Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK MENURUT UU

NO.36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN KUHP.

A. Pengaturan tindak pidana malpraktek menurut UU.No.36 Tahun 2009.

Kesehatan merupakan Hak Azasi Manusia (HAM) dan merupakan salah

satu unsur dari upaya pemerintah untuk mensejahterahkan masyarakatnya yang

tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu demi mewujudkan kesejahteraan

umum. Dengan tubuh yang sehat maka kesejahteraan tersebut akan menjadi lebih

baik lagi. Untuk lebih mewujudkan usaha kesejahteraan tersebut, pemerintah

membuat suatu aturan yang konkret mengenai kesehatan. Hal ini dilakukan agar

tidak adanya multi tafsir dari berbagai pihak dalam memberikan pemahaman

mengenai kesehatan mengingat kesehatan tersebut tidak dapat dilihat dari satu sisi

saja akan tetapi dari sisi yang lain juga.

Aturan yang konkret tersebut juga berfungsi untuk menciptakan suatu

kegiatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dan

dalam rangka pembentukan sumber daya manusia serta meningkatkan ketahanan

dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional dalam bidang kesehatan.

Besarnya dampak kesehatan dalam perkembangan nasional menuntut adanya

perhatian untuk kesehatan di nusantara. Ganguan kesehatan akan menimbulkan

kerugian ekonomi negara. Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga

berarti investasi bagi pembangunan negara. Upaya peningkatan kesehatan tersebut

harus berdasarkan pengetahuan yang luas tentang kesehatan demi peningkatan

21

Universitas Sumatera Utara


kesejahteraan (kesehatan) masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman

aturan mengenai kesehatan yang terdahulu yakni UU. No.23 Tahun 1992 tidak

sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, kebutuhan hukum maka dibentuklah

UU.No.36 tahun 2009 yang lebih sesuai dengan kebutuhan hukum saat ini.

Dalam menjaga kesehatan tentu seringkali ditemukan beberapa tindakan-

tindakan yang mengancam kesehatan tersebut dapat berupa kesengajaan,

kelalaian, ataupun kecelakaan. Hal-hal seperti ini dapat dikategorikan sebagai

malpraktek yang lebih ditekankan kepada tindak pidana malpraktek. Didalam UU

Kesehatan tidak dicantumkan pengertian tentang Malpraktek, namun didalam

Ketentuan Pidana pada Bab XX diatur didalam Pasal 190 yang berbunyi:

(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan

yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang

dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien dalam

keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal

85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda

paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan

kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara

paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

Pada pasal 63 UU No.36 Tahun 2009 jelas diatur mengenai upaya

penyembuhan penyakit dan upaya untuk pemulihan kesehatan sebagai tolak ukur

Universitas Sumatera Utara


perbuatan malpraktek menurut ketentuan pidana yang terdapat pada pasal 190

diatas.

Pasal 63

(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk

mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan

akibat cacat atau menghilangkan cacat.

(2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan

pengobatan dan atau perawatan.

(3) Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran

dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

(4) Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau

ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan untuk itu.

(5) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

pengobatan dan atau perawatan berdasarkan cara lain yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Pembentukan perundang-undangan di bidang pelayanan kesehatan

diperlukan, hal ini dilakukan supaya tindak pidana malpraktek dapat dijerat

dengan ketentuan yang tegas. Motif yang ada pada pembentuk perundang-

undangan untuk menyusun peraturan-peraturan mengenai bidang-bidang

kehidupan tertentu sangat bervariasi. Demikian pula halnya dengan dorongan-

dorongan untuk menyusun perundang-undangan pelayanan kesehatan. Landasan-

Universitas Sumatera Utara


landasannya adalah antara lain, sebagai berikut ( W.B.van der Mijn, 1982:15, dan

seterusnya):19

1. Kebutuhan akan pengaturan pemberian jasa keahlian.

Saat ini ada anggapan kuat bahwa tindakan-tindakan yang harus

dilakukan untuk memlihara dan menanggulangi penyakit harus

diberikan oleh pihak-pihak yang memang memperoleh pendidikan

untuk itu. Pembentuk perundang-undangan dapat mengeluarkan

peraturan-peraturan yang mewajibkan orang-orang yang membutuhkan

jasa itu meminta bantuan kepada pihak-pihak tertentu.

