Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit
pneumonia. Bronkopneumonia adalah peradangan yang terjadi pada ujung
akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukosa purulen untuk
membentuk bercak konsolidasi pada lobus-lobus yang berbeda didekatnya,
disebut juga pneumonia lobularis (Wong, 2008).
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa
juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan
orang dewasa (Murwani, 2009).
Penemuan kasus pneumonia balita menurut jenis kelamin Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2013, khususnya Kabupaten Semarang penderita
pneumonia pada balita berjenis laki-laki sejumlah 863 kasus (24,04%)
dengan jumlah balita laki-laki 35.899, dan jumlah penderita 3.590.
Adapun yang berjenis kelamin perempuan ditemukan sejumlah 827 kasus
(24,04), dengan jumlah balita 34.401 dan jumlah penderita 3.440 (Dinkes
jateng, 2015).
Berdasarkan dari laporan 31 provinsi diindonesi, ditemukan
477.429 anak balita dengan pneumonia atau 21,52% dengan proporsi
35,02% pada usia dibawah satu tahun dan 64,79% pada usia hingga 4
tahun. Jika dirata-rata sekitar 2.788 anak meninggal setiap harinya akibat
pneumonia. (Suriadi, 2009).
Menurut WHO (2008), insidens pneumonia anak-balita di negara
berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia/ tahun, 10% diantaranya
merupakan pneumonia berat dan perlu perawatan di rumah sakit. Di
negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun sehingga total insidens
pneumonia di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak-balita
setiap tahun. Terdapat 15 negara dengan insidens pneumonia anak-balita

1
paling tinggi, mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh
dunia. Lebih dari 2 setengahnya terdapat di 6 negara, mencakup 44%
populasi anak-balita di dunia.
Berdasarkan Kemenkes (2009), jumlah pneumonia pada balita
masih tetap tinggu. Pneumonia pada balita bila tidak ditangani dengan
benar maka dikhawatirkan dapat menghambat upaya mencapai target
MDGs menurunkan angka kemtian pada bayi dan anak. Untuk itu perlu
dilakukan upaya pencegahan pneumonia pada bayi dan balita dengan
perbaikan gizi dan imunisasi serta meningkatkan upaya manajemen
tatalaksana pneumonia. Penemuan kasus pneumonia pada balita tahun
2010 sebesar 23% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 499.259
kasus.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari laporan pendahuluan ini untuk mengetahui masalah
Keperawatan Anak dengan Bronkopneumonia Di Poli Anak RSUD
Wonosari.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu untuk melakukan pengkajian pada anak dengan
Bronkopneumonia.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan
Bronkopneumonia.
c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada anak
dengan Bronkopneumonia.
d. Mampu melakukan implementasi anak dengan
Bronkopneumonia sesuai dengan intervensi yang telah disusun
sebelumnya.

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Nurarif, 2015).
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan
atau melalui hematogen sampai bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai
dengan gejala panas tinggi, gelisah, dispneu, napas cepat dan dangkal,
muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Hidayat, 2008).
Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh
eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk
gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris (Wong, 2008).

B. Etiologi
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(virus, bakteri, jamur), dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti
hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan,
minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernafasan (aspirasi). Berbagai
penyebab bronkopneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan
umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi).
Mikroorganisme tersering sebagai penyebab bronkopneumonia adalah virus
dan bakteri yaitu Diplococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,Virus
Influenza.awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet),

3
kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas
ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui
alirah darah (Misnadiarly, 2008).

C. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2008), manifestasi klinis secara umum dapat dibagi
menjadi:
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit
kepala, iritabel,gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan
gastroinstential.
2. Gejala umum pernafasan bahwa berupa batuk buruk, ekspektorasi
sputum, cuping hidung, sesak, sianosis.
3. Tanda pneumonia berupa penigkatan frekuensi nafas, suara nafas
melemah, ronchi, wheezing.
4. Tanda empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri
abdomen.
5. Infeksi ekstrapulmonal.

D. Patofisiologi
Umumnya bakteri penyebab terhisap keparu perifer melalui saluran nafas.
Mula-mula terjadi edema karena reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi
dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel polimorfonuklear, fibrin,
eritrosit, cairan udema dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapatnya
fibrin dan leukosit polimorfonuklear di alveoli dan terjadinya proses fagositosis
yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.
Akhirnya jumlah sel makrofag di alveoli meningkat, sel akan
berdegenerasi dan fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini
disebut stadium resolusi.

