PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan
terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar
lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah.
Kelenjar ini bersifat murni mucus (Ray, 2008)..
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar
ini bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak
pada palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras.
Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar
palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal (Ray, 2008)..
B. Definisi Parotitis
3
berupa unilateral maupun bilateral, akut maupun kronik (Stephen et al., 2019).
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40%
penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit.
Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari (Soedarmo, 2008).
C. Epidemiologi
Parotitis biasanya adalah gejala dari suatu kausa penyakit lain. Parotitis
virus umumnya terjadi pada anak-anak (Templer, 2018). Parotitis akut bakteri
terjadi lebih sering pada pasien tua, neonatus (terutama bayi preterm) dan pasien-
pasien post operasi. Kronik parotitis terutama terjadi pada dewasa, lebih banyak
pada wanita rata-rata usia 40-60 tahun. Kronik parotitis bilateral adalah
manifestasi umum yang terjadi pada pasien HIV (Stephen et al., 2019).
Biasa juga disebut sebagai gondongan atau mumps. Parotitis ini dimulai
sebagai infeksi sitemik yang berlokasi di kelenjar parotid, sehingga
tampak inflamasi dan pembengkakakn kelenjar parotis. Mumps
disebabkan oleh virus paramyxovirus. Virus ini disebarkan melalui kontak
langsung atau transmisi airborne dan bereplikasi di saluran pernapasan
atas. Terutama terjadi pada anak-anak (Stephen et al., 2019).
4
malaise, anoreksia, demam. Biasanya bilateral, namun dapat pula
unilateral
adalah hasil dari aliran kelenjar saliva yang stasis sehingga terjadi infeksi
asending dari bakteri patogen ke kelenjar parotis menyebabkan infeksi
lokal (Templer, 2018; Stephen et al., 2019). Kasus ini sekarang jarang
ditemukan. Biasanya ditemukan pada pasien post operasi atau pada
penyakit berat lain. Sering ditemukan pada orang tua karena konsumsi
obat-obatan yang memiliki efek atropin yaitu memperlambat aliran saliva
(Templer, 2018).
o Virus
o Bakteri
5
Streptococcus pneumoniae, viridans
streptococci, Escherichia coli, dan Haemophilus
influenzae
o Jamur
Parotitis rekuren
Parotitis Kronik
Sering ditemukan pada pasien HIV. Dapat terjadi secara sekunder karena
imunitas tubuh yang menurun akibat terapi antiretroviral. Dapat juga
diakibatkan karena adanya kista limfoepitelial, hiperplasia nodus
6
limfatikus parotis. Dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit autoimun
seperti Sjorgen syndrome, Mikulicz disease, dan lain-lain. (Stephen et al.,
2019)
E. Faktor Risiko
7
Masa inkubasi berkisar dari 14-24 hari dengan puncak pada hari ke-17 dan
18. Pada anak, manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin
tampak bersama dengan demam (suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius),
sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian
belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit
membuka mulut), dan malaise. Awalnya ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan parotis yang khas, mula-mula mengisi rongga antara tepi
posterior mandibula dan mastoid kemudian meluas dalam deretan yang
melengkung ke bawah dan ke depan, di atas dibatasi oleh zigoma. Edema
kulit dan jaringan lunak biasanya meluas lebih lanjut dan mengaburkan
batas pembengkakan kelenjar, sehingga pembengkakan lebih mudah
disadari dengan pandangan daripada dengan palpasi (Behrman et al.,
2000).
8
Gambar 3. Parotitis pada orang tua
9
Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah yang
onsetnya kronik atau rekurens, tidak disertai rasa nyeri, dapat unilateral
atau bilateral. Gejala-gejala Sjogren syndrome, misalnya mulut kering,
mata kering (Stephen et al., 2019)
G. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau
menelan, terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk.
b. Demam, biasanya suhu mencapai 38,9-40o Celcius
c. Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Menggigil
f. Sakit kepala
2. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu meningkat mencapai 38,9-40o Celcius
b. Pembengkakan eritem di daerah temporomandibuler (antara telinga dan
rahang)
c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak terutama jika akut.
