Anda di halaman 1dari 62

I.

Parotitis
A. Gambaran Umum Penyakit
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini
merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat
ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia
antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada
daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala
lainya berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala.
Kontis TC, Johns ME. Anatomy and
physiology of the salivary gland. In: Baily
BJ, ed. Head and neck surgeryotolaryngology. Philadelphia: Lippincott;
2001. p. 429-36

Mumps virus
Sifat virus
Rna virus satu tipe serologi
Partikel besar (110-170nm), envelope
(+), helical simetri
Menghaemaglutimasi erytrosit
Tumbuh pada amniotik cavity dan monkey
kidney tissue.
Hanya ada 1 tipe antigen
Penyakit:
Parotitis epidemica(gondongan)
Parotitis epidemika adalah penyakit virus akut dan menular yang biasanya ditandai oleh
1219 pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Virus tersebut termasuk dalam
genus
Paramyxo virus. Parotitis epidemika sering juga disebut penyakit gondongan atau
mumps, yang timbul secara endemik atau epidemik. Penyakit ini dapat terjadi pada
semua usia tetapi 85% kasus terjadi pada masa anak berusia kurang dari 15 tahun dengan
proporsi tertinggi pada usia 5-9 tahun. Virus menyebar dari reservoir manusia melalui
kontak langsung, percikan ludah, bahan yang tercemar oleh saliva yang terinfeksi dan
mungkin juga melalui urin. Virus parotitis masih dapat diisolasi dari saliva selama 6-9
hari setelah terjadinya pembengkakan kelenjar. Virus dapat diisolasi dari faring 2-6 hari
setelah terjadi pembesaran kelenjar parotis. Virus dapat ditemukan dalam urin sejak hari
1-14 setelah terjadi pembesaran kelenjar. Virus parotitis merupakan salah satu dari
kelompok Paramyxo virus. Selain virus parotitis, virus lain yang termasuk Paramyxo
virus adalah virus campak, parainfluenza dan Respiratory
Syncytial virus. Partikel virus parotitis terdiri untaian RNA tunggal yang terbungkus
dalam selubung protein dan lemak. Dua teori patogenesis parotitis epidemika, yaitu
pertama, Virus masuk melalui mulut ke dalam duktus Stensen kelenjar parotis dan terjadi
multiplikasi pertama pada kelenjar ini, kemudian diikuti oleh viremia umum, dan
lokalisasi yang dituju adalah testis, ovarium, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.
Teori kedua adalah replikasi primer terjadi dalam epitel permukaan saluran nafas
kemudian diikuti oleh viremia umum dan lokalisasi serentak dalam kelenjar saliva dan
alat tubuh lainnya. Masa inkubasi parotitis epidemika berkisar mulai dari 14-24 hari.
Masa prodromal ditandai dengan perasaan lesu, rasa nyeri pada otot terutama otot daerah
leher, sakit kepala, nafsu makan menurun, dan diikuti oleh pembesaran cepat satu atau
kedua kelenjar parotis serta kelenjar ludah yang lain. Pembesaran kelenjar disertai
perasaan sakit dan akan membengkak secara khas yaitu dimulai dengan pengisian
ruangan di antara batas belakang tulang rahang bawah dan tulang mastoid, kemudian
meluas dalam bentuk bulan sabit ke bawah dan depan, karena perluasan ke arah atas
dibatasi oleh tulang zigomatikus. Pembengkakan akan mereda perlahan-lahan dalam
waktu 3-7 hari, tetapi kadang-kadang dapat berlangsung lebih lama. Diagnosis parotitis
mudah ditegakkan berdasarkan gejala klinis, tetapi jika manifestasi klinis yang kurang
lazim ditemukan, maka diagnosis menjadi tidak jelas; diagnosis dapat diduga terutama
selama berlangsungnya suatu epidemi. Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik,
dapat dijumpai leukopenia dengan limfositosis relatif tetapi penyulit akibat penyakit ini
menyebabkan leukositosis poliformonuklear. Suatu peningkatan kadar amilase serum
dapat ditemukan pada kebanyakan kasus parotitis. Diagnosis etiologi tergantung pada
keberhasilan untuk mengisolasi virus atau dari pemeriksaan serologik. Pengobatan
parotitis diberikan bersifat simtomatik. Istirahat baring hendaknya disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Makanan disesuaikan dengan kemampuan mengunyah. Kortikosteroid
selama 2-4 hari diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Mengenai penggunaan
gamaglobulin dalam pencegahan orkitis sampai saat ini masih belum ada kesepakatan.
Pencegahan pasif yaitu dengan memberikan gama-globulin, ternyata tidak dapat
mencegah parotitis epidemika atau mengurangi penyulit yang terjadi. Pencegahan aktif
yaitu dengan memberikan vaksinasi virus parotitis epidemika yang hidup tetapi telah
dilemahkan. Di Amerika Serikat insidens parotitis epidemika menurun tajam sampai 90%
setelah dilakukan imunisasi terhadap penyakit ini. Sediaan vaksin mumps dikenal sebagai
MMR yaitu gabungan dari measles, mumps dan rubella. Vaksin MMR diberikan
subkutan pada anak berusia lebih dari 15 bulan. Vaksin MMR tidak menyebabkan efek
samping demam atau reaksi klinis lain. Anak 1220 yang telah mendapat imunisasi tidak
mengeluarkan virus dari dalam tubuhnya, karena itu tidak menular bagi kontak yang
rentan. Kadang-kadang parotitis dapat timbul 7-10 hari setelah vaksinasi. Vaksin MMR
akan membangkitkan antibodi pada kurang lebih 96% penerima yang sebelumnya
seronegatif. Antibodi yang dihasilkan dengan cara demikian kadarnya kurang lebih 1/5
dari yang dihasilkan oleh infeksi alamiah, tetapi telah memperlihatkan efektivitas
perlindungan sebesar 97% terhadap parotitis yang didapatkan secara alamiah.
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin tersebut tampaknya berlangsung untuk jangka
waktu lama. Sampai saat ini dapat dikatakan prognosis parotitis baik.
Mumps. Red book 2006: report of the commitee on infectious diseases. Elk Grove Village:
American Academy of Pediatrics, 2006, h. 464-468.

Definisi Parotitis
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana
sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar
parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher
bagian atas atau pipi bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat
timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak
dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus).(Warta Medika,2009)
Parotitis ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar ludah terutama
kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama
kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel
epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang
testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun
mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang
menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar
tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh (Sumarmo,2008)
Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui:
1. Kontak langsung
2. Percikan ludah (droplet)
3. Muntahan
4. Bisa pula melalui air kencing
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita
tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi sumber penularan
seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis
sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku


Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC

Penyakit gondok adalah kondisi pembesaran kelenjar gondok (kelenjar tiroid) yang
diakibatkan oleh meningkatnya aktivitas kelenjar tersebut dalam upaya meningkatkan
produksi hormon tiroksin maupun triiodotironin. Secara morfologi penyakit ini dapat
dikenali dari adanya benjolan di leher bagian depan bawah. Kelenjar gondok berupa
kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terdapat di leher. Kelenjar ini membentuk hormon
tiroksin dan triiodotironin dari bahan baku iodium. Iodium merupakan mineral yang terdapat di
alam, baik di dalam tanah maupun air. Mineral ini merupakan zat gizi mikro yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan
perkembangan makhluk hidup. Apabila makanan dan air yang dikonsumsi kurang
mengandung iodium maka kelenjar tiroid akan bekerja keras untuk mencukupi
kebutuhan hormon tiroksin tubuh sehingga lama- kelamaan akan terjadi pembesaran
kelenjar tersebut, yang kita kenal sebagai penyakit gondok. Hormon tiroksin berperan penting
dalam metabolism dan pertumbuhan, serta memacu perkembangan dan
pematangan sistem saraf.
Penyakit gondok sudah sangat dikenal di kalangan masyarakat. Penyakit ini bukan
penyakit menular dan sering dianggap sebagai penyakit yang tidak berbahaya karena tidak
mengancam jiwa. Penanganan gondok lebih dikarenakan alasan estetika. Akan
tetapi hasil penelitian medis menunjukkan bahwa penyakit gondok dapat menimbulkan
efek yang merugikan bagi janin (Sulistyowati et a1.,2000; Duarsa 2013;), anak-anak
(Satriono et a1.,2010), remaja (Budiman dan Sunnarno, 20A7) maupun orang dewasa.
Sehubturgan dengan itu, informasi mengenai gejala, penyebab dan konsekuensi
penyakit gondok perlu diberikan kepada masyarakat wax pencegahan dan
penangarumnya dapat dilakukan dengan baik.

B. Definisi
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang disebabkan
virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar parotis yang terletak
pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga.7
Mumps atau parotitis epidemika merupakan self limiting disease yang disebabkan oleh
infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan remaja. Gambaran klasik
mumps adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa nyeri kelenjar ludah. Infeksi ini
biasanya bersifat jinak, dan banyak kasus yang subklinis.5

C. Insidensi
Parotitis merupakan penyakit sistemik pada anak yang sampai saat ini masih sering
dijumpai. Mumps merupakan salah satu virus penyebab parotitis yang tersering. Saat ini
sudah tersedia vaksin yang dapat mencegah parotitis yang disebabkan oleh mumps.1

Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika merupakan
penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur <15 tahun 85%
dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah ditemukan vaksin parotitis,
kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di negara barat seperti Amerika dan
Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000 kasus per tahun. Demikian pula insidens
parotitis bergeser pada anak besar dan dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa
di tempat kuliah atau tempat kerja. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai
insidens terjadinya parotitis epidemika. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA)
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus
parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya, dengan
jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah tahun 2000.
Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika.2

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN


APRIL 2013 UNIVERSITAS HALUOLEO MUMPS
DISUSUN OLEH: SUHARDIMANSYAH (K1A1 09 003) PEMBIMBING Dr. Hj.
MUSYAWARAH, Sp.A BAGIAN/SMF ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
2013
Insidens penyakit parotitis telah jauh menurun dibandingkan dengan periode sebelum
tahun 1967. Di Amerika Serikat data yang dilaporkan oleh CDC (Centre of Disease Control) yang
terakhir, hanya menyebutkan 1692 kasus pada tahun 1993. Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta penderita parotitis yang berobat di unit rawat jalan sejak tahun 1994 - 1998 adalah
sebanyak 61 kasus, sedangkan data Survai Rumah Tangga 1966 tidak menyertakan parotitis
sebagai penyakit yang diteliti. Salah satu virus penyebab parotitis adalah mumps, golongan
paramyxovirus yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki kapsul Iipoprotein.
Golongan umur 5-9 tahun adalah golongan yang paling banyak diserang oleh penyakit ini.
Komplikasi yang berat meliputi orkitis, pankreatitis, meningoensefalitis, dan berbagai keterlibatan
organ keIenjar lainnya.2

Meskipun insiden menurun pada semua kelompok usia, penurunan terbesar (> 50%
pengurangan tingkat kejadian per 100.000 penduduk) terjadi pada orang yang berusia 10 tahun
atau lebih. Orang yang berusia 15 tahun atau lebih tua menyumbang lebih dari sepertiga dari total
yang dilaporkan pada tahun 1985-1987, sedangkan pada periode 1967-1971, rata-rata hanya 8%
dari kasus yang dilaporkan terjadi pada populasi ini. Meskipun dilaporkan insiden mumps tetap
meningkat di semua kelompok usia dari tahun 1985-1987, peningkatan paling dramatis adalah di
kalangan remaja yang berusia 10-14 tahun (peningkatannya hampir 7 kali lipat) dan dewasa muda
yang berusia 15-19 tahun (peningkatannya lebih dari 8 kali lipat).10

Karena virus ini ada di seluruh dunia, risiko terkena mumps di luar Amerika Serikat
mungkin tinggi. Di banyak negara di seluruh dunia, mumps tetap endemik. Vaksin mumps
digunakan di hanya 57% dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), sebagian besar negara-negara dengan ekonomi lebih berkembang.10

Pada masa lalu, infeksi gondong umum sekali di kalangan anak-anak. Oleh karena imunisasi,
penyakit ini telah menjadi jarang di Australia.
D. Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus, yang
juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease. Ukuran
dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan
serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RNA
rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae.
Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan
protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu: antigen S
atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal
dari hemaglutinin permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4
hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 C, oleh formalin, eter,
serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung
atau mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar
limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium,
pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus
choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu
melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus
dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo,2008)
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC

Penyebab adalah virus mumps.7 Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus, yang
juga mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit Newcastle. Hanya deiketahui ada satu
serotype. Biakan manusia atau sel ginjal kera terutama digunakan untuk isolasi virus. Pengaruh
sitopatik kadang-kadang ditemukan, tetapi hemadsorpsi merupakan indikator infeksi yang paling
sensitif. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan
terinfeksi lain.3

Virus penyebab mumps dapat menyebar melalui kontak langsung dengan percikan ludah,
bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus
memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar getah bening lokal. Masa ini
dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian virus akan menyebar
ke seluruh tubuh dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung telur) pada
wanita atau testis (buah zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.8

E. Manifestasi Klinis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan
sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas
dapat digambarkan sdebagai berikut:
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38.5
40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian
belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan
pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur
mengempis.
Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar
di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi pembengkakan buah zakar
(testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC

F. Gejala
Gejalagejala yang ditimbulkan akibat terinfeksi mumps virus
adalah sebagai berikut:
- Terjadi pembengkakan pada kelenjar air liur. Pembengkakan dapat
terjadi pada salah satu kelenjar, atau kedua kelenjar sekaligus.
Kelenjar yang membengkak akan menyulitkan penderita untuk
membuka mulut, bercakap, makan, dan minum.
- Demam yang tinggi
- Sakit kepala
- Sakit perut
- Menggigil
- Muntah
- Tengkuk terasa tegang
- Susah menelan
G. Patofisiologi
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis (terinfeksinya
kelenjar parotis) antara lain akibat:
1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
3. Muntahan
4. urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena
adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan
dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum
konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi
di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran
darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan
menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia,
sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). Kemudian dalam 3 hari terjadilah
pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri
rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat
diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat
degenerasi dan nekrosis jaringan.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC

H. Pathogenesis
Sesudah masuk dan mulai membelah dalam sel saluran pernapasan, virus dibawa darah ke
banyak jaringan, diantaranya ke kelenjar ludah dan kelenjar lain yang paling rentan.3
Setelah virus masuk ke dalam sistem pernapasan, virus akan bereplikasi secara lokal.
Diseminasi viremic kemudian terjadi pada jaringan target seperti kelenjar parotis. Sel
nekrosis dan peradangan dengan infiltrasi sel mononuklear adalah respon jaringan,
Kelenjar ludah edema dan terjadi deskuamasi sel epitel yang melapisi sel nekrotik.10

Infeksi: droplet infection


Host: manusia
Masa inkubasi: 2-4 minggu
Virus replikasi: pada epitel hidung atau saluran napas => viremia
Viremia menyebar ke kelenjar liur (glandula parotis) dan sistem organ lain
Viremia dijumpai 2 hari sebelum masa imkubasi sampai 9 hari
Gondongan adalah penyakit virus sistemik
Virus dapat sampai ke organ lain umpamanya ginjal , susunan saraf.
I. Klasifikasi
a. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan hingga
akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian
kambuh lagi.
b. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan pembengkakan
pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan pada penderita
terbelakang mental dan penderita usia lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum
lama dan adanya gangguan dehidrasi.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC

J. Manifestasi di Rongga Mulut


K. Komplikasi Klinis

Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial, obstruksi


jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi nervus fasialis.
Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis,
miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis.
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat
menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal
tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang
kurang dini menurut Nelson (2000):
1. Meningoensepalitis
Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian disusul oleh
muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini
merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
2. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya rendah
(1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan pendengaran
mungkin sementara atau permanen.
3. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin
akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen Sehingga kemandulan dapat
terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual,
nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling sering
terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka terdapat
perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari setelah parotitis.
Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 14 hari. Testis yang terkena menjadi nyeri dan
bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar 30-40%
testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%. Tetapi
infertilitas absolut jarang terjadi.
4.Ensefalitis atau Meningitis
Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk,
mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan
sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot
wajah.
5.Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita pasca
pubertas
6.Pankreatitis
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan mual
dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan
penderita akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada
parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah, demam
tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat mumps.
7.Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria terdeteksi
pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang.
Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
8.Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi pada umur
sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibodi
antitiroid pada penderita.
9. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan miokardium
mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul
510hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen
S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi, pembesaran jantung
dan bising sistolik.
10. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan
kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi
menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi
mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar
khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.
11. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis pembengkakan yang nyeri, biasanya bilateral dari
kelenjar lakrimalis neuritis optik (papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan
penglihatan sampai kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 1020 hari uveokeratitis,
biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat dan
penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat eksoftalmus; trombosis vena
sentral.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC

Penyakit yang timbul sebagai akibat dari infeksi mumps virus


adalah penyakit beguk, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut mumps.
Virus ini akan menyerang kelenjar air liur (kelenjar parotid). Kelenjar ini
terletak di daerah telinga. Penyakit mumps lebih sering ditemukan pada
anak-anak yang berusia 5 sampai 15 tahun (ada juga sumber yang
menyebutkan anak usia 2 hingga 12 tahun), namun demikian penyakit ini
dapat menyerang berbagai macam usia. Masa inkubasi dari penyakit
mumps ini adalah antara 14-21 hari (rata-rata 18 hari). Penyakit mumps
jarang sekali dijumpai dapat menyebabkan kematian.
Gambar: Salivary glands
1. Parotid gland
2. Submandibular gland
3. Sublingual gland
Komplikasi beguk terjadi satu minggu setelah gejala penyakit ini
muncul. Berikut adalah penyakit-penyakit yang ditimbulkan akibat
komplikasi dari penyakit beguk:
1. Orchitis (pembengkakan testis) dapat terjadi pada 1020% penderita
laki-laki, tetapi sterilitas jarang terjadi
2. Inflamasi otak (jarang terjadi)
3. Pankreakitis (kerusakan pada kelenjar pancreas di dalam perut).
Resiko terkena adalah 1 per 30 penderita mumps.
4. Keguguran
5. Kehilangan pendengaran (hanya terjadi pada salah satu telinga saja,
dan biasanya hanya bersifat sementara).
6. Pada saat dewasa, mumps cenderung menginfeksi ovarium,
menyebabkan oophoritis
7. Encephalitis (sangat jarang, bila terjadi fatal)
Christine, Berdell, Gerard, 2005, Microbiology an introduction, Pearson education
South Asia pte ltd, Singapore

Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia lima sampai 15
tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan. Lebih terasa lagi bila menelan cairan
asam seperti cuka dan air jeruk. Pembengkakan yang nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah
telinga. Kelenjarkelenjar di bawah dagu juga akan lebih besar dan membengkak. Penderita juga
merasa demam. Suhu tubuh dapat meningkat hingga 39,5oC. Komplikasi mungkin terjadi pada
anak laki-laki pada umur belasan tahun, nyeri pada perut dan alat kelamin. Pada penderita remaja
perempuan, nyeri akan terasa juga di bagian payudara. Komplikasi serius terjadi jika virus mumps
menyerang otak dan susunan syarat. Ini menyebabkan radang selaput otak dan jaringan selaput
otak. Penularan penyakit ini melalui kontak langsung dengan penderita, seperti persentuhan
dengan cairan muntah dan air seni penderita atau melalui udara ketika penderita bersin atau batuk.7

Gambar 1. Pembesaran kelenjar parotis dan submandibular.6

j. Terapi, penatalaksanaan dan pencegahan

Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan yakni
kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x
109 /L darah .dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis
polimorfonuklear tingkat sedang.
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan parotis
dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase normal dalam
darah adalah 0-137 U/L darah.
c. Pemeriksaan serologis
1. Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan serum yang
satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut,
maka kemungkinannya parotitis.
1. 2. Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan fibroblas embrio
anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang
mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji
netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan
imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
3.Complement Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon antibodi
terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi
terhadap antigen V mencapai titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan
berikutnya dan kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah
dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun
menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering
mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12
minggu.
d. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan dengan
biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau darah. Biakan
dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl
dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun
Penatalaksanaan Parotitis
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat sembuh atau hilang sendiri yang berlangsung
kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus Mumps oleh
karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan
lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah
dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan
mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Kompres panas dingin bergantian
d. Medikamentosa
Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron: anak > 6 bulan 250 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol: 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko menimbulkan
Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang
terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai
salicylate atau acetylsalicylic acid.
2. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diet lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk mengurangi sakit kepala.
b. Orkhitis
- istrahat yang cukup
- pemberian analgetik
- sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral, selama 2-4 hari
c. Pankreatitis dan ooporitis
Simptomatik saja
Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi aktif. Dilakukan
dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika yang hidup tapi telah dirubah
sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp and dohme) diberikan subkutan pada anak berumur 15
bulan. Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi
virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama
vaksin campak dan rubella.Pemberian vaksinasi dengan virus mumps, sangat efektif dalam
menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi mumps pada individu yang
seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang
baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili,
rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal; Individu dengan
riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam akut; selama kehamilan;
leukimia dan keganasan; limfoma; sedang diberi obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti
metabolit; sedang mendapat radiasi.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC

Treatment / Perawatan
Tidak ada perawatan spesifik yang dapat dilakukan untuk penyakit
beguk atau mumps ini. Antibiotik juga tidak berperan banyak karena
penyakit ini dikibatkan oleh infeksi virus. Perawatan dapat dilakukan
dengan cara memberi Paracetamol atau Acetaminophen pada anak yang
menderita gejala demam (tidak diberikan Aspirin, karena ditakutkan
dapat menyebabkan meningkatnya gejala Reyes Syndrome pada anak-
anak). Selain itu penderita juga dianjurkan untuk istirahat yang cukup,
minum air putih yang banyak, makan makanan yang lunak, dan berkumur
menggunakan obat kumur. Makanan yang bersifat asam dan jus buah harus
dihindari, karena jus buah dapat menstimulasi kelenjar parotid untuk
menghasilkan lebih banyak air liur yang dapat menyebabkan bertambahnya
rasa sakit. Bengkak pada kelenjar parotid hanya akan berlangsung selama
2-3 hari, tetapi akan surut setelah itu dan suhu badan akan yang tinggi
juga akan turun.
h. Pencegahan
Penyakit beguk atau mumps dapat dicegah dengan cara imunisasi.
Imunisasi pertama dilakukan pada anak yang berumur satu tahun dan
imunisasi yang kedua diberikan pada saat anak berumur 3 atau 5 tahun.
Vaksin ini berlaku sepanjang usia. Imunisasi ini dinamakan MMR (untuk
pertahanan terhadap Measles, Mumps, dan Rubella).
Daftar Pustaka
http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Beguk
http://en.wikipedia.org/wiki/Mumps
http://www.ebi.ac.uk/2can/genomes/viruses/Mumps_virus.html
http://virology-online.com/viruses/MUMPS.htm
Christine, Berdell, Gerard, 2005, Microbiology an introduction, Pearson education
South Asia pte ltd, Singapore

k. Penularan
Penularan
Penyakit beguk / mumps dapat menular dari satu orang ke orang
lainnya melalui droplet ludah atau kontak langsung dengan bahan yang
terkontaminasi oleh ludah yang terinfeksi. Orang yang sudah pernah
terinfeksi mumps virus tidak akan terinfeksi untuk kedua kalinya. Hal ini
karena mumps virus hanya memilliki satu jenis antigen virus yang dapat
menyerang korbannya.
Christine, Berdell, Gerard, 2005, Microbiology an introduction, Pearson education
South Asia pte ltd, Singapore

l. Daerah Endemi di Indonesia


m. Daerah Endemi di Luar Indonesia
n. Kasus
STUDI KASUS: PAROTITIS EPIDEMIKA
Arahan Baca dan lakukan analisa terhadap studi kasus secara perorangan. Apabila
peserta lain dalam kelompok sudah selesai membaca contoh kasus, jawab pertanyaan
yang diberikan. Gunakan langkah dalam pengambilan keputusan klinik pada saat
memberikan jawaban. Kelompok yang lain dalam ruangan bekerja dengan kasus yang
sama atau serupa. Setelah semua kelompok selesai, dilakukan diskusi studi kasus dan
jawaban yang dikerjakan oleh masing-masing kelompok.
Studi kasus Seorang anak laki-laki umur 7 tahun 5 bulan, SD kelas 2, datang berobat
dengan keluhan bengkak di kedua leher 1 hari yang lalu. Gejala disertai demam 3 hari
yang lalu. Anak juga mengeluh sakit menelan, disertai batuk pilek.
Penilaian 1. Apa penilaian saudara terhadap keadaan anak tersebut? 2. Apa yang harus
segera dilakukan berdasarkan penilaian saudara?
Diagnosis (identifikasi masalah dan kebutuhan) Jawaban: a. Deteksi keadaan umum
pasien kesadaran, pernafasan, sirkulasi. b. Deteksi komplikasi orkitis Hasil penilaian
yang ditemukan,
kesadaran kompos mentis, suhu 400C, nafas cepat, nadi cepat, dan isi cukup dan
tekanan 110/70 mmHg
Teraba benjolan di kedua leher, nyeri tekan, kedua telinga terangkat
Status genitalia: dalam batas normal 3. Berdasarkan pada hasil temuan, apakah
diagnosis anak tersebut? Jawaban: Parotitis epidemika DD/ Abses di leher 1221
Pelayanan (perencanaan dan intervensi) 4. Berdasarkan diagnosis tersebut bagaimana
tata laksana pasien? Jawaban: Simtomatik. Istirahat baring hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. Makanan disesuaikan dengan kemampuan mengunyah.
Penilaian ulang 5. Apakah yang harus dipantau dalam tindak lanjut pasien selanjutnya ?
Jawaban: Tindak lanjut dilakukan untuk mengevaluasi adanya komplikasi orkitis,
meningoensefalitis dan pankreatitis. Penyuluhan kepada orang tua tentang perjalanan
penyakit terutama cara penularan dan anjuran kepada seluruh anggota keluarga untuk di
vaksinasi.
Tujuan pembelajaran Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan
bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang terkait dengan
pencapaian kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan
memberikan tata laksana parotitis epidemika yang telah disebutkan. 1. Mengetahui
patogenesis parotitis epidemika serta komplikasinya 2. Menegakkan diagnosis parotitis
epidemika 3. Memberikan tata laksana parotitis epidemika serta komplikasinya 4.
Memberikan penyuluhan upaya antisipasi penularan dan pencegahan.
Evaluasi Pada awal pertemuan dilaksanakan penilaian awal kompetensi kognitif
dengan kuesioner 2 pilihan yang bertujuan untuk menilai sejauh mana peserta didik telah
mengenali materi atau topik yang akan diajarkan. Materi esensial diberikan melalui
kuliah interaktif dan small group discussion, pembimbing akan melakukan evaluasi
kognitif dari setiap peserta selama proses pembelajaran berlangsung. Membahas
instrumen pembelajaran keterampilan (kompetensi psikomotor) dan mengenalkan
penuntun belajar. Dilakukan demonstrasi tentang berbagai prosedur dan perasat untuk
memberikan tata laksana parotitis epidemika. Peserta akan mempelajari prosedur klinik
bersama kelompoknya (Peer-assisted Learning) sekaligus saling menilai tahapan akuisisi
dan kompetensi prosedur pada pasien parotitis epidemika. Peserta didik belajar
mandiri, bersama kelompok dan bimbingan pengajar/instruktur, baik dalam aspek
kognitif, psikomotor maupun afektif. Setelah tahap akuisisi keterampilan maka peserta
didik diwajibkan untuk mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam
penuntun belajar dalam bentuk role play diikuti dengan penilaian mandiri atau oleh
sesama peserta didik (menggunakan penuntun belajar) Penilaian kompetensi pada akhir
proses pembelajaran
o Ujian OSCE (K, P, A) dilakukan pada tahapan akhir pembelajaran oleh kolegium
o Ujian akhir stase, setiap divisi/ unit kerja di sentra pendidikan
Peserta didik dinyatakan mahir (proficient) setelah melalui tahapan proses
pembelajaran, 1222 a. Magang: peserta dapat menegakkan diagnosis dan memberikan
tata laksana parotitis epidemika tanpa komplikasi dengan arahan pembimbing b. Mandiri:
melaksanakan mandiri diagnosis dan tata laksana parotitis epidemika
Instrumen penilaian
Kuesioner awal
Instruksi: Pilih B bila pernyataan Benar dan S bila pernyataan Salah 1. Parotitis
epidemika adalah penyakit virus akut dan menular yang biasanya ditandai oleh
pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. B/S. Jawaban B. 2. Virus parotitis
termasuk dalam genus Paramyxo virus. B/S. Jawaban B. 3. Parotitis epidemika sering
juga disebut penyakit gondongan atau mumps, bukan merupakan penyakit endemik atau
epidemik. B/S. Jawaban S. 4. Virus parotitis tidak dapat diisolasi dari saliva dan urin.
B/S. Jawaban S. 5. Selain virus parotitis, virus lain yang termasuk Paramyxo virus seperti
virus campak, parainfluenza dan Respiratory Syncytial virus dapat menyebabkan
parotitis. B/S. Jawaban B.
Kuesioner tengah
MCQ 6. Etiologi parotitis a. Campak b. Parainfluenza c. Parotitis d. Semua benar 7.
Masa inkubasi a. 7-14 hari b. 14-24 hari c. 3-30 hari d. Lebih dari 30 hari 8. Manifestasi
klinis a. Masa prodromal ditandai dengan perasaan lesu, rasa nyeri pada otot terutama
otot daerah leher, sakit kepala, nafsu makan menurun b. Demam pada umumnya
mendadak tinggi 2-7 hari c. diikuti oleh pembesaran cepat satu atau kedua kelenjar
parotis serta kelenjar ludah yang lain. d. Semua benar 9. Pengobatan a. Suportif b. Bila
berat harus dengan kombinasi 2 antibiotik c. Hanya dengan pemberian antibiotik d.
Semua benar 10. Upaya pencegahan a. Pemberian gamaglobulin. 1223 b. Pemberian
vaksinasi c. Vaksin dapat diberikan secara dini pada bayi. d. Penyuluhan tidak perlu
dilakukan terhadap anggota keluarga.. Jawaban: 6. D 9. A 7. B 10. B 8. D

Mumps. Red book 2006: report of the commitee on infectious diseases. Elk Grove Village:
American Academy of Pediatrics, 2006, h. 464-468.

II. Morbili
A. Gambaran Umum Penyakit
Campak(Morbili) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan
oleh paramixovirusyang menyerang anak-anak bahkan juga orang dewasa.Seseorang yang
terkena penyakit ini ditandai dengan demam tinggi, terjadi peradangan pada mata (mata
merah), serta timbul bercak kemerahan pada kulit.Penyakit ini dapat menular melalui percikan
ludah dari mulut, hidung, maupun dari tenggorokan penderita.Kelompok yang paling rentan
untuk terkena penyakit ini adalah bayi dan anak-anak yang belum pernah mendapatkan
imunisasi Campak.Penyakit ini juga merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan angka kematian pada bayi dan anak-anak.(1) Virus Campak dapat menekan
imunitas atau daya tahan tubuh pada anakanak. Umumnya Penyakit Campak akan muncul
dengan gejala demam, batuk, lelah, hidung berair, mata merah, dan muncul ruam beberapa hari
kemudian. Ruam akan muncul mulai dari wajah dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh dan
berlanjut selama 4-7 hari. Kondisi ini akan menjadi lebih parah jika disertai dengan komplikasi,
diantaranya adalah diare, bronchopneumonia, malnutrisi, enchepalitis, dan otitis media. Jika
komplikasi ini tidak ditangani dengan cepat, maka dapat berujung kepada kematian.(2) Upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit Campak yang dewasa ini yang dianggap paling efektif
adalah dengan cara imuniasasi, dengan tujuan menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian akibat penyakit Campak. Pemberian vaksin Campak dapat memberikan kekebalan
terhadap penyakit Campak.Program imunisasi Campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982,
kemudian pada tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau
Univesal Child Imunization (UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi Campak
kesempatan kedua diberikan kepada anak sekolah kelas I-VI secara bertahap yang kemudian
dilanjutkan dengan pemberian imunisasi Campak kepada anak sekolah dasar kelas I SD (BIAS).(3)
Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak- anak di seluruh dunia
yang meningkat sepanjang tahun. Pada tahun 2005 terdapat 345.000 kematian di dunia akibat
penyakit Campak dan sekitar 311.000 kematian terjadi pada anak - anak usia dibawah lima
tahun. Pada tahun 2006 terdapat 242.000 kematian karena campak atau 27 kematian terjadi
setiap jamnya. Menurut laporan World
Health Organization (WHO) tahun 2008 kematian Campak yang meliputi seluruh dunia pada
tahun 2007 adalah 197.000 dengan interval 141.000 hingga 267.000 kematian dimana 177.000
kematian terjadi pada anak- anak usia dibawah lima tahun. Lebih dari 95% kematian Campak
terjadi di negara - negara berpenghasilan rendah dengan infrastruktur kesehatan lemah.(4)
Indonesia termasuk negara berkembang yang insiden kasus campaknya cukup tinggi.Pada tahun
2008, angka absolut Campak di Indonesia adalah 15.369 kasus. Data dari profil kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 2010 dilaporkan Incidence Rate (IR) penyakit Campak di
Indonesia sebesar 0,73 per 10.000 penduduk, sedangkan Case Fatality Rate (CFR) pada KLB
campak pada tahun 2010 adalah 0,233.(5) Kasus penyakit Campak tersebar di seluruh wilayah di
Indonesia.Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, diketahui bahwa Incidens Rate
penyakit Campak di Sumatera Barat tahun 2010 adalah 8,7 per 10.000 penduduk. 3
Sementaraitu, pada tahun 2011 terjadi peningkatan menjadi 10,77 per 10.000 penduduk. Pada
tahun 2011 telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak pada 7 Kabupaten/Kota di Sumatera
Barat yaitu di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pasaman,
Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Bukittinggi.(6) Jumlah kasus
Campak di Kabupaten Pesisir Selatan mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun,
dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Insiden Rate Kasus Campak di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun
2001-2013
No Tahun
Jumlah
Penduduk
Jumlah
Kasus
IR (per 10.000
penduduk) 1 2001 394,706 215 5.45 2 2002 396,809 382 9.63 3 2003 415,124 190 4.58 4 2004
418,521 303 7.24 5 2005 419,523 112 2.67 6 2006 428,148 98 2.29 7 2007 433,181 33 0.76 8
2008 442,257 62 1.40 9 2009 448,488 83 1.85 10 2010 429,246 57 1.33 11 2011 433,735 52 1.20
12 2012 442,100 45 1.02 13 2013 442,100 74 1.67
Sumber: Laporan Tahunan Seksi Surveilans dan Penanggulangan Masalah
Kesehatan Akibat Bencana/KLB/Wabah Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2014 Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah kasus Campak Di Kabupaten Pesisir
Selatan terus mengalami penurunan sejak 4 tahun terakhir yaitu dari tahun 2009 sebanyak 83
kasus dengan IR=1.85 per 10.000 penduduk, tahun 2010 sebanyak 57 kasus (IR=1.33), tahun
2011 sebanyak 52 kasus (IR=1.20) menjadi 45 kasus dengan IR=1,02 pada tahun 2012. Namun
demikian, terjadi peningkatan tajam jumlah kasus pada tahun 2013 yaitu sebanyak 74 kasus
dengan IR=1,67 per 10.000 penduduk yang diiringi dengan KLB sebanyak 2 kali Penyakit Campak
dapat menyerang siapa saja tanpa mengenal umur. Namun demikian, kelompok umur yang
biasanya paling berisiko untuk terkena penyakit ini adalah kelompok anak-anak.
Gambar 1.1Jumlah Kasus Campak Menurut Kelompok Umur Kabupaten
Pesisir Selatan Tahun 2004-2013
Sumber: Laporan Tahunan Seksi Surveilans dan Penanggulangan Masalah
Kesehatan Akibat Bencana/KLB/Wabah Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2014 Berdasarkan diagram diatas, proporsi kasus Campak tertinggi di Kabupaten Pesisir
Selatan ditemukan pada kelompok umur 5-9 tahun pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013,
selain pada kelompok tersebut, proporsi kasus yang tinggi juga ditemukan pada kelompok umur
1-4 tahun.(4) Menurut segitiga epidemiologi, suatu penyakit akan timbul karena dipengaruhi oleh
3 faktor yaitu host, agent, dan environment. Faktor host merupakan faktor yang terdapat di
dalam diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit dan perjalanan penyakit,
seperti jenis kelamin, umur, status imunisasi, dan status gizi. Faktor agent adalah suatu
substansi yang keberadaannya mempengaruhi perjalanan penyakit.Sedangkan faktor
environment adalah semua kondisi dan
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
5% 6% 6% 2% 10% 5% 5% 4% 12% 9%
25%
38%
33%
27%
23%
18%
35%
15% 6% 14%
41% 17% 30%
31% 29% 40%
40%
42%
25%
27%
25%
30% 16%
21% 19% 22%
14%
19%
37% 20%
5%
10%
14%
19% 19% 16%
5%
19% 20%
30%
PROPORSI
TAHUN
KASUS CAMPAK MENURUT KELOMPOK UMUR
KAB PESISIR SELATAN, 2004 - 2013
E-mail: zaidinaumar@gmail.com >15 th 10-14 th 5-9 th 1-4 th <1 th 5 pengaruh luar yang mempengaruhi
perkembangan organisme seperti lingkungan fisik dan lingkungan biologis.Campak merupakan
salah satu penyakit yang dapat timbul akibat dari interaksi 3 faktor tersebut. Para ahli
melaporkan beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit Campak
diantaranya adalah status gizi, status imunisasi, kondisi lingkungan,serta keadaan sosial ekonomi
keluarga.(8) Hasil penelitian I Made Suardiyasa (2008) tentang Faktor-faktor Risiko Kejadian
Penyait Campak pada Anak Balita di Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan
bahwa status imunisasi dengan Odd Ratio(OR)=22,031, status gizi (OR=28,897), dan tingkat
pengetahuan ibu (OR=5,371)merupakan faktor risiko kejadian penyakit Campak pada balita di
Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah.(9) Sejalan dengan itu, penelitian Caesari (2002)
tentang Faktor-faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak di Kabupaten Kendal Tahun 2002juga
menemukan bahwa status gizi (OR=2.3), kepadatan hunian (OR=3.1), dan tingkat pendapatan
keluarga (OR=1,9)adalah faktor yang berpengaruh dalam kejadian penyakit Campak. Sementara
itu, hasil penelitian Ade Somantri (2012) yang berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Kejadian Penyakit Campak (Morbili) pada Anak di Kota Bukittinggi Tahun 2011menemukan
bahwa faktor sikap ibu (OR=10,06) juga merupakan faktor risiko kejadian penyakit Campak.(10-11)
Penduduk dan lingkungannya terus saling berinteraksi yang memungkinkan timbulnya gangguan
kesehatan atau penyakit. Kepadatan penduduk dapat menjadi salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi proses penularan atau pemindahan penyakit dari satu orang ke orang lain. KLB
Campak sering terjadi pada daerah yang padat penduduk.Hasil penelitian Cummings et al(2006)
menyatakan kepadatan penduduk memiliki hubungan dengan tingginya kasus Campak di
Kamerun. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kepadatan penduduk sebagai faktor
yang paling berpengaruh terhadap kejadian kasus Campak di negara Kamerun.(12) Iklim
merupakan rata-rata cuaca pada suatu wilayah tertentu yang meliputi suhu, kelembapan, dan
curah hujan di permukaan bumi.Iklim dapat mempengaruhi ekosistem, habitat binatang, bahkan
tumbuh kembang agen penyakit.Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung iklim
dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit. Kasus Campak akan meningkat pada musim
kemarau, ketika suhu udara tinggi dan curah hujan rendah. Sedangkan ketika kelembapan
rendah, kasus Campak akan meningkat. KLB Campak biasanya terjadi di bulan dengan suhu tidak
terlampau tinggi pada musim panas atau ketika pada awal musim panas.
(12) Epidemiologi merupakan salah satu cabang ilmu yang ada di dalam ilmu kesehatan

masyarakat. Studi epidemiologi merupakan cabang ilmu yang mengkaji mengenai distribusi atau
penyebaran penyakit, frekuensi, dan faktor penyebab (determinan) dari penyakit tersebut.
Untuk melihat distribusi,frekuensi, dan determinan suatu penyakit, saat ini telah ditemukan
Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat memberikan kemudahan bagi cabang ilmu
Epidemiologi untuk dapat memetakan suatu kejadian penyakit berdasarkan ruangan
kewilayahannya. Perkembangan SIG yang menarik adalah diperkenalkannya epidemiologi spasial
atau yang lebih dikenal dengan analisis spasial. Analisa spasial merupakan sekumpulan metoda
untuk menemukan dan menggambarkan tingkatan/ pola dari sebuah fenomena spasial,
sehingga dapat dimengerti dengan lebih baik.Dengan melakukan analisis spasial, diharapkan
muncul infomasi baru yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan di bidang
yang dikaji.Fungsi lain dari analisis spasial adalah untuk mendeskripsikan dan 7 menganalisa
keragaman geografis pada penyakit dengan memperhatikan dimensi geografis, lingkungan,
perilaku, sosial ekonomi, dan faktor risiko penularan lainnya. Penelitian yang bertujuan untuk
melihat faktor risiko kejadian penyakit Campak dengan menggunakan analisis spasial, untuk
Kabupaten Pesisir Selatan belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, sampai saat ini pada tahun
2014 belum diketahui distribusi dan penyebaran penyakit Campak di Kabupaten Pesisir Selatan
secara pasti. Analisis spasial digunakan untuk mempermudah pemetaan penyakit Campak di
Kabupaten Pesisir Selatan sehingga diketahui distribusi dan penyebarannya.Berdasarkan
besarnya masalah yang telah diuraikan diatas , maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang analisis spasial faktor risiko kejadian penyakit Campak pada Anak di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

Untuk wilayah Indonesia pada tahun 1990 terjadi 218.029 kasus campak dan
kemudian menurun menjadi 114.531 pada tahun 1997.
Pada tahun 2009 di Indonesia dilaporkan terdapat 18.055 kasus campak dengan
angka insiden sebesar 0,77 per 10.000 penduduk. Tiga Provinsi dengan Insident Rate (IR)
tertinggi adalah Riau (3,52/10.000 penduduk, Sumatera Barat 2/10.000 penduduk dan
Kalimantan Selatan 1,98 per 10.000 penduduk). Selama periode Januari sampai dengan
Desember 2009 di Indonesia telah terjadi 96 kali KLB campak, 2.770 penderita ditemukan
saat KLB dengan kematian 42 orang (1,52%). Kelompok umur tertinggi yang menderita
campak adalah umur 5-9 tahun yaitu sebesar 5.698 orang sedangkan yang paling rendah
adalah usia <1 tahun sebanyak 1.890 orang (Depkes, 2009).
2.1.3.3 Situasi campak di Bali
Pada tahun 2010 dilaporkan 256 kasus campak di Provinsi Bali, dengan IR sebesar
0,41 per 10.000 penduduk dan CFR sebesar 0,78%. IR tertinggi terjadi di Kabupaten
Karangasem yaitu sebesar 2,47 per 10.000 penduduk dengan CFR sebesar 2,04%. Sejak
bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Dese

B. Definisi
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu
(1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama
terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium
prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang
meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium
erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan
meningkatnya suhu badan
KASUS ANAK MORBILI Disusun oleh: dr. Widhy Surya Primasari Dokter Internship
RS SK Lerik Kota Kupang Pendamping: dr. Aisah Dokter Konsulen bagian Anak: dr.
Karolina Tallo Sp.A PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT
SK LERIK KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR 2016
Campak adalah penyakit infeksi virus akut, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam,
inflamasi mukosa dan saluran napas, yang diikuti erupsi makulopapular berwarna merah dan
diakhiri dengan deskuamasi kulit. Campak adalah penyakit menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium inkubasi, stadium prodormal (kataral), dan stadium erupsi yang
bermanifestasi dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik. Umur terbanyak penderita
campak adalah < 12 bulan, diikuti kelompok umur 1-4 dan 5-14 tahun. Nama lain penyakit ini
adalah morbili, measles, dan rubeola.4
REFERAT Diagnosa dan Tatalaksana Campak Disusun oleh: Ivan Laurentius 112014309
Pembimbing: Dr.Etty Christiati, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN
ANAK PERIODE 17 AGUSTUS - 24 OKTOBER RSUD TARAKAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2015

C. Insidensi
Lebih dari 20 juta penularan campak terjadi setiap tahunnya, dengan 139.300 kematian pada tahun
2010. Sepuluh tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan cakupan imunisasi dengan vaksinasi
virus campak yang dilemahkan, jadwal vaksinasi sebanyak dua kali, dan tindakan preventif
terhadap campak telah menurunkan angka kematian global akibat campak hingga 74% dari
535.000 kematian pada tahun 2000. Mayoritas dari jumlah kematian karena campak ini terjadi di
Afrika dan Asia akibat terhambatnya program imunisasi dan kurangnya pelayanan kesehatan yang
memadai.5
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak menduduki tempat ke-
5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10
macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%).
Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa campak di Indonesia ditemukan sepanjang tahun.
Studi kasus campak yang dirawat inap di rumah sakit selama kurun waktu lima tahun,
memperlihatkan peningkatan kasus pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei,
Agustus, September dan Oktober.
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Di
daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak
yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk
dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya
tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang
sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan
lain-lain (7,9%).6
REFERAT Diagnosa dan Tatalaksana Campak Disusun oleh: Ivan Laurentius 112014309 Pembimbing: Dr.Etty Christiati, Sp.A KEPANITERAAN

KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 17 AGUSTUS - 24 OKTOBER RSUD TARAKAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2015

Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara terutama di negara berkembang. Angka
kesakitan di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000 dengan jumlah kematian 1-3 kasus
per 1000 orang. Campak masih ditemukan di negara maju. Sebelum ditemukan vaksin pada
tahun 1963 di Amerika serikat, terdapat lebih dari 1,5 juta kasus campak setiap tahun. Mulai
9 tahun 1963 kasus campak menurun drastis dan hanya ditemukan kurang dari 100 kasus pada
1998. 1 Di Indonesia, campak masih menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada bayi
dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporn SKRT tahun 1985/1986. KLB masih terus
dilaporkan. Dilaporkan terjadi KLB di pulau Bangka pada tahun 1971 dengan angka kematian
sekitar 12%, KLB di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1981 (CFR=15%), dan KLB di Palembang,
Lampung, dan Bengkulu pada tahun 1998. Pada tahun 2003, di Semarang masih tercatat
terdapat 104 kasus campak dengan CFR 0%.

Campak merupakan penyakit yang ada diseluruh negara di dunia ini. Campak dikenal
sebagai penyakit yang infeksius sejak 150 juta tahun yang lalu, pada tahun 1846 Panun
mempelajari penyakit campak di Kepulauan Faroe dan menyatakan penyakit campak
merupakan penyakit menular dengan masa inkubasi kurang lebih 2 minggu dan setelah
infeksi setiap penderitanya akan memiliki kekebalan seumur hidupnya (WHO, 1999). 44
Pada daerah beriklim sedang penyakit campak biasanya muncul pada musim semi
dan akhir musim dingin sedangkan di daerah yang beriklim tropis campak lebih banyak
terjadi pada musim panas. Campak merupakan penyakit endemis di daerah metropolitan dan
kemungkinan periode untuk terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) umumnya antara 2-3 tahun,
sedangkan pada daerah yang terpencil interval antar KLB (honeymoon period) umumnya
lebih panjang, namun daerah yang terkena lebih luas dan lebih berat (Chin, 2009).

Penyakit campak bersifat endemik di seluruh


dunia, pada tahun 2013 terjadi 145.700
kematian yang disebabkan oleh campak di
seluruh dunia (berkisar 400 kematian setiap
hari atau 16 kematian setiap jam) pada
sebagian besar anak kurang dari 5 tahun.2
Berdasarkan laporan DirJen PP&PL DepKes
RI tahun 2014, masih banyak kasus campak
di Indonesia dengan jumlah kasus yang
dilaporkan mencapai 12.222 kasus. Frekuensi
KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104
kasus. Sebagian besar kasus campak adalah
anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD.
Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih
banyak terjadi pada kelompok umur 5-9
tahun (3591 kasus) dan pada kelompok umur
1-4 tahun (3383 kasus).4
TINJAUAN PUSTAKA CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 campak Ricky Gustian Halim
RS Hosana Medica Lippo Cikarang, Cikarang, Indonesia

D. Etiologi
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin), yang
kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia
dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris.
Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan
gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan,
gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan
diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.
Agent campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili paramyxoviridae anggota
genus morbilivirus. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus ini
menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bila dimasukkan ke dalam lemari es
selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan hilang.
MAKALAH DASAR PEMBERANTASAN PENYAKIT
PROGRAM IMUNISASI CAMPAK
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4
1. Ayuk Kurniati 25010110120072
2. Santy Kusno H 25010110120073
3. MT Oktaveni 25010110120074
4. Dela Pratiwi S 25010110120075
5. Avinda Dita D 25010110120076
6. Ria Helda Pratiwi 25010110120077
7. Dina Supriyati 25010110120078
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2012
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa tunas
dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam
temperature 35C, dan beberapa hari pada suhu 0C. Virus tidak aktif pada pH rendah.
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang kasar
dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di
dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang
mengelilingi asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur helix nucleoprotein dari myxovirus.
Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yang berada di selubung
luar berfungsi sebagai hemaglutinin.
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila berada di
luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia akan kehilangan 60%
sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada
suhu 56C hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu berahan dalam keadaan dingin, pada suhu
-70C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin
dengan suhu 4-6C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya
mampu bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.6
KASUS ANAK MORBILI Disusun oleh: dr. Widhy Surya Primasari Dokter Internship
RS SK Lerik Kota Kupang Pendamping: dr. Aisah Dokter Konsulen bagian Anak: dr.
Karolina Tallo Sp.A PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT
SK LERIK KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR 2016

Campak adalah penyakit virus akut yang


disebabkan oleh RNA virus genus Morbillivirus,
famili Paramyxoviridae.1,5,6 Virus ini dari
famili yang sama dengan virus gondongan
(mumps), virus parain-uenza, virus human
metapneumovirus, dan RSV (Respiratory
Syncytial Virus).5
Virus campak berukuran 100-250 nm dan
mengandung inti untai RNA tunggal yang
diselubungi dengan lapisan pelindung lipid.
Virus campak memiliki 6 struktur protein
utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan
penting dalam perlekatan virus ke sel
penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan

Campak pada Anak


Ricky Gustian Halim
RS Hosana Medica Lippo Cikarang, Cikarang, Indonesia
ABSTRAK
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak. Di Indonesia, jumlah kasus penyakit ini meningkat
di akhir tahun 2014. Gejala
klinis terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium prodromal, eksantem, dan konvalesens. Diagnosis ditegakkan
dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan antibodi IgM campak dalam darah. Tatalaksana bersifat suportif disertai pemberian
vitamin A. Komplikasi yang sering
menyebabkan kematian pada anak adalah pneumonia. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian vaksin.
Kata Kunci: Anak, campak, imunisasi, vitamin A
ABSTRACT
Measles is a disease caused by measles virus. Cases in Indonesia are increased at the end of 2014. The clinical
symptoms occur in three stages:
prodromal, exanthema, and convalesence. Diagnosis can be made by history taking, physical examination, and
blood measles IgM antibody
test. Management is mainly supportive with vitamin A supplementation. Complication that often be fatal in
children is pneumonia. Prevention
is with vaccination. Ricky Gustian Halim. Measles in Children
Keywords: Children, immunization, measles, vitamin A
Alamat Korespondensi email: ricky_g_lim@yahoo.com
Grak. Jumlah kasus campak rutin, frekuensi KLB campak, jumlah kasus pada KLB campak tahun 2011
sampai dengan 2014. 4
TINJAUAN PUSTAKA
CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 187
penyebaran virus dari sel ke sel. Protein
M (Matrix) di permukaan dalam lapisan
pelindung virus berperan penting dalam
penyatuan virus. Di bagian dalam virus
terdapat protein L (Large), NP (Nucleoprotein),
dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein
L dan P berperan dalam aktivitas polimerase
RNA virus, sedangkan protein NP berperan
sebagai struktur protein nucleocapsid. Karena
virus campak dikelilingi lapisan pelindung
lipid, maka mudah diinaktivasi oleh cairan yang
melarutkan lipid seperti eter dan kloroform.
Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan
suhu panas (>370C), suhu dingin (<200C), sinar
ultraviolet, serta kadar (pH) ekstrim (pH <5
dan >10).5,7 Virus ini jangka hidupnya pendek
(short survival time), yaitu kurang dari 2 jam.8

E. Manifestasi Klinis
Stadium Inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada masa ini
terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.
Stadium Prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung
selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan
konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum
munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat
menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila
seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik
untuk campak muncul pada hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan
sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik.
Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan
pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan
karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat
yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya
menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium Erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium
erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C.
Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher,
belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar
ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam
akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari
ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti
oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan
penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar
bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada
area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada
infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk
telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.

Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan -
nyeri tenggorokan] - hidung meler (Coryza) - batuk (Cough) - Bercak Koplik - nyeri otot - mata
merah (conjuctivitis) 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik
Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya
gejala diatas.

Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula
(ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di
bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang
tubuh, lengan dan kaki, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu
tubuhnya mencapai 40 Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai
merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan
mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang
mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.

Cara diagnosis yang dilakukan yaitu berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas.
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan: - pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi
- pemeriksaan Ig M anti campak - Pemeriksaan komplikasi campak:

enteritis
Ensephalopati,
Bronkopneumoni

MAKALAH DASAR PEMBERANTASAN PENYAKIT


PROGRAM IMUNISASI CAMPAK
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4
1. Ayuk Kurniati 25010110120072
2. Santy Kusno H 25010110120073
3. MT Oktaveni 25010110120074
4. Dela Pratiwi S 25010110120075
5. Avinda Dita D 25010110120076
6. Ria Helda Pratiwi 25010110120077
7. Dina Supriyati 25010110120078
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2012

Sekitar 10 hari setelah infeksi akan muncul demam yang biasanya tinggi, diikuti dengan
koriza/pilek, batuk dan peradangan pada mata. Gejala penyakit campak dikategorikan dalam tiga
stadium:
Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 12-14 hari. Walaupun pada masa ini terjadi
viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.
Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang
berlangsung selama 2 hingga 5 hari. Gejala utama yang muncul adalah demam yang terus
meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,4 - 40,6C pada hari ke 4 atau 5 yaitu pada saat
ruam muncul. Selain itu biasanya terdapat batuk, pilek dan konjungtivitis. Inflamasi konjungtiva
dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang
kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium
prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-101
infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis
berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal
di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut
seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1-2 hari
sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada
akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan
mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat
stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar
39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas
leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan
menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama.
Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki,
yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan
menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih
dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak
memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi
kecoklatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang
muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian
kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit
dikenali.4,10
REFERAT Diagnosa dan Tatalaksana Campak Disusun oleh: Ivan Laurentius 112014309
Pembimbing: Dr.Etty Christiati, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN
ANAK PERIODE 17 AGUSTUS - 24 OKTOBER RSUD TARAKAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2015

Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12


hari).7
Gejala klinis terjadi setelah masa inkubasi,
terdiri dari tiga stadium:
Stadium prodromal: berlangsung kirakira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan
demam yang dapat mencapai 39,50C 1,10C.
Selain demam, dapat timbul gejala berupa
malaise, coryza (peradangan akut membran
mukosa rongga hidung), konjungtivitis (mata
merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran
pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh virus-virus
lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair
dan sensitif terhadap cahaya (fotofobia). Tanda
patognomonik berupa enantema mukosa
buccal yang disebut Koplik spots yang muncul
pada hari ke-2 atau ke-3 demam.1,5,7 Bercak ini
berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna
merah terang, di tengahnya didapatkan noda
putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik
ini hanya sebentar, kurang lebih 12 jam,
sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput
saat pemeriksaan klinis.8
Stadium eksantem: timbul ruam
makulopapular dengan penyebaran
sentrifugal yang dimulai dari batas rambut
di belakang telinga, kemudian menyebar ke
wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong,
dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam
ini dapat timbul selama 6-7 hari. Demam
umumnya memuncak (mencapai 400C)
pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam.1,5,7
Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau
ke-4 umumnya mengindikasikan adanya
komplikasi.7,9
Stadium penyembuhan (konvalesens):
setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur
menghilang sesuai dengan pola timbulnya.
Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi
kecoklatan yang akan menghilang dalam
7-10 hari.1,7,10
Diagnosis
Anamnesis berupa demam, batuk, pilek,
mata merah, dan ruam yang mulai timbul
dari belakang telinga sampai ke seluruh
tubuh.
Pemeriksaan fisik berupa suhu badan
tinggi (>380C), mata merah, dan ruam
makulopapular.
Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan
darah berupa leukopenia dan
limfositopenia. Pemeriksaan
imunoglobulin M (IgM) campak juga
Gambar. Karakter campak11
CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016
TINJAUAN PUSTAKA
188
dapat membantu diagnosis dan biasanya
sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama
dan ke-2 setelah timbulnya ruam.5-7
IgM campak ini dapat tetap terdeteksi
setidaknya sampai 1 bulan sesudah
infeksi.5,6

F. Diagnosis banding
Diagnosis Banding
Campak harus dibedakan dari beberapa
penyakit yang klinisnya juga berupa ruam
makulopapular. Gejala klinis klasik campak
adalah adanya stadium prodromal demam
disertai coryza, batuk, konjungtivitis, dan
penyebaran ruam makulopapular.7,9 Penyakit
lain yang menimbulkan ruam yang sama
antara lain:9
Rubella (Campak Jerman) dengan gejala
lebih ringan dan tanpa disertai batuk.
Roseola infantum dengan gejala batuk
ringan dan demam yang mereda ketika
ruam muncul.
Parvovirus (fifth disease) dengan ruam
makulopapular tanpa stadium prodromal.
Demam scarlet (scarlet fever) dengan
gejala nyeri tenggorokan dan demam
tanpa konjungtivitis ataupun coryza.
Penyakit Kawasaki dengan gejala demam
tinggi, konjungtivitis, dan ruam, tetapi
tidak disertai batuk dan bercak Koplik.
Biasanya timbul nyeri dan pembengkakan
sendi yang tidak ada pada campa
G. Tata laksana
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana
bersifat suportif, berupa tirah baring,
antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis
dapat diberikan sampai setiap 4 jam), cairan
yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin
A.1,10,12 Vitamin A dapat berfungsi sebagai
imunomodulator yang meningkatkan respons
antibodi terhadap virus campak. Pemberian
vitamin A dapat menurunkan angka kejadian
komplikasi seperti diare dan pneumonia.5
Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2
hari dengan dosis sebagai berikut:1,5-7,9,10,12
200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau
lebih
100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
Pemberian vitamin A tambahan satu kali
dosis tunggal dengan dosis sesuai umur
penderita diberikan antara minggu ke-2
sampai ke-4 pada anak dengan gejala
defisiensi vitamin A.
Pada campak dengan komplikasi otitis
media dan/atau pneumonia bakterial
dapat diberi antibiotik.1,7,12 Komplikasi diare
diatasi dehidrasinya sesuai dengan derajat
dehidrasinya.10,1
H. Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko
tinggi, yaitu:2,10
Usia muda, terutama di bawah 1 tahun
Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)
Pemukiman padat penduduk yang
lingkungannya kotor
Anak dengan gangguan imunitas,
contohnya pada anak terinfeksi HIV,
malnutrisi, atau keganasan
Anak dengan defisiensi vitamin
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ
tubuh, antara lain:1,5,7,9
Saluran pernapasan: bronkopneumonia,
laringotrakeobronkitis (croup)
Saluran pencernaan: diare yang dapat
diikuti dengan dehidrasi
Telinga: otitis media
Susunan saraf pusat:
- Ensefalitis akut: timbul pada 0,01
0,1% kasus campak. Gejala berupa
demam, nyeri kepala, letargi, dan
perubahan status mental yang
biasanya muncul antara hari ke-2
sampai hari ke-6 setelah munculnya
ruam. Umumnya self-limited (dapat
sembuh sendiri), tetapi pada sekitar
15% kasus terjadi perburukan yang
cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat
berupa kehilangan pendengaran,
gangguan perkembangan,
kelumpuhan, dan kejang berulang.
- Subacute Sclerosing Panencephalitis
(SSPE): suatu proses degeneratif
susunan saraf pusat yang disebabkan
infeksi persisten virus campak, timbul
beberapa tahun setelah infeksi
(umumnya 7 tahun). Penderita
mengalami perubahan tingkah laku,
retardasi mental, kejang mioklonik,
dan gangguan motorik.
Mata: keratitis
Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri
sekunder
I. Prognosis
Campak merupakan self limited disease,
namun sangat infeksius. Mortalitas dan
morbiditas meningkat pada penderita
dengan faktor risiko yang mempengaruhi
timbulnya komplikasi. Di negara berkembang,
kematian mencapai 1-3%, dapat meningkat
sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.
J. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi
campak ataupun vaksinasi MMR (Measles,
Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi
rekomendasi IDAI tahun 2014, vaksin campak
diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya,
vaksin penguat dapat diberikan pada usia 2
tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada
usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi campak
pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan
diberikan pada usia 5-6 tahun.13 Dosis
vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL
subkutan.8
Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil,
anak dengan imunodefisiensi primer, pasien
tuberkulosis yang tidak diobati, pasien
kanker atau transplantasi organ, pengobatan
imunosupresif jangka panjang atau anak
immunocompromised yang terinfeksi HIV.
Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat
dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak,
bisa mendapat imunisasi campak.1,8
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi)
yang dapat terjadi pasca-vaksinasi campak
berupa demam pada 5-15% kasus, yang
dimulai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi,
dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat
dijumpai pada 5% resipien, yang timbul
pada hari ke 7 s/d 10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari.8 Reaksi KIPI
dianggap berat jika ditemukan gangguan
sistem saraf pusat, seperti ensefalitis dan
ensefalopati pasca-imunisasi. Risiko kedua
TINJAUAN PUSTAKA
CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016 189
efek samping tersebut dalam 30 hari sesudah
imunisasi diperkirakan 1 di antara 1.000.000
dosis vaksin.6,8
Reaksi KIPI vaksinasi MMR yang dilaporkan
pada penelitian mencakup 6000 anak berusia
1-2 tahun berupa malaise, demam, atau ruam
1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung
2-3 hari.8 Vaksinasi MMR dapat menyebabkan
efek samping demam, terutama karena
komponen campak.14 Kurang lebih 5-15%
anak akan mengalami demam >39,40C setelah
imunisasi MMR.6,8,14 Reaksi demam tersebut
biasanya berlangsung 7-12 hari setelah
imunisasi, ada yang selama 1-2 hari. Dalam
6-11 hari setelah imunisasi, dapat terjadi
kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis
pasca-imunisasi terjadi pada <1/1.000.000
dosis.8

K. Patologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring, bronkus,
saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan
proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi
dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang
merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul
adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid,
tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada
epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan
folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang
meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis
intersisial karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht.
Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Pada
kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan medula
spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body
intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis.
KASUS ANAK MORBILI Disusun oleh: dr. Widhy Surya Primasari Dokter Internship RS
SK Lerik Kota Kupang Pendamping: dr. Aisah Dokter Konsulen bagian Anak: dr. Karolina
Tallo Sp.A PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT SK LERIK
KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR 2016
L. Patofisiologi
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus penyebab campak ini biasanya
hidup pada daerah tenggorokan dan saluran pernapasan. Campak adalah penyakit yang sangat
menular.

Virus campak dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lendir tenggorok, hidung
dan saluran pernapasan. Anak yang terinfeksi oleh virus campak dapat menularkan virus ini
kepada lingkungannya, terutama orang-orang yang tinggal serumah dengan anak. Pada saat
anak yang terinfeksi bersin atau batuk, virus juga dibatukkan dan terbawa oleh udara.
Anak dan orang lain yang belum mendapatkan imunisasi campak, akan mudah sekali
terinfeksi jika menghirup udara pernapasan yang mengandung virus. Penularan virus juga dapat
terjadi jika anak memegang atau memasukkan tangannya yang terkontaminasi dengan virus ke
dalam hidung atau mulut. Biasanya virus dapat ditularkan 4 hari sebelum ruam timbul sampai
4 hari setelah ruam pertama kali timbul.

Masa Inkubasi

Tahap masa inkubasi terbagi menjadi 3, diantarannya:

Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari. Pada fase ini, anak
sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apa pun. Bercak-bercak
merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar.
Fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakit flu, seperti batuk,
pilek, dan demam. Mata tampak kemerah-merahan dan berair. Bila melihat sesuatu, mata
akan silau (photo phobia). Di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan
bertahan 3-4 hari. Terkadang anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul
demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat Celcius.
Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan demam tinggi yang
terjadi. Namun, bercak tak langsung muncul di seluruh tubuh, melainkan bertahap dan
merambat. Bermula dari belakang kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Warnanya
pun khas; merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil. Bercak-
bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut makulopapuler. Biasanya bercak
memenuhi seluruh tubuh dalam waktu sekitar satu minggu. Namun, ini pun tergantung
padadaya tahan tubuh masing-masing anak. Bila daya tahan tubuhnya baik maka bercak
merahnya tak terlalu menyebar dan tak terlalu penuh. Umumnya jika bercak merahnya sudah
keluar, demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun makin lama menjadi
kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya.

Penularan Campak

Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret


hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari
hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya
ruam, minimal hari kedua setelah timbulnya ruam.

MAKALAH DASAR PEMBERANTASAN PENYAKIT


PROGRAM IMUNISASI CAMPAK
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4
1. Ayuk Kurniati 25010110120072
2. Santy Kusno H 25010110120073
3. MT Oktaveni 25010110120074
4. Dela Pratiwi S 25010110120075
5. Avinda Dita D 25010110120076
6. Ria Helda Pratiwi 25010110120077
7. Dina Supriyati 25010110120078
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2012

Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung
atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama
sebelum munculnya gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal
hari kedua setelah timbulnya ruam. Virus campak menempel dan berkembang biak pada epitel
nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional
dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan
menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses
peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronkial paru. Juga terdapat udema,
bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan
kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C: coryza, cough and conjuctivitis) dan demam
yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari
ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam
makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan
menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah masa konvelesen, hipervaskularisasi mereda dan
menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi deskuamasi dan hiperpigmentasi.
Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi
limfosit.7,8
REFERAT Diagnosa dan Tatalaksana Campak Disusun oleh: Ivan Laurentius 112014309
Pembimbing: Dr.Etty Christiati, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 17 AGUSTUS - 24 OKTOBER RSUD TARAKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2015

Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet


di udara yang berasal dari penderita. Virus
campak masuk melalui saluran pernapasan
dan melekat di sel-sel epitel saluran napas.
Setelah melekat, virus bereplikasi dan
diikuti dengan penyebaran ke kelenjar limfe
regional. Setelah penyebaran ini, terjadi
viremia primer disusul multiplikasi virus di
sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan
kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga terjadi di
tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5
sampai ke-7 infeksi, terjadi viremia sekunder
di seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran
pernapasan. Pada hari ke-11 sampai hari ke-
14, virus ada di darah, saluran pernapasan, dan
organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian
virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus
bereplikasi di sel-sel endotelial, sel-sel epitel,
monosit, dan makrofag (Tabel 1).
Tabel. Patogenesis infeksi campak7
Hari Patogenesis

0 Virus campak dalam droplet terhirup dan

melekat pada permukaan epitel nasofaring


ataupun konjungtiva. Infeksi terjadi di sel
epitel dan virus bermultiplikasi.
1 - 2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik
regional
2 - 3 Viremia primer
3 - 5 Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas,
virus melekat pertama kali, juga di sistem
retikuloendotelial regional dan kemudian
menyebar.
5 - 7 Viremia sekunder
7 - 11 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran
napas
11 - 14 Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit,
dan organ-organ tubuh lain.
Hari Patogenesis
15 - 17 Viremia berkurang dan menghilang.

M. Pathogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel
saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang
lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang
menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari
virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih
jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi. Selama lima hingga tujuh
hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak
secara umum.
Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya
dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran
nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam
waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel
epitel, monosit, dan makrofag Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis
media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi
pada kasus campak.
N.
KASUS ANAK MORBILI Disusun oleh: dr. Widhy Surya Primasari Dokter Internship
RS SK Lerik Kota Kupang Pendamping: dr. Aisah Dokter Konsulen bagian Anak: dr.
Karolina Tallo Sp.A PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT
SK LERIK KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR 2016

Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan
infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari
setelah timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam.6 Infeksi virus campak pertama kali
terjadi pada epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi di daerah nasofaring ini akan diikuti dengan
penyebaran virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia
primer. Setelah viremia primer, terjadi replikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada
jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Replikasi virus campak juga
terjadi di lokasi pertama infeksi.
Setelah lima hingga tujuh hari setelah infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan
menyebabkan terjadinya infeksi campak secara generalisata. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas
adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya seperti kulit, kandung kemih, dan
usus.dapat terinfeksi pula.6,9
Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan
menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah
banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari system
saluran nafas diawali dengan dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak
merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada system saluran pernapasan
diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu
ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk
menegakkan diagnosis.6
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed hypersensitivity
terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan
pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus
yang mengalami defisit sel-T.6
Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ
lain mencapai puncaknya dan kemudian titer virus akan menurun menurun secara cepat dalam
waktu 2 hingga 3 hari. Selama proses infeksi, virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel,
sel epitel, monosit, dan makrofag.9
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan
serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam
keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.7

Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Tabel 1. Patogenesis campak tanpa penyulit.6

REFERAT Diagnosa dan Tatalaksana Campak Disusun oleh: Ivan Laurentius 112014309
Pembimbing: Dr.Etty Christiati, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN
ANAK PERIODE 17 AGUSTUS - 24 OKTOBER RSUD TARAKAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2015

O. Manifestasi di Rongga Mulut


P. Terapi

Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam yang terjadi akan
ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak mengalami diare maka diberi obat untuk
mengatasi diarenya. Batuk akan diatasi dengan mengobati batuknya. Dokter pun akan
menyiapkan obat antikejang bila anak punya bakat kejang.

Intinya, segala gejala yang muncul harus diobati karena jika tidak, maka campak bisa
berbahaya. Dampaknya bisa bermacam-macam, bahkan bisa terjadi komplikasi. Perlu
diketahui, penyakit campak dikategorikan sebagai penyakit campak ringan dan yang berat.
Disebut ringan, bila setelah 1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik. Disebut
berat bila pengobatan yang diberikan sudah tak mempan karena mungkin sudah ada komplikasi.

Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke
jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah
kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi
ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya.

Gejala ensefalitis yaitu kejang satu kali atau berulang, kesadaran anak menurun, dan
panasnya susah turun karena sudah terjadi infeksi tumpangan yang sampai ke otak. Lain
halnya, komplikasi radang paru-paru ditandai dengan batuk berdahak, pilek, dan sesak napas.
Jadi, kematian yang ditimbulkan biasanya bukan karena penyakit campak itu sendiri, melainkan
karena komplikasi. Umumnya campak yang berat terjadi pada anak yang kurang gizi.
Tatalaksana medik

Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari:

1) Pemberian cairan yang cukup


2) Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan
adanya komplikasi
3) Suplemen nutrisi
4) Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5) Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6) Pemberian vitamin A.

Campak tanpa komplikasi:

1) Hindari penularan
2) Tirah baring di tempat tidur
3) Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
4) Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan
tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi

Campak dengan komplikasi:

1) Ensefalopati/ensefalitis

a. Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis
b. Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
c. Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan
elektrolit

2) Bronkopneumonia:

a. Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia


b. Oksigen nasal atau dengan masker
c. Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
3) Enteritis: koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
4) Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau
terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah
1-3 bulan penyembuhan.
5) Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.

Tatalaksana Epidemiologik

Langkah Preventif

Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi nasional sejak tahun 1982,
angka cakupan imunisasi menurun < 80% dalam 3 tahun terakhir sehingga masih dijumpai
daerah kantong risiko tinggi transmisi virus campak.

Cara reduksi campak terdiri dari:

a) Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A


b) Imunisasi campak

PPI: diberikan pada umur 9 bulan.


Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur 12-15 bulan
Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi nasional
Catch-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6, disertai dengan
keep up dan strengthening.

MAKALAH DASAR PEMBERANTASAN PENYAKIT

PROGRAM IMUNISASI CAMPAK

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4

1. Ayuk Kurniati 25010110120072


2. Santy Kusno H 25010110120073

3. MT Oktaveni 25010110120074

4. Dela Pratiwi S 25010110120075

5. Avinda Dita D 25010110120076

6. Ria Helda Pratiwi 25010110120077

7. Dina Supriyati 25010110120078

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO


SEMARANG 2012

1. Pengobatan Morbili
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang
cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi
apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia
6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan
untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas
campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total. Indikasi
rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau
adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul
2. Pencegahan Morbili
Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di
Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan
dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan
imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela
(MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat
imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita
kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis
sebagai campak.
KASUS ANAK MORBILI Disusun oleh: dr. Widhy Surya Primasari Dokter Internship
RS SK Lerik Kota Kupang Pendamping: dr. Aisah Dokter Konsulen bagian Anak: dr.
Karolina Tallo Sp.A PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH
SAKIT SK LERIK KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR 2016

Q. penyakit campak
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.
Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa
penyulit campak adalah:
a) Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh
invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus,
Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan
adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu
menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang
masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu
dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas
yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar
tidak muncul akibat yang fatal.
b) Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis
biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya
gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium
prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah: kejang, letargi, koma,
nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab
timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat
virus campak tersebut.
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala
terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan
penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi
campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan
dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan
otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x
lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat
vaksinasi.
d) Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada
akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
e) Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
f) Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga
mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan
penderita campak.
g) Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan
tindakan trakeotomi.
h) Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung
seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.
i) Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai
dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala
encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari
mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata

KASUS ANAK MORBILI Disusun oleh: dr. Widhy Surya Primasari Dokter
Internship RS SK Lerik Kota Kupang Pendamping: dr. Aisah Dokter Konsulen bagian
Anak: dr. Karolina Tallo Sp.A PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RUMAH SAKIT SK LERIK KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR 2016

R. Daerah Endemi di Indonesia


Di Indonesia pada tahun 2010, dilaporkan terdapat 17.139 kasus campak dengan Incidence
Rate sebesar 0,73 per 10.000 penduduk. Sedangkan jumlah kasus yang terjadi pada KLB campak
pada tahun 2010 sebanyak 2570 kasus dengan jumlah kasus yang meninggal sebanyak 6 kasus
(depkes R1, 2011). Pada tahun 2011 di Tasikmalaya telah terhadi wabah dengan jumlah penderita
yaitu 180 orang. (Dinkes Tasikmalaya, 2011)

MAKALAH DASAR PEMBERANTASAN PENYAKIT

PROGRAM IMUNISASI CAMPAK

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4

1. Ayuk Kurniati 25010110120072

2. Santy Kusno H 25010110120073


3. MT Oktaveni 25010110120074

4. Dela Pratiwi S 25010110120075

5. Avinda Dita D 25010110120076

6. Ria Helda Pratiwi 25010110120077

7. Dina Supriyati 25010110120078

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO


SEMARANG 2012

Untuk wilayah Indonesia pada tahun 1990 terjadi 218.029 kasus campak dan
kemudian menurun menjadi 114.531 pada tahun 1997.
Pada tahun 2009 di Indonesia dilaporkan terdapat 18.055 kasus campak dengan
angka insiden sebesar 0,77 per 10.000 penduduk. Tiga Provinsi dengan Insident Rate (IR)
tertinggi adalah Riau (3,52/10.000 penduduk, Sumatera Barat 2/10.000 penduduk dan
Kalimantan Selatan 1,98 per 10.000 penduduk). Selama periode Januari sampai dengan
Desember 2009 di Indonesia telah terjadi 96 kali KLB campak, 2.770 penderita ditemukan
saat KLB dengan kematian 42 orang (1,52%). Kelompok umur tertinggi yang menderita
campak adalah umur 5-9 tahun yaitu sebesar 5.698 orang sedangkan yang paling rendah
adalah usia <1 tahun sebanyak 1.890 orang (Depkes, 2009).
2.1.3.3 Situasi campak di Bali
Pada tahun 2010 dilaporkan 256 kasus campak di Provinsi Bali, dengan IR sebesar
0,41 per 10.000 penduduk dan CFR sebesar 0,78%. IR tertinggi terjadi di Kabupaten
Karangasem yaitu sebesar 2,47 per 10.000 penduduk dengan CFR sebesar 2,04%. Sejak
bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Dese

S. Daerah Endemi di Luar Indonesia


Campak adalah endemik pada sebagian besar dunia. Dahulu, epidemi cenderung terjadi secara
irreguler, tampak pada musim semi di kota-kota besar dengan interval 2 sampai 4 tahun ketika
kelompok anak yang rentan terpajan. Campak sangat menular, sekitar 90% kontak keluarga yang
rentan mendapat penyakit. Campak jarang subklinis. Sebelum penggunaan vaksin campak, puncak
insiden pada umur 5-10 tahun; kebanyakan orang dewasa imun. Sekarang di Amerika Serikat,
campak terjadi paling sering pada anak umur sekolah yang belum diimunisasi dan pada remaja
dan orang dewasa muda yang telah diimunisasi.

Epidemi telah terjadi di sekolah menengah atas dan universitas dimana tingkat imunisasi tinggi.
Epidemi ini diduga terutama karena kegagalan vaksin. Walaupun ada kebangkitan kembali
campak di Amerika Serikat dari tahun 1989-1991; jumlah kasus campak yang dilaporkan turun
menjadi rendah pada tahun 1993, mungkin akibat vaksinasi yang luas. Mereka yang lebih tua dari
30 tahun sebenarnya semua imun. Karena campak masih merupakan penyakit lazim di banyak
negara, orang-orang yang infektif masuk negara ini mungkin menginfeksi masyarakat Amerika
Serikat dan wisatawan Amerika yang ke luar negeri berisiko terpajan disana

Pada tahun 1980, sebelum adanya vaksinisasi secara menyeluruh campak menyebabkan sekitar
2,6 juta kematian setiap tahunya. Dari data terakhir didapatkan, kematian global yang diakibatkan
oleh penyakit campak telah menurun sebesar 78 % dari 733.000 orang pada tahun 2000 menjadi
164.000 orang pada tahun 2008. Secara molekular epidemiologi, campak telah dieliminasi dari
Amerika Serikat sejak tahun 1993. Kasus-kasus campak yang terjadi di Amerika Serikat setelah
tahun 1993 merupakan kasus. Campak importasi dengan virus campak berasal dari negara lain.
MAKALAH DASAR PEMBERANTASAN PENYAKIT
PROGRAM IMUNISASI CAMPAK
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4
1. Ayuk Kurniati 25010110120072
2. Santy Kusno H 25010110120073
3. MT Oktaveni 25010110120074
4. Dela Pratiwi S 25010110120075
5. Avinda Dita D 25010110120076
6. Ria Helda Pratiwi 25010110120077
7. Dina Supriyati 25010110120078
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2012

Sebelum vaksin campak digunakan, epidemi campak berulang setiap 2-5 tahun sekali
dan berlangsung selama 3-4 bulan. Kasus yang terbanyak adalah pada anak-anak usia pra
sekolah dan pada awal usia sekolah serta sedikit kasus pada usia di atas 20 tahun. Setelah
digunakannya vaksin campak terjadi penurunan inseden campak secara besar-besaran. Salah
satu contoh adalah di Amerika Serikat. Sebelum era vaksin setiap tahun dilaporkan 200.000-
500.000 kasus campak setiap tahunnya tapi sejak tahun 1963 insiden campak berkurang
hingga 99%. Insiden terendah terjadi pada tahun 1983 namun pada awal tahun 1990-an
kembali terjadi peningkatan kasus campak sehingga direkomendasikan untuk memulai
imunisasi dua dosis. Pada tahun 1993 sampai tahun 1996 kurang dari 1000 kasus campak
pertahun dilaporkan ke CDC. Untuk wilayah Asia tenggara WHO menyebutkan bahwa pada
tahun 1989 dilaporkan terjadi 440.000 kasus campak dan kemudian menurun menjadi
88.584 kasus pada tahun 2002. Campak merupakan penyebab utama kematian anak-anak di
wilayah Asia Tenggara sekitar 29% kematian adalah akibat campak (WHO, 2003).
Pada tahun 1980 sebelum kebijakan vaksinasi dilaksanakan campak diperkirakan
telah membunuh 2,6 juta orang setiap tahunnya di seluruh dunia. Selama periode tahun 2000 45
dan 2008 pelaksanaan imunisasi campak sudah menurunkan kematian akibat campak sebesar
78% dari 733.000 kematian pada tahun 2000 menjadi 164.000 pada tahun 2008 (WHO,
2011).

Vaksin Campak Imunisasi campak adalah vaksin hidup yang dilemahkan dari galur hidup dengan antigen
tunggal yang dibiakkan dalam embrio ayam. Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak,
yaitu:8 a. Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston B). b.
Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan artinya virus campak yang
berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium.

III. Varicella
A. Gambaran Umum Penyakit
Varisela adalah penyakit sistemik akut yang sangat menular yang disebabkanoleh infeksi virus
varisela zoster atau varisela-zoster virus (VZV)2.Biasanya varisela merupakan penyakitringan
berjangka waktu pendek pada anak-anak yang sehat dengangejala seperti demam, flu, pada
umumnya merasatidak enak badan dan ruam kulit yang kemudian melepuh.Namun penyakit ini
lebih parah pada orang dewasa, dapatmenyebabkan sakit serius bahkan fatal pada orang-
orangyang menderita imunosupresi, termasuk dalam kehamilan. Variseladalam kehamilan ini
dapat menyebabkan morbiditas serius berupa cacat bawaan pada bayihingga kematian ibu3,4.
VZV adalah anggota subfamili Alphaherpesvirinae dalam famili
Herpesviridae.Virus ini berbentuk bulat atau spherical denganbesar partikel virus berukuran 120
- 300 nm,memiliki kapsul yang terdiri dari lipid dan glikoprotein,
capsid icosahedric yang terdiri dari 162 kapsomers, danterdiri dari sebuah linear genom DNA
untai ganda dengan sekitar 125.000 pasangan basa. Pertumbuhan virus ini sangat tergantung
pada sel dan hampir secara eksklusif terbatashanya pada sel-sel manusia1,5. Gambar 2.1 Struktur
Virus Varisela Zoster5.
MANAJEMEN VARISELA DALAM KEHAMILAN dr. Pius Made Mawan, SpOG
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR 2012
B. Insidensi

Varisela merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Di Amerika


ditaksir 3,1 - 3,5 juta kasus pada setiap tahunnya [2], sedang di Singapura
dilaporkan bahwa pada 1965 incidence rate melebihi 200 per 100.000 populasi.
Sejak tahun 1984 angka ini meningkat, dimana pada tahun 1988 angka ini menjadi
329 per 100.000 populasi dan menjadi 705 per 100.000 populasi di tahun 1990. Dari
data 1977-1990 tercatat tidak ada bulan tertentu di mana penyakit ini meningkat
dan semua kelompok umur dapat diserang [5].
1 Makalah disampaikan pada Simposium Update on Varicella and
Rationale of Vaccination, Hotel Tiara, Medan, 26 Oktober 1996.
2 Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, DTM&H, DSAK adalah Guru Besar
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Di Indonesia data mengenai penyakit varisela ini hanya ada di beberapa
rumah sakit, sedangkan data di Indonesia secara menyeluruh belum ada. Tetapi,
penyakit ini sampai saat sekarang ini masih sering dijumpai baik pada anak yang
berobat ke rumah sakit maupun ke praktek pribadi.