4
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap
normal. Antiobiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan
penyakit hingga stadium khas yang diuraikan di atas tidak terlihat lagi.
Beberapa bakteri tertentu lebih sering menimbulkan gejala tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Demikian pula bakteri tertentu lebih sering
ditemukan pada kelompok umur tertentu. Misalnya Streptococus Pnemoniae
biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh
lapangan paru, namun pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada
satu lobus (pneumonia lobaris).
Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh streptokokus
aureus pada neonatus atau bayi kecil karena streptokokus aureus menghasilkan
berbagai toksin dan enzim seperti hemolizin, leukosidin, stafilokinase, dan
koagulase. Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi,
koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terjadi eksudat fibrinopurulen.
Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman stafilokokus
yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius.
Pneumatokel dapat menetap sampai ber bulan-bulan tetapi biasanya tidak
memerlukan terapi lebih lanjut.
Mikrobakterium Pneumoniae menimbulkan peradangan dengan gambaran
baragam pada paru dan lebih sering mengenai anak usia sekolah atau remaja.
Mikrobakterium pneumoniae cenderung berkembang biak pada permukaan sel
mukosa saluran nafas. Akibat terbentuknya H 2O2 pada metabolismenya maka yang
terjadi adalah deskuamasi dan ulserasi lapisan mukosa, udema dinding
bronkus dan timbulnya sekret yang memenuhi saluran nafas dan alveoli.
Kerusakan ini timbul dalam waktu relatif singkat antara 24 – 28 jam dan dapat
terjadi pada bagian paru yang cukup luas (Alsagaff & Mukty, 2010).

5
Pathway

Jamur, virus, bakteri, protozoa

Masuk alveoli

Eksudat dan serous


masuk alveoli Penumpukan cairan
melalui pembuluh dlm alveoli
darah
Peningkatan
suhu tubuh Gg pertukaran gas
SDM dan Lekosit
Gg PMN mengisi alveoli
fungsi Keringat
otak berlebihan

Lekosit dan fibrin


mengalami konsolidasi
kejang Resti dalam paru
kekurangan
vol. cairan

Resti PMN Konsolidasi jaringan


injury meningkat paru

Sputum
mengental Kompliance paru
turun

Bersihan
jalan nafas Gangguan pola nafas

6
E. Pemeriksaan Penunjang
Dalam Morgan (2009.) pemeriksaan penunjang bagi pasien penderita
pneumoni adalah sebagai berikut:
a. Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empisema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul
(virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. Analisa Gas Darah (Analisa Gas Darah): tidak normal mungkin terjadi,
tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebab.
d. JDL (jumlah darah lengkap): leukositosis biasanya ada, meski sel darah
putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun
memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi: titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
f. LED: meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain
menurun, hipoksemia
h. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah
i. Bilirubin: mungkin meningkat\ Aspirasi perkutan \ biopsi jaringan paru
terbuka:menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik
(CMV)

F. Komplikasi
Pneumonia biasanya dapat diobati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor
resiko) (Susilaningrum, 2013):

7
1. Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian
bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi
empiema. Chest tube (atau drainage secara bedah) mungkin dibutuhkan
untuk mengeluarkan cairan.
2. Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia
disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik,
namun meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan bedah untuk
membuangnya.
3. Bakteremia: bakteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari
paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius
karena infeksi dapat menyebar dengan cepat melalui peredaran darah ke
organ-organ lain.
4. Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari
pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3%
penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita yang
dirawat di rumah meninggal dunia oleh pneumonia atau komplikasinya.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Riyadi & Sukarmin (2009), meliputi:
a. Terapi
1. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/Kg BB/hari, ditambah
dengan kloramfenikol 50-70 mg/Kg BB/hari atau diberikan antibiotik
yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini
diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi
bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi yang kemungkinan
lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotik.
2. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan Nacl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500 ml/botol
infus.

8
3. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolisme
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri
4. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafas
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotid daan ventolin.
6. Selain bertujuan mempermudah pengeluaran dahak juga dapat
meningkatkan lebar lumen bronkus.
Terapi inhalasi merupakan istilah yang menekankan pada berbagai
terapi yang melibatkan perubahan komposisi, volume, atau tekanan gas
yang diinspirasi. Terapi ini terutama mencangkup peningkatan konsentrasi
oksigen pada gas yang diinspirasi (terapi oksigen), peningkatan uap air
yang terkandung di dalam gas inspirasi (terapi humidifikasi), penambah
partikel udara dengan zat lain yang bermanfaat (terapi aerosol), dan
pemakaian berbagai alat untuk mengendalikan atau membantu pernafasan
(ventilasi buatan, tekanan jalan nafas positif) (Wong, 2008).
Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara inhalasi (hirupan) ke
dalam saluran respiratori (IDAI, 2008). Terapi inhalasi yaitu merupakan
obat cair yang mengandung larutan dalam udara (Ringel, 2012).

H. Pengkajian Fokus
1. Identitas
2. Keluhan utama:
Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal, disertai
pernafasan cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut.
Kadang-kadang disertai muntah dan diare, tinja berdarah dengan atau
tanpa lendir, anoreksia dan muntah.

9
3. Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40OC dan kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran
pernafasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lain.
6. Immunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernafasan atas atau bawah karena sistem
pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
7. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
8. Nutrisi: riwayat gizi buruk atau meteorismus

Pemeriksaan persistem
1. Sistem kardiovaskuler
Takikardi kardiovaskuler, takikardi, iritability.
2. Sistem pernafasan
Sesak nafas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernafas, pernafasan
cuping hidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non
produktif, pergerakan dada asimetris, pernafasan tidak teratur/ireguler,
kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi,
ada sputum/secret. Orang tua cemas dengan anaknya yang bertambah sesak
dan pilek.
3. Sistem pencernaan
Anak malas makan dan minum, muntah, berat badan menurun, lemah.
4. Sistem eliminasi

10
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi.
5. Sistem saraf
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada
anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
6. Sistem lmusculoskeletal
Tonus otot menurun, lemah secara umum.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret di jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alvolar kapiler
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah

J. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret di jalan nafas
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam jalan
nafas menjadi bersih
Kriteria hasil:
a. Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing
b. Sekret di jalan nafas bersih
c. Cuping hidung tidak ada
d. Tidak ada sianosis
Intervensi:
1) Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate,
penggunaan otot bantu nafas, warna kulit
2) Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas

11
3) Posisikan kepala lebih tinggi
4) Lakukan postural drainage
5) Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melaakukan fisiotherapi
dada
6) Jaga humidifasi oksigen yang masuk
7) Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pola nafas efektif
Dengan kriteria:
a. Menunjukkan suara yang bersih
b. TTV dalam batas normal
c. Menunjukkan jalan nafas yang paten
Intervensi
1) Posisikan pasien kedalam semiflowler untuk memaksimalkan
ventilasi
2) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3) Ajarkan tenik nafas dalam
4) Asuskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
5) Pertahankan jalan nafas yang paten
6) Monitor respirasi dan status O2
7) Monitor pola nafas abnormal
3. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alvolar kapiler
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
pertukaran gas dalam alveoli adekuat.
Kriteria:
a. Akral hangat
b. Tidak ada tanda sianosis
c. Tidak ada hipoksia jaringan

12
d. Saturasi oksigen perifer 90%
Intervensi:
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas
3) Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter per menit
4) Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/ sianosis
5) Awasi tingkat kesadaran klien
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
Dengan kriteria hasil:
a. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri
b. Mampu berpindah: dengan atau tanpa alat bantu
c. Status sirkulasi baik
d. Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
Intervensi
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
2) Monitor aktivitas pasien
3) Anjurkan keluarga untuk selalu didekat pasien
4) Ajarkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan terlebih dahulu
5) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi, dan sosial.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Dengan kriteria hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

13
d. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecap dan menelan
Intervensi
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Anjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe
3) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
4) Kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam menentukan diet klien
5) Monitor adanya penurunan BB
6) Monitor mual muntah

14
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. & Mukty, H.A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
Bulechek, M. Gloria,dkk., 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th
edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Herdman, T.H., 2015. North American Nursing  Diagnosis Association


(NANDA). Jakarta : EGC.
Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (2 Edition), Jakarta:
Salemba Medika
Nurarif, A.H. & Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Mansjoer, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan.
Jakarta: EGC
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoni pada Anak Orang
Dewasa, Usia Lanjut Edisi 1, Jakarta, Pustaka Obor Populer.
Morhead, Sue, dkk., 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran
Outcomes Kesehatan, 5th edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Morgan, S. K. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Buku Kedokteran.
EGC
Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam, Jogjakarta: Nuha
Medika.
Ringel, E. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Paru Alih Bahasa:dr.Elfiawati
Resipirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
 Riyadi, S. & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Susilaningrum, R. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak. Jakarta: Salemba
Medika
Suriadi. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, (2 Edition) Jakarta: Sagung
Seto.
Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Vol.1. Jakarta: EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai