Anda di halaman 1dari 15

Presentasi Kasus Ujian Bedah Plastik

SEORANG LAKI-LAKI USIA 20 TAHUN DENGAN SKIN LOSS AND


SOFT TISSUE LOSS REGIO CRURIS SINISTRA

Oleh :
NADIYA NUR HALIMA
G991903042

Periode: 2 – 6 September 2019

Pembimbing:
dr. Amru Sungkar Sp.B, Sp.BP-RE.

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH PLASTIK DAN REKONSTRUKSI ESTETIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
2019
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn MH
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Ponorogo, Jawa Timur
Nomor RM : 0147xxxx
Tanggal Masuk : 28 Agustus 2019
Tanggal Periksa : 5 September 2019

B. Keluhan Utama
Nyeri pada kaki kiri setelah kecelakaan lalu lintas

C. Riwayat Penyakit Sekarang


1 hari SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai
motor dengan menggunakan helm standar. Pasien ditabrak oleh motor dari
arah belakang, kemudian pasien terjatuh dengan posisi miring dengan
pinggul dan kaki kiri terlebih dahulu. Pasien oleh penolong sekitar dibawa
ke RS Ponorogo. Tiba di RS Ponorogo dalam keadaan sadar, tidak
didapatkan muntah, tidak kejang, dan merasakan nyeri di perut, pinggul
dan kaki kiri. Di RS Ponorogo pasien diberi terapi infus, dilakukan foto
rontgen, lalu luka di kaki dibersihkan. Karena keterbatasan sarana pasien
kemudian dirujuk ke RSUD Dr Moewardi.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal, riwayat penyakit kencing manis
disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat operasi : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang mahasiswa yang tinggal serumah dengan orang
tuanya. Saat ini pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

II. PRIMARY DAN SECONDARY SURVEY

A. Primary Survey
1. Airway : Bebas
2. Breathing :
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, RR 20x/menit
Palpasi : Krepitasi -/-
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi: SDV +/+, ST -/-
3. Circulation : TD 130/80 mmHg, nadi 82x/menit
4. Disability : GCS E4V5M6
: Pupil isokor 3mm/3mm
: Refleks cahaya +/+
5. Exposure : T= 37.0oC per axilla
B. Secondary Survey
1. Kepala : tak ada kelainan
2. Mata : tak ada kelainan
3. Telinga : tak ada kelainan
4. Hidung : tak ada kelainan
5. Leher : tak ada kelainan
6. Thorax : jejas (-)
7. Abdomen :
I : luka (-)
A : BU (+) menurun
P : distensi (+), NT (+)
P : timpani
8. Ekstremitas
a. R pelvis
L : skin intak (+), swelling (+),
F : NT (+), NVD (-)
M : ROM terbatas nyeri
b. R cruris (S)
L : skin intak (-), swelling (+)
F : NT (+), NVD (-)
M : ROM terbatas nyeri

C. Assesment
Skin loss and soft tissue loss regio cruris (S)
TTA Hemodinamik stabil
Fraktur pelvis (S)

D. Plan
1. Oksigen nasal kanul 3 lpm
2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
3. Rontgen abdomen 3 posisi, pelvis, cruris (S),
4. Pro debridement vulnus avulsi regio cruris (S)
5. Pro laparotomy eksplorasi
6. Pro pelvic sling

III.PEMERIKSAAN FISIK (5 September 2019)


A. Keadaan Umum
1.Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2.Derajat kesadaran : Compos mentis
3. Vital Sign : Laju Nadi : 86 kali/menit
Laju Nafas :22 kali/menit
Temperatur : 36,8oC per axilla

Status Generalis
1. Kepala : mesocephal, rambut hitam, rambut rontok (-)
2. Mata : sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-/-)
3. Telinga : normotia, sekret (-/-), darah (-/-)
4. Hidung : simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-)
5. Mulut : mukosa basah (+)
6. Leher : pembesaran limfonodi (-)
7. Thorak : bentuk normochest, simetris, gerak pernafasan simetris
8. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan melebar
Auskultasi : BJ 1-2 reguler, intensitas normal

9. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri,
terpasang WSD pada dada kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan -/+
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : SDV +/+ normal, RBH -/-, RBK -/-
10. Abdomen
Inspeksi : luka (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), pembesaran hepar lien (-)
11. Ekstremitas : CRT<2 detik, ekstremitas kiri tertutup verban,
nyeri tekan (+) pada ekstremitas kiri

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (RSDM, 31 Agustus 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
DARAH RUTIN
Hemoglobin 11,2 g/dL 12.3 – 15.3
Hematokrit 35 % 33 – 45
Leukosit 9.4 ribu/µl 4.5 – 11.0
Trombosit 121 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 4.05 juta/µl 4.10 – 5.90

V. Status Lokalis
Regio Cruris (S)
Look : Tampak luka pada regio cruris sinistra tertutup verban
Feel : nyeri tekan (+), NVD (-)
Move : ROM terbatas nyeri
Foto Klinis Tn MH, post debridement a.i skin loss and soft tissue loss

VI. ASSESMENT
BEDAH PLASTIK
Post debridement atas indikasi skin loss and soft tissue loss regio cruris
sinistra, pro negative pressure wound therapy (NPWT)

VII. PLAN BEDAH PLASTIK


1. Diet TKTP 1700 kkal
2. Infus RL 20 tpm
3. Inj. Paracetamol 1gr/8 jam
4. Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
5. Pro negative pressure wound therapy (NPWT)
6. Terapi sesuai TS Bedah Digestif dan Bedah Orthopedi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Skin loss dan soft tissue loss dapat disebut juga vulnus avulsi, atau
degloving injury. Degloving injury adalah suatu cedera avulsi yang
menandakan terlepasnya kulit dan jaringan subkutan dari fasia dan otot
yang terletak di bawahnya. Cedera semacam ini paling banyak melibatkan
ekstremitas, kulit kepala, wajah, genitalia dan torso, dan penyebab
tersering adalah kecelakaan industri dan lalu lintas. Cedera tersebut sering
disertai dengan cedera pada jaringan sekitar, fraktur atau cedera lain yang
dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi mulai dari infeksi,
hilangnya darah yang masif hingga kematian. Komplikasi yang dapat
terjadi salah satunya adalah nekrosis parsial ataupun total pada jaringan
akibat kerusakan pembuluh darah subkutan yang memberi nutrisi pada
jaringan. Keparahan komplikasi tergantung pada mekanisme luka, letak
anatomis luka dan jenis degloving injury. Diagnosis yang cepat merupakan
tahap yang penting untuk hasil yang baik (Latifi et al, 2014; Wójcicki et al,
2011)

B. Klasifikasi
Klasifikasi degloving injury menurut Arnez et al (2010) dibagi
menjadi 4 bentuk yaitu:
1. Terbatas pada abrasi/avulsi:
Hilangnya jaringan sebagai dampak adanya abrasi terhadap suatu gaya
atau tarikan. Sering terjadi pada penonjolan tulang
2. Non circumferential degloving:
Pada tipe ini sebagian besar kulit masih ada, baik berupa flap atau area
dengan udermining yang luas.
3. Circumferential single plane degloving
Dapat berbentuk terbuka maupun tertutup yang berhubungan dengan
satu dasar diantara fascia profunda dan lemak subkutan dan kulit.
Perlu diperhatikan kondisi otot dibawahnya apakah masih viable atau
tidak.
4. Circumferential multiplane degloving
Diikuti dengan kerusakan kelompok otot atau otot dan periosteum.
Merupakan derajat paling berat dan memiliki kemungkinan
penyembuhan primer paling kecil

C. Etiologi
Degloving injury pada ekstremitas inferior yang melibatkan kaki dan tumit
sering disebabkan oleh high impact trauma seperti kecelakaan lalu lintas
dan crush injuries. High impact trauma dapat terjadi pada kecelakaan
antara kendaraan yang berat dengan pengendara yang memiliki proteksi
minimal seperti sepeda motor. Crush injuries adalah suatu keadaan
dimana bagian dari tubuh tertekan secara paksa diantara 2 permukaan
keras dan adanya kompresi pada massa otot menyebabkan hambatan aliran
darah dan oksigen ke jaringan yang menyebabkan iskemia. Iskemia yang
berlanjut dalam beberapa jam dapat berubah menjadi nekrosis.

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan degloving injury tertutup dapat datang beberapa bulan
setelah terjadinya trauma dengan keluhan membengkaknya daerah
yang terkena trauma dan tidak kunjung berkurang.
2. Pemeriksaan fisik
Penilaian klinis dari luka penting tetapi sulit untuk menentukan
luasnya cedera. Penggunaan fluoresensi intravena dapat digunakan
untuk membedakan kulit yang viable dan nonviable
Jika aliran darah arteri adekuat, dapat dilakukan debridement pada
jaringan lunak dan ditutup tanpa tension. Setelah avulsi, adanya
perubahan warna kulit, suhu kulit, perdarahan harus diperhatikan
untuk menilai viabilitas jaringan
Degloving injury terbuka memiliki gambaran klinis yaitu hilangnya
jaringan lunak diikuti dengan kulit yang teravulsi diikuti abrasi,
ekimosis ataupun luka pada kulit. Sedangkan degloving injury tertutup
lebih sulit untuk didiagnosis dan dapat terlewatkan. Pada degloving
injury tertutup biasanya ditemukan di regio panggul, trochanter major
atau di regio dorsolumbal dan dapat diikuti fraktur acetabulum atau
cincin pelvis. Apabila degloving injury tertutup terjadi pada trochanter
major, maka disebut Morel-Lavallee lesion. Dari pemeriksaan fisik
dapat ditemukan adanya area yang berfluktuasi dan adanya
pembengkakan. Dapat juga ditemukan nekrosis dan hematoma dan
penurunan sensasi raba. Adanya nekrosis dan hematoma dapat
menunjukkan kemungkinan infeksi (Hakim et al, 2016)
3. Pemeriksaan penunjang
CT Scan dan USG dapat membantu menegakkan diagnosis degloving
injury terutama tipe tertutup. Akan tampak ruangan yang terletak di
antara subkutan dan fascia yang berisi cairan. MRI dapat menjadi
pilihan untuk melihat hubungan dengan fascia dibawahnya (Hakim et
al, 2016)

E. Tatalaksana
Tatalaksana dari degloving injury merupakan hal yang kompleks dan
membutuhkan penilaian yang teliti terhadap jaringan yang tidak vital dan
suplai darah pada jaringan yang terluka. Prinsip umum tatalaksana pada
degloving injury adalah menyelamatkan jaringan sebanyak mungkin.
Pembedahan yang dilakukan harus mempertimbangkan kemngkinan
adanya fraktur tulang dan cedera pada jaringan lunak. Golden time untuk
tatalaksana cedera avulsi adalah 8 jam setelah kejadian karena jaringan
yang mengalami avulsi akan mengalami iskemia dan nekrosis akibat
gangguan sirkulasi (Chen& Liu, 2016; Altun et al, 2017)
Pada degloving injury tertutup, tatalaksana utama adalah evakuasi
hematoma, irigasi luka dan pemasangan drainase apabila jaringan masih
viabel. Apabila didapatkan adanya deformitas, dapat dilakukan kompresi
dan displacement dari lemak subkutaneus serta melakukan eksisi lemak
yang nekrosis (Andres et al 2016).
Pada pasien dengan multi trauma yang mengalami degloving injury,
tatalaksana pertama yang diberikan mengikuti guideline ATLS dan cedera
yang bersifat life threatening harus ditangani terlebih dahulu. Setelah
kondisi pasien stabil maka evaluasi lebih lanjut dapat dilakukan.
Tatalaksana kegawatan yang dapat dilakukan adalah debridement
dan reposisi bagian yang mengalami avulsi kembali ke posisi awalnya.
Akan tetapi dalam melakukan reposisi perlu diperhatikan viabilitas dari
jaringan lunaknya. Apabila dilakukan eksisi total dari jaringan yang avulsi,
akan menyebabkan kehilangan jaringan berlebih, meningkatan morbiditas,
membutuhkan bagian lain untuk digunakan sebagai donor, dan
meningkatkan jumlah prosedur pembedahan serta memperlama waktu
rawat inap dengan biaya yang meningkat
1. Konservatif
Yaitu manajemen dimana hematom subkutan dan lemak yang mati
diangkat kemudian dilanjutkan drainase dan penutupan luka dengan
tekanan. Yang perlu diperhatikan pada manajemen konservatif adalah
apabila luka cukup luas maka otot yang terkena tidak dapat diinspeksi
secara langsung sehingga dapat terjadi sindroma kompartemen atau
crush syndrome.
2. Free tissue transfer
Dilakukan pada pasien dengan degloving injury yang terbatas pada
abrasi dan atau avulsi. Metode ini berfungsi menutup tendon, tulang
dan persendian yang terekspos dan direkomendasikan karena
meminimalkan eksisi jaringan. Jaringan yang ditransfer dapat berasal
dari flap paha anterolateral atau dari flap musculus latissimus dorsi.
Akan tetapi, tindakan ini masih jarang dilakukan karena membutuhkan
keahlian mikrovaskuler dan membutuhkan prosedur lanjutan seperti
perbaikan skar dan penipisan flap (Latifi et al, 2014)
3. Skin graft
Penggunaan graft memiliki keberhasilan lebih tinggi bila
menggunakan vacuum assited closure (VAC). VAC dapat
mengevakuasi darah dan cairan yang dikeluarkan luka sehingga
mencegah terjadinya seroma, hematoma dan infeksi (Dini, 2012). Skin
graft dengan ketebalan penuh dapat dibuat dari flap dengan cara
menghilangkan lemak subkutan. Teknik graft dengan ketebalan penuh
berguna untuk degloving injury terutama pada ekstremitas inferior
karena memberikan fiksasi graft pada dasarnya sehingga mencegah
adanya robekan apabila ada gaya dan dapat menghindari terbentuknya
hematoma. Penggunaan Fibroblast Growth Factor (FGF) pada full-
thickness skin graft dapat menstimulasi endotel vaskuler dan sel
epidermis melakukan angiogenesis, pembentukan jaringan granuulasi
dan epitelialisasi. Epitelialisasi membantu mencegah terbentuknya skar
hipertrofi dan kontraktur. Metode ini menunjukkan penutupan luka
yang cepat dan mempercepat penyebuhan sehingga mencegah adanya
prosedur rekonstruksi lanjutan. (Pilanci et al, 2013; Sakai et al, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