VARISELA PADA ANAK


GEJALA KLINIS, PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
CHAIRUDDIN P. LUBIS
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Epidemiologi varisela berbeda dimasing-masing belahan dunia yang memiliki perbedaan antara
temperature dan iklim tropis.Mereka yang lahir di daerah tropis dan subtropis dianggap lebih
rentan terkena varisela3,4.Termasuk wanita usia reproduksi dari daerah tropis dan subtropis
lebih besar kemungkinan memiliki seronegatif untuk IgG VZV sehingga lebih berisiko tertular
infeksi varisela7. Sebelum vaksin varisela dikembangkan di Amerika Serikat, hampir semua orang
pernah menderita varisela.Saat ini di Amerika Serikat sekitar 11.000 orang dirawat dan 100
orang meninggal setiap tahunnya karena varisela.Data menunjukkan bahwa 97% orang Amerika
yang lahir antara tahun 1960 dan 1980 telah imun terhadap varisela. Di Australia, setiap
tahunnya terdapat 124.000 kasus, dimana 1.500 orang dirawat dan 7 orang meninggal karena
varisela3,4. Sekitar 90% kasus varisela di beberapa negara seperti Amerika, Jepang, dan Eropa
terjadi padausai dibawah 15 tahundengan kejadiantertinggi adalah pada kelompok usia antara
10 dan 14 tahun2,3,4. Di Inggris, Varisela merupakan penyakit endemik dengan lebih dari 85%
dari dewasa muda telah terinfeksi6.Sementara di Negara tropis, infeksi yang terjadi dibawah usia
15 tahun bervariasi antara 25-85%. Karena itu di Negara-negara tropis,seperti India, Singapura,
termasuk di Indonesia, kejadian infeksi varisela pada wanita usia reproduksi dianggap lebih
tinggi, karena sekitar 20-40% orang dewasa berisiko terinfeksi2,8. Insidensi varisela secara umum
dari total populasi adalah sekitar 13-16 kasus setiap 1.000 orang pertahunnya. Risiko kematian
variselalebih tinggi adalah pada usia ekstrim, yaitu dewasa dengan risiko 23-29 kali lebih tinggi,
dan pada bayi dengan risiko 4 kali lebih tinggi, dibandingkan dengan anak-anak5. Insidensi
varisela dalam kehamilan yang sebenarnya tidak diketahui secara pasti.Hal ini karena di sebagia
besar Negara di dunia, termasuk di Indonesia, tidak mengharuskan varisela yang terjadi dalam
kehamilan untuk dilaporkan.Secara keseluruhan di dunia, estimasi insidensi varisela dalam
kehamilan diperkirakan mengenai 2-3 wanita dari setiap 1.000 kehamilan, sementara untuk
kasus dalam
5 persalinan insidensinyaadalah antara 5-6 kasus per 10.000 persalinan1,3.Insidensi ini
menyerupai kejadian di Inggris, dimana didapatkan juga estimasi risiko infeksi adalah 2-3 per
1.000 kehamilan. Sementara di Amerika Serikat, kejadiannya adalah antara 1,6-4,6 per 1.000
kehamilan8. Frekuensi infeksi VZV tidak meningkat pada wanita hamil dibandingkan dengan
populasi umum.Proporsi seronegatif diseluruh dunia pada wanita dewasa muda bervariasi antar
negara sekitar 1,2-14%6. Secara teori wanita yang non-imun memiliki risiko infeksi variselalebih
tinggi pada saat kehamilan berikutnya karena paparan terhadap anakanak muda atau teman
dekat mereka yang sebaya6. Gambar 2.2Estimasi Kejadian Varisela dalam Kehamilan, CVS dan
Neonatal Varisela.(A) Kejadian dari wanita melahirkan di Inggris dan (B) di Bangladesh.
6 Tampak dari gambar diatas estimasi kejadian varisela dan akibatnya lebih tinggi terjadi di
Bangladesh, yang termasuk negara tropis.8
MANAJEMEN VARISELA DALAM KEHAMILAN dr. Pius Made Mawan, SpOG
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR 2012

Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis kelamin.
Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama usia 3
- 6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varicella sering
terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari
15 tahun dan di Jepang, umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun
sebanyak 81,4 %. 1,2,3 Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan
pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster
berdasarkan usia yaitu sejak lahir - 9 tahun: 0,74 / 1000 ; usia 10 19 tahun:1,38 / 1000
; usia 20 29 tahun: 2,58 / 1000. Di Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-
anak, dimana lebih dari 66 % mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10%
mengenai usia dibawah 20 tahun dan
Ramona Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008
2 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster
USU e-Repository 2009
merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster
dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster
pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada
anak, biasanya ditemukan pada anak - anak yang imunokompromis dan menderita
penyakit keganasan.
VARICELLA DAN HERPES ZOSTER Penyaji: dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK
NIP.132 308 599 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 Ramona
Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008 USU e-Repository 2009
C. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus, varicella-zoster (v -z) virus, famili dari
Herpesvirus varicellae dari grup DNA virus [1,3,6]. Penyakit ini termasuk kelompok
vesicobullous lessions (lihat Skema 1) yang disebabkan oleh virus [2].
Varicella-zoster virus ini sangat menular dan mungkin ditularkan dari
penderita varisela atau zoster. Penyebaran dari virus dapat terjadi secara langsung
dari orang ke orang melalui lesi yang ada, melalui udara (airborne droplets) atau
melalui plasenta. Penularan ini dapat dimulai pada saat 24-49 jam sebelum
timbulnya rash dan sampai terbentuknya vesicle, biasanya 37 hari. Penularan yang
signifikan dari varisela dan zoster terlihat pada Tabel 1 [4].
VARISELA PADA ANAK
GEJALA KLINIS, PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
CHAIRUDDIN P. LUBIS
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
D. Manifestasi Klinis
Setelah masa inkubasi akan muncul gejala prodromal. Gejala prodomal ini
sering dijumpai pada anak terutama pada anak yang lebih tua. Panas, lemah, tidak
mau makan, sakit kepala, dan kadang-kadang diikuti sakit perut yang ringan muncul
24-48 jam sebelum timbulnya rash.
Peningkatan suhu tubuh biasanya sedang, tetapi terkadang bisa tinggi. Gejala
ini biasanya bertahan 2-4 hari sesudah rash muncul. Lesi pertama varisela muncul di
kepala, muka, punggung dan dada.
Exanthem yang pertama berupa erythematous macula yang sangat gatal,
jernih, vesicula yang berisi cairan. Kekeruhan dan umbilikasi terbentuk setelah 24-48
jam.
Krusta yang pertama muncul diikuti penyebaran dari kelainan kulit pada
tangan dan kaki dengan berbagai stadium. Beberapa anak lesi bisa mengenai daerah
oropharynx dan vagina. Kelainan pada kelopak mata dan conjunctiva bisa dijumpai
pada beberapa anak, tetapi gangguan mata yang serius jarang dijumpai.
VARISELA PADA ANAK
GEJALA KLINIS, PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
CHAIRUDDIN P. LUBIS
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Manifestasi Klinis varisela terdiri atas 2 stadium yaitu stadium prodormal dan stadium
erupsi.Stadium Prodormaltimbul 10-21 hari, setelah masa inkubasi selesai. Individu akan
merasakan demam yang tidak terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala, anoreksia,
dan malaise.Stadium erupsi terjadi 1-2 hari kemudian yang ditandai dengan timbulnya ruam-
ruam pada kulit yang berlajut dengan vesikel varisela2,12. Diagnosis kerja varisela biasanya dapat
dibuat hanya berdasarkan temuan klinis.Lesi yang timbul pada varisela diawali dengan ruam
papul kemerahan yang segera menjadi vesikel jernih.Vesikel ini biasanya berukuran dari 1
hingga 4 mm. Vesikel ini kemudian menjadi pustul keruh dan, setelah itu, mengering berbentuk
krusta.Lesi yang timbul dari ruam hingga mengering menjadi krusta terjadi dalam 4-5 hari.Lesi
biasanya dimulai pada wajah dan badan yang kemudian menyebar secara sentripetal ke
ekstremitas.Ruam atau lesi ini dapat ditemukan pada semua tahap perkembangan vesikel atau
bersifat multiformis,dari ruam kemerahan, vesikel dengan dasar kemerahan, pustula umbilikasi,
hingga lesi berkrusta.Lesi yang terbentuk ini terasa gatal.Total lesi yang ditemukan biasanya
sekitar250-500 buah. Mayoritas penderita akan mendapatkan 300-400 lesi dan kadang disertai
demam. Perlu dibedakan dengan herpes zoster, dimana lesi yang timbul bersifat unilateral,
distribusi dermatomal dengan ruam vesikuler yang nyeri2,3,9. Krusta akan lepas dalam 1-2
minggu tergantung pada dalamnya kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal
berwarna merah muda, dapat terasa nyeri, kemudian berangsur-angsur hilang. Lesi-lesi pada
membran mukosa
10 (hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, saluran kemih, vagina dan konjungtiva) tidak
membentuk krusta, vesikel-vesikel akan pecah dan membentuk luka yang terbuka, kemudian
sembuh dengan cepat. Lesi kulit terbatas hanya terjadi pada jaringan epidermis dan tidak
menembus membran basalis, maka penyembuhan terjadi dalam 7-10 hari tanpa meninggalkan
jaringan parut.Lesi dengan hiper atau hipo pigmentasi mungkin dapat menetap sampai
beberapa bulan. Pecahnya lesi pada kulit dan rusaknya membran basalis dapat menyebabkan
luka sikatrik yang permanen3,5. Tes laboratorium rutin biasanya tidak diperlukan.Dalam keadaan
tertentu atau kasus bermasalah, terutama jika tampilan penyakit atipikal atau tidak khas,
pemeriksaan serologi varisela-zoster dapat dilakukan untuk konfirmasi diagnosis.Tes yang
biasanya dilakukan adalah tes imunitas varisela dengan memeriksa immunoglobulin(IgM dan
IgG).Infeksi akut akan didapatkan hasil positif antibodi IgM dan negatif antibodi IgG. Selain itu
dapat juga dilakukan pemeriksaan Rapid varisela zoster identification dengan tes Polymerase
Chain
Reaction(PCR) dan hasil didapat dalam beberapa jam. Kultur virus jarang diperlukan3,9. Diagnosis
infeksi VZV dapat dibuat dengan adanya riwayat paparan terhadap VZV atau herpes zoster
dalam 3 minggu terakhir, dalam keadaan rentan.Penentuan infeksi VZV ini membutuhkan
pertimbangan matang dan pengawasan lanjutan untuk mengkonfirmasi diagnosis atau
memberikan profilaksis3. Pada tahun 2007, Center for Disease Control and Prevention (CDC)
mengeluarkan kriteria "Bukti imunitas terhadap varisela"untuk menentukan apakah seseorang
memiliki imunitasterhadap varisela.Dengan kriteria ini, kekebalan dari mereka yang
terpapardapat segera ditentukan. Jika salah satu dari empat kondisi berikut ini terpenuhi,
dianggap imun atau memiliki kekebalan tubuh: 1) Riwayat vaksin varisela (dokumentasi dengan
baik dua dosis vaksinasi). 2) Riwayat varisela atau herpes zoster (didokumentasikan oleh tenaga
kesehatan).
11 3) Bukti Laboratorium (IgG positif) atau konfirmasi laboratorium saat terkena penyakit. 4)
Memenuhi seluruh kriteria berikut: lahir di Amerika Serikat sebelum tahun 1980 dan tidak hamil,
tidak dalam keadaan imunosupresi (jika terinfeksi HIV, CD4 <1000 mg / dL), dan bukan petugas
kesehatan. Mereka yang tidak memiliki catatan atau dokumentasi yang disebutkandi atas,
dianggap tidak memiliki bukti yang valid terhadap riwayat varisela3.
A B Gambar 2.5 Tampilan Klinis Varisela. Lesi varisela pada wajah (A)9Tampilan Penderita
Varisela (B)13 Beberapa komplikasi dapat terjadi pada infeksi varisela, diantaranya adalah2,7,8: 1.
Infeksi sekunder, biasanya terjadi akibat infeksi bakteri sekunder stafilokokus pada lesi varisela.
2. Varisela Pneumonia, terutama terjadi pada penderita imunokompromis, dan kehamilan.
Pneumonia ini dapat terjadi akibat viral maupun bakterial. 3. Reye sindrom, terutama terjadi
pada pasien yang menggunakan aspirin atau asam salisilat. 4. Ensefalitis, dijumpai 1 pada 1000
kasus varisela dan biasanya timbul pada hari 3-8 setelahtimbulnya ruam, biasanya disertai
adanya gangguan imunitas.
12 ensefalitis menunjukkan gejala susah tidur, nafsu makan menurun, hiperaktif,iritabel, sakit
kepala, dan fotofobia. 5. Hemorragik varisela. 6. Hepatitis 7. Komplikasi lain Komplikasi yang
dapat ditemukan namun jarang terjadi diantaranya adalah neuritis optik, orkitis, arthritis, hingga
kematian. Pneumonia varisela memiliki gejala berupa demam disertai dengan batuk kering,
sesak napas, dan hipoksemia ringan, yang biasanya timbul pada minggu pertama sejak
timbulnya ruam. Sementara ensefalitis perlu dicurigai apabila timbul gejala khas neurologis
menetap seperti nyeri kepala hebat dan fotofobia8. Sebuah perbedaan penting antara varisela
dan variola (small pox)adalah saat urutan munculnya ruam.Pada varisela, tahapan lesi yang
berbeda (makula, papula, vesikel dan keropeng) muncul pada waktu yang bersamaan
(multiformis).Pada variola, tahapan lesi muncul secara simultan atau berurutan, berevolusi dari
makula untuk papul untuk pustula selama beberapa hari, dengan setiap tahap berlangsung 1-2
hari (uniformis).Lesi Variola timbul terutama pada wajah dan ekstremitas distal dan, tidak
seperti varisela, variola dapat ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki3.
MANAJEMEN VARISELA DALAM KEHAMILAN dr. Pius Made Mawan, SpOG
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR 2012
Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya didahului
dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang
terjadi 1 - 2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih
muda) yang imunokompeten, gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan
malaise ringan dan timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit. 1,3 Lesi pada
varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada (penyebaran
secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai
pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan
mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara
bersamaan pada satu saat. 1,2,8 Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa
pada daerah wajah dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 -
14 jam menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung
cairan yang jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar
yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai
dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop),
berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan
kulit atau
Ramona Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008
4 tampak vesikel seperti titik- titik embun diatas daun bunga mawar
USU e-Repository 2009
(dew drop on a rose petal). Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan masuknya
sel radang sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan
mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan
akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian
krusta ini akan lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella
jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder bakterial. 1-
3, 8,9 Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat menyebabkan terjadinya
varicella intrauterine ataupun varicella neonatal. Varicella intrauterine, terjadi pada 20
minggu pertama kehamilan, yang dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti ke dua
lengan dan tungkai mengalami atropi, kelainan neurologik maupun ocular dan mental
retardation. Sedangkan varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu mendapat varicella
(varicella maternal) kurang dari 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan. Bayi
akan terpapar dengan viremia sekunder dari ibunya yang didapat dengan cara
transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat perlindungan antibodi disebabkan
tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya antibodi pada tubuh si ibu yang disebut
transplasental antibodi. Sebelum penggunaan varicella zoster immunoglobulin (VZIG),
angka kematian varicella neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan terjadinya pneumonia
yang berat dan hepatitis yang fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat varicella dalam
waktu 5 hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu yang cukup
untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (transplasental antibodi)
sehingga neonatus jarang menderita varicella yang berat. 8,9,10 Herpes zoster pada
anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala prodormal yang dapat dijumpai
yaitu nyeri radikuler, parestesia, malese, nyeri kepala dan demam, biasanya terjadi 1-3
minggu sebelum timbul ruam dikulit. 4,5 Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu
lokalisasinya biasanya unilateral dan jarang melewatii garis tengah tubuh. Lokasi yang
sering dijumpai yaitu pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII. 4,5,7
Ramona Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008
5 Lesi awal berupa makula dan papula yang eritematous, kemudian
USU e-Repository 2009
dalam waktu 12 - 24 jam akan berkembang menjadi vesikel dan akan berlanjut menjadi
pustula pada hari ke 3 - 4 dan akhirnya pada hari ke 7 - 10 akan terbentuk krusta dan
dapat sembuh tanpa parut, kecuali terjadi infeksi sekunder bakterial. Pada pasien
imunokompromais dapat terjadi herpes zoster desiminata dan dapat mengenai alat
visceral seperti paru, hati, otak dan disseminated intravascular coagulophaty (DIC)
sehingga dapat berakibat fatal. Lesi pada kulitnya biasanya sembuh lebih lama dan
dapat mengalami nekrosis, hemoragik dan dapat terbentuk parut. 4,5, 7,8,11
VARICELLA DAN HERPES ZOSTER Penyaji: dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK
NIP.132 308 599 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 Ramona
Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008 USU e-Repository 2009

