Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipospadia merupakan merupakan kelainan kongenital yang sering
ditemukan pada anak laki-laki. Kata hipospadia berasal dari bahasa yunani yaitu
hypo, yang berarti dibawah, dan spadon, yang berarti lubang. Hipospadia dapat
didefinisikan sebagai adanya muara urethra yang terletak di ventral atau proximal
dari lokasi yang seharusnya. Kelainan ini terbentuk pada masa embrional karena
adanya defek pada masa perkembangan alat kelamin dan sering dikaitkan dengan
gangguan pembentukan seks primer ataupun gangguan aktivitas seksual saat
dewasa (Krisna & Maulana, 2017).
Belum ada penelitian yang menyebutkan angka kejadian hipospadia yang
pasti di Indonesia. Namun terdapat beberapa pemelitian yang tersebar dibeberapa
daerah di Indonesia yang menemukan kasus ini tidak dalam jumlah yang sedikit.
Hal ini menguatkan fakta bahwa hipospadia di Indonesia memiliki angka kejadian
yang cukup tinggi, namun kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kelainan
ini menyebabkan tidak banyak kasus yang dapat ditangani dirumah sakit, ataupun
fasilitas dan tenaga kesehtan yang belum merata sehingga kasus ini tidak
terdeteksi. Diharapkan melalui tinjauan pustaka ini dapat meningkatkan
kewaspadaan terhadap kelainan hipospadia di Indonesia(Krisna & Maulana,
2017).
Prevalansi hipospadia di dunia sangat luas secara geografis dan bervariasi.
Insiden kelainan ini berkisar 1 : 250 kelairan bayi atau 1 : 300 kelahiran bayi.
Peningkatan insidensi hipospadia masih menuai berbagai kontrovensi. Bergman et
al melakukan penelitian epidemiologi mengenai prevalensi hipospadia dari tahun
2001-2010 menemukan bahwa insiden hipospadia cukup stabil pada rentang
waktu tersebut. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Aho et al
di Finlandia untuk mengetahun prevalensi hipospadia di tahun 1970 sampai 1994.
Di negara Eropa terjadi peningkatan prevalensi hipospadia pada tahun 1970-1980

1
tanpa diketahui penyebabnya. Di Amerika Serikat berdasarkan Metropolitan
Atlanta Congenital Defect Program (MACDP) dan the nationwide Brith Defects
Monitoring Program (BDMP) terdapat peningkatan 2 kali lipat terhadap insiden
hipospadia. Hal ini dikaitkan dengan meningkatkan insidensi kelahiran prematur,
berat lahir bayi rendah, ataupun terpaparnya janin terhadap zat progrestin atau anti
androgen (Krisna & Maulana, 2017).
Di Indonesia prevalensi hipospadia belum diketahui secara pasti.
Limatahu et al menemukan 17 kasus di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandau Manado pada
periode januari 2009 sampai oktober 2010. Duarsa et al melakukan penelitian
deskiptif terhadap kasus hipospadia pada januari 2009 hingga april 2012 di RS
Sanglah Bali menemukan sebanyak 53 kasus. Tirtayasa et al juga melakukan
penelitan mengenai hasil luaran dari pembedahan urethroplasty pada kasus
hipospadia di RS M Djamil Padang pada rentang januari 2012 sampai 2014
dengan jumlah 44 kasus. Maritska et al pada study opservasinya pada rentang
tahun 2010-2012 di Jawa Tenggah menemukan 22 kasus, sedangkan Mahadi et al
menemukan 44 kasus pada rentang tahun 2009-2011 di RS Kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan. Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Aritonang et al
melakukan studi restrospektip mengenai komplikasi TIP pada rentang tahun
2002-2012 mendapatkan sempel sebanyak 124 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa
pada daerah yang berbeda secara etnis dan geografis hipospadia dapat ditemukan
dengan jumlah angka yang tidak jauh berbeda, sehingga dapat disimpulkan
prevalensi hipospadia di Indonesia cukup merata (Krisna & Maulana, 2017).

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian

2
Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak
di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Hipospadia terjadi
pada 1 sampai 3 per 1.000 kelahiran dan merupakan anomali penis yang
paling sering. (Muttaqin&Sari,2011).

Hipospadia adalah suatu kelainan yang menyebabkan meatus uretra


terletak agak proksimal di ujung glans penis, baik di permukaan glands atau
batang penis atau pada kasus yang berat, pada perineum (Sjamsuhidajat,
2016).

Hipospadia merupakan abnormalitas genital yang paling umum kedua


(setelah kriptorkidisme) pada bayi yang baru lahir laki-laki. Bayi baru lahir
yang menderita hipospadia memiliki riwayat hipospadia dalam keluarga.
Hipospadia yang berat dapat dihubungkan dengan abnormalitas genital
lainnya, seperti abnormalitas endokrin, interseks, atau abnormalitas kromosom
(Reeder, 2011).

3
B. Klasifikasi
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra
ekstrenum yaitu sebagai berikut :
1. Tipe sederhana adalah tipe grandular: meatus terletak pada pangkal glands
penis. Pada kelainan ini secara klinis umunya bersifat asimtomatik.
2. Tipe penis : meatus terletak antara glands penis dan skrotum
3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal : kelainan cukup besar, umunya
pertumbuhan penis akan terganggu(Muttaqin&Sari,2011).