1. Akhtar, S., & Hameed, A. (2006). Versatility of the sural fasciocutaneous flap
in the coverage of lower third leg and hind foot defects. Journal of Plastic,
Reconstructive & Aesthetic Surgery, 59(8),
839–845.doi:10.1016/j.bjps.2005.12.009
2. Altun, S., Orbay, H., Ekinci, M., Cetinbas, A., Bal, A., Arpaci, E., & Okur, M.
İ. (2017). A comparison of rat degloving injury models. Acta orthopaedica et
traumatologica turcica, 51(4), 308–312. doi:10.1016/j.aott.2017.03.007
3. Andres, T., von Lübken, F., Friemert, B., & Achatz, G. (2016). Vacuum-
Assisted Closure in the Management of Degloving Soft Tissue Injury: A Case
Report. The Journal of Foot and Ankle Surgery, 55(4),
852–856.doi:10.1053/j.jfas.2015.12.002
4. Arnez, Z.M., Khan, U., Tyler, M.p. (2010). Classification of soft-tissue
degloving in limb trauma. Journal of Plastic, Reconstructive & Aesthetic
Surgery , 63(11), 1865 - 1869
5. Chen, Y., & Liu, L. (2016). Clinical analysis of 54 cases of large area soft tissue
avulsion in the lower limb. Chinese journal of traumatology = Zhonghua
chuang shang za zhi, 19(6), 337-341. H
6. Dini M1, Quercioli F., Mori A. Vacuum-assisted closure, dermal regeneration
template and degloved cryopreserved skin as useful tools in subtotal degloving
of the lower limb. Injury. 2012;43:957–959.
7. Faisham, W., Azman, W., Muzaffar, T., Muslim, D., Azhar, A., & Yahya, M.
(2012). Traumatic hemipelvectomy with free gluteus maximus fillet flap covers:
a case report. Malaysian orthopaedic journal, 6(3), 37–39.
doi:10.5704/MOJ.1207.002
8. Farooq, H. U., Ishtiaq, R., Mehr, S., Ayub, S., Chaudhry, U. H., & Ashraf, A.
(2017). Effectiveness of Reverse Sural Artery Flap in the Management of
Wheel Spoke Injuries of the Heel. Cureus, 9(6), e1331.
doi:10.7759/cureus.1331
9. Hakim, S., Ahmed, K., El-Menyar, A., Jabbour, G., Peralta, R., Nabir, S.,
Mekkodathil, A., Abdelrahman, H., Al-Hassani, A., Al-Thani, H. (2016).
Patterns and management of degloving injuries: a single national level 1 trauma
center experience. World journal of emergency surgery : WJES, 11, 35.
10. Husain, Zeeshan S et al. (2003). Maggot therapy for wound debridement in a
traumatic foot-degloving injury: a case report. The Journal of Foot and Ankle
Surgery, Volume 42, Issue 6, 371 – 376
11. Kim, S. and Ma, D. (2018). Soft Tissue Management of Degloving Wounds:
Two Cases. Trauma Image and Procedure, 3(1), pp.30-32.
12. Latifi, R., El-Hennawy, H., El-Menyar, A., Peralta, R., Asim, M., Consunji, R.,
& Al-Thani, H. (2014). The therapeutic challenges of degloving soft-tissue
injuries. Journal of emergencies, trauma, and shock, 7(3), 228-32.
13. Lv, Z., Yu, L., Fu, L., Wang, Q., Jia, R., Ding, W., & Shen, Y. (2019). Revision
surgery with dermal regeneration template and vacuum sealing drainage for
