Anda di halaman 1dari 52

PRESENTASI KASUS

KASUS KEGAWAT DARURATAN


ILEUS OBSTRUKTIF DENGAN KOMPLIKASI SEPSIS

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Diajukan kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes (Pembimbing IGD dan Rawat Inap)
dr. Benediktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Jalan)

Disusun oleh:
dr. Raden Irwanto Adinugroho

RSUD “KANJURUHAN” KEPANJEN


KABUPATEN MALANG
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS KEGAWATDARURATAN

ILEUS OBSTRUKTIF DENGAN KOMPLIKASI SEPSIS

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat dan Rawat Inap

dr. Hendryk Kwandang, M.Kes

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS KEGAWATDARURATAN

ILEUS OBSTRUKTIF DENGAN KOMPLIKASI SEPSIS

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Jalan

dr. Benediktus Setyo Untoro

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga penulis
telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul “Peritonitis”.
Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr.Hendryk Kwandang, M.Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat darurat
dan rawat inap
2. dr. Benediktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat jalan
3. dr. Antarestawati, dr. Anita Ikawati, dr. Janny Fajar Dita, dan dr. Yudha Perdana
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan
hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Kepanjen, April 2017

Penulis

4
5
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...........................................................................................................2


BAB 1 LATAR BELAKANG ..................................................................................3
BAB 2 LAPORAN KASUS ....................................................................................4
2.1 Identitas Pasien ..............................................................................................4
2.2 Anamnesa .......................................................................................................4
2.3 Pemeriksaan ...................................................................................................5
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................6
2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium.............................................................6
2.4.2 USG ..................................................................................................7
2.5 Diagnosis ........................................................................................................7
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................9
3.1 Definisi ............................................................................................................9
3.2 Anatomi dan Fisiologi ....................................................................................9
3.3 Etiologi............................................................................................................13
3.4 Patofisiologi ...................................................................................................13
3.5 Manifestasi Klinis ...........................................................................................16
3.6 Diagnosis ........................................................................................................17
3.6.1 Gejala ...........................................................................................................17
3.6.2 Pemeriksaan Fisik ...........................................................................18
3.7 Pemeriksaan penunjang ................................................................................20
3.7.1 Pemeriksaan Laboratorium.............................................................20
3.7.2 Radiologi ..........................................................................................20
3.8 Differential Diagnosa .....................................................................................24
3.9 Tata Laksana ..................................................................................................24
3.9.1 Penanganan Preoperatif................................................................25
3.9.2 Penanganan Operatif .....................................................................26
3.9.3 Pengananan Postoperatif..............................................................28
3.10 Komplikasi ...................................................................................................28
3.11 Prognosa .....................................................................................................29
BAB 4 PEMBAHASAN ..........................................................................................30
BAB 5 KESIMPULAN ............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................33

6
BAB 1 LATAR BELAKANG

Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik. Terjadinya kelainan pada usus karena disebabkan oleh
beberapa kasus antara lain; Hernia Inkarserata, Invaginasi, Adhesi/Perlengketan,
Volvulus/Puntiran, Tumor, Keganasan, Bolus cacing. Sehingga terjadi penyumbatan
pada saluran usus.1
Ileus Obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah
adhesi/streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-
ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di
bidang diagnostik kelainan abdominalis.1
Hambatan atau gangguan pasase usus yang sering juga disebut ileus dapat
disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltik usus akibat
pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal dengan uremia
sehingga terjadi paralisis. Penyebab lain ialah adanya sumbatan/hambatan lumen usus
akibat perlekatan atau massa tumor. Akan terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Obstruksi usus juga disebut obstruksi mekanik
misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Ileus
dinamik dapat disebakan oleh paralisis pada peritonitis umum.1,2
Obstruksi usus dapat terjadi akut (dalam jam) atau kronis (dalam minggu). Pada
obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulasi. Obstruksi
sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. 1,3
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus
mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah
obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.1 Penyebab tersering
obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi sederhana
(51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%). Hernia strangulata adalah salah satu
7
keadaan darurat yang sering dijumpai oleh dokter bedah dan merupakan penyebab
obstruksi usus terbanyak. Sekitar 44% dari obstruksi mekanik usus disebabkan oleh
hernia eksterna yang mengalami strangulasi.
Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan,
sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan
terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, akan
berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan
salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju, adhesi intraabdomen
merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digestif yang
memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkanobstruksi usus akibat adhesi.
Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-75%. Ileus adalah
keadaan dari gerakan dan pasase usus yang normal tidak terjadi. Ileus timbul saat
udara dan cairan sekresi tidak dapat keluar kearah distal karena berbagai sebab baik
karena faktor intrinsik maupun ekstrinsik (mechanical obstruction) atau paralisis (non
mechanical obstruction atau pseudo ileus).4

8
BAB 2 LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Sumiati
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sumber kembar, Dampit
Pekerjaan : IRT
Suku : Jawa
Agama : Islam
MRS : 13 april 2017
No. RM : 426208

2.2 Anamnesa
(Autoanamnesa)
Keluhan utama : Tidak bias BAB dan kentut
Pasien mengeluh tidak bias BAB dan kentut sejak 2 hari yang lalu. Nyeri (+) hilang timbul,
kembung (+), muntah (2x).
Riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), riwayat BAK pasien normal, riwayat
pijat perut (+) tiap dua bulan sekali.
Riwayat Penyakit Dahulu.
Pasien pernah operasi tumor kandungan 25 tahun yang lalu.
Riwayat Keluarga.
Tidak ditemukan riwayat keluarga dengan keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan.
Pasien berobat ke rumah sakit swasta dan diberikan obat pereda nyeri kemudian dirujuk ke
UGD RSUD Kanjuruhan .

