Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

STEMI adalah sindroma klinis yang didefinisikan dengan karakteristik


gejala iskemik miokardial dengan ST elevasi persisten atau LBBB baru pada dua
sandapan yang berdekatan pada pemeriksaan EKG dan biomarker jantung yang
positif. Didunia, penyakit arteri coroner merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan kematian. Lebih dari tujuh juta orang meninggal setiap tahunkarena
penyakit arteri coroner, 12.8% dari seluruh jumlah kematian. Sebanyak 17.3 juta
kematian pada tahun 2008 dikarenakan penyakit cardiovaskular, dan 7.3 juta
diantaranya akibat infark miokard. Stemi dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dan gaya hidup.

Mortalitas STEMI sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia,


kilip class, waktu diberikannya terapi, riwayat infark miokard, diabetes mellitus,
ejection fraction dan tatalaksana. Oleh karena itu assesment yang baik melalui
riwayat pasien, temuan pada pemeriksan fisik, ekg, radiologi dan biomarker jantung
diperlukan dalam mendiagnosis STEMI. Dibutuhkan tatalaksana yang baik sangat
diperlukan untuk menurunkan angka mortalitas.

Beberapa hal tersebut di atas menyebabkan pentingnya mengenal pola


penyakit dan tatalaksana pada STEMI. Perburukan dan komplikasi akibat stemi
harus dicegah, dengan demikian perlu ditegakan diagnosis yang tepat dan dini pada
penderita STEMI sehingga penatalaksanaan yang tepat pun dapat segera dilakukan.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS
Nama : Tn. H
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Flores Raya No.103
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal masuk : 15 Juli 2017

2.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Juli 2017 di
bangsal Anggrek RSUD Bekasi.
1. Keluhan utama: Nyeri dada satu hari sebelum masuk rumah sakit
2. Keluhan tambahan : Mual (+) Keringat dingin (+)
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan rujukan dari rs. J, pasien mengeluhkan nyeri dada
sebelah kiri, timbul tiba-tiba saat bangun tidur. Nyeri dada dirasakan seperti
tertindih dan berat, nyeri dada menjalar ke punggung belakang. Nyeri dada
dirasakan kurang lebih dua puluh menit. Nyeri dada tidak berkurang saat
istirahat. Pada saat yang bersamaan timbul keringat dingin disertai perasaan
mual.
4. Riwayat penyakit dahulu
Os baru pertama kali di rawat di rumah sakit. Hipertensi (-), diabetes melitus
(-), penyakit jantung (-), penyakit liver (-), penyakit ginjal (-), asma (-),
alergi obat (-).
5. Riwayat penyakit keluarga

2
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan paru, penyakit
liver, penyakit ginjal, asma, dan alergi dalam keluarga disangkal. Di dalam
keluarga atau lingkungan sekitar tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok sejak muda menghabiskan 3 bungkus rokok/hari, Pasien
mengakui senang mengkonsumsi makanan berlemak dan jarang
berolahraga.
7. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak dalam pengobatan ataupun konsumsi obat-obat tertentu.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada 16 Juli 2017 pukul 06.20 WIB di Bangsal
Anggrek.
a. Keadaan umum
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kesan gizi : Obesitas
b. Tanda vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 77x/menit
Suhu : 36,7 C
Pernafasan : 28 x/menit
BB : 70 kg
TB : 165 cm
BMI : 25.7

3
c. Status generalis
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
fisik
Kepala Normocephal, warna rambut hitam, distribusi merata, dan tidak mudah
dicabut
Mata Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung Simetris, deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-)


Telinga Normotia, deformitas (-/-), liang telinga lapang (+/+)
Mulut Bibir simetris, sianosis (-), mukosa bibir kering (-), faring hiperemis
(-), tonsil T1/T1
Leher Trakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5+2 cmH20, pembesaran
KGB(-)
Paru
I Pergerakan dada simetris retraksi otot interkostal (-)
Vokal fremitus simetris.
P Sonor kedua hemithorax
P Vesikular (+/+), ronki -/-, wheezing -/-
A
Jantung
I Ictus cordis tampak di ICS 5 midclavicula sinistra
P Ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra.
P Batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS 3-5
Batas jantung kiri ICS V 1 jari medial midclavicula sinistra
A BJ S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
I Datar, tidak tampak buncit, massa (-)
A BU (+) 2x/menit
P Supel, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba, ballotement
P (-),

4
Timpani, shifting dullness (-)

Kulit Turgor baik, bercak kemerahan (-)

Genitalia Tidak diperiksa


eksterna
Ekstremitas CRT <2 detik, akral hangat (+/+), edem pitting (-/-), sianosis (-/-)

