Anda di halaman 1dari 26

Grand Case

HIPOSPADIA

Oleh

Andina Dwinanda 1840312632

Pembimbing:

Dr. dr. Yevri Zulfiqar, Sp. B-Sp.U

BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipospadia merupakan kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus terletak
dipermukaan ventral penis dan lebih proksimal dari tempatnya yang normal pada ujung
gland penis. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami
pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee”.1,2
Kelainan kongenital pada penis menjadi masalah yang sangat penting
karena penis sendiri selain berfungsi sebagai saluran pengeluaran urin juga sebagai alat
seksual dikemudian hari yang akan berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu
kelainan kongenital pada penis yang paling banyak kedua ditemukan setelah undescensus
testiculorum (cryptorchidism) yaitu hipospadia. Angka kejadian hipospadia sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor genetik, hormonal, ras, geografis dan
sekarang yang harus mendapat perhatian khusus, yaitu pengaruh faktor pencemaran
lingkungan limbah industri.3
Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-tama
yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari bagian penis
distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus dari Agentia pada
tahun 200 dan tahun 400.1
Duplay memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 dengan
memperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik telah
dibuat dan sebagian besar merupakan multi-stage reconstruction; yang terdiri dari first
emergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan second stage untuk
menghilangkan chordee dan recurvatum, kemudian pada third stage yaitu urehtroplasty. 1,4
Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu;
membutuhkan operasi yang multiple; sering terjadi meatus tidak mencapai ujung
glands penis; sering terjadi striktur atau fistel uretra; dan dari segi estetika dianggap kurang
baik.4
Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik one-stage repair untuk
mengurangi komplikasi dari teknik multi-stage repair. Cara ini dianggap sebagai
rekonstruksi uretra yang ideal dari segi anatomi dan fungsionalnya, dari segi estetik
dianggap lebih baik, komplikasi minimal, dan mengurangi social cost.4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EPIDEMIOLOGI
Hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup di Amerika Serikat.
Kelainan ini terbatas pada uretra anterior. Pemberian estrogen dan progestin selama
kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada anak yang hipospadia maka
kemungkinan ditemukan 20% anggota keluarga yang lainnya juga menderita hipospadia.
Meskipun ada riwayat familial namun tidak ditemukan ciri genetik yang spesifik. Pada
beberapa negara insidensi hipospadia semakin meningkat. Laporan saat ini, terdapat
peningkatan kejadian hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir prematur, kecil untuk usia
kehamilan, dan bayi dengan berat badan rendah. Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit hitam
daripada kulit putih. 1,4

2.2. ANATOMI
Penis manusia tersusun dari dua bagian utama, yaitu pangkal/akar (radix) dan
tubuh (corpus). Pangkal penis terletak di dalam badan, terdiri dari gelembung penis
(bulbus penis) dan sepasang crus penis di kedua sisinya. Tubuh penis memiliki dua sisi
permukaan: dorsal (bagian yang tampak dari depan jika penis "istirahat") dan ventral atau
uretral (mengarah ke dalam/testis)
Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang dibungkus oleh
tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian tengahnya. Uretra
melintasi penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada alur
diantara kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glans penis yang
berbentuk konus. Fascia spermatika atau tunika dartos, adalah suatu lapisan longgar
penis yang terletak pada fascia tersebut. Di bawah tunika dartos terdapat facia Bucks yang
mengelilingi korpora kavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi korpus
spongiosum secara terpisah. Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks pada
diantara kedua korpora kavernosa. 3
2.3. EMBRIOLOGI
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan
endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di
bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6,
terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di
bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan
memanjang yang disebut genital fold.1,3
Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini
adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi
klitoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga
penis juga tak terbentuk.1
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur
dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus
urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi
hipospadia.1
2.4. ETIOLOGI
Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi pada usiua
kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada umumnya
tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor androgen
oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangan sistem endokrin baik faktor-faktor endogen
atau eksogen dapat menyebabkan hipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain
juga telah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui.5

Faktor genetik..
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi. Sekitar 12 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat
keluarga yang menderita hipospadia. 50 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila
bapaknya menderita hipospadia. Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu
factor resiko terjadinya hipospadia. Sebuah langsung korelasi terlihat antara usia ibu yang
tua dengan meningkatkan kejadian hipospadia, dan lebih ditandai dengan bentuk parah dari
cacat lahir. 6

Faktor etnik dan geografis..


Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada kaukasoid lebih tinggi dari
pada orang Afrika, Amerika yaitu 1: 3.5

Faktor hormonal
Faktor hormon androgen / estrogen sangat berpengaruh terhadap kejadian
hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional. Sharpe dan
Kebaek (1993) mengemukakan hipotesis tentang pengaruh estrogen terhadap kejadian
hipospadia bahwa estrogen sangat berperan dalam pembentukan genital eksterna dari laki-
laki saat embrional.5
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan metabolismenya
bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen fungsional. Gangguan genetik dalam jalur
metabolisme androgen (misalnya disfungsi 5 -alfa-reduktase II atau gangguan reseptor
androgen) dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun kelainan dalam metabolisme
androgen dapat menyebabkan hipospadia yang berat, namun tidak dapat menjelaskan
etiologi terjadinya hipospadia yang sedang dan ringan.7
Faktor lingkungan.
Salah satu penyebab hipospadia kemungkinan disebabkan adanya kontaminasi
lingkungan, dimana dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dan dapat
mengganggu sinyal seluler sehingga mengakibatkan mutasi. Hal ini dapat diketahui dari
beberapa bahan yang seing dikonsumsi oleh manusia yang banyak mengandung aktivitas
estrogen, seperti pada insektisida yang sering digunakan untuk tanaman, estrogen alami
pada tumbuhan, produk-produk plastic, dan produk farmasi. Selain itu, banyak bahan
logam yang digunakan untuk industry makanan, bagian dalamnya dilapisi oleh bahan
plastic yang mengadung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat ditemukan pada
air laut dan air segar, namun jumlahnya hanya sedikit. Ketika estrogen tersebut masuk ke
dalam tubuh hewan, jumlah estrogen paling tinggi berada pada puncak rantai makanan,
seperti ikan besar, burung, mamalia laut dan manusia, sehingga menyebabkan kontaminasi
estrogen yang cukup besar. Pada beberapa spesies, kontaminasi estrogen dapat
mempengaruhi fungsi reproduksi dan kesehatan. Sebagai contoh, terjadi penipisan kulit
telur karena pengaruh estrogen.7

Sudah diketahui bahwa setelah tingkat indiferen maka perkembangan genital


eksterna laki-laki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang dihasilkan testis primitif.
Suatu hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau terdapatnya anti
androgen akan mempengaruhi pembentukan genitalia ekterna laki-laki.
Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu :
 Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk
tumbuh kedalam massa glans bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang
uretra penis. Hal ini mengakibatkan terjadinya osteum uretra eksternum terletak di
glans atau korona glandis di permukaan ventral.

Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra – uretral groove
kedalam uretra penis yang mengakibatkan osteum uretra eksternum terletak di
batang penis. Begitu pula kegagalan bumbung genital bersatu dengan sempurna
mengakibatkan osteum uretra ekternum bermuara di penoskrotal atau perineal.
Dari kegagalan perkembangan penis tersebut akan terjadi 5 macam letak osteum
uretra eksternum yaitu di : 1. Glans, 2. Koronal glandis, 3. Korpus penis, 4. Penos
skrotal, 5. Perineal. 1,2,3
2.5. PATOFISIOLOGI
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada masa
embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu. Sebelum minggu ke-7
kehamilan, struktur gential antara pria dan wanita tidak dapat dibedakan. Setelah itu,
terjadi diferensiasi jaringan, termasuk pemanjangan lubang kelamin, pembentukan uretra
penis, dan pengembangan kulit preputium, dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya
androgen dan sinyal dari gen SRY-.8
Perkembangan terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap
terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai
derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans,
kemudian di sepanjang batang penis hingga akhirnya di perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topu yang menutup sisi
dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. 8
Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering dikaitkan dengan hipospadia,
terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga akibat dari perbedaan
pertumbuhan antara punggung jaringan normal tubuh kopral dan uretra ventral
dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi yang lebih jarang, kegagalan jaringan
spongiosum dan pembentukan fasia pada bagian distal meatus uretra dapat membentuk
balutan berserat yang menarik meatus uretra sehingga memberikan kontribusi untuk
terbentuknya suatu korda .8
2.6. KLASIFIKASI
Hipospadia adalah keadaan dimana lubang kencing terletak dibawah batang
kemaluan / penis. Ada beberapa type hipospadia :8

 Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar
(skrotum).
 Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan buah
zakar (skrotum).
 Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar
(skrotum) dan batang penis.
 Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah pangkal
penis.
 Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari
batang penis.
 Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah bagian ujung
batang penis.
 Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus
coronarius penis (cekungan kepala penis).
 Hipospadia type Granular, lubang kencing sudah berada pada kepala penis
hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya Midle (10-15%)
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra eksternum
yaitu sebagai berikut :9
a. Tipe Sederhana / Tipe Anterior
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe Penil / Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene- escrotal. Pada
tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai
dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih.
c. Tipe Penoskrotal dan Tipe Perineal / Tipe Posterior
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai
dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.

