Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

STRUMA

Disusun oleh :
EKA RACHMAWATI
NIM : 2020207209272

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN STRUMA
 
A. Konsep Dasar Penyakit
 
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesarankelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya dietiodium yang dibutuhkan untuk
produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha
meningkatkan hormon yang dihasilkan.

2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. 
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi
air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. 
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1)Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak,  kedelai).
2)Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide, sulfonylureadan
litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, 
puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksidan stress lainnya. Dimana 
menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yangdapat bekelanjutan dengan berkurangnya
aliran darah didaerah tersebut(Brunicardi et al, 2010).
 
3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik, strumadifusa toksik, struma
nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik. Dimanaistlah toksik dan nontoksik ini merujuk
pada adanya perubahan dari segi fungsifisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar
tiroid aktif menghasilkanhormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone
tiroidkurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih berfokus kepada
bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruhkelenjar tiroid
(seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik(disertai gejala
hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tandadan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid,yang dimana
benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai
dengan benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul mungkintunggal, tetapi keban
yakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabka
n kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma
dapatmenjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderitadengan struma
nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroidsehingga
produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkanhormon tiroid.
sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena pasientidak mengalami hipotiroidisme
ataupun hipertiroidisme.

4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik  (SNNT) terdapat beberapa manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher 
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan
pada respirasi dan juga esophagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atauhipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan

5. KOMPLIKASI
a. Gangguan menelan atau bernafas 
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantungkongestif ( jantung
tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium.
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasidengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).

5. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikanoleh kelenjar pituitari, yang
mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropinreleasing hormone (TRH) dari hipothalamus.
TSH menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid serta sekresinya
oleh kelenjar tiroid.Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid
dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari,yang
mengatur produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor antibodi, atau
TSH receptor agonist, seperti chorionic
gonadotropin, bisa menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, selsel peradang
an, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodultiroid. Kekurangan sintesis
hormon tiroid atau kurangnya pemasukan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan
TSHmenyebabkan peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalka
n kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.Penyebab kekurangan
hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya, kekurangan iodium, dan goitrogen.Struma
bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH receptor merangsang TSH receptor
antibodies, resistensi pituitari terhadap hormon tiroid,adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari,
dan tumor yang menghasilkan humanchorionic gonadotropin.
 
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada
orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme,
kadar normal pada orang dewasa antara1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6
mU/L.Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antiboditerhadap macam -
macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderitadengan penyakit tiroid autoimun 
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)

b. Sidik (scanning ) tiroid


Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsitiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bilauptake > normal disebut hot area,
sedangkan jika uptake < normal disebut coldarea (pada neoplasma).

c. Ultrasonography
 (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau padat.Selain itu digunakan untuk
membedakan antara nodul solid dan kistik. Bila hasilUSG memberikan gambaran solid (padat)
maka selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.

d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion(papiler), cloudy
(folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.

e.Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapatditentukan diagnosis, jenis
kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologianatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid
dan memiliki nilai
akurasi paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus atau
Fine  Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh operator yang sudah
berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH dapat menjadi metode yang efektif
untuk membedakan jinak atau ganas padanodul soliter atau nodul dominan dalam struma
multinodular. BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila BAJAH
dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu kurangdari 5% dan angka
positif palsu hampir mendekati 1% Terapi Supresi Tiroksin Salah satu cara meminimalisasi hasil
negatif palsu pada BAJAH ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.

7. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif/medika mentosa Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan
sangat awal,rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada kehamilan
(misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2)Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-tiroid,dimana bekerjanya
dengan prevensi pada sintesis dan akhir daritiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi
tiroksin (T4). Diberikandosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bilamenjadi
eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hariselama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksindan mengurangi
vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid.Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun
sekarang tidakdigunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi
dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama14 hari. 

b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I 131), biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat
anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau
pasien dengan resikotinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren.
Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
 
c.Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran kelenjar thyroid dengan
gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara parau dan gangguan pernafasan, keganasan
kelenjar tiroid, dan kosmetik.Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dansebagian kiri.
5)   Near total tiroidectom, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotalsinistra dan
sebaliknya.
6)   Radical  Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervusnaccessories, vena
jugularis eksterna dan interna, musculus sternocleidomastoideus dan musculus
omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.
 
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab


Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, no rm,diagnose medis,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama penanggung jawab,alama, umur, pekerjaan,
hubungan dengan pasien. 

b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan menelan dan
bernapas. Pada post operasi keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka
operasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yangsemakin membesar sehingga
mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,
sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

c.Pola Kebutuhan
1) Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru(pada krisis
tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,atrofi otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,terkadang nafsu makan
meningkat, makan sering, kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan
 
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas 
b) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi : Tidak ada gangguan
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher
Palpasi : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguanPerkusi : Sonor
g) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan 
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit SNNT
antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan nafas 
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

3. Intervensi Keperawatan
 
DiagnosaKeperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan napas
NOC
1. Respiratory status : ventilation
2.  Respiratory status : Airway patency
3. Aspiration control
 Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasat ercekik, irama nafas,frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal. 
b. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
NIC
1. Airway suction
a. Auskultasi suara nafas pasien 
b. Monitor status oksigen pasien
c. Berikan oksigen apabila pasienmenunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
2.   Airway Management
a. Buka jalan nafas, gunakan teknikchin lift atau jaw thrust bila perlu 
b. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
c. Monitor respirasi dan status O2
d. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
e. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
f. Atur intake untuk cairan mengoptimalka keseimbangan.

Diagnosa Keperawatan
2.Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
NOC
1. Nausea and vomiting control
2. Nausea and vomiting serverty
Setelah dilakukantindakan asuhankeperawatan selama 3 x24 jam diharapkan rasa mual klien
hilang atau berkurang dengan kriteria hasil :
1. Pasien mengatakan rasa mual berkurang atau tidak mual lagi
2. Pasien mengatakan tidak muntah
3. Tidak ada peningkatan kelenjar saliva
4. Pasien dapa tmenghindari faktor penyebab nausea dengan baik
NIC
1. Nausea management
a. Kaji rasa mual secara komperehensif mulai dari frekuensi, durasi, tingkat mual dan
faktor yang menyebabkan pasien mual.
b. Evaluasi efek mual terhadap nafsu makan pasien, aktivitas sehari –hari dan pola
tidur pasien.
c. Berikan istirahat dan tidur yang adekuat
d. Berikan KIE makan sedikit– sedikit tetapi sering dandalam keadaan hangat
e. Kolaborasi pemberian antiemetic
Diagnosa Keperawatan
3 Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
NOC
1. Cardiac pump effectiveness
2. Circulation status
3. Vital sign status
Setelah diberikan asuhan keperawtan selama 3x24jam diharapkan curah jantung dalam batas
normal, dengan kriteria hasil :
1. TTV dalam batas normal
2. Kelelahan tidak ada
3. Edema paru (-)
4. Asites (-)
5. Penurunan kesadaran (-)
NIC
1. Cardiac care
Vital sign monitoring
1. Monitor TTV dan keadaan umum pasien
2. Observasi tanda– tanda adanya edema
3. Observasi status pernafasan
4. Observasi adanya nyeri dada (intensitas, durasi, skala, lokasi nyeri)
5. Monitor balance cairan
6. Anjurkan istirahat yang cukup
7. Anjurkan menurunkan stress
 
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam ,EGC : Jakarta. 

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medisdan


Nanda
NIC-NOC , Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja.

Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. Volume 2. Jakarta:EGCPrice, Sylvia A.


2009.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC

Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
 
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi NIC,
kriteria
hasil NOC  . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai