Anda di halaman 1dari 30

FRAKTUR TERBUKA

Disusun oleh:

Rini Astika,S.Ked 04054821820043

Pembimbing:
dr. Yustina, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RSUDDR. H. M. RABAIN MUARA ENIM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Fraktur Terbuka

Oleh:

Rini Astika,S.Ked 04054821820043

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Bedah RSUD Dr. H. M. Rabaim Muara Enim dan RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang.

Muara Enim, Oktober 2019

dr. Yustina , Sp.B

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Fraktur Terbuka”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen
Bedah RSUD Dr. H. M. Rabain Muara Enim dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yustina, Sp.B selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini
dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Muara Enim, Oktober 2019

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian,
biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan
oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang. Secara
umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur
tertutup dan fraktur dengan komplikasi.1
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur terbuka
merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar dan segera
untuk mengurangi resiko infeksi. Utamanya adalah untuk mencegah infeksi, penyembuhan
fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati,
debridemen yang dapat dilakukan berulang-ulang selama 48-72 jam, stabilisasi fraktur,
penutupan kulit serta pemberian antibiotik yang adekuat. 1
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127
trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).2
Penulisan laporan kasus ini bertujuan agar sebagai dokter mampu mengenali dan
mendiagnosis suatu penyakit dengan tepat serta memberikan terapi awal dan mencegah
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Tindakan awal yang diberikan serta penanganan
terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan kompetensi dokter yang ditujukan demi kesembuhan
pasien.

4
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. T
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tanggal lahir/Umur : 36 tahun
4. Alamat : Muara Enim
5. Pekerjaan : Buruh Potong Kayu
6. Agama : Islam
7. Status perkawinan : Belum menikah
8. Tanggal MRS : 16 Oktober 2019
9. Bangsal : Lematang 2

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama: Luka dan nyeri di kaki kiri
2. Riwayat perjalanan penyakit :
±1 jam sebelum masuk rumah sakit pasien ditemukan tertimpa batang pohon tetap
di kaki kirinya. Menurut pengakuan paien, pasien ditumbur batang pohon yang
menggelinding saat ia sedang memotong pohon. Kayu tersebut mengenai betis pasien
sehingga pasien terjatuh dalam posisi telungkup. Hal tersebut menyebabkan kaki kiri
pasien mengalami luka. Kaki terasa nyeri (+), sulit digrakkan (+), pingsan (-), muntah (-),
muntah (-). Pasien langsung dibawa beorbat ke IGD RSUD Dr. H. M. Rabain Muara
Enim.
3. Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat patah tulang (-), riwayat darah tinggi (-)
4. Riwayat pengobatan :
Pasien belum dibawa berobat sebelumnya, langsung dibawa ke IGD RSUD Dr. H. M.
Rabain Muara Enim.

5
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada 17 Oktober 2019
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : E4M6V5 GCS 15
b. Tekanan darah : 110/70 mmHg
c. Heart rate : 80 kali/menit
d. Respiratory rate : 20 kali/menit
e. Temperature : 36,0oC
f. SpO2 : 98%
2. Keadaan spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Edema palpebral (-/-), Pupil bulat, isokor, diameter 3MM / 3mm;
refleks cahaya langsung (kiri (+)/ kanan (+) normal); refleks cahaya
tidak langsung (kiri (+) normal/ kanan (+) normal)
Hidung : Rinorea (-), perdarahan (-), septum deviasi (-)
Telinga : Otorhea (-), battle sign (-/-), perdarahan (-), deformitas (-)
Mulut : Cheilitis angularis (-), mukosa pucat (-), papil lidah atrofi (-)
Gigi : Baik, odontulous (-)
Leher : Trakea di tengah, tidak tampak jejas, simetris, tidak teraba
pembesaran KGB, struma thyroid tidak teraba, krepitasi (-), JVP (5-
2)cm H2O
Toraks : Cor
I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis teraba
P: batas-batas jantung normal
A: Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, HR 80 bpm, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
I: statis dan dinamis simetris, scar (-), hematom (-), flail chest (-)
P: stem fremitus sulit dinilai, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
P: sonor pada kedua lapang paru

6
A: vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : I: datar, jejas (-), scar (-)
A: Bising usus (+) normal 3 kali per menit
P: timpani pada seluruh lapang abdomen
P: nyeri tekan (-), tidak teraba massa
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik
Tungkai kiri bawah:
Look: Asimetris kanan dan kiri, luka (+), tampak kaki ditutupi oleh
bidai.
Feel: Pulsasi arteri dorsalis pedis (+), pulssi arteri tibiali posterior (+).
Move: passive movement (+), active movement (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. X-Ray Pada Tanggal 17 Oktober 2019

Toraks AP:
Tungkai bawah sinistra AP/ Lateral : Fraktur os tibia et fibula sinistra

7
E. Diagnosis Kerja
Fraktur terbuka Os Tibia sinistra 1/3 distal (AO 42A2) grade III
Fraktur terbuka Os Fibula sinistra 1/3 medial (A0 4F2A) grade III

F. Tatalaksana
Non Operatif
 dilakukan pembersihan pada area luka, luka dibalut
 dilakukan pemasangan bidai
 pasien di rawat
 puasa sebelum operasi

Operatif

 Debridement
 Rencana ORIF os tibia sinistra

Farmakologis
 IVFD Ringer laktat gtt XX/menit
 Inj. Ketorolak 3x300 mg IV
 Inj. Doripenem3x500 mg IV
 Inj. Dexketoprofen 3 x 50 mg IV

G. Prognosis
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
Follow Up
Follow Up Tanggal 17 Oktober 2019
S Nyeri kaki kiri (+)
O Sens : Compos mentiis
TD : 110/80 mmHg
N : 84 x/m
RR : 18 x/m
T : 36,7 c

Regio Cruris sinistra:


Tampak elastic perban membalut tungkai kiri. Terpasang drain yang berisi darah
sebanyak 25 cc.
A Fraktur terbuka Os Tibia sinistra 1/3 distal (AO 42A2) grade III post debridement
Fraktur terbuka Os Fibula sinistra 1/3 medial (A0 4F2A) grade III post debridement
P  IVFD Ringer laktat gtt XX/menit
 Inj. Ketorolak 3x300 mg IV
 Inj. Doripenem3x500 mg IV
 Inj. Dexketoprofen 3 x 50 mg IV
 Pro ORIF os tibia sinistra
Follow Up tanggal 18 Oktober 2019
S Nyeri di lokasi luka bekas operasi (+)
O Sens : Compos mentiis
TD : 110/80 mmHg
N : 84 x/m
RR : 18 x/m
T : 36,7 c

Regio Cruris sinistra:


Tampak elastic perban membalut tungkai kiri. Terpasang drain yang berisi darah
sebanyak 20 cc.
A Fraktur terbuka Os Tibia sinistra 1/3 distal (AO 42A2) grade III post ORIF
Fraktur terbuka Os Fibula sinistra 1/3 medial (A0 4F2A) grade III post debridement
P  IVFD Ringer laktat gtt XX/menit
 Inj. Ketorolak 3x300 mg IV
 Inj. Doripenem3x500 mg IV
 Inj. Dexketoprofen 3 x 50 mg IV

9
X-Ray Post ORIF Os Tibia Sinistra

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama, yaitu
membentuk rangka badan, tempat melekat otot, bagian dari tubuh untuk melindungi dan
mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru,
tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam dan sebagai organ yang berfungsi sebagai
jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan
trombosit.1 Secara garis besar tulang terbagi atas:
1. Tulang panjang, yang termasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang panjang
(os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis, dan metaphysis. Diaphysis atau
batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang
kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metaphysis adalah bagian tulang yang melebar
di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh trabekular atau sel spongiosa
yang mengandung sel-sel hematopoetik. Metaphysis juga menopang sendi dan menyediakan
daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epiphysis. Epiphysis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang. Seluruh tulang dilapisi oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum.
2. Tulang pendek antara lain : tulang vertebra dan tulang-tulang carpal
3. Tulang pipih antara lain : tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

Gambar 1.Bagiam Tulang Panjang

11
Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian dalam
yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan diluarnya dilapisi oleh periosteum.
Berdasarkan histologisnya maka dikenal1:

 Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertma-tama
terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan kemudian secara
perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1 tahun tulang imatur tidak
terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan
mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.
 Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)
o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, jaringan
kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem Harversian atau osteon
yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang
mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang
imatur.1,10

Tulang terdiri atas bahan antar sel dan sel tulang. Sel tulang ada 3, yaitu osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Sedang bahan antar sel terdiri dari bahan organik (serabut kolagen, dll)
dan bahan anorganik (kalsium, fosfor, dll). Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil
diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai
sel osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi
terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila
kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat sesudah osteoblas dikelilingi
oleh substansi organik intraseluler, disebut osteosit dimana kradaan ini terjadi dalam lakuna.1,2,10

Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam recycling garam
kalsium dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas adalah sel makrofag yang
aktivitasnya meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui

12
proses aktivitas osteoklasis yang mengilangkan matriks organik dan kalsium secara bersamaan
dan disebut deosifikasi. Jadi dalam tulang selalu terjadi perubahan dan pembaharuan.2,3

Gambar 2 :Bagian-bagian tulang

Tulang dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks yang
disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matiks tulang pada
matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral). Struktur tulang berubah sangat lambat
terutama setelah periode pertumbuhan tulang berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih
banyak terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai
suatu organ biokimia utama tulang. Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%),
substansi anorganik (45%), air (20%). Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi
organik intraseluler atau matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%),
sedangkan sisanya adalah asam hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik
terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil,
karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang
kemungkinan besar mempunyai peranan penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi
kalsifikasi.2,10,11

13
3.2 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan dan
vaskularisasi disekitarnya yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun
tidak langsung atau karena adanya kelainan yang bersifat patologis.Akibat dari suatu trauma
pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma.3,5
Fraktur terbuka (open/compound) adalah fraktur dimaa terdapat hubungan fragmen fraktur
dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga ke
permukaan kulit atau kulit permukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari
luar hingga kedalam.3,5

3.3 Epidemiologi
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Berdasarkan data WHO bahwa dekade ini (2000-
2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan
keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin
pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan,
jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka
mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang
dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah
raga.5,14
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas kurang lebih 12.000 orang pertahun,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar dan
berkurangnya kualitas hidup seseorang akibat kecatatan yang permanen.5
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Dari 31,575 kejadian fraktur pertahun di Amerika didapatkan 1000 kejadian fraktur terbuka dan
tertinggi yakni fraktur ekstremitas bawah sekitar 3,7 % pertahunnya atau 488 kejadian fraktur
terbuka dari 13,096 fraktur ekstremitas bawah. Diurutan selanjutnya yaitu fraktur terbuka
esktremitas atas 3,3%, pelvis 0,6%, bahu 0,2%.6,14

14
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan area yang
mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan infeksi dapat masuk ke lokasi
fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang
sulit ditangani. Gustilo dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki
hasil kultur yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang
memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan definitif. Oleh
karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut dengan
penanganan dini.14

3.3 Klasifikasi
Klasifikasi pada fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson (1976) dibagi dalam beberapa
tipe sesuai derajat kerusakan yang terjadi yaitu6;
Tabel 1. Klasifikasi Fraktur menurut Gustilo-Anderson (1976)
Klasifikasi Batasan
Tipe I Luka bersih dengan panjang luka <1 cm
Tipe II Panjang luka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang hebat
Tipe III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma
amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur yang perlu repair
vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.
Tipe IIIa Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang
hebat ataupun adanya flap.Fraktur bersifat segmental atau kominutif yang hebat.
Tipe IIIb Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan
jaringan,terdapat pendorongan(stripping) periost,tulang terbuka,kontaminasi yang
hebat serta fraktur kominutif yang hebat.
Tipe III c Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan
perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

3.4 Etiologi
Fraktur merupakan keadaan dimana terjadinya diskontinuitas pada tulang. Fraktur terbuka
disebabkan oleh1 :
- Trauma langsung

15
Trauma langsung adalah trauma yang terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur pada
tulang tersebut.
- Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung adalah trauma yang terjadi jauh dari tulang yang mengalami
fraktur.
- Kecelakaan
- Osteoporosis
- Luka tembak

3.5 Manifestasi Klinis6,8


- Deformitas karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur
- Nyeri terus menerus dan bertambah berat terutama bila digerakan
- Pembengkakan, memar dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perubahan yang mengikuti fraktur.
- Ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak akibat terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan.
- Krepitasi yaitu derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
fragmen lainnya.

3.6 Pemeriksaan Penunjang6,8


Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu melihat kondisi fraktur antara lain:
- Foto rontgen: untuk melihat tingkat kerusakan tulang
- CT-Scan: untuk melihat seberapa luas jaringan lunak yang rusak
- Darah lengkap: untuk melihat kondisi sistemik akibat fraktur

3.7 Diagnosis
Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
 Anamnesis

16
Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan mengalami trauma sebelumnya baik
secara langsung maupun tidak langsung lalu terdapat ketervatasan dalam menggerakan
anggota gerak dan disertai luka pada daerah yang mengalami fraktur dan trauma.4

 Pemeriksaan fisik
Pada status generalis, perlu diperhatikan ABCs pada pasien. Lihat apakah terdapat
gangguan pada Airway, Breathing, Circulation, dan Cervical injury. Setelah memeriksa
status generalis, maka dilakukan pemeriksaan pada status lokalis.Pada pemeriksaan
lokalis dilakukan pemeriksaan berupa inspeksi, palpasi, dan movement.4
- Inspeksi (Look) pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin dapat terlihat
namun, hal yang sangat penting adalah apakah kulit pada daerah tersebut intak atau
tidak. Apabila kulit tersebut tidak intak maka fraktur tersebut memiliki hubungan
dengan dunia luar yaitu fraktur terbuka (compound fracture).4
- Palpasi (Feel) Palpasi harus dilakukan pada seluruh ekstremitas dari proksimal hingga
distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa
sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi
bersaman dengan cedera utama.4,8
- Pergerakan (Movement). Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih
penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi di bagian
distal cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.4,9
 Pemeriksaan penunjang
- Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Untuk foto polos, terdapat prinsip rule of two yaitu12,13 :
 2 posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)

17
 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi
yang mengalami fraktur
 2 anggota gerak
 2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah
tulang. Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang
 2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-
14 hari kemudian.
Namun untuk mendiagnosis fractur tidaklah cukup hanya dengan menggunakan foto polos
saja sehingga dibutuhkan modalitas lain seperti13,15 :
- CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau
sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
- MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan jaringan lunak.
mRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon,ligamen, otot, tulang rawan
dan tulang.
- Radioisotop scanning
- Tomografi

3.8 Tatalaksana15,16
Prinsip Pengobatan ada 4 yaitu :
1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
Awal pengobatan perlu diperhatikan :
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
- Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik yaitu:
- Alignment yang sempurna
- Aposisi yang sempurna

18
3. Retention
Imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Tahap-Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka16


1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan
bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak,
fascia, otot dan fragmen yang lepas
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi
eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya
kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila penutupan membuat
kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase
isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka dapat
dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup
kembali disebut delayed primary closure. yang perlu mendapat perhatian adalah
penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis
yang adekuat sebelum, pada saat dan sesudah tindakan operasi. Co amoxiclav atau
cefuroxime (klindamisin jika alergi penisilin) merupakan antibiotik pilihan pertama
sebagai pencegahan terhadap bakteri gram positif dan gram negative. Bersamaan saat
dilakukan debridement dapat dikombinasikan dengan gentamisin.

19
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi
yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).

Perawatan lanjut dan rehabilitasi fraktur terbuka :


1. Menghilangkan nyeri.
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengusahakan terjadinya union.
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi otot dan
sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah komplikasi seperti
dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi untuk memperkuat otot-
otot serta gerakan sendi baik secara isomeric(latihan aktif static) pada setiap otot
yang berada pada lingkup fraktur serta isotonic yaitu latihan aktif dinamik pada otot-
otot tungkai dan punggung.

Tindakan Pembedahan7,17
Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah
kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan
metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.
- Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi ke posisi normal kemudian
diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat logam ke permukaan luar
tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang
bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk
kerusakan jaringan dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu
sebelum operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman.
- Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk
menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup

20
ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian
fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di
luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang
dalam posisi yang tepat.
Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation biasanya
diindikasikan pada keadaan berikut:7
 Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia sudah
terjadi >8 jam
 Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang tersisa untuk
revaskularisasi sangat minimal
 Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir repair tidak lebih
baik dari penggunaan prosthesis.
 Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan mengurangi efek
sistemik/life saving
 Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya penyakit kronik
yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan vaskular perifer berat dan
neuropati.
 Kondisi bencana / mass disaster

3.9 Proses Penyembuhan Fraktur9,18


Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu :
1. Fase hematoma(dalam waktu 24 jam timbul perdarahan)
Apabila terjadi fraktur tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.Periosteum akan terdorong dan dapat
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ektravasasi darah ke dalam jaringan lunak.Osteosit dengan lakunanya yang terletak
didekat fraktur akan kehilangan darah dan mati,yang akan menimbulakn suatu daerah
cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi/inflamasi (terjadi 1-5 hari)

21
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktir sebagai suatu reaksi
penyembuhan.Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi
dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum
membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Pada tahap
awal penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang
member pertumbuhan cepat .setelah beberapa minggu ,kalus dari fraktur akan
membentuk massa yang meliputi jaringan osteogenik.
3. Fase pembentukan kalus(terjadi 6-10 hari setelah trauma)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.tempat
osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk tulang imatur.Bentuk tulang ini disebut woven bone.
4. Fase konsolidasi (2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan
kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling(waktu lebih dari 10 minggu)
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap
terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
hilang.kalus intermediate berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem
haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan membentuk ruang
sumsum.

Gambar 3.Fase penyembuhan fraktur pada tulang kortikal

22
3.10 Komplikasi18
Komplikasi dari fraktur terbuka dapat dibagi dalam dua fase yaitu:
1. Fase dini komplikasi ini timbul dalam waktu beberapa hari atau beberapa
minggu setelah terjadinya fraktur. Komplikasi yang muncul pada fase dini ini
antara lain; kerusakan lapisan visceral, kerusakan pembuluh darah, kerusakan
pembuluh saraf, sindroma kompartemen, haemarthrosis, infeksi, gas gangrene.
2. Fase lambat  komplikasi ini timbul dalam waktu beberapa minggu hingga
beberapa bulan setelah terjadinya fraktur. Komplikasi yang muncul pada fase
lambat ini antara lain; delayed union, non-union, malunion, avascular necrosis,
gangguan pertumbuhan, lesi tendon, kompresi saraf, osteoarthritis.

3.11 Prognosis
Prognosis pada fraktur terbuka tergantung dari derajat fraktur, dan penanganan pada fraktur
tersebut. Semakin berat derajat fraktur, semakin lama dan buruknya penanganan maka prognosis
akan buruk.

23
BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. T, 36 tahun, dibawa brobat ke RS Dr. H. Rabain karena mengalami luka di kaki
kirinya saat sedang memotong pohon. Pasie mengaku kakinya ditumbur oleh batang poho yang
menggelinding dari arah belakang kemudian batang pohon tersebut mengenai betis kiriya
sehingga pasien terguling telungkup. Pasien mengeluh nyeri pada kaki kirinya. Kaki kiri sulit
digerakkan (+), penurunan kesadaran saat kejadian (-).

Primary Survey
A: Clear
B: Spontan, RR 20x/m
C: Hemodinamik stabil, TD 110/70 mmHg, HR 80x/m
D: Alert

Secondary Survey
GCS : E4V5M6
Kepala : Cephalhematom (-)
Mata : Edema palpebral (-/-), Pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm;
refleks cahaya langsung (+/+); refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung : Rinorea (-), perdarahan (-), septum deviasi (-)
Telinga : Otorhea (-), battle sign (-/-), perdarahan (-), deformitas (-)
Mulut : Cheilitis angularis (-), mukosa pucat (-), papil lidah atrofi (-)
Gigi : Baik, odontulous (-)
Leher : Trakea di tengah, tidak tampak jejas, simetris, tidak teraba
pembesaran KGB, struma thyroid tidak teraba, krepitasi (-), JVP (5-
2)cm H2O
Toraks : Cor
I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis teraba

24
P: batas-batas jantung normal
A: Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, HR 80 bpm, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
I: statis dan dinamis simetris, scar (-), hematom (-), flail chest (-)
P: stem fremitus sulit dinilai, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
P: sonor pada kedua lapang paru
A: vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : I: datar, jejas (-), scar (-)
A: Bising usus (+) normal 3 kali per menit
P: timpani pada seluruh lapang abdomen
P: nyeri tekan (-), tidak teraba massa
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-),
Tungkai kiri bawah:
Look: Luka terbuka (+), asimetris kanan dan kiri, tampak kaki ditutupi
oleh bidai.
Feel: Pulsasi arteri dorsalis pedis (+), pulsasi arteri tibialis posterior
(+),CRT <2 detik, SpO2 98%, sensorik (+) normal
Move: active ROM terbatas karena nyeri, passive ROM (+)

25
Pemeriksaan Penunjang
X-Ray Tungkai Kiri Bawah AP/Lateral
17/10/2019

Kesan:
Fraktur os tibia 1/3 distal (AO 42A2)
Fraktur os fibula 1/3 medial (AO 4F2A)

Klasifikasi AO Tibia

26
27
Klasifikasi AO Fibula

28
Diagnosis:
Fraktur terbuka Os Tibia sinistra 1/3 distal (AO 42A2) grade III
Fraktur terbuka Os Fibula sinistra 1/3 medial (A0 4F2A) grade III

Fraktur pada shaft (batang) tibia dan fibula yang sering disebut fraktur kruris merupakan
fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum
yang melapisi tibia agak tipis terutama path daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga
tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung
dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.
Fraktur terbuka adalah adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan
dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga ke permukaan
kulit atau kulit permukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga
kedalam.
Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Terbuka Menurut Gustilo-Anderson

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania. 2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012, May 21).
Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-
overview#aw2aab6b3.Accessed 17 Oktober 2019.
3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available from
http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm. Accessed 17 Oktober
2019.
4. American College of Surgeons. Advance Trauma Life Support Course for Physicians
(1993), USA
5. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka, Edisi ke-3. Jakarta:
PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478.
6. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures. Available from
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582. Accessed 18 Oktober 2019.
7. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation. 2009[cited 2011
Feb 2]. Available from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview.
Accessed 17 Oktober 2019.
8. Chapman MW. Open Fractures in in Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1.
2001[online database]. Lippincott Williams & Wilkins.
9. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.
10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang, Edisi ke-3.
Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11.
11. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar. Jakarta : EGC.
12. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System Third
Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417- 498
13. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's Fractures in Adults,
6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331
14. Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology of open fractures. Court-Brown CM,
McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of open fractures. London: Martin Dunitz,
25-35.
15. Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture. http://www.ivis.org
[diakses 18 Oktober 2019].
16. Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D (1990) Current Concepts Review. The
Management of Open Fractures. J. Bone and Joint Surg, 72-A(2): 299303.
17. Sachdeva R.K., 1996. Catatan Ilmu Bedah. Ed 5, Jakarta: Hipocrates, hal 245-249
18. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika:
Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai