Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES REGIO COLLI

DISUSUN OLEH :

ELY MUNYCA FATMAWATI

P17221174054

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

2019
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses
adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
(Siregar, 2004).

Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari
jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh
enzim autolitik (Morison, 2003 dalam Nurarif & Kusuma, 2013)

Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang kemudian pecah;
rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan jaringan
parut yang kecil (Harrison, 2005)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses colli adalah suatu infeksi
kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda asing
(misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang
merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik yang timbul di dalam ruang potensial
diantara fasia leher dalam, akibat perjalanan berbagai sumber infeksi seperti gigi,
mulut, tenggorokan, sinus paranasal dan telinga leher.

2. Anatomi dan Fisiologi Leher


Leher terbagi atas dua bagian utama yang berbentuk segitiga, yaitu anterior dan
posterior, oleh otot sternomastoid yang berjalan menyerong dari prosesus mastoid
tulang pelipis ke sebelah depan klavikula dan dapat diraba disepanjang tulang itu.
Klavikula terletak pada dasar leher dan memisahkan dari thorax.

Segitiga posterior leher disebelah depan dibatasi oleh otot sternomastoid dan
dibelakang oleh tepi anterior otot trapezius. Bagian ini berisi sebagian dari plexus
saraf servikal dan plexus brakhialis. Serangkaian kelenjar limfe yang terletak
posterior dai sternomastoid dan urat-urat saraf dan pembuluh darah. Diatas segitiga
ini terletak iga pertama dan diatas iga ini berjalan arteri subklavia. Di tempat inilah
penekanan arteri subklavia dengan jari dapat dilakukan.

Segitiga anterior dari batang leher terbagai dalam beberapa segitiga lagi yaitu
segitiga karotis karena memuat arteri karotis beserta cabangnya yaitu karotis interna
dan externa dan juga vena jugularis internada dan beberapa vena, arteri dan saraf
lainnya terdapat disini.

Segitiga digastrik terletak dibawah rahang. Disini terdapat beberapa bagian dari
kelenjar submandibuler dan kelenjar parotis, cabang saraf fasialis dan arteri fasialis
dan struktur lainnya yang terletak lebih dalam termasuk beberapa pembuluh karotis.
Batang leher dari depan. Manubrium sterni merupakan patokan penting, sebab
dibelakangnya terletak sebagian dari arkus aorta dan vena-vena innominata.

Trachea dimulai langsung dibawah tulang rawan krikoid dan berjalan masuk ke
rongga torax dan berakhir untuk bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri pada
setinggi sudut sterna (sudul louis).

3. Etiologi

Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses


melalui beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
4. Manifestasi Klinis

Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,


rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat
dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa:
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah.
Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena
kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan
gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan
menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada
permukaan abses, dan lembut.
1. Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses sehingga
Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan
terbuka (pecah).
2. Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi
dapat menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.

Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin mengalami
demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih menyebarkan infeksi
keseluruh tubuh.
5. Patofisiologi

Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan
dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan
bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.


Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas.
Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi
lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar
kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.
(Utama, 2001).

6. Komplikasi

Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada
sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan
adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun
jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher
dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004).

7. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
• Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan, atau MRI.
8. Penatalaksanaan Medis

Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan


antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah dan debridement.

Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,


terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu
dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan
antibiotik.

Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila


abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah
yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang
senantiasa diproduksi bakteri.

Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,


tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir
yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi
anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.

Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,


antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering
digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten
Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut
menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas,
digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim- sulfamethoxazole, dan
doxycycline.

Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan


menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan
yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke
dalam abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH
yang rendah.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas : Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa
saja, namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2) Riwayat kesehatan sekarang

a. Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan


abses dalam seringkali sulit ditemukan.
b. Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau
terkena peluru, dll.
c. Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes
mellitus.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

a. Luka terbuka atau tertutup

b. Organ / jaringan terinfeksi

c. Massa eksudat dengan bermata

d. Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan

e. Abses superficial dengan ukuran bervariasi

f. Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.

3. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik

a. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel


darah putih.
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
4. Diagnosa Keperawatan
Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah memperoleh data melalui
pengkajian adalah merumuskan diagnosa. Pengertian dari diagnosa keperawatan
itu sendiri adalah sebuah pernyataan singkat dalam pertimbangan perawat
menggambarkan respon klien pada masalah kesehatan aktual dan resiko.
Menurut Herdman (2007), diagnosa keperawatan untuk abses adalah :

a. Pre operasi

1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi

2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

b. Post Operasi

1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan

2) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka

3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma


jaringan.
5. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan dengan menetapkan tujuan, kriteria
hasil, dan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan :

a. Pre operasi

1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.

Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri


berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan
aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV dalam
batas normal; TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x /
menit, pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1. Sebagai data awal untuk melihat
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi nyeri.
keadaan umum klien
3) Observasi reaksi non verbal dari
2. Sebagai data dasar mengetahui seberapa
ketidaknyamanan.
hebat nyeri yang dirasakan klien
4) Dorong menggunakan teknik
sehingga mempermudah
manajemen relaksasi.
intervensi selanjutnya.
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai
3) Reaksi non verba menandakan nyeri
indikasi.
yang dirasakan klien hebat
4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
dirasakan klien dengan non
farmakologis
5) Mempercepat penyembuhan terhadap
nyeri.
2) Gangguan thermoregulatory berhubungan dengan proses
peradangan

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan


Hipertermi dapat teratasi.

Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0C – 37 0C).


Intervensi Rasional

1) Observasi TTV, terutama suhu 1) Untuk data awal dan memudahkan


tubuh klien. intervensi
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
minum, minimal 8 gelas / hari. penguapan tubuh dari demam
3) Lakukan kompres hangat. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh
darah sehingga mempercepat
hilangnya demam
4) Kolaborasi dalam pemberian 4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik.
b. Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat pembedahaan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan


rasa nyaman nyeri teratasi

Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri


berkurang, klien dapat rileks, klien mampu mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi dan aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit,
pernapasan: 20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
keadaan umum klien
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi 2) Sebagai data dasar mengetahui
nyeri. seberapa hebat nyeri yang dirasakan
klien sehingga mempermudah
intervensi selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan
ketidaknyamanan. nyeri yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien dengan non
farmakologis
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai 5) Mempercepat penyembuhan
indikasi. terhadap nyeri

6. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan yaitu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Pelaksanaan Keperawatan untuk abses adalah Drainase abses dengan menggunakan
pembedahan diindikasikan apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa
yang keras menjadi tahap nanah.
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil. Evaluasi Keperawatan pada klien
dengan abses adalah :
a. Klien melaporkan rasa nyeri berkurang

b. Rasa nyaman klien terpenuhi

c. Daerah abses tidak terdapat pus

d. Tidak ditemukan adanya tanda – tanda infeksi (pembengkakan,


demam,kemerahan)

e. Tidak terjadi komplikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2013
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt
Nanda International, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2012
Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction Publishing, Jakarta, 2013
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi
2.Jakarta:EGC,2004.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2007.

Anda mungkin juga menyukai