reconstruction of complex wounds following necrosis of reattached avulsed
skins in a degloving injury: A case report. Medicine, 98(23), e15864.
doi:10.1097/MD.0000000000015864
14. Naalla R, Singhal M. (2017). A simple turnover technique to harvest skin graft
from the avulsed skin. Case Reports bcr-2017-222784.
15. Ozturk C.N., Opara P., Ozturk C. (2015) Treatment of foot degloving injury
with aid of negative pressurewound therapy and dermal regeneration template.
J Foot Ankle Surg. 54:1132–1135.
16. Panse, N., Sahasrabudhe, P., & Joshi, N. (2014). Face avulsion and degloving.
World journal of plastic surgery, 3(1), 64–67.
17. Pazio, A., Santos, V. B., & Salles Junior, G. S. (2018). Effect of cilostazol in
experimental model of degloving injuries in rat limbs. Acta Cirurgica
Brasileira, 33(4), 296–305.doi:10.1590/s0102-865020180040000001
18. Pilanci, O., Akoz Saydam, F., Basaran, K., Datli, A. and Guven, E. (2013).
Management of the soft tissue extremity degloving injuries with the full-
thickness grafts obtained from the avulsed flap. Turkish Journal of Trauma and
Emergency Surgery, 19(6), pp.516-520
19. Saab, I. R., Sarhane, K. A., Ezzeddine, H. M., Abu-Sittah, G. S., & Ibrahim, A.
E. (2014). Treatment of a paediatric patient with a distal lower extremity
traumatic wound using a dermal regeneration template and NPWT. Journal of
Wound Care, 23(Sup10), S5–S8.doi:10.12968/jowc.2014.23.sup10.s5
20. Schlatterer, D., & Hirshorn, K. (2008). Negative Pressure Wound Therapy With
Reticulated Open Cell Foam-Adjunctive Treatment in the Management of
Traumatic Wounds of the Leg: A Review of the Literature. Journal of
Orthopaedic Trauma, 22 (Supplement 10),
S152-S160.doi:10.1097/bot.0b013e318188e2d7
21. Sakai, G., Suzuki, T., Hishikawa, T., Shirai, Y., Kurozumi, T., & Shindo, M.
(2017). Primary reattachment of avulsed skin flaps with negative pressure
wound therapy in degloving injuries of the lower extremity. Injury, 48(1), 137–
141. doi:10.1016/j.injury.2016.10.026
22. Taras, J. S., Sapienza, A., Roach, J. B., & Taras, J. P. (2010). Acellular Dermal
Regeneration Template for Soft Tissue Reconstruction of the Digits. The
Journal of Hand Surgery, 35(3), 415–421.doi:10.1016/j.jhsa.2009.12.008
23. Wójcicki, P., Wojtkiewicz, W., & Drozdowski, P. (2011). Severe Lower
Extremities Degloving Injuries - Medical Problems and Treatment Results.
Polish Journal of Surgery, 83(5). doi:10.2478/v10035-011-0043-3
24. Yan, H., Gao, W., Li, Z., Wang, C., Liu, S., Zhang, F. and Fan, C. (2013). The
management of degloving injury of lower extremities. Journal of Trauma and
Acute Care Surgery, 74(2), pp.604-610.
25. Yang SC, Su JY, Yu SW, Tu YK. (2004). Retrograde tibial nail for femoral
shaft fracture with severe degloving injury. Chang Gung Med J. 27(6):454-8.

Anda mungkin juga menyukai