2.4. FOLLOW UP HARIAN


15 Juli 2017
Hari Perawatan ke-1 Tatalaksana:
S : Nyeri dada berkurang, batuk (-), sesak Aspilet 1x80 mg
napas (+), nyeri dada (-), kepala pusing (-), CPG 1x75mg
mual (-), muntah (-), bab dan bak tidak ada Inj. Arixtra 1x2.5 mg SC
keluhan, makan minum baik, (III)
O : CM, TSS, TD : 157/88 mmHg, N : 64 ISDN 3x10 mg
x/min, RR : 18x/min , S : 36o C Atorvastatin 1x40 mg
Mata : CA -/-, SI -/-
Hidung : napas cuping hidung (-)
Leher : KGB normal, tiroid normal
Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop (-),
Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/-
Abdomen : Supel, BU (+), NT (-),
Hepatomegali (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-)
EKG: ST Elevasi V1-V4
A : Acute Stemi anterior
16 Juli 2017
Hari Perawatan ke-2 Tatalaksana
S : Nyeri dada (-) Aspilet 1x80 mg
CPG 1x75mg

5
O : CM, TSS, TD : 123/71 mmHg, N : 76 Inj. Arixtra 1x2.5 mg SC
x/min, RR : 27x/min , S : 36,6o C (III)
Mata : CA -/-, SI -/- ISDN 3x10 mg
Hidung : napas cuping hidung (-) Atorvastatin 1x40 mg
Leher : KGB normal, tiroid normal
Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop (-),
Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/-
Abdomen : Supel, BU (+), NT (-),
Hepatomegali (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-)
EKG: STelevasi v1-v4
A : Akut STEMI Anterior
17 Juli 2017
Hari Perawatan ke-3 Tatalaksana
S : Tidak ada keluhan Aspilet 1x80 mg
O : CM, TSS, TD : 130/90 mmHg, N :91 CPG 1x75mg
x/min, RR : 22x/min , S : 36.1 C Inj. Arixtra 1x2.5 mg SC
Mata : CA -/-, SI -/- (III)
Hidung : napas cuping hidung (-) ISDN 3x10 mg
Leher : KGB normal, tiroid normal, JVP Atorvastatin 1x40 mg
normal Ramipril 1x 2.5mg
Thorax : S1, S2 reg, murmur (-), gallop (-),
Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/-
Abdomen : Supel, BU (+), NT (-),
Hepatomegali (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-)
A : Acute STEMI anterior

6
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Hasil pemeriksaan tanggal 19 Juni 2017
HEMATOLOGI
Paket darah Rutin Hasil Nilai Rujukan
Laju Endap Darah 13 mm 0 10
Leukosit 15 x 103/uL 5 10
Hemoglobin 15 g/dL 13 17,5
Hematokrit 45,3 % 40 54
Trombosit 259 x 103/uL 150 400
Kimia Klinik
Troponin 16.40 <0.02
Fungsi Hati
SGOT 247 U/dL < 37
SGPT 62 U/dL < 41
Fungsi Ginjal
Ureum 27 mg/dL 20 - 40
Kreatinin 1.05 mg/dL 0,5 1,5
Diabetes
Gula Darah Sewaktu 209 mg/dL 60 - 110
Elektrolit
Natrium (Na) 135 mmol/L 135 145
Kalium (K) 3,7 mmol/L 3,5 5,0
Clorida (Cl) 95 mmol/L 94 - 111

7
b. EKG
a. RS J/ 14/07/17

Irama : Sinus Bradikardi


Heart Rate : 53 x/menit
Axis : Normal
Gel. P : < 3 kotak
PR interval : 2 kotak
Segmen ST : Elevasi V1-V4

b. RSUD Kota Bekasi/15/07/17

Irama : Sinus
Heart Rate : 75 x/menit reguler
Axis : LAD
Gel. P : < 3 kotak
PR interval : 3 kotak 8
Segmen ST : Elevasi V1-V4
c. RSUD Kota Bekasi/16/07/17

Irama : Sinus
Heart Rate : 75 x/menit reguler
Axis : LAD
Gel. P : < 3 kotak
PR interval : 3 kotak
Segmen ST : Elevasi V1-V4

c. Radiologi (15/07/17)

Deskripsi :
- CTR <50%
- Corakan bronkovaskuler
normal
- Hilus Normal
- Sudut costofrenikus
lancip
- Kesan : Normal Thorax

9
2.6. RESUME
Pasien Tn. H, berusia 57 tahun datang dari rujukan RS. J, pasien
mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri yang datang tiba-tiba saat bangun tidur
ingin sholat. Nyeri dada dirasakan berat seperti ditindih, nyeri dada menjalar
ke punggung belakang, dan tidak menghilang saat diistirahatkan. Lamanya
nyeri dada kurang lebih 20 menit. Os juga mengeluhkan saat terjadi nyeri
dada pasien timbul keringat dingin dan perasaan mual. Os memiliki
kebiasaan merokok sejak muda dan menghabiskan tiga bungkus rokok
setiap harinya, pasien juga menyukai makanan berlemak, diketahui pasien
jarang berolahraga.
Pada pemeriksaan status generalis didapatkan pasien dalam keadaan
nyeri dada, respiration rate 28x/menit. BMI obesitast (25,7). Pada
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Troponin I meningkat
16.40. Pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan 209. Pada pemeriksaan
EKG didapatkan segmen ST elevasi pada lead V1 sampai dengan V4 dan
menetap. Pada foto toraks memperlihatkan normal thorax.

2.7. DIAGNOSIS
Ditegakkan diagnosis yaitu Acute STEMI Inferior, diabetes mellitus
tipe 2 dan Hipertensi derajat 2. Didasarkan pada hasil anamnesis adanya
keluhan nyeri dada retrosternal yang menjalar ke punggung, nyeri dada
dengan kualitas tumpul dengan durasi 20 menit, serta didapatkan faktor
risiko seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, obesitas, hipertensi
dan diabetes melitus. Pemeriksaan penunjang EKG menunjukan segmen st
elevasi pada lead V1-V4, selain itu dari pemeriksaan laboratorium
memperlihatkan kenaikan troponin I. .

10
2.8. TATALAKSANA
- Tirah Baring
- Pemberian oksigen 3Lpm
- Aspillet 1x320mg
- Clopidogrel 1x300mg (Tablet Kunyah)
- ISDN 3x5mg Sublingual

2.9. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

2.10 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang penulis
menyimpulkan diagnosis STEMI. Didukung dengan hasil anamnesis yang
mencerminkan nyeri dada retrosternal, dengan penjalaran ke punggung belakang,
nyeri dada yang timbul tiba-tiba saat ingin melakukan aktifitas. Durasi nyeri dada
20 menit dan menetap serta tidak hilang saat isttirahat. Hasil pemeriksaan
penunjang memberikan hasil segmen ST elevasi pada V1-V4. Selain itu
peningkatan kadar troponin I. Penulis memberikan tatalaksana awal bagi penderita
STEMI yaitu tirah baring, pemberian oksigen 4 Lpm diberikan untuk mengurangi
rasa sesak pasien. Aspillet 1x320 mg bertujuan untuk

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
STEMI adalah sindroma klinis yang didefinisikan dengan karakteristik
gejala iskemik miokardial dengan ST elevasi atau LBBB baru yang persisten pada
minimal dua lead yang berdekatan dalam EKG dan biomarker jantung yang positif.
3.2 Anatomi Perdarahan Arteri Koroner
3.2.1 Arteri Koroner Kiri Utama/Left Main(LM)
Arteri koroner kiri utama yang lebih popular
dengan sebutan Left Main (LM), keluar dari sinus
aorta kiri; kemudian segera bercabang-cabang dua
menjadi arteri Left Anterior Descending (LAD) dan
Left Circumflex (LCX).Arteri LM berjalan diantara
alur keluar ventrikel kanan (right ventricle outflow
tract) yang terletak didepannya, dan atrium kiri
dibelakangnya; baru kemudian bercabang menjadi
arteri LAD dan arteri LCX.

12
3.2.2 Arteri Left Anterior Descending (LAD)
Arteri LAD berjalan di parit interventrikular
depan sampai ke apeks jantung, men-suplai: bagian
depan septum melalui cabang-cabang septal dan
bagian depan ventricular kiri melalui cabang-cabang
diagonal, sebahagian besar ventrikel kiri dan juga
berkas Atrio-ventrikular. Cabang- cabang diagonal
keluar dari arteri LAD dan berjalan menyamping
mensuplai dinding antero lateral ventrikel kiri;
cabang diagonal bisa lebih dari satu.
3.2.3 Arteri Left Circumflex (LCX)
Arteri LCX berjalan di dalam parit
atrioventrikular kiri diantara atrium kiri dan ventrikel
kiri dan memperdarahi dinding samping ventrikel
kiri melalui cabang-cabang obtuse marginal yang
bisa lebih dari satu (M1 , M2 dst). Pada umumnya
arteri LCX berakhir sebagai cabang obtuse marginal,
namun pada 10% kasus yang mempunyai sirkulasi
dominan kiri maka arteri LCX juga men-suplai
cabang posterior descending arteri (PDA).
3.2.4 Arteri Koroner Kanan/Right Coronary Artery (RCA)
Arteri koroner kanan keluar dari sinus aorta
kanan dan berjalan didalam parit atrioventrikular
kanan diantara atrium kanan dan ventrikel kanan
menuju ke bagian bawah dari septum. Pada 50-60%
kasus, cabang pertama dari RCA adalah cabang
conus yang kecil yang mensuplai alur keluar
ventrikel kanan. Pada 20-30% kasus, cabang conus
muncul langsung dari aorta. Cabang sinus node pada
60% kasus keluar sebagai cabang kedua dari RCA
dan berjalan ke belakang mensuplai SA-node. (Pada

13
40% kasus cabang ini keluar dari arteri LCX).
Cabang-cabang berikutnya adalah cabang-cabang
yang berjalan diagonal dan mengarah ke depan dan
men- suplai dinding depan ventrikel kanan.
Selanjutnya adalah cabang acute marginal (AM) dan
berjalan ditepi ventrikel kanan diatas diafragma.
RCA berlanjut kebelakang berjalan didalam parit
atrioventrikular dan bercabang arteri AV node.Pada
65% kasus, cabang Posterior Descending Artery
(PDA) keluar dari RCA (sirkulasidominan kanan).
Cabang PDA men- suplai dinding bawah ventricular
kiri dan bagian bawah septum.
3.2.5 Vena coroner.
Sebagian besar darah vena disalurkan melalui
pembuluh vena yang berjalan berdampingan dengan
arteri koroner. Vena kardiak bermuara di sinus
koronarius yaitu suatu vena besar yang berakhir di
atrium kanan. Sebagian kecil darah dari sirkulasi
koroner datang langsung dari otot jantung melalui
vena-vena kecil dan disalurkan langsung ke dalam ke
empat ruang jantung.
3.2.6 Vena Kardiak Besar (Great Cardiac Vein/Vena
Cordis Magna)
Bermula di apeks jantung dan naik sepanjang
parit interventrikular depan, berdampingan dengan
arteri LAD, kemudian belok ke kiri ke dalam parit
atrioventrikular, berjalan disamping arteri LCX.
Great Cardiac Vein juga menampung darah dari
atrium kiri.
3.2.7 Sinus koronarius

14
Berjalan ke kanan di dalam parit
atrioventrikular. Berakhir di dinding belakang atrium
kanan, diantara pangkal vena cava inferior dan celah
atrioventrikular dan menerima darah vena kardiak
sedang dan kecil.
3.2.8 Vena Kardiak Sedang dan Kecil (Middle Cardiac
Vein dan Small Cardiac Vein/Vena Cordis Parva)
Vena kardiak sedang berjalan didalam parit
interventrikular belakang dan vena kardiak kecil
berjalan di parit atrioventrikular berdampingan
dengan RCA.
3.2.9 Vena Posterior Ventrikel Kiri
Vena ini berakhir di sisi samping ventrikel kiri dan
masuk ke dalam sinus koronarius.
Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua
pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan
arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri
koroner kiri berjalan dibelakang arteri pulmonal sebagai
arteri koroner kiri utama. Arteri ini kemudian bercabang
menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks
kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus
interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks
kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi
permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan
di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah. Cabang
pertama adalah arteri atrium anterior kanan untuk mendarahi
nodus sino-atrial, dan cabang lain adalah arteri koroner
desenden posterior yang akan mendarahi nodus atrio-
ventrikuler.
.
3.3 Etiologi

15
Atherosclerosis merupakan penyakit yang paling bertanggung jawab pada
ACS. 90% dari infark miokard disebabkan karena thrombus akut yang
mengobstruksi arteri coroner. Ruptur plak dan erosi merupakan trigger utama untuk
thrombosis coroner. Setelah terjadinya erosi atau rupture plak, aktivasi dan agregasi
dari platelet, aktivasi jalur koagulasi dan terjadilah vasokontriksi endothelial yang
menyebabkan thrombosis dan oklusi coronary.

3.4 Faktor Risiko


Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya atherosclerosis yaitu
a. Usia
Individual berusia dengan rata rata 55-60 tahun lebih dominan untuk terkena
sindrom coroner akut. Usia meupakan refleksi proses pembentukan plak
artherosklerosis pada dinding arteri coroner, Awal fibroaatheroma terbentuk pada
saat adolescene dan pada umur dua puluh, dan terus menerus terbentuk selama
hidup. Atheroma pada usia 55 tahun, fibrous cap tipis dan terbentuk melalui enzim
proteolytic, dan dapat pecah, dan menjadi thrombosis.
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih cenderung untuk mendapatkan serangan jantung dibandingkan
perempuan. Perempuan akan meningkat untuk mendapatkan serangan jantung
setelah menopause.
c. Riwayat keluarga
d. Hipertensi
Hipertensi adalah faktor risiko mayor yang dapat menyebabkan atherosclerosis
pada pembuluh darah coroner, yang nantinya berkembang menjadi serangan
jantung atau infark miokard.
e. Dislipidemia
LDL level yang berlebihan dalam sirkulasi berperan dalam pembentukan plak
atheromatous pada endotel arteri.
f. Merokok

16
Merokok merupakan faktor risiko yang terbesar pada infark miokard,
arthrosclerosis premature dan sudden cardiac death. Merokok menyebabkan rata-
rata tujuh tahun lebih cepat dan dua kali terjadinya infark dari pada bukan perokok.
g. Aktivitas fisik
Orang yang inaktif dengan beberapa faktor risiko cardiac lebih cenderung untuk
mendapatkan infark miokard.

3.5 Patofisiologi
Artherosclerosis merupakan proses yang terus menerus dari pembentukan plak
yang melibatkan tunika intima dari arteri. Beberapa faktor risiko mempengaruhi
proses ini, termasuk hiperkolesterolimia, hipertensi, diabetes dan merokok.
Beberapa faktor risiko ini merusak endothelium pembuluh darah dan menyebabkan
disfungsi endothel, yang berperan penting dalam inisiasi pembentukan
artherosklerosis. Disfungsi endothel ditandai dengan menurunya ketersediaan nitrit
oxide dan meningkatnya produksi endothelin-1, yang mengganggu hemostasis
vascular, meningkatkan adhesi molekul, dan meningkatkan thrombogenitas.
Ketika endothel sudah rusak, sel inflamasi, terutama monosit akan migrasi ke
sub-endothel dengan cara berikatan pada molekul adhesi, ketika monosit telah
berada di sub-endothel monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag
akan memfagosit LDL yang telah teroksidasi, akan berubah menjadi foam cell dan
menyebabkan terbentuknya fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi akan
melepaskan sitokin (TNF-a, IL) yang akan membuat lebih banyak makrofag datang.
Stabilitas dari plak artherosklerosis bermacam-macam. Faktor risiko tinggi
termasuk lipid core yang besar, dan fibrous cap yang tipis.

3.6 Diagnosis
Pada pasien dengan riwayat sakit dada, ekg harus segera dilakukan dalam kurun
waktu 10 menit untuk menentukan bisa atau tidaknya dilakukan reperfusi. Jika
EKG menunjukan akut ST-elevasi atau LBBB, reperfusi emergensi dengan PCI
atau indikasi fibrinolysis harus segera dilakukan. Jika riwayat pasien sesuai dengan

17
kardiak iskemi dan ekg tidak menunjukan kriteria untuk reperfusi, pasien mungkin
menderita unstable angina atau NSTEMI.
a. Gejala Klinis
Gejala klasik yang akan timbul, nyeri dada substernal yang dideskripsikan
sebagai sensasi seperti diremas dengan biasanya menjalar ke tangan kiri, sering
diasosiasikan dengan. Perasaan tidak nyaman sama dengan angina pectoris
namun lebih hebat, dan durasinya lebih panjang (> 20menit), dan tidak dapat
diperbaiki dengan istirahat atau nitrogliserin.
- Perasaan tidak nyaman dapat menjalar ke leher, dagu,
punggung pundak, tangan kanan dan epigastrium. Mungkin didapatkan
nyeri pada lokasi ini, tanpa disertai nyeri dada. Nyeri iskemik
miokardial terlokalisir pada epigastrium sering disalah artikan menjadi
indigestion. Iskemik miokardial akut dapat terjadi tanpa nyeri dada,
terutama pada pasien post-operasi, lansia, dan pada penderita diabetes.
- Jika rasa nyeri tiba-tiba, menjalar ke belakang,
dideskripsikan sebagai rasa robek atau tertusuk, diseksi aorta harus
dipikirkan.
Gejala yang berhubungan termasuk keringat dingin, dyspnea, fatigue,
palpitasi, rasa kebingungan, mual atau muntah. Gejala gastrointestinal sangat
sering pada infark inferior.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada keadaan umum, pemeriksaan fisik tidak berperan banyak dalam
mendiagnosis infark miokard. Namun, pemeriksaan fisik sangat berperan penting
dalam menyingkirkan diagnosis lain, risiko stratifikasi, dalam mendiagnosis gagal
jantung, dan menyediakan pemeriksaan umum untuk memonitor komplikasi dari
akut infark miiokard yang mungkin terjadi.
- Risiko stratifikasi, berpengaruh dalam menentukan tatalaksana dan
konseling pasien dan keluarga, bedasarkan usia, nadi, dan tekanan darah
dan ada atau tidaknya pulmo edema dan bunyi jantung tambahan.
- Komplikasi mekanik dari mitral regurgitasi dan ventrikel septal defek
biasanya terdengar murmur sistolik baru.

18
3.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ST elevasi termasuk kondisi dengan komorbid
iskemik seperti diseksi aorta akut, kondisi dengan ST elevasi tetapi tanpa iskemik
seperti hipertrofi ventrikel kiri atau repolarisasi abnormal, dan kondisi dengan nyeri
dada tapi tanpa iskemik seperti miopericarditis. Berikut adalah diagnosis banding
yang mungkin terjadi.
- Pericarditis
Nyeri dada lebih buruk ketika pasien dalam posisi supine dan akan lebih
baik ketika pasien duduk lebih menghadap kedepan merupakan tipikal pericarditis.
Pericarditis dapat menjadi komplikasi dari akut infark miokard. Diffuse segmen ST
elevasi merupakan khas dari pericarditis akut, tetapi dapat juga ditemukan pada
acute infark miokard yang berkaitan dengan a. coroner kiri main. Atau lef anterior
descending arteri.
- Miokarditis
Seperti pada pericarditis, gejala dan temuan pada ekg dari miokarditis akan
lebih mirip dengan akut infark miokard. Echokardiografi kurang berguna dalam
menyingkirkan diagnosis dari infark miokard, karena disfungsi segmen ventrikel
kiri dapat terjadi pada keduanya. Riwayat penyakit biasanya lebih berpengaruh,
dengan onset dan kaitan dari infeksi virus dengan miokarditis.
- Diseksi aorta akut.
Tajam, nyeri dada seperti robek dan menjalar dari dada ke punggung
merupakan khas dari diseksi aorta. Gejala penjalaran seperti ini harus diteliti lebih
lanjut sebelum diberikan terapi antitrombotic, antiplatelet dan terapi fibrinolitik.
Radiografi dada dapat memperlihatkan mediastinum yang melebar. Transthoracic
ekokardiografi dapat mmeperlihatkan diseksi flap pada aorta asending proximal.
- Emboli Paru.
Sesak napas dengan nyeri dada pleuritic namun tanpa bukti adanya
edema paru dapat menunjukan keadaan emboli paru. Echocardiografi dapat
menolong untuk menyingkirkan abnormalitas dinding dada dan dapat

19
mengidentivikasi dilatasi dan disfungsi dari ventrikel kanan yang sering terlihat
pada emboli paru.
- Acute cholecystitis
Gejala akut kolesistitis dapat menyerupai gejala dan ekg pada infark
inferior miokard akut, keduanya dapat pula timbul secara bersamaan. Rasa nyeri
pada kuadran atas kanan, demam, dan leukositosis dapat menjadi faktor untuk
kolesistitis, yang dapat didiagnosis dengan scanning hepatobiliary iminodiacetic
acid (HIDA).

3.8 Pemeriksaan Penunjang


- Troponin
Troponin T dan troponin I dapat berguna dalam mendiagnosis dan
memanajemen unstable angina dan NSTEMI karena sensitivitas yang tinggi, dan
avaibilitas yang universal. Sensitivitas troponin T yang tinggi dapat menjadi acuan
untuk mendeteksi nekrosis miokardial. Satu troponin T yang diukur 72 jam setelah
akut infark miokard dapat memprediksi ukuran infark miokard, dan reperfusi
independen. Troponin T juga dapat ditemukan pada congestive heart failure (CHF),
diseksi aorta, hipertrofi kardiomiopati, emboli paru, atau keracunan obat.
- Creatinin Kinase (CK)
Kenaikan level dari CK jarang berguna dalam mendiagnosis infark
miokard untuk pasien dengan ST-elevasi. Karena biasanya butuh waktu empat

20
enam jam untuk melihat kenaikan level CK. CK dan CK-MB (creatine kinase
myocardial band) dapat meningkat pada pericarditis dan miokarditis, yang dapat
pula menyebabkan difus ST-Elevasi. CK level itu lebih berguna untuk melihat
ukuran dan waktu untuk akut infark miokard. Kenaikan CK meningkat pada 24 jam,
tetapi puncak level CK terjadi lebih cepat pada pasien yang sukses menjalani
reperfusi. CK elevasi false dapat terjadi pada trauma otot (rhabdomyolisis).
- Myoglobin
Kardiomiosit yang rusak akan secara cepat melepaskan protein ini
kedalam pembuluh darah. Mioglobin akan mencapai puncak pada satu sampai
empat jam, memudahkan untuk mendiagnosis akut infark miokard. Namun,
myoglobin kurang spesifik untuk jantung, sehingga sulit digunakan.

- Elektokardiografi
Diagnosis definitive elektrokardiografi dari akut infark miokard
membutuhkan ST elevasi 1mm atau lebih pada dua atau lebih di lead yang
berdekatan, sering dengan reciprocal ST depresi di lead kontralateral. Pada leade
V2-V3, ST elevasi 2mm pada laki laki dan 1.5mm pada perempuan untuk
diagnosis yang lebih akurat. Segmen ST elevasi dapat dibagi menjadi dua subgroup
yang mungkin berkaitan dengan arteri yang infark dan risiko kematian. New LBB
pada gejala konsisten dengan infark miokard akut dapat menjadi indikasi akut
infark miokard yang besar pada dinding anterior melibatkan arteri coroner
desending kiri dan harus segera di manajemen sebagai STEMI akut.
- Echocardiografi
Berfungsi dalam mengevaluasi LBBB yang tidak dapat ditentukan durasi

3.9 Risiko Stratifikasi


Berfungsi dalam memperkirakan risiko kematian karena infark miokard
akut. Dapat menjadi acuan dalam memberikan tatalaksana dan rekomendasi bagi
keluarga pasien. Lima parameter yang digunaakan dalam menentukan prognosis.
Usia, Tekanan darah sistolik, klasifikasi killip, heart rate dan lokasi infark miokard.

21
- Skor risiko terjadinya trombolisis pada infark miokard menjadi delapan
variabel yang didapatkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan
hasil EKG. Pada pasien yang diberikan fibrinolitik, TIMI skor sembilan
atau lebih dapat memperkirakan 30 hari mortalitasnya sekitar 35%. Pada
pasien dengan skor TIMI nol sampai dengan satu, angka mortalitas 30
hari < 2%. Prognosis buruk tergantung dengan usia (Jika usia >75 dan
memiliki poin 3 dan usia 65 sampai 74 tahun menerima 2 poin).
Variabel lain yang dapat memprediksi prognosis buruk termasuk
hipotensi, kilip kelas II-IV, takikardia, riwayat diabetes atau hipertensi,
STEMI anterior, underweight dan waktu tatalaksana lebih dari empat
jam.
- The Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) score
digunakan untuk memprediksi mortalitas pasien di rumah sakit dengan
ACS. Risiko dihitung berdasarkan kelas kilip, denyut jantung, tekanan
sitolik, level kreatinin, usia, ada atau tidaknya cardiac arrest, ada atau
tidaknya biomarker jantung, dan segemen ST deviasi. Pasien dengan
skor < 60 memiliki < 0.2% memiliki kemungkinan mortalitas di rumah
sakit, sedangkan pasien dengan skor > 250 memiliki > 52% mortalitas
di rumah sakit.

22
3.10 Tata laksana
- Sebelum Referpusi
a. Aspirin
Pemberian aspirin diindikasikan untuk seluruh pasien dengan akut infark
miokard, kecuali ada riwayat alergi aspirin yang jelas. Pemberian aspirin
bermanfaat sama baiknya dengan pemberian streptokinase, dan kombinasi
memberikan manfaat lebih. Dosis harus 4 x 81mg tablet kunyah (untuk
absorbsi yang lebih cepat) atau 1 x 325mg tablet non kunyah. Jika melalui
oral tidak memungkinkan, dapat menggunakan rectal suppository. Jika
terdapat alergi aspirin, alternative terbaik yaitu monoterapi clopidogrel.
Pada pasien STEMI yang mendapatkan PCI, aspirin harus dilanjutkan.
Setelah PCI dapat digunakan 81mg aspirin.
b. Oxigen
Pemberian oksigen melalui nasal kanul harus diberikan untuk seluruh
pasien dengan suspek infark miokard. Pemberian menggunakan endotrakeal
tube mungkin dibutuhkan untuk pasien dengan edema pulmo atau syok
kardiogenik.
c. Nitroglycerin
Pengunan sublingual nitroglisenin (0.4mg) untuk menentukan apakah
segemen ST elevasi saat spasme arteri coroner selagi disiapkan pemberian
reperfusi. Pasien harus ditanya tentang penggunaan phosphodiesterase
inhibitor (PDE) karena penggunaan nitroglycerin dan PDE dalam 24 jam
dapat menyebabkan hipotensi berat. Nitrogliserin juga berguna dalam
tatalaksana akut infark miokard komplikasi dengan CHF, gejala yang
berkepanjangan, atau hipertensi. 30% penurunan tekanan darah sistolik
dipekirakan dengan penggunaan dosis (10 20 ug/min dengan 5-10 ug/min
ditingkatkan setiap 5-10menit). Terapi intravena dapat dilanjutkan 24
sampai 48 jam, setelah itu pada pasien dengan gagal jantung atau iskemik
residual dapat diganti dengan oral/ topical terapi.

- Terapi Reperfusi

23
Pada pasien dengan suspek iskemik miokard dan ST elevasi atau new
LBBB, reperfusi harus segera dilakukan. Jika EKG tidak menunjukan tanda-tanda
infark miokard, ekg harus diulang dan dibandingkan dengan ekg sebelumnya.
Pengambilan sampel darah untuk marker harus dilakukan pada fase akut namun
tidak boleh menunggu hasil untuk melakukan terapi reperfusi. Jika memungkinkan
angiographi dapat digunakan untuk menentukan diagnosis, dan diikuti dengan
penggunan PCI primer. Untuk pasien dengan gejala klinis STEMI dan onset gejala
kurang dari 12 jam dan ditemukan ST elevasi, harus segera dilakukan PCI atau
terapi reperfusi farmakologi.
PCI primer didefinisikan sebagai intervensi emergensi kateter
prekutaneus pada STEMI, tanpa pemberian fibrinolitik sebelumnya, ini merupakan
reperfusi yang diharapkan pada pasien dengan STEMI. Sekitar 50% pasien STEMI
memiliki penyakit multivesel. Hanya arteri yang infark saja yang diberikan
intervensi. Karena kebutuhan antitrombotik dan anti platelet, perdarahaan sering
terjadi ketika PCI dilakukan. Penggunaaan anti-trombotik menimbulkan efek atau
risiko perdarahan yang lebih besar.
Fibrinolisis penting dalam strategi reperfusi, terutama bagi pasien
STEMI yang sulit mendapatkan pci primer. Kegunaan fibrinolysis
terbuktidibandingkan dengan plasebo, sekitar 30 kematian diceggah per 1000
pasien yang diobati dalam enam jam setelah gejala. Pada lansia mengurangi
mortalitas. Pemberian fibrinolitik dapat memberikan efek stroke pada hari pertama
setelah pemberian. Stroke yang timbul dikarenakan cerebral hemorrhage, atau
sering juga karena thrombus atau emboli. Usia lanjut, underweight, peremouan,
pernah memiliki riwayat penyakit cerebrovascular, hipertensi biasanya menjadi
faktor prediksi bagi intracranial hemorrhage. Perdarahan intracranial terjadi 0.9
1%. Pemberian streptokinase juga harus diperhatikan karena dapat memberikan
efek hipotensi, dan reaksi alergi berat. Terapi fibrinolitik disarankan dalam 12 jam
pertama jika PCI primer tidak dapat dilakukan dalam 90 menit setelah pemberian
fibrinolysis dan 120 menit dari pertama kali bertemu Medical care dan jika tidak
terdapat kontraindikasi

24
- Terapi jangka panjang untuk STEMI
Penyakit jantung coroner merupakan kondisi kronis dan pasien yang
pernah mengalami STEMI memiliki risiko tinggi untuk kematian mendadak.
Beberapa intervensi dapat meningkatkan prognosis.
a. Perubahan gaya hidup dan kontrol faktor risiko
Kunci perubahan gaya hidup termasuk merokok dan mengendalikan
tekanan darah, diet dan berat badan serta aktivitas fisik. Merokok
meningkatkan risiko STEMI sebesar 2x dibandingkan non-smoker.
Berdasarkan ESC guidelines BMI<25kg/m2 merupakan normal, dan
apabila BMI = 30 atau lebih direkomendasikan untuk menurunkan berat
badan. Lingkar pinggang >102 untuk laki-laki dan >88cm untuk perempuan.
Aktivitas fisik dapat menurunkan rasa gelisah dan meningkatkan
kepercayaan diri pasien. Empat mekanisme yang dapat menurunkan
serangan jantung yaitu peningkatan fungsi endothel, menurunkan progress
lesi coroner, menurunkan risiko thrombus dan meningkatkan kolateralisasi.
Direkomendasikan tiga puluh menit olahraga aerobic dengan intesitas
sedang kurang lebih 5x/minggu.
Tekanan darah bagi penderita ACS direkomendasikan sistolik
<140mmHg namun tidak <110mmHg. Farmakoterapi yang
direkomendasikan Beta blocker, ACE inhibitor atau ARB.

25
3.11 Komplikasi
- Gagal Jantung
Disfungsi miokardial biasa terjadi pada fase akut dan sub-
akut setelah STEMI. Perubahan yang cepat pada fungsi ventrikel
terlihat pada PCI primer yang sukses pada revaskularisasi awal.
Namun jika STEMI terjadi akibat injury transmural dan atau
obstruksi mikrovaskular terutama dinding anterior, kegagalan
memompa dengan gangguan remodelling dan gejala klinis
memperlihatkan tanda gagal jantung- dapat menjadi komplikasi
pada fase akut dan akan menjadi gagal jantung kronik.
- Hipotensi
Hipotensi adalah keadaan tekanan darah sistolik < 90mmHg yang
persisten. Didapatkan karena gagal jantung tetapi bisa juga karena
koreksi hypovolemia, atau komplikasi mekanikal. Jika terus

26
menerus terjadi dapat menyebabkan disfungsi renal, nekrosis
tubular akut, dan penurunan urin.
- Kongesti pulmoner
- Syok Kardiogenik
Sebanyak 6-10% kasus STEMI memiliki syok kardiogenik dan
menjadi alasan utama kematian, dengan mortalitas di rumah sakit
sebesar 50%.

BAB IV
KESIMPULAN

STEMI adalah sindroma klinis yang didefinisikan dengan karakteristik


gejala iskemik miokardial dengan ST elevasi persisten atau LBBB baru pada dua
lead yang berdekatan EKG dan biomarker jantung yang positif. STEMI merupakan
bagian dari acute coronary syndrome, penyebab terjadinya karena terdapat ketidak
seimbangan antara supply dan demand akibat pembentukan thrombus yang
menyebabkan terjadinya oklusi. Banyak hal yang dapat menjadi faktor risiko untuk
terjadinya acs, seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dan kebiasaan gaya
hidup.
Diagnosis STEMI harus ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis didapatkan nyeri dada retrosternal menjalar,
dengan kualitas nyeri tumpul dan durasinya kurang lebih dua puluh menit. Pada

27
pemeriksaan ekg didapatkan st elevasi pada dua lead yang berdekatan ataupun
gambaran lbbb baru. Dalam mendiagnosis stemi diharapkan para medical care
harus dapat mendiagnosis dalam kurun waktu kurang dari sepuluh menit. Dengan
kemampuan mendiagnosis cepat dan tepat dapat mempercepat peneatalaksanaan.
Prinsip penatalaksanaan STEMI adalah reperfusi secepatnya, yaitu secara
mekanikal dan farmakologi. Dengan penatalaksanaan yang baik makan mortalitas
STEMI dapat berkurang.

REFERENSI
1. Steg P, James S, Atar D, Badano L, Lundqvist C, Borger M et al. ESC
Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients
presenting with ST-segment elevation: The Task Force on the management
of ST-segment elevation acute myocardial infarction of the European
Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal. 2012;33(20):2569-
2619.
2. Griffin B. Manual of Cardiovascular Medicine. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
3. PERKI. Buku panduan Hidup jantung lanjut. IDI. 2015
4. PERKI. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 3rd Edition. Jakarta:
Centra Communication. 2014
5. Lillly, L. Pathophysiology of Heart Disease. 6th Edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer. 2016

28
29

Anda mungkin juga menyukai