6 bulan, walaupun kasus indeks meninggal, pindah atau
BTA kasus indeks sudah menjadi negatif.
d) Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan BB setiap bulan.
e) Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan dapat disesuaikan
dengan jadwal kontrol dari kasus indeks. Pada pasien dengan gizi buruk atau infeksi
HIV, diberikan Vitamin B6 10 mg untuk dosis INH ≤200 mg/hari, dan 2x10 mg
untuk dosis INH >200 mg/hari
f) Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua atau anggota keluarga
pasien.5

2. Pengobatan pencegahan dengan Rifapentine dan Isoniazid

Saat ini telah terdapat pilihan pengobatan pencegahan dengan Rifapentin dan
Isoniazid. Sebagai catatan, obat ini tidak direkomendasikan penggunaannya pada anak
berusia < 2 tahun dan anak dengan HIV AIDS dalam pengobatan ARV. 5

27
a. Pemberian Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP INH) pada ODHA
Pengobatan Pencegahan dengan INH (PP INH) bertujuan untuk mencegah TB aktif pada
ODHA, sehingga dapat menurunkan beban TB pada ODHA. Jika pada ODHA tidak
terbukti TB dan tidak ada kontraindikasi, maka PPINH diberikan yaitu INH diberikan
dengan dosis 300 mg/hari dan B6 dengan dosis 25mg/hari sebanyak 180 dosis atau 6
bulan.5

b. Pemberian Pengobatan Pencegahan dengan Kotrimoksasol (PPK) pada ODHA


Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol bertujuan untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian pada ODHA dengan atau tanpa TB akibat IO. Pengobatan
pencegahan dengan kotrimoksasol relatif aman dan harus diberikan sesuai dengan
Pedoman Nasional PDP serta dapat diberikan di unit DOTS atau di unit PDP.5

2.10 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari tuberkulosis mencakup berbagai diagnosis oleh karena


tuberculosis dapat mengenai berbagai organ serta tanda dan gejala yang tidak sesifik pada
awal penyakit. Tuberkulosis dapat mirip dengan pneumonia, keganasan, dan berbagai
penyakit sistemik yang terjadi limfadenopati generalisata.2

2.11 Komplikasi dan Prognosis

Tuberkulosis tulang punggung dapat menyebabkan pembentukan angulasi/gibus


yang membutuhkan koreksi bedah setelah infeksi diobati. Sebagian besar meningitis TB
pada anak terjadi di Negara berkembang, dimana prognosisnya buruk. Pada Umumnya,
prognosis TB pada anak baik jika dikenali sejak dini dan pengobatan yang efektif.
Prognosis anak dengan TB tulang dan sendi serta meningitis TB tergantung pada stadium
penyakit ketika dimualainya pengobatan.2

28
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman


Mycobacteriumtuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir
semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer.1 Data TB anak Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB anak antara
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5 % pada tahun 2011
dan 8,2 pada tahun 2012.2

Gejala klinis berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Gejala klinis
TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit selain TB. Gejala khas seperti batuk lebih dari 2 minggu, demam lebih dari 2
minggu dan penurunan berat badan dalam 2 bulan.3

Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 dan 2
jenis obat dalam satu tablet (2HRZ/4HR 3). Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien.3

Resistensi obat pada pasien TB ada 3 yaitu monoresisten, MDR, dan XDR.
Dikatakan monoresisten bila hasil uji kepekaan mendapatkan resisten terhadap isoniazid
atau rifampisin. Seorang pasien TB anak dikatakan mengalami MDR bila hasil uji
kepekaan mendapatkan hasil basil M. tuberkulosis yang resisten terhadap isoniazid dan
rifampisin, sedangkan extensively drug-resistant (XDR)-TB bila hasil uji kepekaan
mendapatkan hasil MDR ditambah resisten terhadap fluoroquinolon dan salah satu obat
injeksi lini kedua (second-line injectable agents).2

Diagnosis banding dari tuberkulosis mencakup berbagai diagnosis oleh karena


tuberculosis dapat mengenai berbagai organ serta tanda dan gejala yang tidak sesifik pada
awal penyakit. Tuberkulosis dapat mirip dengan pneumonia, keganasan, dan berbagai
penyakit sistemik yang terjadi limfadenopati generalisata.8

29
Tuberkulosis tulang punggung dapat menyebabkan pembentukan angulasi/gibus
yang membutuhkan koreksi bedah setelah infeksi diobati. Sebagian besar meningitis TB
pada anak terjadi di Negara berkembang, dimana prognosisnya buruk. Pada Umumnya,
prognosis TB pada anak baik jika dikenali sejak dini dan pengobatan yang efektif.
Prognosis anak dengan TB tulang dan sensi serta meningitis TB tergantung pada stadium
penyakit ketika dimualainya pengobatan.8

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe. N. N. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta :Kementrian


Kesehatan RI. 2013.
2. Edward,R,C. et al.2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial.
3. Nastiti,N.R. et al. 2015. Buku Ajar Respirologi Anak. UKK Respirologi IDAI.Edisi
pertama. Cetakan keempat
4. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesi. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Tentang Penanggulangan
Tuberkulosis.No.67
6. Zumla A, Raviglione M, Hafner R, von Rayen CF. Tuberculosis. N. Engl J Med.
2013;368:745
7. Setyanto.D.B. Tantangan diagnosis TB pada anak. 2013. Peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan anak pada tingkat pelayanan primer. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia
8. WHO. 2014. Tuberculosis.
https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis

31

Anda mungkin juga menyukai