Pembengkakan tidak terasa nyeri jika kronik.
d. Saliva purulen pada parotitis bakterial. Jika disebabkan penyakit
autoimun, air liur dapat disertai benda kecil berwarna kekuningan
dengan konsistensi seperti tahu (Templer, 2018).
10
Gambar 2. Edema preaurikuler kanan
3. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dipertimbangkan untuk membantu
menentukan diagnosis, antara lain (Puja et al., 2017, Brooke, 1992):
Pemeriksaan laboratorium : untuk menganalisa cairan saliva, dengan
H. Diagnosis Banding
11
Adenopati dari tonsilofaringitis: telinga tidak terangkat oleh
pembengkakan, inflamasi faring nyata
Difteri berat / bullneck: Pembengkakan tidak nyeri. Inflamasi faring
serta pseudomenbrane.
Penyakit lain yang bergejala pembengkakan kelenjar parotis:
Sarkoidosis, Lukemia, Sindrom Uveoparotitis (Mickulic)
Salivary Calculus: batu membuntu saluran parotis, yang sering ductus
submandibular.
Tetanus karena trismusnya. Mudah dibedakan karena tidak ada kaku
otot lain
I. Tatalaksana
Sementara itu pada kasus yang tidak responsif terhadap terapi simptomatik,
dapat dipertimbangkan pemberian steroid untuk mengatasi peradangan. Dapat
pula dipertimbangkan penanganan dengan pembedahan. Keputusan dilakukan
pembedahan didasarkan pada gejala subjektif. Pembedahan standar yang
dilakukan adalah Parotidektomi (Puja et al., 2017)
12
Sementara untuk Parotitis akibat virus atau Mumps merupakan penyakit
yang bersifat self-limited (sembuh / hilang sendiri) yang berlangsung kurang lebih
dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus mumps oleh
karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif (Germain,
2012).
1. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi, keadaan
umum cukup baik.
a. Istirahat yang cukup
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa (simtomatik) :
1) Antalgin (Metampiron) adalah derivat metansulfonat dan
amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu
mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat
pengatur suhu tubuh. Tiga efek utama adalah sebagai analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi. Antalgin mudah larut dalam air dan
mudah diabsorpsi ke dalam jaringan tubuh.
Dosis antalgin yang digunakan :
a) Dewasa : 500-1000 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 3
gram sehari).
b) Anak-anak : 250-500 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 1
gram untuk < 6 tahun dan 2 gram untuk 6 - 12 tahun).
2) Parasetamol : 10 – 20 mg/kgBB/kali dibagi dalam 3 dosis
13
J. Komplikasi
b. Meningioensefalitis
14
neorologis lain biasanya normal. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya
berisi sel kurang dari 500 sel/mm3, walaupun kadang-kadang jumlah sel
dapat melebihi 2.000. selnya hamper selalu limfosit, berbeda dengan
meningitis aseptik enterovirus, dimana leukosit polimorfonklear sering
mendominasi pada awal penyakit. Virus parotitis dapat diisolasi dari cairan
serebrospinal pada awal penyakit (Suprohaita et al., 2000).
c. Orkitis, Epididimitis
15
d. Ooforitis
e. Nefritis
f. Pankreatitis
g. Miokarditis
16
h. Ketulian
i. Komplikasi Okuler
j. Artritis
K. Prognosis
Prognosisnya baik untuk semua bentuk parotitis. Penyakit terkait atau yang
mendasarinya adalah penentu sebenarnya dari prognosis (Templer, 2018).
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
19
9. Suprohaita, Arif Mansjoer, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan,
Parotitis Epidemika, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II,
Media Aesculapius FK UI, Jakarta, 2000, hal: 418-419.
10. Stephens, Mark B., et al., editors. "Parotitis, Acute and Chronic." 5-Minute
Clinical Consult, 27th ed., Wolters Kluwer, 2019. 5minute,
www.unboundmedicine.com/5minute/view/5-Minute-Clinical-
Consult/117463/all/Parotitis__Acute_and_Chroni
11. Templer JW (2018). Parotitis, medscape.
https://emedicine.medscape.com/article/882461-followup#e7 – Diakses
September 2019.
20