C. Etiologi
Beberapa faktor penyebab, meliputi faktor genetic, endokrin, dan
lingkungan.
1. Faktor genetik
Sebuah kecenderungan genetic telah disarankan oleh peningkatan 8 kali
lipat dalam kejadian hipospadia antara kembar monozigot dibandingkan
dengan tunggal.
Kecenderungan keluarga telah dicatat dengan hipospadia. Prevalensi
hipospadia pada anak laki-laki nenek moyang dengan hipospadia telah
dilaporkan sebesar 8%, dan 14% dari anak saudara dengan hipospadia juga
terpengaruh.
2. Faktor endokrin
Penurunan endrogen atau ketidakmampuan untuk menggunakan androgen
dapat mengakibatkan hipospadia. Dalam sebuah laporan tahun 2009 oleh
Aaronson dkk, 66% dari anak laki-laki dengan hipospadia ringan dan 40%
dengan hipospadia berat ditemukan memiliki cacat dalam biosintesis
testosteron testis.
Mutasi alfa reductase enzim 5, yang mengubah testosterone (T) menjadi
dihidrotestosteron (DHT), secara signifikan telah dihubungkan dengan
kondisi hipospadia. Sebuah laporan tahun 2009 oleh Silver dkk.
Ditemukan hampir 10% dari anak laki-laki dengan hipospadia terisolasi

4
memiliki setidaknya satu alel terpengaruh dengan alpha reductase mutasi
5.
3. Faktor lingkungan
Gangguan endokrin oleh agen lingkungan adalah mendapatkan popularitas
sebagai etiologi mungkin untuk hipospadia dan sebagai penjelasan atas
kejadian yang semakin meningkat.
Estrogen telah terlihat dalam pengembangan penis abnormal pada hewan.
Lingkungan dengan aktifitas estrogenic signifikan di mana-mana dalam
masyarakat industri dan tertelan sebagai pestisida pada buah-buahan dan
sayuran, tanaman estrogen endogen, dalam susu dari sapi perah laktasi
hamil, dari lapisan plastik di kaleng logam, dan obat-obatan
(Muttaqin&Sari,2011)

D. Patofisiologi
Hipospadia merupakan sebuah cacat bawaan yang diperkirakan terjadi
paad masa embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu.
Perkembangan terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak
lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbua pada sisi ventral dari penis. Ada
berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit
pergesera pada glans, kemudian di sepanjang batang penis hingga akhirnya di
perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup
sisi dorsal dari glands. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee,
pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Chordee atau lengkungan ventrikel dari penis, sering dikaitkan dengan
hipospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga akibat
dari perbedaan pertumbuhan antara punggung jaringan normal tubuh kopral
dan uretra ventral dilemahkan dan jaringan terikat. Pada kondisi yang lebih
jarang, kegagalan jaringan spongiosum dan pembentukan fasia pada bagian
distal meatus uretra dapat membentuk balutan berserat yang menarik meatus

5
uretra sehingga memberikan kontribusi untuk terbentuknya suatu korda
(Muttaqin&Sari,2011).

E. Pathway

Embrio selama 2 minggu

Lapisan Ektoderm Lapisan Endoderm

Mesoderm Tonjola
n
Struktur Genital

(Embrio selama 6 minggu) terganggu 6


GenetaliaTuberkel

Genital Fold

1. Hormon Kekurangan Testosteron berkurang


2. Lingkungan hormon adrogen Penis
3. Genetik
Kekurangan enzim
5 (alfa)

Perkembangan penis Pembentukan genetalia fold


terganggu (embrio selama 7
terganggu minggu)
MK: gangguan MK :
tumbuh Gangguan
-Tipe pemenuhan
Chordaee atau kembang
Hipospadia -Umur
Imobilisasi
-Chordaee Pemasangan
BAK tidak menetes, terganggu
kateter
rasa malu terhadap Cordektomy dan
teman Tindakan Operasi
ureoplati Luka terbuka MK: Resti

MK : Harga Kurang pengetahuan


Diri Rendah Respon vaskuler
Tentang pembedahan
Mengeluarkan medikator kimia

MK:

Bradikinin
F. Penatalaksanaan Medis MK: Nyeri

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi,


dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari
beberapa tahap yaitu :
1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia satu setengah tahun hingga dua tahun. Pada tahap ini
dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis.
Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus

7
uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi
dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif fengan menyuntik NaCl 0,9% ke
dalam korpus kavernosum.
2. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari
kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua
sisi.
3. Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai diterapkan operasi yang
dilakukan hanya satu tahap, akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan
pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar (Ayu,
2016).

Ada banyak variasi teknik yang popular adalah Tunneling Sidiq Chaula,
Teknik Horton dan Devine.

1. Teknik tunneling Sidiq Chaula, dilakukan operasi 2 tahap:


a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
1/2
trowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 –
2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis.

b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat perut


susah lunak. Dibuat insisi parallel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium
dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis
tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan
bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan
hipospadia jenis distal (yang letaknya lebih ujung penis). Uretra dibuat

8
dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel (kaki) kemudian dipindahkan ke bawah. Mengingat pentingnya
preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya
tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi
hipospadia.
Berbeda dengan hipospadia dimana ada sejumlah besar teknik bedah yang
menawarkan pilihan terapi yang berbeda, karena koreksi epispadias
termasuk alternative bedah dan hasil dari sudut pandang fungsional sering
tidak memuaskan. Ketika epispadia tidak terkait dengan inkontinensia
urin perawatan bedah terbatas pada rekonstruksi kepala penis dan uretra
menggunakan plat uretra (Muscari, 2009).

G. Manifestasi Klinis
1. Uretra terbuka pada saat lahir. Posisi dorsal
2. Terdapat penis yang melengkung ke arah dorsal, tampak jelas pada saat
ereksi
3. Terdapat chordae
4. Terdapat lekukan pada ujung penis
5. Inkontinesia urin timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
karena perkembangan yang salah dari sfingter urinarius (Ayu, 2016).

H. Komplikasi
1. Infertility
2. Resiko hernia inguinalis
3. Gangguan psikososial

Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada


sumbungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat)
atau fisula, intertilitas, serta gangguan psikososial.

a. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin


dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu.

9
b. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
c. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera di operasi saat
dewasa.

Komplikasi paska operasi yang terjadi :

a. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat


bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari pasca
operasi.
b. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering digunakan sebagai
parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur 1 tahap saat
ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%.
e. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis chordee yang tidak
sempurna, dimana dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi
atau pembentukan skar yang berlebihan diventral penis walupun sangat
jarang.
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut (Ayu,
2016).

I. Pengkajian
1. Genitouria
a. Pra operasi
Yang terinfeksi pada Genitourinaria adalah
1). Pemeriksaan genetalia
2). Tidak ada kulit katan (foreskin) ventral

10
3). Palpasi abdomen untuk melihat distensi bladder atau pembesaran
pada ginjal.
4). Kaji fungsi perkemihan
5). Adanya lekukan pada ujung penis
6). Glans penis berbentuk sekop
7). Melengkungnya penis ke bawah dengan atau ereksi
8). Terbukanya urethral pada ventral (hipospadia)
b. Pasca Operasi
Yang terinspeksi pada genitourinaria adalah :
1). Pembengkakan penis.
2). Perdarahan pada sisi pembedahan
3). Disuria
2. Neurologis
a). Iritabilitas
b). Gelisah
3. Kaji riwayat kelahiran (adanya anomalia konginetal, kondisi kesehatan)
4. Head to toe
a). Perhatikan adanya penis yang besar kemungkinan terjadi pubertas yang
terlalu dini
b). Pada anak yang obesitas penis dapat ditutupi oleh bantalan lemak
diatas simpisis pubis.
c). Pada bayi, prepusium mengencang sampai usia 3 tahun dan tidak boleh
diretraksi
d). Palpasi abdomen atau melihat distensi bladder atau pembesaran pada
ginjal.
e). Perhatikan lokasi pada permukaan dorsal atau ventral dari penis
kemungkinan tanda genetalia ganda
f). Kaji fungsi perkemihan
g). Kaji adanya lekukan pada ujung penis
h). Jika mungkin, perhatikan kekuatan dan arah aliran urin.

11
i). Perhatikan skrotum yang kecil dekat perineum dengan adanya derajat
pemisahan garis tengah
j). Rugae yang terbentuk baik menunjukkan turunya testis.
k). Kaji adanya nyeri urinasi, frekuensi, keraguan untuk kencing, urgensi,
urinaria, nokturia, poliuria, bau tidak enak pada urine, kekuatan dan arah
aliran, rabas, perubahan ukuran skrotum.
5. Diskusikan pentingnya hygiene
6. Kaji faktor yang mempengaruhi respon orang tua pada penyakit anak dan
keseriusan ancaman pada anak mereka.
a). Prosedur medis yang terlibat dalam diagnosis dan tindakan
b). Ketersediaan sistem pendukung
c). Kekuatan ego pribadi
d). Kemampuan koping keluarga sebelumnya
e). Stress tambahan pada sistem keluarga.
f). Kenyakinan budaya dan agama
7. Kaji pola komunikasi antaranggota keluarga
a). Menurunya komunikasi pada anak, ekspresi dan control implus dalam
penyampaian penyaluran perasaan
b). Anak dapat merasa terisolasi, bosan, gelisah, adanya perasaan malu
terhadap teman sebaya
c). Dapat mengekspresikan marah dan agresi (Speer, 2008).
J. Diagnosa keperawatan
Pre Operatif
1. Ansietas berhubungan dengan stresor
2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan

Intra Operatif

3. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Post Operatif

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

12
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal.

K. Diagnosa, Intervensi, Rasional


Preoperatif
1. Ansietas berhubungan dengan stresor
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


ansietas dapat teratasi dengan criteria hasil :

a. Perasaan gelisah dapat terkontrol dengan baik


b. Rasa takut berkurang dengan berbicara ke orang lain
c. Tekanan nadi berkurang dari 95x/menit menjadi 75x/menit
d. Keringat dingin dapat diminimalisirkan
Intervensi :
a. Identifikasi orang-orang terdekat pasien
b. Ciptakan lingkungan nyaman
c. Ajarkan pasien teknik relaksaksi napas dalam
d. Berikan terapi musik-musik lembut
e. Berikan keyakinan keselamatan dan keamanan pasien
f. Berikan edukasi kepada keluarga menangani stress preoperasi
g. Kolaborasikan dengan keluarga penggunakkan teknik menenangkan
dengan memeluk dan menggenggam tangan.
Rasional :
a. Orang-orang terdekat dapat mengurangi kecemasan pasien.
b. Lingkungan nyaman dapat menenangkan perasaan pasien.
c. Relaksasi nafas dalam dapat mengurangi kecemasan pasien.
d. Terapi musik-musik lembut dapat merubah perasaan cemas menjadi
tenang.
e. Dengan memberikan keselamatan dan keamanan pasien, pasien dapat
mengurangi kecemasan dan rasa takut akan prosedur operasi.

13
f. Dengan edukasi stress preoperasi dapat diterapkan ketika pasien sedang
berada dikamar operasi.
g. Agar teknik menenangkan dengan memeluk dan menggenggam dapat
diaplikasikan ketika terdapat kecemasan sang anak ketika sebelum
menjalani operasi.

2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan


Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan defisiensi pengetahuan


dapat berkurang dengan criteria hasil:

a. Pasien dan keluarga mampu mendeskripsikan bagian tubuh yang


terkena dampak.
b. Keluarga mampu memahami dan menyesuaikan perubahan fungsi
tubuh.
c. Diharapkan keluarga dan pasien mampu memahami dan menyesuaikan
perubahan tubuh akibat pembedahan.
Intervensi :
a. Identifikasi karakteristik yang mampu menambah pemilihan strategi
pembelajaran.
b. Identifikasi pengetahuan dan gaya hidup pasien dan keluarga.
c. Berikan informasi tentang kesehatan kepada klien dan keluarga.
d. Kolaborasikan dengan keluarga dalam perencanaan dan rencana
implementasi gaya hidup dan perilaku hidup sehat
Rasional :
a. Dapat memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan pasien dan
keluarga.
b. Dengan mengidentifikasi perawat dapat menggali informasi dan
mendapatkan informasi.
c. Dapat menambah wawasan klien dan keluarga mengenai edukasi
kesehatan.

14
d. Dapat menambah wawasan klien dan keluarga mengenai edukasi
kesehatan.

Intraoperatif

3. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


tidak ada tanda-tanda infeksi, dengan kriteria :

a. Tidak terdapat nanah dalam urin pasien.


b. Pasien tidak mengalami letargi.
c. Pasien tidak mengalami malaise.

Intervensi :

a. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20 dan 240C.


b. Pisahkan alat steril dan non steril.
c. Edukasi kepada keluarga tentang pemberian salep anti mikroba.
d. Kolaborasikan pemberian terapi antibiotic

Rasional :

a. Dengan memonitor suhu tenaga kesehatan dapat mengetahui keadaan


suhu pasien dan perubahan suhu yang terjadi pada pasien.
b. Dengan memisahkan alat steril dan non steril dapat mengurangi resiko
infeksi yang terjadi.
c. Dengan edukasi kepada keluarga, keluarga dapat mengetahui secara
betul fungsi dari salep anti mikroba, dapat mengetahui cara penggunaan
dan pemberian salep anti mikroba.
d. Dengan terapi antibiotic dapat mengurangi resiko infeksi pada pasien

Postoperatif

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

15
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


tidak ada Keluhan nyeri, dengan kriteria :

a. Ekspresi wajah rileks


b. Melaporkan nyeri berkurang
c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
- TD : 120/80 mmHg
- S : 36,5◦C - 37,5◦C
- N : 60 – 100 x/menit
- R : 16 – 24 x/menit
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif
b. Observasi non verbal dan ketidaknyamanan
c. Monitor tanda-tanda vital
d. Ajarkan non farmakologi (Nafas dalam)
e. Kolaborasi pemeberian obat analgetik
Rasional :
a. Mengetahui skala dan integritas nyeri.
b. Menentukan pilihan atau pengamatan keefektifan intervensi.
c. Dapat mengidentifikasi pengaruh rasa sakit dengan tanda-tanda vital.
d. Teknik nafas dalam dapat mengurangi nyeri.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


pasien mampu menunjukkan peningkatan mobilitas secara bertahap
dengan kriteria hasil :

a. Pasien mampu miring kanan, miring kiri.


b. Pasien mampu duduk.
c. Pasien mampu berdiri.

16
d. Pasien mampu berjalan
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
b. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
c. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan ADLs
pasien.
d. Ajarkan pada pasien cara merubah posisi dan berikan bantuan jika
dibutuhkan
Rasional :
a. Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
b. Mempertahankan kekuatan dan ketahanan otot.
c. Membantu merawat pasien untuk memenuhi ADLsnya.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak ada tanda-tanda kerusakan integritas kulit, dengan kriteria :
a. Terdapat pembentukan granulasi pada luka post operasi.
b. Ukuran luka operasi semakin lama semakin berkurang.
c. Tidak terdapat peradangan luka pada daerah post operasi.
Intervensi :
a. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau.
b. Bersihkan normal saline pada daerah luka post operasi.
c. Edukasikan kepada pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan
gejala dari infeksi
Rasional :
a. Dapat mengetahui batasan karakteristik luka.
b. Untuk dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
c. Pemahaman untuk pasien dan keluarga tentang resiko infeksi.

17
BAB III

KASUS

Seorang anak laki-laki An. A berusia 5 Tahun, beralamat di Jalan Bener No.67
Yogyakarta, masih duduk dibangku sekolah TK (Taman Kanak-kanak), beragama
islam. Di antar orangtuanya datang kerumah sakit “sejahtera” tanggal 25
September 2018 dengan mengeluhkan muara saluran kemih tidak berada di ujung
kepala penis, bentuk penis melengkung, terdapat lekukan pada ujung penis.
Ketika berkemih urine akan menetes tidak memancar. Ibu klien mengatakan
kelainan tersebut sudah ada sejak lahir. Klien mengatakan BAK lancar 4-6 kali
sehari, tidak ada nyeri, BAK tidak panas saat buang air kecil. Kesadaran compos
mentis, Nadi: 88 x/ menit, Suhu : 36,50C, RR: 18x/ menit. Setelah dilakukan
pemeriksaan kepada dokter ahli kulit dan kelamin akhirnya dokter memutuskan
untuk melakukan tindakan operasi. Setelah mendapat persetujuan dengan keluarga
maka dilakukan operasi. Sebelum dilakukanya operasi ibu pasien mengatakan
anaknya takut saat mendekati proses operasinya. Setelah dilakukan operasi selesai
pasien mengeluhkan nyeri pada penisnya. Keluarga pasien mengatakan seluruh
aktivitas dan latihanya dibantu karena pasien mengeluhkan sakit untuk bergerak.

18
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

FORMAT PENGKAJIAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama mahasiswa :
Tempat Praktik :
Waktu Praktik :

A. DATA DEMOGRAFI
1. Identitas diri klien
Nama : An. A
Usia : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Bener No. 67 Yogyakarta
Suku bangsa : Jawa
Status pernikahan : Belum menikah
Agama / keyakinan : Islam
Pendidikan : Taman kanak-kanak
Pekerjaan : Belum menikah
Diagnosa medik : Hipospadia
Tanggal masuk : 25 September 2018
Tanggal pengkajian : 26 September 2018

19
2. Penanggung jawab
Nama : Ny. S
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Hubungan dengan klien : Ibu

20
B. Riwayat Penyakit

1. Keluhan utama saat masuk RS :


Keluaga pasien mengatakan saat berkemih menetes dan tidak
memancar sehingga pasien ketika berkemih merasakan kesakitan.

2. Riwayat penyakit sekarang:

Keluarga pasien mengatakan mengeluhkan muara saluran berkemih


tidak berada di ujung kepala penis. Ketika berkemih urine akan
menetes tidak memancar, sehingga berkemih merasakan kesakitan.
Keluarga pasien mengatakan kelaian tersebut sejak lahir.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluarga pasien mengatakan belum pernah masuk rumah sakit.

4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan


yang telah di lakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/Poli), sampai
diambil kasus kelolaan .
Masalah atau Dx medis pada saat MRS :
Hipospadia
Tindakan yang telah dilakukan di Poliklinik atau UGD
Pemberian Infus NaCl 0,9% , 20tpm
Pengukuran Fisik
Pengukuran tanda-tanda vital

1
Catatan Penanganan Kasus (Dimulai saat pasien di rawat di ruang rawat
sampai pengambilan kasus kelolaan)

Pemberian Infus NaCl 0,9%

Pengukuran tanda-tanda vital

TD : -

S : 36,5◦C

N : 88x/menit

RR: 18x/menit

2
5. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

(Bandingkan kondisi saat klien di rumah /sebelum masuk RS dan saat klien
dirawat di RS)

1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Pengetahuan tentang penyakit/perawatan

Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit belum


mengetahui tentang penyakit yang diderita pasien. Keluarga pasien
mengatakan cemas jika akan dilakukan tindakan operasi

2. Pola nutrisi / metabolik


Program diit RS : -

Intake makanan :

SMRS : Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3x sehari 1 piring


sedang nasi, sayur, lauk, tidak ada alergi pada suatu makanan tertentu.

MRS : Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3x sehari, 1 porsi,


bubur, tahu, tidak ada keluhan.

Intake cairan :

SMRS : 6-7 gelas / hari (±1200-1500 ml), susu, air putih, tidak ada
keluhan

MRS : 1 gelas susu (±1200-1500 ml), 3-4 gelas air putih (±1200-1500
ml) tidak ada keluhan

3. Pola Eliminasi
a. Buang air besar
SMRS : Keluarga pasien BAB 1x sehari, konsistensi lunak, warna
kuning
MRS : Keluarga pasien BAB 1x sehari, konsistensi lunak, warna
kuning

3
b. Buang air kecil
SMRS : Keluarga pasien mengatakan BAK 4-6 x/hari, kuning jernih,
bau khas urine, tidak ada keluhan.

MRS : Keluarga pasien mengatakan BAK 3-4 x/hari, kuning jernih,


bau khas urine, tidak ada keluhan.

4. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan 0 1 2 3 4
diri

Makan / minum V

Mandi V

Toileting V

Berpakaian V

Mobilitas di tempat V
tidur

Berpindah V

Ambulasi/ROM V

0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total

Oksigenasi : Pasien tidak terpasang oksigen

5. Pola tidur dan istirahat


(lama tidur, gangguan tidur, pengawasaan saat bangun tidur) :

SMRS : Keluarga pasien mengatakan pasien tidur siang ± 13:00 – 15:00


jam/ hari, tidak ada gangguan tidur pada saat malam hari ± 20:00 – 06:00
jam/hari

4
MRS : Keluarga pasien mengatakan pasien selama di Rumah sakit sering
tertidur

6. Pola perceptual
(penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
Pengelihatan : Bola mata simetris, tidak ada oedem, gerakan bola mata
simetris, tidak ada alat bantu pengelihatan, konjungtiva anemis.
Pendengaran : Lebik telinga simetris, fungsi pendengaran normal

Pengecapan : Lidah bergerak normal, dapat membedakan rasa asin, manis,


dan asam.

Sensari : Dapat merasakan usapan tangan.

7. Pola persepsi diri


(pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Keluarga pasien mengatakan belum mengerti mengenai penyakit yang
diderita pasien, dan keluarga pasien dapat dapat menerima keadaan
penyakit yang diderita pasien, walaupun merasa cemas, pasien ingin cepat
sembuh.

8. Pola seksualitas dan reproduksi


(fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll)
Pasien adalah seorang anak yang masih berumur 5 tahun.

9. Pola peran-hubunagan
(komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan)
Komunikasi pasien dengan keluarga dan petugas kesehatan baik. Pasien
dapat berkomunikasi lacar dengan semua petugas kesehatan.

10. Pola managemen koping-stress

5
(perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini, dll)
Keluarga pasien mengatakan takut akan penyakit yang diderita pasien.

11. Sistem nilai dan keyakinan


(pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)
Keluarga pasien mengatakan pasien beragama islam dan sering shalat dan
mengaji.

6. PEMERIKSAAN FISIK

6
(Cephalocaudal)
Keluhan yang dirasakan saat ini
Keluarga pasien mengatakan pada saat berkemih akan menetes dan tidak
memacar

TD : - P: 18x/menit N: 88x/menit S: 36,50C.

BB/TB : 20 Kg/ 80 cm

Kepala : Bentuk merochepal, rambut hitam, pendek, mata simetris,


konjungtiva anemis, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka, tidak ada
pernafasan cuping hidung, dan tidak ada pembesaran tyroid.

Thorak/ jantung / paru

I : Tidak ada retraksi dinding dada

P: Tidak ada nyeri tekan

P : Suara pekak

A: Terdengar S1-S2 terpisah regular.

Thorak/ dada

I : Bentuk dada simetris dan tidak ada lesi

P : Vocal fremitus seimbang kanan-kiri, tidak ada retraksi dinding dada

P : Suara sonor

A : Berbunyi vasikuler RR : 18x/menit.

Abdomen

7
I : Bentuk terlihat simetris, warna kulit konsisten dengan yang lain, tidak ada
lesi

A : Terdengar bising usus 1 peristaltik ±16x/menit dikuadran 3

P : Ada nyeri tekan pada abdomen

P : Ada massa pada ginjal

Perkemihan

I : Tidak terpasang kateter

A:

P : Blass terasa kosong

P:

Inguinal

Bersih

Ekstremitas (termasuk keadaan kulit, kekuatan)

Kulit kering, anal hangat, tidak terdapat edema, tidak ada lesi.

7. PENANGANAN KASUS

8
(dimulai saat anda mengambil sebagai kasus kelolaan, sampai akhir praktik)
Melakukan pengukuran tanda-tanda vital
Memberikan terapi RL 20tpm
Memberikan terapi injeksi

8. TES DIAGNOSTIK
Pemeriksaan RO. THORAX. TANGGAL :
Hasil/kesan :

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN PREOPERATIF


1. Ansietas berhubungan dengan stresor
2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan

FORMAT PENGKAJAIAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

9
Nama Mahasiswa :
Tempat Praktik :
Waktu Praktik :

DATA DEMOGRAFI

1. Identitas Diri Klien


Nama : An. A
Usia : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Bener No.67 Yogyakarta
Suku bangsa : Jawa
Status pernikahan : Belum menikah
Agama / keyakinan : Islam
Pendidikan : TK (Taman kanak-kanak)
Pekerjaan : Belum bekerja
Diagnosa medik : Hipospadia
Tanggal masuk : 25 September 2018
Tanggal pengkajian : 26 September 2018

2. Penanggung jawab
Nama : Ny. S
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Hubungan dengan klien : Ibu

FASE INTRAOPERATIF

10
1. Anastesi dimulai : Jam 13:00 WIB
jam : Jam 13:15 WIB
2. Pembedahan : Spinal  Umum/general anastesi  Lokal
dimulai jam  Nervus blok Lainnya :
3. Jenis Anastesi :Terlentang  Litotomi  Tengkurap/knee
4. Posisi Operasi chees
Lateral kanan / kiriLainnya :
5. Catatan Anestesi
:-
6. Pemasangan Alat-
: Airway
Alat
Terpasang ETT no :….Terpasang LMA no :
7. Tanda-Tanda Vital
….
TD :
OPA O2 Nasal
RR : 18x/menit
N : 88x/menit
S : 36,50C
Skala Nyeri : 5

8.Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas


NORMAL
BAGIAN KETERANGAN
YA TIDAK

Bentuk kepala simetris, pertumbuhan rambut merata,


Kepala √
warna rambut hitam, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan

Bentuk leher simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan,
Leher √
tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

Bentuk dada simetris, ekspansi/ pengembangan dada kanan


Dada √
dan kiri sama, irama pernafasan vasikuler, Eupnea

Adanya nyeri tekan pada abdomen, ketika dipalpasi ada


Abdomen √
massa pada ginjal

Genitalia √ Bentuk penis melengkung, ke bawah, kelainan pada kulit


penis, kelainan pada preputium, adanya nyeri tekan pada
daerah penis, ketika berkemih urine akan menetes/ tidak

11
memancar.

Integumen √ Tidak ada lesi

Bentuk simetris, pasien dapat berjalan tanpa bantuan,


Ekstremitas √
kekuatatan otot 5

9.Status cairan
Total cairan masuk : Infus : 500 mL
 Transfusi : cc
Total cairan keluar : Urine : 800 cc
 Perdarahan : cc
Balance cairan :

10.Catatan Operasi

11.Peran perawat praktikan selama operasi :

12
FORMAT PENGKAJIAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama mahasiswa :
Tempat Praktik :
Waktu Praktik :

A. DATA DEMOGRAFI
Identitas diri klien
Nama : An. A
Usia : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Bener No. 67 Yogyakarta
Suku bangsa : Jawa
Status pernikahan : Belum menikah
Agama / keyakinan : Islam
Pendidikan : Taman kanak-kanak

Pekerjaan : Belum menikah


Diagnosa medik : Hipospadia
Tanggal masuk : 25 September 2018
Tanggal pengkajian : 26 September 2018

Penanggung jawab

Nama : Ny. S
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Hubungan dengan klien : Ibu

13
14
B. Riwayat Penyakit

1. Keluhan utama saat masuk RS :


Keluaga pasien mengatakan saat berkemih menetes dan tidak
memancar sehingga pasien ketika berkemih merasakan kesakitan.

2. Riwayat penyakit sekarang:

Keluarga pasien mengatakan mengeluhkan muara saluran berkemih


tidak berada di ujung kepala penis. Ketika berkemih urine akan
menetes tidak memancar, sehingga berkemih merasakan kesakitan.
Keluarga pasien mengatakan kelaian tersebut sejak lahir.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluarga pasien mengatakan belum pernah masuk rumah sakit.

4. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan


yang telah di lakukan, mulai dari pasien MRS (UGD/Poli), sampai
diambil kasus kelolaan .
Masalah atau Dx medis pada saat MRS :
Hipospadia
Tindakan yang telah dilakukan di Poliklinik atau UGD
Pemberian Infus NaCl 0,9% , 20tpm
Pengukuran Fisik
Pengukuran tanda-tanda vital
Catatan Penanganan Kasus (Dimulai saat pasien di rawat di ruang rawat
sampai pengambilan kasus kelolaan)

Pemberian Infus NaCl 0,9%

Pengukuran tanda-tanda vital

TD : -

S : 36,5◦C

N : 88x/menit

RR : 18x/menit
C. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

(Bandingkan kondisi saat klien di rumah /sebelum masuk RS dan saat


klien dirawat di RS)

1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Pengetahuan tentang penyakit/perawatan

Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit belum


mengetahui tentang penyakit yang diderita pasien. Keluarga pasien
mengatakan cemas jika akan dilakukan tindakan operasi

2. Pola nutrisi / metabolik


Program diit RS : -

Intake makanan :

SMRS : Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3x sehari 1 piring


sedang nasi, sayur, lauk, tidak ada alergi pada suatu makanan tertentu.

MRS : Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3x sehari, 1 porsi,


bubur, tahu, tidak ada keluhan.

Intake cairan :

SMRS : 6-7 gelas / hari (±1200-1500 ml), susu, air putih, tidak ada
keluhan

MRS : 1 gelas susu (±1200-1500 ml), 3-4 gelas air putih (±1200-1500
ml) tidak ada keluhan

3. Pola Eliminasi
c. Buang air besar
SMRS : Keluarga pasien BAB 1x sehari, konsistensi lunak, warna
kuning
MRS : Keluarga pasien BAB 1x sehari, konsistensi lunak, warna
kuning
d. Buang air kecil
SMRS : Keluarga pasien mengatakan BAK 4-6 x/hari, kuning jernih,
bau khas urine, tidak ada keluhan.

MRS : Keluarga pasien mengatakan BAK 3-4 x/hari, kuning jernih,


bau khas urine, tidak ada keluhan.

4. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan 0 1 2 3 4
diri

Makan / minum V

Mandi V

Toileting V

Berpakaian V

Mobilitas di tempat V
tidur

Berpindah V

Ambulasi/ROM V

0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total

Oksigenasi : Pasien tidak terpasang oksigen

5. Pola tidur dan istirahat


(lama tidur, gangguan tidur, pengawasaan saat bangun tidur) :

SMRS : Keluarga pasien mengatakan pasien tidur siang ± 13:00 – 15:00


jam/ hari, tidak ada gangguan tidur pada saat malam hari ± 20:00 – 06:00
jam/hari
MRS : Keluarga pasien mengatakan pasien selama di Rumah sakit sering
tertidur

6. Pola perceptual
(penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
Pengelihatan : Bola mata simetris, tidak ada oedem, gerakan bola mata
simetris, tidak ada alat bantu pengelihatan, konjungtiva anemis.
Pendengaran : Lebik telinga simetris, fungsi pendengaran normal

Pengecapan : Lidah bergerak normal, dapat membedakan rasa asin, manis,


dan asam.

Sensari : Dapat merasakan usapan tangan.

7. Pola persepsi diri


(pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Keluarga pasien mengatakan belum mengerti mengenai penyakit yang
diderita pasien, dan keluarga pasien dapat dapat menerima keadaan
penyakit yang diderita pasien, walaupun merasa cemas, pasien ingin cepat
sembuh.

8. Pola seksualitas dan reproduksi


(fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll)
Pasien adalah seorang anak yang masih berumur 5 tahun.

9. Pola peran-hubunagan
(komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan)
Komunikasi pasien dengan keluarga dan petugas kesehatan baik. Pasien
dapat berkomunikasi lacar dengan semua petugas kesehatan.

10. Pola managemen koping-stress


(perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini, dll)
Keluarga pasien mengatakan takut akan penyakit yang diderita pasien.

11. Sistem nilai dan keyakinan


(pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)
Keluarga pasien mengatakan pasien beragama islam dan sering shalat dan
mengaji.

1. PEMERIKSAAN FISIK
(Cephalocaudal)
Keluhan yang dirasakan saat ini
Keluarga pasien mengatakan pada saat berkemih akan menetes dan tidak
memacar

TD : - P: 18x/menit N: 88x/menit S: 36,50C.

BB/TB : 20 Kg/ 80 cm

Kepala : Bentuk merochepal, rambut hitam, pendek, mata simetris,


konjungtiva anemis, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka, tidak ada
pernafasan cuping hidung, dan tidak ada pembesaran tyroid.

Thorak/ jantung / paru

I : Tidak ada retraksi dinding dada

P: Tidak ada nyeri tekan

P : Suara pekak

A: Terdengar S1-S2 terpisah regular.

Thorak/ dada

I : Bentuk dada simetris dan tidak ada lesi

P : Vocal fremitus seimbang kanan-kiri, tidak ada retraksi dinding dada

P : Suara sonor

A : Berbunyi vasikuler RR : 18x/menit.

Abdomen
I : Bentuk terlihat simetris, warna kulit konsisten dengan yang lain, tidak ada
lesi

A : Terdengar bising usus 1 peristaltik ±16x/menit dikuadran 3

P : Ada nyeri tekan pada abdomen

P : Ada massa pada ginjal

Perkemihan

I : Tidak terpasang kateter

A:

P : Blass terasa kosong

P:

Inguinal

Bersih

Ekstremitas (termasuk keadaan kulit, kekuatan)

Kulit kering, anal hangat, tidak terdapat edema, tidak ada lesi.

2. PENANGANAN KASUS
(dimulai saat anda mengambil sebagai kasus kelolaan, sampai akhir praktik)
Melakukan pengukuran tanda-tanda vital
Memberikan terapi RL 20tpm
Memberikan terapi injeksi

3. TES DIAGNOSTIK
Pemeriksaan RO. THORAX. TANGGAL :
Hasil/kesan :

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN POSTOPERATIF


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktifitas
3. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal
A. Tujuan dan Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Ansiet Setelah a. Identifikasi orang-orang a. Orang-orang
as dilakukan terdekat pasien terdekat dapat
berhub tindakan b. Ciptakan lingkungan mengurangi kecemasan
ungan keperawatan nyaman pasien.
dengan selama 3x24 c. Ajarkan pasien teknik b. Lingkungan
stresor jam relaksaksi napas dalam nyaman dapat
DS: diharapkan d. Berikan terapi musik-musik menenangkan perasaan
- ibu pasien ansietas dapat lembut pasien.
mengatakan teratasi dengan e. Berikan keyakinan c. Relaksasi nafas dalam
anaknya takut criteria hasil : keselamatan dan keamanan dapat mengurangi
saat mendekati a. Perasaan gelisah dapat pasien kecemasan pasien.
proses operasi terkontrol dengan baik f. Berikan edukasi kepada d. Terapi musik-
DO: b. Rasa takut berkurang keluarga menangani stress musik lembut dapat
- Pasien tampak dengan berbicara ke preoperasi merubah perasaan cemas
mengangis orang lain g. Kolaborasikan dengan menjadi tenang.
- Pasien tampak c. Tekanan nadi keluarga penggunakkan e. Dengan

23
ketakutan berkurang dari teknik menenangkan dengan memberikan
95x/menit menjadi memeluk dan keselamatan dan
75x/menit menggenggam tangan. keamanan pasien, pasien
d. Keringat dingin dapat dapat mengurangi
diminimalisirkan kecemasan dan rasa
takut akan prosedur
operasi.
f. Dengan edukasi
stress preoperasi dapat
diterapkan ketika pasien
sedang berada dikamar
operasi.
g. Agar teknik
menenangkan dengan
memeluk dan
menggenggam dapat
diaplikasikan ketika
terdapat kecemasan sang
2. Defisie Setelah a. Identifikasi karakteristik a. Dapat memilih
nsi dilakukan yang mampu menambah strategi pembelajaran

24
penget tindakan 3x24 pemilihan strategi yang sesuai dengan
ahuan jam pembelajaran pasien dan keluarga.
berhub diharapkan b. Identifikasi pengetahuan b. Dengan mengidentifikasi
ungan defisiensi dan gaya hidup pasien dan perawat dapat menggali
dengan pengetahuan keluarga informasi dan mendapatkan
kurang dapat e. Berikan informasi tentang informasi.
sumber berkurang kesehatan kepada klien dan c. Dapat menambah wawasan
penget dengan criteria keluarga klien dan keluarga mengenai
ahuan hasil: f. Kolaborasikan dengan edukasi kesehatan.
DS: a. Pasien dan keluarga keluarga dalam Dapat menambah wawasan klien
- ibu mampu perencanaan dan rencana dan keluarga mengenai
mengataka mendeskripsikan implementasi gaya hidup edukasi kesehatan.
n bingung bagian tubuh yang dan perilaku hidup sehat
anaknya terkena dampak
terus rewel b. Keluarga mampu
dan memahami dan
menangis menyesuaikan
DO: perubahan fungsi tubuh
- ibu d. Diharapkan keluarga
tampak dan pasien mampu

25
kurang memahami dan
memahami menyesuaikan
bagaimana perubahan tubuh akibat
cara pembedahan
mengatasi
anaknya
rewel

3. Resiko Setelah a. Monitor dan jaga suhu a. Dengan


Infeksi dilakukan ruangan antara 20 dan 240C. memonitor suhu tenaga
berhub tindakan b. Pisahkan alat steril dan non kesehatan dapat
ungan keperawatan steril mengetahui keadaan
dengan selama 3x24 c. Edukasi kepada keluarga suhu pasien dan
prosed jam tentang pemberian salep anti perubahan suhu yang
ur diharapkan mikroba terjadi pada pasien.
invasif tidak ada d. Kolaborasikan pemberian b. Dengan memisahkan alat
steril dan non steril dapat
DS: - tanda-tanda terapi antibiotik
mengurangi resiko infeksi
DO: infeksi, dengan yang terjadi.
c. Dengan edukasi kepada
- Ter kriteria :
keluarga, keluarga dapat
pasang a. Tidak terdapat nanah

26
infus RL dalam urin pasien mengetahui secara betul
20tpm b. Pasien tidak mengalami fungsi dari salep anti
- Ane letargi mikroba, dapat mengetahui
stesi lokal c. Pasien tidak mengalami cara penggunaan dan
malaise pemberian salep anti
mikroba.
d. Dengan terapi antibiotic
dapat mengurangi resiko
infeksi pada pasien
4. Nyeri Setelah a. Lakukan pengkajian secara a. Mengetahui skala
akut dilakukan komprehensif dan integritas nyeri.
berhub tindakan b. Observasi non verbal dan b. Menentukan
ungan keperawatan ketidaknyamanan pilihan atau pengamatan
dengan selama 3x24 c. Monitor tanda-tanda vital keefektifan intervensi.
agen jam d. Ajarkan non farmakologi c. Dapat
cedera diharapkan (Nafas dalam) mengidentifikasi
fisik tidak ada e. Kolaborasi pemeberian obat pengaruh rasa sakit
DS: Keluhan nyeri, analgetik dengan tanda-tanda vital.
- Ibu dengan kriteria d. Teknik nafas
pasien : dalam dapat mengurangi

27
mengataka d. Ekspresi nyeri.
n anaknya wajah rileks
merasa e. Melaporkan
nyeri dan nyeri
kesakitan berkurang
setelah f. Tanda-
operasi tanda vital
P: Post operasi dalam rentang
hipospadia normal
Q:Seperti TD : 120/80 mmHg
disayat- S : 36,5◦C - 37,5◦C
sayat N : 60 – 100 x/menit
R:Diarea penis R : 16 – 24 x/menit
S: Skala 5
T:Terus
menerus
DO:
- Pasi
en tampak
rewel

28
5. Hamba Setelah a. Kaji kemampuan pasien a. Menilai batasan
tan dilakukan dalam mobilisasi kemampuan aktivitas
mobilit tindakan b. Latih pasien dalam optimal.
as fisik keperawatan pemenuhan kebutuhan b. Mempertahankan kekuatan
berhub selama 3x24 c. Dampingi dan bantu pasien dan ketahanan otot.
ungan jam saat mobilisasi dan bantu c. Membantu merawat pasien
dengan diharapkan pemenuhan ADLs pasien untuk memenuhi ADLsnya
intoler pasien mampu d. Ajarkan pada pasien cara d. Membantu pasien dalam
ansi menunjukkan merubah posisi dan berikan pemulihan
aktivita peningkatan bantuan jika dibutuhkan
s mobilitas
DS: secara
- Ibu bertahap
pasien dengan kriteria
mengataka hasil :
n seluruh a. Pasien mampu miring
aktivitas kanan, miring kiri
dibantu b. Pasien mampu duduk
oleh ibu c. Pasien mampu berdiri

29
dan d. Pasien mampu berjalan
keluargany
a
DO:
- Pasi
en tampak
pucat
- Pasi
en tampak
lesu
- Pasi
en tampak
berbaring
di tempat
tidur
6. Kerusa
Setelah dilakukan tindakan a. Monitor karakteristik luka, a. Dapat
kan keperawatan selama 3x24 termasuk drainase, warna, mengetahui batasan
integrit jam diharapkan tidak ada ukuran, dan bau. karakteristik luka.
as kulit tanda-tanda kerusakan b. Bersihkan normal saline b. Untuk dapat mempercepat
berhub integritas kulit, dengan pada daerah luka post proses penyembuhan luka.

30
ungan kriteria : operasi c. Pemahaman untuk pasien
dengan a. Terdapat pembentukan c. Edukasikan kepada pasien dan keluarga tentang resiko
peruba granulasi pada luka dan keluarga untuk infeksi.
han post operasi mengenal tanda dan gejala
hormo b. Ukuran luka operasi dari infeksi
nal semakin lama semakin
DS: - berkurang
DO: c. Tidak terdapat
- Lebar luka peradangan luka pada
operasi kurang daerah post operasi
lebih 3x2 cm

31
32
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh
faktor lingkungan, genetika dan ketidakseimbangan hormone.
2. Dalam penatalaksanaan hipospadia perlu dilakukan pembedahan
dengan tujuan:
a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
b. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(uretroplasti)
c. Untuk mengembalikan aspek normal dari genetalia eksternal
(kosmetik)
B. Saran
1. Saran bagi perawat
Agar perawat dapat mengedukasikan kepada keluarga mengenai
penyakit, tanda gejala dan cara penanganan penyakit Hipospadia.
2. Saran Mahasiswa
Agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan
konsep dari penyakit Hipospadia.
3. Saran keluarga
Agar keluarga mengetahui tanda dan gejala serta penanganan penyakit
Hipospadia sejak dini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, N,2016. Patologi dan Patofisiologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika

Krisna, M,Maulana, A,2017. Jurnal Bagaimana Hipospadia karakteristiknya di

Indonesia. Di akses tanggal 16 September 2018 pukul 19.00 WIB melalui

https://nikdw.ukdw.ac.id/index.php/bikdw/article/download/52/42

Muscari, Mary E. 2009. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed 3. Jakarta :

EGC.

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Reeder, Sharon J. 2011. Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi

dan Keluarga. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, R. 2016. Buku ajar ilmu bedah sistem organ dan tindak bedahnya.

Jakarta : EGC

Speer, Kathleen Morgan, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan

Chinical Pathways. Jakarta: EGC

32

Anda mungkin juga menyukai