9
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik (13 April 2017)
Deskripsi umum
1. Keadaan umum
 Tampak sakit : sedang
 GCS : 456

2. Tanda vital
 Kesadaran : compos mentis, GCS 456
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 92x/menit, regular
 Pernafasan : 22 x/menit, regular, simetris
 Temperatur aksilla : 36,9°C

3. Kepala/Leher
Konjungtiva anemis -/-
Ikterik -/-
Edema Palpebra -/-

4. Thoraks
Pulmo:
Statis simetris, dinamis simetris
Stem Fremitus D=S
D=S
D=S
Perkusi Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Suara nafas
V V Rh: - - Wh : - -
V V - - - -
10
V V - - - -
Cor:
Ictus invisible, palpable pada ICS V MCL Sinistra
RHM ~ SL dextra, LHM ~ ictus
S1 S2 tunggal murmur (-), gallop (-)

5. Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen distended.
Auskultasi : bising usus (+) meningkat, metallic sound (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba.
Perkusi : nyeri saat perkusi (-), timpani, meteorismus (+), shifting dullness (-),

6. Extremitas
Akral hangat kering, capillary refill time <2 detik, pitting edema (-), anemi (-), ikterik (-),
sianosis (-).

7. Rectal toucher
Spinchter ani normal, tidak teraba massa, darah (-), feses(-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium


13 april 2017
Hemoglobin 12,2 g/dl 13,3-17,7 g/dl

Eritrosit 4,25 x10^6 /ul 4,5-6,5 x10^6/ul


Leukosit 1.670 cell/cmm 4.000-11.000

Hematokrit 35,9 % 40-54 %


Trombosit (PLT) 160.000 cell/cmm 150-450 x10^3/ul

PT 12 detik 9,7-13,1 detik


aPTT 30 detik 22-30 detik

Kimia Klinik
SGOT 52u/L <36u/L

11
SGPT 75 u/L <36 u/L

GDS 140 <140


Ureum 62 mg/dL 20-40 mg/dL
Creatinin 1,13 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL
Albumin 3,66 g/dL 3,5-5,2 g/dL

Natrium 137 mmol/L 136-145 mmol/L


Kalium 3,7mmol/L 3,5-5,0 mmol/L
Klorida 102 mmol/L 98-106 mmol/L
HBsAg negative

12
2.4.2 USG Abdomen

13
1. Sugestif peritonitis
2. Ileus, kesan ileus
paralitik
3. Renal cyst dextra

14
2.4.2 Foto klinis dan BOF

15
2.5 Diagnosis dan Tatalaksana
Diagnosis kerja : ileus obstruktif + sepsis
Planning:
Pasang NGT dekompresi
Pasang DC
IVFD RL 20 tpm
Inj.Ondancentron 3x8mg iv
Inj.Omeprazole 1x40mg
Konsul dr.Deddy Sp.B :
- inj.Ceftriaxone 2x1gr iv
- inj. Esomeprazole 1x1amp
- inj. Antrain 3x1gr
- extra fleet enema 1x
- USG Abdomen cito
- Konsul Sp.PD
- Pasien dipuasakan
Konsul dr.Nurike Sp.PD : inj.ceftriaxone 2x1gr ganti inj.Meropenem 3x1gr
IVFD RL ganti dengan aminofluid ; D5% 1:1 ~ 20tpm

2.5 Follow up
13 april 2017 08.00
GCS 456
TD120/80, N: 87x/menit Tax 37,2 C, RR 18x/menit
Keluar cairan kecoklatan (feses) .  lapor dr.deddy Sp.B
Pasien dirujuk ke IGD RSSA dengan diagnosa ileus ec. Peritonitis + septic condition
proevaluasi dokter bedah digestive.

16
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi

3.1.1 Anatomi Usus

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang


membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang
usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini
mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya
bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis

tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.23

3.1.1.1. Struktur usus halus

Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:

a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan


ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat
bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding
duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung

kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum. 24 Panjang

duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum. 23


b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah
kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan
vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara
lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih
tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah

17
c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5
m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium
ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula
bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk

lagi ke dalam ileum.24

3.1.1.2. Struktur usus besar

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5


kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus
besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar
6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.23 Lapisan-lapisan usus
besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot yang memanjang, dan
jaringan ikat. Ukurannya lebih besar daripada usus halus, mukosanya lebih halus
daripada usus halus dan tidak memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus
ekterna membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-
kantong besar yang disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup
ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan
terbuka untuk merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus
mengalir 15 ml masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari.25

Bagian-bagian usus besar terdiri dari :

a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal
apendiks.25 Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum.23 Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi
jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum.25

18
b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga
divisi.

i. Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di


sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada
fleksura hepatika.

ii. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan


lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya
memutar ke bawah fleksura splenik.

iii. Kolon desenden: merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di
rektum.

c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm


Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus. 24
Untuk lebih jelas, sistem pencernaan manusia dapat dilihat pada gambar
1.1.

19
Gambar 1.1. Sistem pencernaan manusia26

Keterangan gambar :
1. Kelenjar ludah 15. Saluran empedu
2. Parotis 16. Kolon
3. Submandibularis (bawah rahang) 17. Kolon transversum
4. Sublingualis (bawah lidah) 18. Kolon ascenden
5. Rongga mulut 19. Kolon Descenden
6. Amandel 20. Ileum
7. Lidah 21. Sekum
8. Esofagus 22. Appendiks
9. Pankreas 23. Rektum
10. Lambung 24. Anus
11. Saluran pankreas
12. Hati
13. Kantung empedu
14. Duodenum

1
Fisiologi Usus

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan –
bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses
pencernaan dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas
yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana.
Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan
pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih
luas bagi kerja lipase pankreas.23

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang
terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf
autonom dan hormon.15 Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang
dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, sekresi usus, dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.23

Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan


protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorpsi.23

Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya
bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki
membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan
garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus, dan asam lemak serta monogliserida
ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan
kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel
dan memasuki lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung
menuju ke vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam
ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu,
sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24
jam.27,28

2
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis.
Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin,
dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein,
menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa
dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.28

Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati menjadi


maltosa (isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama
dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida
glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk
pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini
dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka
berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan
fruktosa, kemudian segera diabsorpsi ke dalam darah porta.29

Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum
menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik
dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan klorida diabsorpsi
dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif. Kalsium diabsorpsi
melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon
parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi secara difusi pasif.28

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan


proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air
dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai
defekasi berlangsung.23

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air
dan elektrolit serta mencegah dehidrasi. Gerakan retrograd dari kolon memperlambat
transit materi dari kolon kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental
merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini
menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik.

Sepertiga berat feses kering adalah bakteri; 10¹¹-10¹²/gram dimana bakteri


Anaerob lebih banyak dari bakteri aerob. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi

3
dari darah, dan produksi intralumen. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein
dan karbohidrat yang tidak tercerna. 28

3.2 Definisi
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna
tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau
kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen
usus tersebut.23

Tipe obstruksi usus terdiri dari :

2.3.1. Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari. Misalnya intususepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.

2.3.2. Neurogonik/fungsional (Ileus Paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi usus. Contohnya amiloidosis, distropi
otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson.11

2.4. Definisi Ileus Obstruktif

Ileus Obstruktif disebut juga Ileus Mekanis (Ileus Dinamik).15 Suatu penyebab fisik
menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik baik sebahagian maupun total. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari.11,30,31

4
2.5. Klasifikasi Ileus Obstruktif

2.5.1. Menurut sifat sumbatannya

Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan32 :

a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di


dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain
karena atresia usus dan neoplasma
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,
dan volvulus.

2.5.2. Menurut letak sumbatannya

33
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :

a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus


b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar

2.5.3. Menurut etiologinya

34
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :

a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi


(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena
kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,
diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di
dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu.

3.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat di lihat pada bagan 1.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat

5
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus
setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan
dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan
absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan
usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis,
disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik
untuk menyebabkan bakteriemia.23

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat di proksimal dan menyebabkan muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik
melawan obstruksi dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan
nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang
peristaltik lebih sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10
menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung
usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif.
Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan
akhirnya tidak ada.27

Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan
mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan
muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium,
klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang
tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar,
muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik
dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume
intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam
perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan
syok.27

Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus
mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang
mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga
gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga
dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang
normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat) bagi penyerapan bakteri dan produk
toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan

6
dalam aliran darah. Dengan strangulasi yang memanjang maka timbul iskemik dan sawar
rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding
usus ke dalam cavitas peritonealis.27

Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus
cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan
kematian.27

Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung
usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus obstruksi yang
lainnya, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan
gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat
melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini,
sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan
intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar ke vena. 27

Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan
ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya
menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul
penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma
yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena
obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi
dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon
terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada
tempat berdiameter terlebar, biasanya di sekum. Hal didasarkan atas hukum Laplace,
yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu
apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter
kolon melebar di dalam sekum, maka area ini yang biasanya pecah pertama.27

7
2.7. Faktor Risiko Ileus Obstruktif

Obstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur pasien


(Tabel 1). Pada bayi/neonatus obstruksi usus disebabkan atresia ani, atresia
pada usus halus , dan penyakit Hirschsprung. Obstruksi pada anak-anak sering
disebabkan oleh intususepsi, penyakit Hirschsprung dan hernia strangulasi
inguinalis kongenital. Pada orang dewasa, obstruksi usus sering disebabkan
tumor di dalam usus, perlengketan dinding usus, hernia strangulasi pada kanalis

8
inguinalis, femoralis ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn. Obstruksi pada
pasien umur lanjut sering disebabkan karsinoma usus besar, divertikel, hernia
strangulasi, tinja membatu, perlengketan dinding usus dan volvulus.32

Tabel 2.1. Penyebab Obstruksi Menurut Kelompok Umur32

Kelompok umur Penyakit

Bayi/neonates Atresia, Volvulus, penyakit Hirschsprung

Intususepsi, hernia strangulasi inguinalis, kelainan

Anak-anak

kongenital, penyakit Hirschsprung

Neoplasma usus besar, adhesi, hernia strangulasi

Dewasa inguinalis, femoralis dan umblikalis, dan penyakit

Hirschsprung

Karsinoma usus besar, penyakit divertikulum kolon, hernia

Orang tua

strangulasi, fecalith (tinja membatu), adhesi dan volvulus

9
2.7.1. Perlengketan/Adhesi

Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi.12 Adhesi adalah


pita-pita jaringan fibrosa yang sering menyebabkan obstruksi usus halus pasca
bedah setelah operasi abdomen. Risiko terjadinya adhesi menimbulkan gejala
obstruksi pada anak belum diteliti dengan baik, tetapi sering terjadi pada 2-3%
penderita setelah operasi abdomen. Sebagian besar obstruksi disertai oleh
adhesi dan dapat terjadi setiap waktu setelah minggu kedua pasca bedah. 35
Adhesi dapat berupa perlengketan yang bentuk tunggal maupun multiple
(perlengketan yang lebih dari satu) yang setempat maupun luas. Pada operasi,
perlengketan dilepaskan dalam bentuk pita. Pada operasi, perlengketan
dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.

Adhesi yang kambuhan akan menjadi masalah besar. Setelah berulang


tiga kali, risiko kambuh akan menjadi 50%. Pada kasus seperti ini, diadakan
pendekatan konservatif sebab walaupun pembedahan akan menberikan
pasase, kemungkinan besar obstruksi usus akibat adhesi akan kambuh dalam
waktu singkat.12

2.7.2. Hernia Inkarserata

Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat tekanan
intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui
defek itu. Misalnya : sebagian lambung dapat terdesak keluar ke rongga perut
melalui suatu defek pada diafragma masuk ke dalam rongga dada. Hernia yang
tidak tampak dari luar disebut “internal hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna
hernia”, yaitu yang tampak dari luar seperti hernia umbilical, hernia inguinal, dan
hernia femoral.

Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi dan
disebut reponibel, jika tidak dapat masuk lagi disebut incarcerata. Pada keadaan
ini terjadi bendungan pembuluh-pembuluh darah yang disebut dengan
strangulasi. Akibat gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan
setempat yang disebut infark. Hernia yang menunjukkan strangulasi pembuluh
darah dan tanda-tanda incarcerata akan menimbulkan gejala-gejala ileus.33

10
2.7.3. Pankreas anulare

Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum


bagian duodenum bagian kedua. Gejala dan tanda sama seperti pada atresia
atau malrotasi usus. Pankreas anulare merupakan kelainan kongenital yang
jarang ditemukan. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan pada perkembangan
bakal pankreas sehingga tonjolan dorsal dan ventral melingkari duodenum
bagian kedua akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian ventral. Keadaan ini
menyebabkan obstruksi duodenum dan kadang disertai atresia juga. Penyakit
ini pada awalnya sering tidak ditemukan gejala dan baru ditemukan pada saat
dewasa.

2.7.4. Invaginasi

Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral


(proksimal) usus menerobos masuk ke dalam rongga bagian anal (distal) seperti
suatu teleskop. Ada beberapa jenis bergantung pada lokasinya :

d.1. enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus

d.2. entero-colics : ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini paling
sering ditemukan

d.3. colica : usus besar masuk ke dalam usus besar

d.4. prolapsus ani : rektum keluar melalui anus

Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang melingkarinya

intussusceptum. Mesentrium yang mengandung pembuluh darah

intussusceptium akan ikut tertarik dan pembuluh darah akan terjepit hingga

terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab terjadinya pada anak-anak adalah

ketidakseimbangan kontraksi otot usus-usus, adanya jaringan limfoid yang

berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan antiperistaltik

kolon melawan peristaltik ileum. Pada orang dewasa disebabkan karena adanya

dinding tumor yang menonjol/bertangkai (polip) dan oleh gerakan peristaltik

didorong ke bagian distal dan dalam gerakan ini dinding usus ikut tertarik.33

2.7.5. Volvulus

11
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan torsi

dan merupakan pemutaran usus dengan mesenterium sebagai poros. Usus

melilit/memutar sampai 180-360 derajat. Volvulus dapat disebabkan oleh

mesentrium yang terlalu panjang, yang merupakan kelainan kongenital pada

usus halus, pada obstisipasi yang menahun, terutama pada sigmoid, pada hernia

inkarcerata, usus dalam kantong hernia menunjukkan tanda-tanda torsi; pada

tumor dalam dinding usus atau tumor dalam mesentrium. Akibat volvulus terjadi

gejala-gejala strangulasi pembuluh darah dengan infark dan gejala-gejala ileus.

2.7.6. Kelainan kongenital

Setiap cacat bawaan pada usus berupa stenosis atau atresia dari
sebagian saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai
menyusui. Kelainan-kelainan ini disebabkan oleh tidak sempurnanya kanalisasi
saluran pencernaan dalam perkembangan embrional dan keadaan ini dapat
terjadi pada usus dimana saja. Atresi ialah buntu sama sekali dengan tanda-
tanda obstruksi total sedangkan stenosis hanya merupakan penyempitan dengan
gejala-gejala obstruksi yang tidak total.12

2.7.7. Atresia usus

Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan


atresia, yang dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin
berusia 6-7 minggu. Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan
aliran darah lokal pada sebahagian dinding usus akibat desakan, invaginasi,
volvulus, jepitan, atau perforasi usus masa janin. Daerah usus yang tersering
mengalaminya adalah usus halus. Stenosis dapat juga terjadi karena penekanan,
misalnya oleh pankreas anulare dan dapat berupa atresia.27

12
2.7.8. Radang kronik

Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan


obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada
penyakit kronik.12

2.7.9. Askariasis

Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum.