Gejala Klinis Stadium Prodromal Gejala prodromal timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi,
dengan timbulnya ruam kulit disertai demam yang tidak begitu tinggi serta malaise. Pada anak
lebih besar besar dan dewasa ruam didahului oleh demam selama 2-3 hari sebelumnya,
menggigil, malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa kasus nyeri
tenggorok dan batuk. Stadium Erupsi Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan
cepat menyebar ke badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang tertutup
dan jarang ditemukan pada telapak kaki dan tangan. Penyebaran lesi varisela bersifat
sentrifugal. Gambaran yang menonjol adalah perubahan yang cepat dari makula kemerahan ke
papula, vesikula, pustula dan akhirnya menjadi krusta. Perubahan ini hanya terjadi dalam waktu
8-12 jam. Gambaran vesikel khas, superfisial, dinding tipis dan terlihat seperti tetesan air.
Penampang 2-3 mm berbentuk elips dengan sumbu sejajar garis lipatan kulit. Cairan vesikel
pada permulaan jernih, dan dengan cepat menjadi keruh akibat serbukan sel radang dan
menjadi pustula. Lesi kemudian mengering yang dimulai dari bagian tengah dan akhirnya
terbentuk krusta. Krusta akan lepas dalam waktu 1-3 minggu bergantung kepada dalamnya
kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal berwarna merah muda dan
kemudian berangsur-angsur hilang. Apabila terdapat penyulit berupa infeksi sekunder dapat
terjadi jaringan parut.
E. Patofisiologi
F. Patogenesis
Masa inkubasi varisela berkisar antara 11 -20 hari, masa ini bisa lebih pendek
atau lebih panjang. lnfeksi varisela dimulai dengan masuknya virus ke mukosa
saluran pemafasan, yang ditularkan melalui vekresi pemafasan atau melalui kontak
langsung. lnokulasi diikuti dengan masa inkubasi, di mana pada saat tersebut
penyebaran virus terjadi secara subklinis.
Virus masuk melalui mukosa saluran pemafasan clan diduga berkembang biak
pada jaringan kelenjar regional. Empat sampai enam hari setelah infeksi, diduga
viremia ringan terjad, diikuti dengan virus menginfeksi dan berkembang biak di
organ seperti hati, limpa dan kemungkinan organ lain. Lebih kurang 10 -12 hari
setelah infeksi terjadi viremia kedua di mana pada saat tersebut virus bisa mencapai
kulit. Rash muncul sesudah 14 hari infeksi. Lesi kulit yang terjadi berupa makula,
sebagian besar berkembang menjadi papula, vesicula, pustula, dan krusta sesudah
beberapa hari. Vesicula biasanya terletak pada epidermis.
VARISELA PADA ANAK
GEJALA KLINIS, PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
CHAIRUDDIN P. LUBIS
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Infeksi VZV mudah menular melalui droplet yang menyebar ketika seseorang dengan varisela
batuk atau bersin, kontak langsung dengan sekret saluran pernapasan atau dengan lesi pada
kulit yang belum berkrusta, penyebaran melalui udara, dan transmisi melalui plasenta.Infeksi
primer VZV selama kehamilan dapat mengakibatkan transmisi virus ke janin atau bayi baru
lahir.Transmisi intrauterin VZV dapat menyebabkan CVS, varisela neonatal, atau herpes zoster
selama janin dalam kandungan3. Masa inkubasi varisela (durasi dari paparan hingga onset
munculnya ruam) dapat berkisar antara 10-21 hari, dengan rata-rata 14-16
hari.Apabilavaricellazoster immune globulin (VZIG) diberikan, periode inkubasi diperkirakan bisa
lebih lama hingga 28 hari bahkan lebih1,3. Mekanisme pasti infeksi VZV dalam kandungan belum
diketahui.Hipotesis yang ada mengatakan bahwa selama periode inkubasi terjadi dua kali fase
maternal viremia.Infeksi VZV dimulai dari adhesi virus melalui mukosa, kemudian memasuki sel
tersebut dan menyebar diantara sel-sel mukosa tersebut.VZV diperkirakan memperbanyak
dirinya pada kelenjar getah bening regional sebelum terjadi viremia primer subklinis.Pada
viremia primer yang terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi ini, virus menyebar melalui
peredaran darah dan sistem getah bening ke hepar, sistim retikuloendothelial, dan berkumpul
terutama dalam monosit/makrofag, disana virus bereplikasi lebih lanjut.Kemudian terjadi fase
viremia sekunder sekitar 14 hari setelah infeksi (antara hari ke 10- 21).Pada fase viremia
sekunder, virus menyebar ke mukosa, terutama mukosa nasofaringeal, dan ke kulit,
menyebabkan timbul gejala dan diikuti ruam makulopapular-vesikular sesuai dengan lesi
varisela pada akhir fase tersebut. Selama kedua fase viremia ini terdapat kemungkinan transmisi
virus transplasental, namun viremia kedua diperkirakan memegang peranan lebih penting pada
transmisi virus2,5,8,9.
8 Gambar 2.3 Skema Patogenesis Infeksi Virus Varisela Zoster5. Periode penularan atau
infeksiosus dimulai 2 hari sebelum timbulnya ruam dan berakhir dengan timbulnya krusta pada
lesi di kulit (biasanya 4-7 hari setelah timbulnya ruam pertama kali)3. Tingkat infeksiosusvarisela
dari kontak hubungan yang dekat atau menularkan terhadap penghuni serumah adalah sekitar
70-90%6. Gambar 2.4 Perjalanan Varisela3. Infeksi variselaumumnya menghasilkan kekebalan
imunitas seumur hidup. Mereka yang pernah terinfeksi dan kembali terinfeksiVZV,akan terjadi
reinfeksi asimptomatik yang meningkatkan kadar titer antibodi VZV (booster). Reinfeksi
VZVsangat jarang menyebabkan timbulnya varisela yang kedua kali1,3.Bayi baru lahir pada
beberapa bulan pertama secara umum kebal terhadap infeksi varisela karena immunitas pasif
apabila ibu kandungnya pernah terkena varisela sebelumnya. Kekebalan ini akan hilang dalam
waktu 4-12 bulan4.
9 Setelah infeksi VZV primer, infeksi varisela menetap dalam keadaan tidak aktif atau dormant
dalam serabut saraf dorsalis (dorsalis-root ganglia).Reaktivasi infeksi VZV mengakibatkan
timbulnya herpes zosteratau shingles3.Hingga saat ini, ibu hamil yang terkena herpes zoster
selama kehamilan, tidak ditemukan adanya
CVS, dan bayi mereka tidak menunjukkan adanya serokonversi antibodi pada tahun pertama
kehidupannya. Herpes Zoster ini tidak terbukti berisiko atau berbahaya terhadap janin ataupun
neonatus6,10,11.
MANAJEMEN VARISELA DALAM KEHAMILAN dr. Pius Made Mawan, SpOG
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR 2012

Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata - rata 14 - 17 hari)
dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan
(droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat
terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit. VZV masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring ataupun
conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada
lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui
darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya
terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang
terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh
yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang
terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase
ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke
14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas. 1-3,6,8 Seorang anak yang
menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum
hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit. 1-3 Pada herpes zoster, patogenesisnya
belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi
kulit dan permukaan mukosa ke ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara
Ramona Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008
USU e-Repository 20093 centripetal melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris.
Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi
menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah
menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat
diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita
karsinoma, penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive termasuk
kortikosteroid dan pada orang penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi
reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan
merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta
batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai kekulit dan kemudian akan timbul
gejala klinis. 4,5,7,8
G. Manifestasi di Rongga Mulut\
H. Komplikasi
Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai varicella yang ringan sehingga
jarang dijumpai komplikasi. Komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu:
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar antara 5
- 10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang virulen dan
apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis, dan erysepelas.
Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah
streptococcus grup A dan staphylococcus aureus.
2. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau
streptococcus yang berasal dari garukan.
3. Pneumonia
Dapat timbul pada anak - anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang dapat
menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella pneumonia sekitar 1:
400 kasus.
4. Neurologik
Acute postinfeksius cerebellar ataxia Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu
terjadi 2 - 3 minggu setelah timbulnya varicella. Keadaan ini dapat menetap selama 2
bulan.
Ramona Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008
6
USU e-Repository 2009
Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga tidak
mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan dysarthria. Insiden berkisar 1:
4000 kasus varicella.
Encephalitis Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu
beberapa hari setelah timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan confusion adalah
gejala yang sering dijumpai. Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan
encephalitis yang cepat dapat menimbulkan koma yang dalam. Merupakan
komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5 - 20 %.
Insiden berkisar 1,7 / 100.000 penderita.
5. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbul
beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer.
Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris.
6. Reye syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty.
Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan. 1-
3,6,9,10
VARICELLA DAN HERPES ZOSTER Penyaji: dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK
NIP.132 308 599 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 Ramona
Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008 USU e-Repository 2009
I. Terapi
v Pengobatan Simptomatik
Menghilangkan rasa gatal
Menurunkan panas
(hati-hati pemakaian golongan salicylate dikuatirkan timbul Reye's
Syndrome).
v Menjaga kebersihan
Terutama pada daerah kuku yang sering digunakan untuk menggaruk
Kebersihan pakaian
v Pengobatan dengan antivirus
Pada saat ini acyclovir telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan varisela.
Acyclovir - 9 - [(2-hydroxy thonyl) methyl] guanine merupakan chat pilihan. Obat ini
dapat digunakan secara oral maupun intravena: Pada kasus dengan komplikasi berat
atau dengan gangguan sistem kekebalan, Acyclovir ini dianjurkan untuk diberikan
intravena. Sedang pada pemberian oral dapat digunakan pada anak yang tanpa
komplikasi. Begitupun harus diingat bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri. Oleh
karena itu penghitungan biaya dalam penggunaan Acyclovir ini haruslah bijaksana.
Pencegahan
1. Isolasi.
2. Pemberian VZIG (Varicella-zoster Immune Globulin).
3. Pemberian vaksinasi.
Pemberian Vaksinasi
Pada saat ini telah tersedia vaksin untuk varisela, yaitu Live, Attenuated
Varicella Virus Vaccine. Vaksin ini deberikan pada anak usia di atas 12 bulan. Pada
anak usia 12 bulan -12 tahun vaksin dapat diberikan secara subkutan dengan dosis
0,5 mI. Secara rutin vaksinasi ini dianjurkan pada usia 12 -18 bulan. Pemberian
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian vaksinasi lain, seperti vaksinasi MMR
(Measles Mumps -Rubella) . Sedangkan pada anak usia = 13 tahun diberikan dosis
0,5 ml, s.c. dengan dua dosis. Jarak pemberian adalah 4-8 minggu.
VARISELA PADA ANAK
GEJALA KLINIS, PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
CHAIRUDDIN P. LUBIS
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PENATALAKSANAAN
Varicella dan Herpes zoster Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan
pengobatan yang spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu: - Lesi
masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah. - Vesikel yang
sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap antibiotik untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. - Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh
golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye. - Kuku jari
tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat garukan. 1,4,6-8
Ramona Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008
9 Obat antivirus - Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit,
USU e-Repository 2009
keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih singkat. - Pemberian antivirus sebaiknya
dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam setelah erupsi dikulit muncul. - Golongan
antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir. - Dosis anti virus
(oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster: Neonatus: Asiklovir 500 mg / m2 IV
setiap 8 jam selama 10 hari. Anak (2 -12 tahun): Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral
selama 5 hari. Pubertas dan dewasa: Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari. Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama
7 hari. 1-3, 6,8,11
PENCEGAHAN Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak
diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok
yang beresiko tinggi untuk menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas
ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varicella.
Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu:
1. Imunisasi pasif Menggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin).
Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV, pada anak-
anak imunokompeten terbukti mencegah varicellla sedangkan pada anak imunokompromais
pemberian VZIG dapat meringankan gejala varicella. VZIG dapat diberikan pada yaitu: -
Anak - anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes
zoster.
Ramona Dumasari Lubis: Varicella Dan Herpes Zoster, 2008
10 - Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella
USU e-Repository 2009
atau herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV. - Bayi yang baru lahir,
dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah
melahirkan. - Bayi premature dan bayi usia 14 hari yang ibunya belum pernah menderita
varicella atau herpes zoster. - Anak - anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang
belum pernah menderita varicella. Dosis: 125 U / 10 kg BB. - Dosis minimum: 125 U dan
dosis maximal: 625 U. Pemberian secara IM tidak diberikan IV Perlindungan yang
didapat bersifat sementara. 1,3,5
2. Imunisasi aktif Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan
kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Digunakan di Amerika sejak
tahun 1995. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71 - 100%. Vaksin efektif
jika diberikan pada umur 1 tahun dan direkomendasikan diberikan pada usia 12 18
bulan. Anak yang berusia 13 tahun yang tidak menderita varicella direkomendasikan
diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4 - 8
minggu. Pemberian secara subcutan. Efek samping: Kadang - kadang dapat timbul
demam ataupun reaksi lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3- 5%
anak - anak dan timbul 10 - 21 hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan. Vaksin
varicella: Varivax. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat
Menyebabkan terjadinya kongenital varicella. 6,8,10

VARICELLA DAN HERPES ZOSTER Penyaji: dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP.132


308 599 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 Ramona Dumasari Lubis:
Varicella Dan Herpes Zoster, 2008 USU e-Repository 2009
J. Daerah Endemi di Indonesia
K. Daerah Endemi di Luar Indonesia

Anda mungkin juga menyukai