2.7. DIAGNOSIS
Diagnosis hipospadia telah dibuat dengan menggunakan ultrasonografi janin
pralahir, diagnosis biasanya dibuat atas pemeriksaan bayi baru lahir. Hipospadia juga dapat
didiagnosis dengan melihat tanda atau gejala yang khas, yaitu :10
a. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar,
mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK.
b. Pada hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan
mengangkat penis keatas.
c. Pada hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
d. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
e. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
f. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.
g. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
h. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
i. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
j. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
k. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
l. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung
skrotum).
m. Kadang disertai kelainan konginetal pada ginjal.

2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi.
Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering
disertai kelainan pada ginjal.
b. Ultrasound perinatal untuk mendeteksi agenesis ginjal.
c. Segera setelah lahir, scan computerized axial tomography (CAT) atau ultrasoud ginjal
digunakan untuk mendiagnosis kelainan.
d. Uretroskopi dan sistoskopi membantu dalam mengevaluasi perkembangan
reproduksi internal.
e. Urografi untuk mendeteksi kelainan kongenital lain pada ureter dan ginjal.10
2.9. PENATALAKSANAAN
Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi baik bentuk
penis yang bengkok karena pengaruh adanya chordae maupun letak osteum uretra eksterna
sehingga ada 2 hal pokok dalam repair hipospadia yaitu:
 Chordectomi , merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat ereksi.
Chordectomi komplit dilakukan untuk mengerahkan korpora kavernosum dan
memperpanjang uretra serta membawa lubang uretra ke ujung glans.

Urethroplasty , membuat osteum urethra externa diujung gland penis sehingga
pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.3,10,11
Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi yang
sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap
Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan repair hipospadia agar tujuan
operasi bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia dan besarnya penis dan ada tidaknya
chorde. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia belum sekolah
karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan operasi dan
kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan repair hipospadia sudah tercapai sebelum anak
sekolah. 3
Operasi hipospadia mengikuti langkah: meluruskan penis (orthoplasty),
rekonstruksi dari uretra (urethroplasty), rekonstruksi meatus (meatoplasty), rekonstruksi
kelenjar (glanuloplasty) dan rekonstruksi kulit penis serta skrotum bila diperlukan.12
a. Hipospadia Anterior
Teknik yang dilipih untuk hipospadia anterior tergantung pada posisi anatomi dari
penis yang hipospadia. Teknik yang paling sering digunakan adalah MAGPI
(meatal advance glansplasty), GAP (glans approximation procedure), metode
Mathieu atau disebut flip-flap dan incise pipa uretroplasti.7
1) Teknik MAGPI (meatal advance glansplasty)

Teknik MAGPI dirancang oleh Duckett pada tahun 1981 (20). Teknik ini
akan memberikan hasil yang maksimal jika pasien mengikuti dengan tepat.
Penis dengan hipospadia yang cocok untuk dilakukan MAGPI adalah dengan
jaringan pada punggung dalam glands yang mengalirkan urin baik dari koronal
atau sedikit ke meatus subcoronal. Setelah pasien tertidur, uretra itu sendiri
harus memiliki dinding ventral yang normal, tanpa ada bagian yang tipis atau
atresia uretra spongiosum. Uretra juga harus menjadi mobile sehingga dapat
maju ke glands. 7
2) Teknik GAP (glans approximation procedure)

Prosedur GAP berlaku pada pasien dengan hipospadia anterior kecil yang
memiliki alur glands luas dan mendalam. Pada pasien ini tidak memiliki
jembatan jaringan kelenjar yang biasanya mngalirkan aliran kemih, seperti yang
terlihat pada pasien yang akan lebih tepat diobati dengan teknik MAGPI.
Dalam teknik GAP, uretra yang berlubang lebar akan dilakukan tubularisasi
primer dengna mnggunakan stent.7
3) Incisi Tubularirasi Urethroplasty

Secara historis, jika alur uretra tidak cukup lebar untuk tubularisasi di situ,
seperti pada teknik GAP atau prosedur Thiersch Duplay, kemudian pendekatan
alternatif seperti Mathieu atau untuk penanganan hipospadia yang lebih parah,
flap pedikel dengan vascularisasi bias dilakukan. Baru-baru ini konsep sayatan
di kulit uretra dan dilakukannya tubularisasi dan penyembuhan sekunder telah
diperkenalkan oleh Snodgrass. Hasil jangka pendek sangat baik dan prosedur
ini memiliki popularitas yang luas. Salah satu aspek yang menarik adalah
adanya celah yang menyerupai meatus, yang dibuat dengan sayatan
pertengahan garis punggung. Baru-baru ini, teknik ini telah diterapkan untuk
bentuk-bentuk hipospadia posterior. Secara teoritis, ada kekhawatiran tentang
kemungkinan stenosis meatus dari jaringan parut, dimana sering terjadi striktur
uretra pada pasien dengan urethrotomy internal yang sering menyebabkan
striktur berulang. Pada hipospadia, pada jaringan dengan suplai darah yang
sangat baik dan aliran pembuluh darah yang besar, tampaknya dapat merespon
baik terhadap sayatan primer dan sekunder pada penyembuhan tanpa
meninggalkan bekas luka. 7
Pada perbaikan hipospadia distal, meskipun tingkat morbiditas relative
rendah, hasil kosmetik yang mungkin sulit untuk menilai dan memuaskan
dalam proporsi yang signifikan, terutama setelah perbaikan Mathieu
b. Hipospadia Posterior

Kita sudah cukup puas dengan teknik onlay island flap untuk hipospadia
untuk kasus pada hipospadia pada batang penis dan kasus-kasus yang lebih
parah dari hipospadia. Onlay island flap telah berhasil diuji dengan hasil jangka
panjang yang sangat baik. Tidak membuang kulit uretra pada teknik onlay
island flap telah menyingkirkan striktur anastomosis bagian proksimal dan telah
mengurangi kejadian formasi fistula. Ketika kelengkungan penis diperlukan,
dapat dikoreksi dengan lipatan punggung. Laporan terbaru telah
memperkenalkan teknik standar dan variasi yang lebih halus. Kadang-kadang
operasi yang luas diperlukan dan dalam beberapa kasus, beberapa operasi
menyebabkan hasil yang kurang optimal pada beberapa anak, pasien kemudian
diklasifikasikan sebagai " cacat hipospadia ". Untuk hipospadia yang sangat
parah, kulit preputium yang dapat dirancang sebagai gaya tapal kuda untuk
menjembatani jarak yang luas.7

2.10. KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik
operasi, serta perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi yaitu :

a. Fistula
Penyebab paling sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan
oleh terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan
dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu keteter harus dipakai
selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan
menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua
minggu.
Pembentukan fistula sebagian besar di persimpangan neourethra dengan uretra
asli, dan frekuensi tinggi di kasus hipospadia proksimal. 13
b. Stenosis meatus
Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi. Adanya aliran air seni
yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas adanya stenosis meatus.14
Masalah teknis seperti pembuatan meatus lumen yang sempit atau terlalu ketat
glanuloplasty dapat menjadi penyebab stenosis meatus. 13
c. Striktur
Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka panjang dari operasi
hipospadia. Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan dapat
membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis. 14
d. Divertikula
Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya pengembangan
uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat mengakibatkan obstruksi aliran dan
berakhir pada divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak
terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi berhubungan dengan
adanya graft atau flap pada operasi hipospadia, yang disangga dari otot maupun
subkutan dari jaringan uretra asal.14
e. Terdapatnya rambut pada uretra
Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari digunakan dalam rekonstruksi
hipospadia. Bila kulit ini berhubungan dngan uretra, hal ini dapat menimbulkan
masalah berupa infeksi saluran kemih dan pembentukan batu saat pubertas.
Biasanya untuk mengatasinya digunakan laser atau kauter, bahkan bila cukup
banyak dilakukan eksisi pada kulit yang mengandung folikel rambut lalu kemudian
diulang perbaikan hipospadia. 14

2.11. PROGNOSIS
Secara umum hasil fungsional dari one-stage procedure lebih baik dibandingkan
dengan multi-stage procedures karena insidens terjadinya fistula atau stenosis lebih sedikit,
dan lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat, dan prognosisnya baik.4
BAB 3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AR
No. MR : 01.05.14.96
Umur : 9 tahun
Berat badan : 33 kg
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ibu : Ny. HK
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Padang datar. Payakumbuh.
Tanggal masuk : 27 Juni 2019
Tanggal pemeriksaan : 27 Juni 2019

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Muara saluran kemih tidak diujung kepala penis.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


 Pasien mengeluhkan muara saluran kemih tidak berada di ujung
kepala penis. Lubang berada di bagian cekungan kepala penis. Pasien
dan keluarga baru menyadari ketika pasien hendak di sunat.
 Buang air kecil lancar 4-6 kali sehari
 Tidak ada nyeri saat BAK
 Pasien harus sedikit menarik penis setiap BAK
 Pancaran urin saat BAK tidak lurus
 Demam tidak ada
 Urin campur darah tidak ada

C. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat sakit serupa : (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
- Riwayat keluarga sakit serupa : (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)

E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


- Faringitis : (-) - Enteritis : (-)
- Bronkitis : (-) - Disentri basiler : (-)
- Pneumonia : (-) - Disentri amuba : (-)
- Morbili : (-) - Thypus : (-)
- Pertusis : (-) - Cacing : (-)
- Difteri : (-) - Operasi : (-)
- Varicella : (-) - Gegar Otak : (-)
- Malaria : (-) - Fraktur : (-)

F. Riwayat Imunisasi
- Hepatitis B : 3x (usia 0,1,6 bulan)
- BCG : 1x (usia 0 bulan)
- DPT : 3x (usia 2,3,4 bulan)
- Polio : 4x (usia 0,2,3,4 bulan)
- Campak : 1 x (usia 9 bulan)

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
- Sikap/keadaan umum : baik
- Derajat kesehatan : compos mentis
- Derajat gizi : gizi kesan baik

B. Tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 84 x/menit, regular
- Pernafasan : 20 x/ menit
- Suhu : 36,7 0C
C. Status Gizi
- Umur : 9 tahun
- Berat badan : 33 kg
- Tinggi badan : 144 cm

D. Kulit
Kulit sawo matang, lembab, kelainan kulit (-)

E. Kepala
Bentuk normosefal, rambut warna hitam, sukar dicabut.

F. Wajah
Odema (-), moon face (-)

G. Mata
Odema periorbita (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)

H. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
I. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-).
J. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-).

K. Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1,
pseudomembran (-)
L. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-)
M. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Paru : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SN vesikuler (+/+) Suara tambahan (-/-)

N. Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, undulasi (-), pekak beralih (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

O. Ekstremitas
 Akral teraba hangat
 Oedem
- -
- -

P. Status Urologi :
a. Regio costovertebra Dextra

Inspeksi : Tampak alignment tulang baik, gibbus tidak ada, skoliosis tidak
ada, edema dan hematom tidak ada

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, tidak teraba
ballottement

Perkusi : Nyeri ketok tidakada

b. Regio Costovertebra Sinistra

Inspeksi : Tampak alignment tulang baik, gibbus tidak ada, skoliosis tidak
ada, edema dan hematom tidak ada

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, tidak teraba
ballottement

Perkusi : Nyeri ketok tidak ada


c. Regio Suprapubik

Inspeksi : tidak tampak massa tumor, warna kulit sama dengan


sekitarnya,hematomtidak ada, jejas tidak ada

Palpasi : Tidak Teraba benjolan, nyeri tekan tidak ada

Q. Genetalia Eksterna

a. Penis:
Inspeksi : Tampak belum disirkumsisi, warna kulit lebih gelap dari
sekitarnya, OUE berada di corona penis bagian inferior, udem
tidak ada, hematom tidak ada.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada.

b. Scrotum:
Inspeksi : Tampak menggantung, warna lebih gelap dari warna kulit
sekitarnya, udem tidak ada, hematom tidak ada
Palpasi : Teraba 2 buah testis dengan bentuk dan ukuran kesan
normal. Nyeri tekan tidak ada.
c. Perineum
Inspeksi : Warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, massa tumor tidak
tampak, edema dan hematoma tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah Rutin (13 Juni 2019)
Ureum : 4,2 g/dl
Hb : 12,4 g/dl
Leukosit : 10.120/mm3 Kreatinin : 138 mmol/L
Hct : 36 %
Natrium : 138 mmol/L
Trombosit : 423.000/mm3
PT : 11,1 Kalium : 3,8 mmol/L
APTT : 46,9
Klorida : 101 mmol/L

DIAGNOSA
Hipospadia subcorona

TATALAKSANA
Urethroplasty

PROGNOSIS
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad functionam : bonam
• Quo ad sanationam : bonam
BAB 4

DISKUSI

Pasien laki-laki berudia 9 tahun datang ke Poli RSUP Dr. M. Djamil Padang
dengan keluhan Pasien mengeluhkan muara saluran kemih tidak berada di ujung
kepala penis. Lubang berada di bagian cekungan kepala penis. Pasien dan keluarga
baru menyadari ketika pasien hendak di sunat. Selama ini pasien tidak mengalami
kesulitan ketika BAK namun pasien harus sedikit menarik penis setiap BAK. Dari
Anamnesis dapat ditegakkan bahwa pasien mengalami kondisi hipospadia, yaitu
kondisi uretra tidak berada di posisi yang noormal. Berdasarkan letak uretra pada
pasien ini dapat di klasifikasikan ke dalam jenis hipospadia anterior yaitu pada
subcoronal.

Etiologi hipospadia masih belum diketahui. Genetik merupakan salah satu


fsktor resiko dapat terjadinya hipospadia. Sekitar 12 % berpengaruh terhadap
kejadian hipospadia bila punya riwayat keluarga yang menderita hipospadia dan 50%
berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila bapaknya menderita hipospadia.
Namun, pada pasien tidak didapatkan adanya riwayat penyakit keluarga dengan
keluhan yang sama.
Pada pemeriksaan fisik genetalia eksterma, penis pasien tampak belum
disirkumsisi, warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, OUE berada di corona penis bagian
inferior, udem tidak ada, hematom tidak ada, sedangkan pada pemeriksaan skrotum dan
perineum didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien hanya labor darah rutin dengan hasil dalam batas normal.
Pasien di rencanakan untuk dilakukan uretroplasty dengan tujuan untuk
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal
atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan
coitus dengan normal.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrasupena H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa

Aksara, Jakarta, 1995: 428-435.

2. Gatty J.M., Hypospadias, Last Updated : January 31, 2003,

Available at URL : http://www.emedicine.com/ped/topic1136.htm, Accessed

on August 3, 2010

3. Anonim.,hipospadia_bedah anak, available at URL :

http://www.bedah_anak/hipospadia/topic.htm

4. Santanelli F., Urogenital Reconstruction, Penile Hypospadias, Last

Updated :November 6, 2002,

Available at URL : http://www.emedicine.com/plastic/topic 495.htm,

Accessed on August 3, 2006

5. Brouwers, MM., Feitz, WFJ. 2006. Hypospadias: a transgenerational effect of

diethylstilbestrol?. Society of Human Reproduction and Embryology. Human

Reproduction Vol.21, No.3 pp. 666–669, 2006

6. Fisch, H., Golden, RJ. 2001. MATERNAL AGE AS A RISK FACTOR FOR
HYPOSPADIAS. The Journal Of Urology® Vol. 165, 934–936, March 2001.
7. Baskin, L. 2000. HYPOSPADIAS. ANATOMY, EMBRYOLOGY, AND
RECONSTRUCTIVE TECHNIQUES. Brazilian Journal of Urology. Vol. 26
(6): 621-629, November - December, 2000

25
8. Muttaqin, Arief. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba medika.
9. Wang, M. 2008. Endocrine Disruptors, Genital Review Development, and
Hypospadias. Journal of Andrology, Vol. 29, No. 5, September/October 2008.
10. Sudjatmiko. G, Hipospadia, petunjuk Praktis Ilmu bedah Plastik Rekonstruksi,

Jakarta,_ : 124 – 127

11. Thorne. C.H, Reconstruction Of The Penis, Grabb and Smith’s Plastic

Surgery. Wolteers kluwer, USA, 1997, 730 – 731.

12. Djacovic, N., Nyarangi-Dix, J. 2008. Hypospadias. Advances in Urology.


Volume 2008, Article ID 650135, 7 pages.
13. Ahmed, J. 2010. TRANSVERSE PREPUTIAL ISLAND FLAP FOR
HYPOSPADIAS REPAIR. Journal of Surgery Pakistan (International) 15 (3)
July - September 2010.
14. Arap, S., Mitre, AI. 2000. PENOSCROTAL HYPOSPADIAS. Brazilian
Journal of Urology. Vol. 26 (3): 304-314, May - June, 2000.

26

Anda mungkin juga menyukai