Obstruksi usus oleh cacing askariasis paling sering ditemukan pada anak karena
hygiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang-ulang dan usus halus
pada anak-anak lebih sempit daripada usus halus orang dewasa sedangkan
ukuran cacing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat yang terdiri dari sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang
mati akibat pemberian obat cacing.12

2.7.10.. Tumor

Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. Kebanyakan tumor jinak di usus halus tidak
menimbulkan gangguan yang berarti selama hidup. Kadang-kadang gejalanya
tidak jelas atau tidak khas, sehingga kelainan tidak terdeteksi kecuali apabila ada
penyulit. Tumor usus halus dapat menimbulkan komplikasi, pendarahan, dan
obstruksi. Obstruksi dapat disebabkan oleh tumornya sendiri ataupun secara
tidak langsung oleh invaginasi.12

2.7.11. Tumpukan sisa makanan

Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang
pernah mengalami operasi pengangkatan sebagian atau penuh dari perut
(gastrektomi). Obstruksi biasanya terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi
lain, yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-
buahan yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi di ileum
terminal, seperti serat buah jeruk atau biji banyak yang ditelan sekaligus dengan
buah tertentu yang berinti.12

13
2.7.12. Divertikulum meckel

Divertikulum meckel adalah sisa dari kantung telur embrional yang juga
disebut ductus omphalo-mesentricus yang dalam kehidupan fetal
menghubungkan pusat (umbilicus) dengan usus. Pada orang dewasa terletak
pada ileum lebih kurang 100 cm proksimal perbatasan ileo-cekal, sedangkan
pada anak-anak lebih kurang 40 cm. Jika hubungan antara umblikus dan usus
(ductus omphalo-mesentricus) tidak menghilang, dapat terjadi fistula pada pusat
yang mengeluarkan isi usus. Bila hanya sebagian yang menghilang dan
ditengah-tengah tetap, maka akan dapat terbentuk suatu kista. Bila tidak
menghilang sempurna, maka sisanya menyerupai tali yang padat, yang dapat
mengakibatkan terbelitnya usus pada tali itu (strangulasi).35,36

2.7.13. Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang


paling sering terjadi pada neonatus. Penyakit Hirschsprung terjadi akibat tidak
adanya sel ganglion pada dinding usus atau terjadinya kelainan inervasi usus,
yang dimulai dari anus dan meluas ke proksimal. Gejala-gejala klinis penyakit
Hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir dengan terlambatnya pengeluaran
tinja (mekonium). Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian
proksimal usus besar dan perut menjadi kembung. Karena usus besar melebar,
tekanan di dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan
perintang mukosa terganggu Statis memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga
dapat menyebabkan enterokolitis (Clostridium difficile dan Staphlococcos aureus)
dengan disertai sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar.35

2.7.14. Bezoar

Istilah bezoar merupakan suatu akumulasi benda-benda asing eksogen di


dalam lambung atau usus yang merupakan penyebab ileus obstruktif pada usus
halus.35,42 Bezoar dibedakan menurut komposisinya. Laktobezoar mengandung
kasein atau kalsium yang tinggi. Laktobezoar ditemukan pada bayi-bayi prematur
yang mengkonsumsi susu formula bayi yang kaya kasein/kalsium. Phytobezoar
adalah jenis yang paling umum dari bezoar yang merupakan akumulasi serat
sayur-sayuran dan buah-buahan yang tidak dapat dicerna. Phytobezoar terdiri
dari selulosa, tanin, dan lignin yang di cerna pada saat mengkonsumsi
makanan.42

14
3.5 Manifestasi Klinis
2.8.1. Obstruksi sederhana

Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang
banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung
lama. Nyeri abdomen bervariasi dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak
enak di perut bagian atas.

Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah


periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul
dengan adanya fase bebas keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya
bervariasi tergantung sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang
dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi terutama pada obstruksi
komplit.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan
dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai
demam. Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi
proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Peristaltik usus
yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada pasien yang kurus. Bising usus yang
meningkat dan metabolic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri
pada obstruksi di daerah distal.

2.8.2. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai


dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya bekas operasi atau
hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri
yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi
segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

2.8.3. Obstruksi pada kolon

Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat


sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul
sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi
komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul

15
kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila
akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan
pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula
Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi
sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada
pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus
akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada
auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya
strangulasi.

3.6 Diagnosis

3.6.1 Gejala
 Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada peritonitis.
Nyeri biasanya datang dengan onset yang tiba-tiba.9 Seiring dengan berjalannya
penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar
dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri biasanya lebih terasa pada daerah dimana
terjadi peradangan peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran dari nyeri
menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya bertambah
meningkat diserta dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran dari
peritonitis.10
 Anoreksia, mual, muntah dan demam
Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti
dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti
demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh
biasanya sekitar 38OC sampai 40 OC.10
 Facies Hipocrates
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies Hipocrates. Gejala ini termasuk
ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata cowong, kedua telinga menjadi
dingin, dan muka yang tampak pucat.2
Penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies Hipocrates biasanya berada
pada stadium pre terminal. Hal ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut
di fleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena setiap gerakan dapat
menyebabkan nyeri pada abdomen.10

16
Tanda ini merupakan patognomonis untuk peritonitis berat dengan tingkat
kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih awal diagnosis dan
perawatan yang lebih baik, angka kematian dapat lebih banyak berkurang.2
 Syok
Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor.
Pertama akibat perpindahan cairan intravaskuler ke cavum peritoneum atau ke lumen
dari intestinal. Yang kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata.2
Yang utama dari septicemia pada peritonitis generalisata melibatkan kuman
gram negative dimana dapat menyebabkan terjadinya tahap yang menyerupai syok.
Mekanisme dari fenomena ini belum jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa
efek dari endotoksin pada binatang dapat memperlihatkan sindrom atau gejala-gejala
yang mirip seperti gambaran yang terlihat pada manusia.2

3.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu
diperhatikan. 1 Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak
baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan
muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi
dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan
cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung
secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi
urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok
sepsis.8
 Tanda Vital
Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau komplikasi
yang timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic dapat dilihat dari
frekuensi pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan normal. Takikardi, berkurangnya volume
nadi perifer dan tekanan nadi yang menyempit dapat menandakan adanya syok
hipovolemik. Hal-hal seperti ini harus segera diketahui dan pemeriksaan yang lebih
lengkap harus dilakukan dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus untuk
mencegah keadaan yang lebih buruk.10
 Inspeksi

17
Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi
dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan
diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari perjalanan
penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini
terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.2 Pemeriksa juga perlu mengamati adakah jaringan parut
bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, serta perlu melihat adanya
jejas post trauma pada abdomen yang dapat menimbulkan laserasi ogan intra
abdominal yang dapat menyebabkan peritonitis.
 Auskultasi
Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Suara
usus dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai
hampir tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus. Pasien
dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal
ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut
lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus
3,7
dapat terdengar normal. Adanya suara borborygmi dan peristaltic yang terdengar
tanpa stetoskop lebih baik daripada suara perut yang tenang. Ketika suara bernada
tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi
dari usus yang mengalami strangulasi.2
 Perkusi
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan
pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas dalam
cavum peritoneum yang berasal dari intestinal yang mengalami perforasi.7,8 Biasanya
ini merupakan tanda awal dari peritonitis.2
 Palpasi
Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada
kondisi ini. Palpasi harus selalu dilakukan terlebih dahulu di bagian lain dari abdomen
yang tidak dikeluhkan nyeri sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat
nyeri tekan. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri
dengan bagian yang nyeri. Penemuan yang paling penting adalah adanya nyeri tekan
yang menetap lebih dari satu titik.
Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses
inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni
adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
18
kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.3,5 Otot dinding perut menunjukkan defans
muskular secara involunter untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat sehingga membuat otot perut terlihat seperti papan.
1,5,10
Nyeri tekan lepas juga dapat timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses
inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi lokal, atau
dapat menjadi menyebar seperti pada pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya
terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.2
 Codok dubur
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan
pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan
1,7
diagnosis. Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang
memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan
adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri
pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula
biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan
kelainan pada alat kelamin dalam perempuan. 1,2

3.7 Pemeriksaan Penunjang


3.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel darah dan
urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3,
kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya terdapat
infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme pertahanannya.2
Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh
polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah leukosit
tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.10
Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan
ginjal, serta pemeriksaan HbsAg dapat dilakukan sebagai persiapan operasi.9
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari
3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi
peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma
yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.9

19
3.7.2 Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto
thorak PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan
proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Dengan
menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau
keduanya akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada dengan
menggunakan foto polos abdomen.2
Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :3
1. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm.3
Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus)
obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara
lain:3
1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance),

a.
Gambar 4. Herring Bone Appearance

20
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air
fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti
ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang – panjang kemungkinan gangguan di
kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan
air fluid level.

Gambar 5. Air Fluid Level


3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid
level dan step ladder appearance.

Gambar 6. Step Ladder Appearance


Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid
level, dan herring bone appearance.5
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang –
kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum
crassum.
2. Air fluid level
3. Herring bone appearance
21
Bedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid
level ada yang pendek – pendek (usus halus) dan panjang – panjang (kolon) karena
diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila
berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.2
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto
polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto
polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya
usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :3
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan
kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air sub diafragma berbentuk bulan sabit
(semilunair shadow).

Gambar 7. Free Air Sub Diafragma


3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi.
Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding
abdomen.

22
Gambar 8. Free Air Intra Peritonial
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.2,5

Gambar 9: Foto BNO pada peritonitis

3.8 Differential Diagnosa


Pada kasus yang berhubungan dengan proses thorak disertai iritasi diafragma
(misalnya empiema), proses ekstraperitoneal (misalnya, pielonefritis, sistitis, retensi urin
akut), dan proses dinding perut (misalnya, infeksi, hematoma rektus) tanda dan gejalanya
dapat menyerupai peritonitis Pemeriksa juga diharapkan selalu memeriksa pasien untuk
melihat ada atau tidaknya hernia eksternal untuk menyingkirkan hernia inkarserata yang
juga memiliki manifestasi klinis yang mirip dengan peritonitis. Diagnosis banding lain dari

23
peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan
ektopik terganggu.4

3.9 Tata Laksana


Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit,
kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik.9
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan :
 memuasakan pasien,
 dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal
 penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena
 pemberian antibiotik yang sesuai
 pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya
 bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar

3.9.1 Penanganan Preoperatif


 Resusitasi Cairan
Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum menyebabkan
perpindahan cairan ekstraseluler ke dalam cavum peritoneum dan ruang intersisial.10
Pengembalian volume dalam jumlah yang cukup besar melalui intravaskular
sangat diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik
tubuh. Jika terdapat anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit dapat diberikan
transfusi PRC (Packed Red Cells) atau WB (Whole Blood). Larutan kristaloid dan koloid
harus diberikan untuk mengganti cairan yang hilang.9
Secara teori, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan
intravaskuler, tapi cairan ini lebih mahal. Sedangkan cairan kristaloid lebih murah,
mudah didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar karena kemudian akan
dikeluarkan lewat ginjal.10
Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari jaringan dan
ginjal telah adekuat dan urin telah diprodukasi.9
 Antibiotik
Bakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan menjadi bakteri
aerob yaitu E. Coli, golongan Enterobacteriaceae dan Streptococcus, sedangkan bakteri
anaerob yang tersering adalah Bacteriodes spp, Clostridium, Peptostreptococci.
Antibiotik berperan penting dalam terpai peritonitis, pemberian antibiotik secara empiris
harus dapat melawan kuman aerob atau anaerob yang menginfeksi peritoneum.10

24
Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sebelum didapatkan hasil
kultur dan dapat diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas jika masih
terdapat tanda infeksi. Jika penderita baik secara klinis yang ditandai dengan
penurunan demam dan menurunnya hitung sel darah putih, perubahan antibiotik harus
dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah didapatkan hasil dari uji sensitivitas.2
Efek pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisi-kondisi seperti:
(1) besar kecilnya kontaminasi bakteri, (2) penyebab dari peritonitis trauma atau
nontrauma, (3) ada tidaknya kuman oportunistik seperti candida. Agar terapi menjadi
lebih efektif, terpai antibiotik harus diberikan lebih dulu, selama dan setelah operasi.10
Pada umumnya Penicillin G 1.000.000 IU dan streptomycin 1 gram harus
segera diberikan. Kedua obat ini merupakan bakterisidal jika dipertahankan dalam dosis
tinggi dalam plasma. Kombinasi dari penicillin dan streptomycin juga memberikan
cakupan dari bakteri gram negatif. Penggunaan beberapa juta unit dari peniillin dan 2
gram streptomycin sehari sampai didapatkan hasil kultur merupakan regimen terpai
yang logis. Pada penderita yang sensitif terhadap penicillin, tetracycline dosis tinggi
yang diberikan secara parenteral lebih baik daripada chloramphenicol pada stadium
awal infeksi.2
Pemberian clindamycin atau metronidazole yang dikombinasi dengan
10
aminoglikosida sama baiknya jika memberikan cephalosporin generasi kedua.
Antibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga untuk gram
negatif, metronidazole dan clindamycin untuk organisme anaerob.9
Daya cakupan dari mikroorganisme aerob dan anerob lebih penting daripada
pemilihan terapi tunggal atau kombinasi. Pemberian dosis antibiotikal awal yang kurang
adekuat berperan dalam kegagalan terapi. Penggunaan aminoglikosida harus diberikan
dengan hati-hati, karena gangguan ginjal merupakan salah satu gambaran klinis dari
peritonitis dan penurunan pH intraperitoneum dapat mengganggu aktivitas obat dalam
sel. Pemberian antibiotik diberikan sampai penderita tidak didapatkan demam, dengan
hitung sel darah putih yang normal.9
 Oksigen dan Ventilator
Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis
cukup diperlukan, karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari metabolism tubuh
akibat adanya infeksi, adanya gangguan pada ventilasi paru-paru. Ventilator dapat
diberikan jika terdapat kondisi-kondisi seperti (1) ketidakmampuan untuk menjaga
ventilasi alveolar yang dapat ditandai dengan meningkatnya PaCO2 50 mmHg atau
lebih tinggi lagi, (2) hipoksemia yang ditandai dengan PaO2 kurang dari 55 mmHg, (3)
adanya nafas yang cepat dan dangkal.10
 Intubasi, Pemasangan Kateter Urin dan Monitoring Hemodinamik

25
Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari abdomen,
mencegah muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada
usus. Pemasangan kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan
pengeluaran urin. Tanda vital (temperature, tekanan darah, nadi dan respiration rate)
dicatat paling tidak tiap 4 jam. Evaluasi biokimia preoperative termasuk serum elektrolit,
kratinin, glukosa darah, bilirubin, alkali fosfatase dan urinalisis.10

3.9.2 Penanganan Operatif


Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya
dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini berupa
penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis primer atau dengan
exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama
operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum seperti
fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk
mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen.10
 Kontrol Sepsis
Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk menghilangkan
semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan
mencegah komplikasi lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline
merupakan teknik operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi
dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang. Radikal
debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan organ dalam tidak
meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin
memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus
perforata) atau drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan
yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum
peritoneum.9
 Peritoneal Lavage
Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter) dapat
menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri.
Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna bahkan
berbahaya karena dapat memicu adhesi (misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik
yang diberikan cecara parenteral akan mencapai level bakterisidal pada cairan
peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian bersama lavage. Terlebih
lagi, lavage dengan menggunakan aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas
dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari
neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage, semua cairan di kavum peritoneum

26
harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan
melarutkan benda asing dan membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan
bakteri.9
 Peritoneal Drainage
Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis
lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak
efektif dan tidak sering dilakukan, karena drainase yang terpasang merupakan
penghubung dengan udara luar yang dapat menyebabkan kontaminasi. Drainase
profilaksis pada peritonitis difus tidak dapat mencegah pembentukan abses, bahkan
dapat memicu terbentuknya abses atau fistula. Drainase berguna pada infeksi fokal
residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase diindikasikan untuk peradangan
massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak dapat direseksi.9

3.9.3 Pengananan Postoperatif


Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak
stabil. Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi
organ-organ vital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan.
Antibiotik diberikan selama 10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon
klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan
leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan
bervariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial,
CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder. 9

3.10 Komplikasi
Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal
dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal,
pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama postoperasi.
1. Sepsis1,10
Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan shock serta kegagalan organ yang
multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun. 9 Pasien dengan
kondisi ini memerlukan penanganan intensif di ICU. Sepsis abdominal mengakibatkan
mortalitas sekitar 30-60%. Faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas adalah :
- Usia
- Penyakit kronis
- Wanita
- Sepsis pada daerah upper gastrointestinal
- Kegagalan menyingkirkan sumber sepsis.

27
2. Abses intraabdominal atau peritonitis abdominal persisten. 10,11
Demam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan distensi abdomen,
apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi abdomen residual. Hal ini
perlu pemeriksaan CT-scan abdomen dengan kontras luminal (khususnya apabila terdapat
anastomosis in-situ). Re-laparotomi diperlukan apabila terdapat peritonitis generalisata.
Drainase perkutaneus dengan antobiotik pilihan terbaik merupakan terapi pada tempat yang
terlokalisir. Terapi antibiotik disesuaikan dengan kultur yang diambil dari hasil drainase.
3. Adhesi
Dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau volvulus.

3.11 Prognosa
Prognosis untuk peritonitis local, ulkus perforata atau apendisitis, pada usia muda,
pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada pasien yang terdiagnosis lebih
awal9 dan ringan adalah baik, tingkat mortalitas hanya sekitar 10%.
Sedangkan pada peritonitis generalisata tingkat mortalitas adalah sekitar 40%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit
primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta
usia dan kondisi kesehatan awal pasien.

28
BAB 4 PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Peritonitis ec internal bleeding. Penegakan


diagnosa ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Pada anamese, pasien mengeluh nyeri perut sejak tadi pagi. Nyeri perut seperti
kram dan berpindah-pindah. Sejak satu hari sebelumnya pasien sudah merasakan kram
perut namun hilang timbul dan pagi ini nyeri mendadak muncul di seluruh perut dan sangat
berat. Pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari karena nyeri perut yang dideritanya.
14
Keluhan nyeri beserta seluruh karakteristik nyeri pada pasien ini sebenarnya mengarah
pada peritonitis karena nyeri dirasakan di seluruh perut. Pasien juga memiliki riwayat trauma
abdomen beberapa minggu sebelum keluhan neri perut ini terjadi.
Pada pemeriksaan fisik, saat inspeksi didapatkan jejas pada abdomen bawah serta
terlihat papan karena adanya defans muscular. Hal ini sesuai dengan salah satu tanda
peritonitis yaitu defans muscular. Pada auskultasi, bising usus pasien masih dalam batas
normal dan tidak ditemukan suara usus lain seperti borborygmi ataupun meterorismus. Juga
BAB dan flatus pada pasien ini masih dalam batas normal sehingga kemungkinan ileus
sebagai penyebab bias disingkirkan.
Pada palpasi didapatkan adanya nyeri tekan serta nyeri tekan lepas hampir di
seluruh regio abdomen serta adanya defans muscular. Perut pasien tampang tegang saat
dipalpasi. Hal ini sesuai dengan dasar teori dimana pada peritonitis didapatkan defans
muscular serta nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik atau nyeri yang hampir ada di
seluruh regio abdomen. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara involunter
untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.

29
Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang
mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Nyeri tekan lepas juga dapat timbul akibat
iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi. Pada perkusi tidak didapatkan adanya
shifting dullness dan pekak hepar tetap ada, sehingga kemungkinan penyebab peritonitis
bukan karena perforasi organ berongga.
Pada saat datang pasien juga telah membawa hasil USG abdomen yang
menyimpulkan tak tampak lesi laserasi hematom pada solid organ serta kesan tampak
intraperitoneal fluid collection volume lumayan banyak dengan densitas campuran (internl
bleeding yang sebagian sudah menjadi clot?). Pada pasien ini tidak perlu lagi dilakukan
pemeriksaanfoto polos abdomen 3 posisi karena diagnosis sudah tegak melalui USG
abdomen, lagipula menurut teori pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya
tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG
(ultrasonografi). Hasil laboratorium pasien juga memunjukkan ada anemia serta leukositosis,
yang menunjukkan terjadinya perdarahan dan inflamasi.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah
Pasanng NGT
IVFD NS 0,9% 20 tpm
Inj Ceftriaxon 2x1 g IV
Inj Ketorolac 3x30 mg IV
Inj Metronidazole 3x500 mg IV
Inj Ranitidine 2x50 mg IV
Serta dilakukan laparotomi explorasi
Antibiotik awal cephalosporin generasi ketiga untuk gram negatif yang digunakan
pada pasien ini adalah ceftriaxone dan metronidazole untuk mengatasi organisme anaerob.
Pemberian ini dilakukan karena penyebab peritonitis hampir selalu polimikrobial, yang
merupakan campuran antara bakteri aerob dan anaerob dimana yang lebih dominan adalah
bakteri gram-negatif, yaitu Escherichia coli (60%).

30
BAB 5 KESIMPULAN

Peritonitis adalah peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang


dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus
abdomen.1,2
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.4
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit,
kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik. Komplikasi postoperatif
sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya,
keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi
kesehatan awal pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.
2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari
Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489 – 493
3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih
bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997.Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu
Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.
6. Price, Sylvia. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC.
7. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of
Medicine,third edition,1997, Toronto.
8. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I.1999.Abdomen Akut, dalam Radiologi
Diagnostik, Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta.
9. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-abdomen dalam
Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma, Binarupa
Aksara, Jakarta
10. Rosalyn Carson-De Witt MD, Peritonitis Health Article,
http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css
11. Putz R & Pabst R. 2007. Atlas Anatomi Manusia:Sobotta, jilid.2.Jakarta :EGC
12. http://www.google.co.id/imgres?q=peritoneum+anatomy&hl=en&biw=1024&bih=456
&tbm=isch&tbnid=kVlqe7wt9F-
yUM:&imgrefurl=http://www.radiologyassistant.nl/en/p4a252c5303035/peritoneum-
and-mesentery-part-i-anatomy.html&docid=__fv5Xl60-

32
q7gM&imgurl=http://www.radiologyassistant.nl/data/bin/a5097979750a1d_overzicht.j
pg&w=500&h=503&ei=dgxHUZCqDY7zrQfbv4DQBw&zoom=1&sa=X&ved=0CHAQ
hBwwCA&ved=1t:3588,r:8,s:0,i:112&iact=rc&dur=2450&page=1&tbnh=176&tbnw=1
75&start=0&ndsp=10&tx=88&ty=117

33

Anda mungkin juga menyukai