Di samping itu, peraturan-peraturan tersebut dapat pula

mewajibkan para ahli untuk menjalani pendidikan pasca atau

purnapasca tertentu. Pembentuk perundang-undangan dapat

mewajibkan organisasi-organisasi profesional tertentu untuk

mewajibkan anggota-anggotanya mengikuti pendidikan tersebut atau

menyelenggarakan sendiri pendidikan itu. Hanya orang-orang yang

telah diakui keahliannya yang diizinkan untuk memberikan jasa-jasa

keahlian di bidang pelayanan kesehatan, atas dasar pengakuan formal

dan material terhadap kemampuan dan kecakapannya.

2. Kebutuhan akan tingkat kualitas keahlian tertentu.

Kewajiban untuk menjalani keahlian kadang-kadang tidak

menjamin tingkat kualitas tertentu yang dikehendaki atau dibutuhkan.

Seseorang yang memerlukan pelayanan kesehatan seyogyanya percaya

19
Soerjono Soekanto,dkk, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya, Bandung, 1987,
halaman : 33.

Universitas Sumatera Utara


akan keahlian pihak-pihak yang dimintainya bantuan. Hal ini

disebabkan karena warga masyarakat biasanya benar-benar awam

mengenai ilmu kesehatan dan teknologinya. Untuk mempertahankan

dan meningkatkan kualitas keahlian dan kepercayaan masyarakat,

diperlukan peraturan-peraturan tertentu, misalnya adanya hukum

disipliner atau hukum pengendalian. Penerapan peraturan-peraturan

hukum disipliner atau hukum pengendalian dapat dipercayakan kepada

organisasi profesional yang diakui secara resmi.

3. Kebutuhan akan keterarahan (doelmatigheid).

Syarat berarti berpegang pada jalur tertentu untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Untuk itu diperlukan perumusan

tujuan yang benar dengan upaya-upaya yang direncanakan untuk

memenuhi tujuan itu. Dengan demikian kualitas keahlian dapat

dipertahankan dan kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat akan

terpenuhi.

4. Kebutuhan akan pengendalian biaya.

Pembiayaan kesehatan masyarakat maupun kesehatan individual

bukan merupakan hal yang murah dan sederhana. Biaya

penyelenggaraan kesehatan, terutama yang bersifat kuratif dan

rehabilitatif, tidak murah. Apabila kalau hal itu dikaitkan dengan teraf

daya beli masyarakat. Biaya yang mahal itu tidak hanya berkaitan

dengan harga obat, tetapi juga dengan imbalan jasa keahlian maupun

tempat perawatan.

Universitas Sumatera Utara


5. Kebutuhan akan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan

kepentingannya dan identifikasi kewajiban pemerintah.

Dalam suatu negara hukum dan kesejahteraan dengan

pemerintahan konstitusional, pemerintah berkewajiban untuk

menyelenggarakan kesehatan. Sudah tentu kewajiban ini dapat

diserasikan dengan tanggung jawab sektor swasta. Kewajiban itu tidak

bersifat sepihak, tetapi senantiasa harus diserasikan dengan hak warga

masyarakat. Hak warga masyarakat untuk memilih salah satu metode

pelayanan kesehatan tertentu merupakan salah satu hak asasi baginya.

6. Kebutuhan pasien akan perlindungan hukum.

Pada masa lampau ada anggapan kuat bahwa kedudukan hukum

pasien lebih rendah daripada tenaga kesehatan (misalnya bidan).

Tenaga kesehatan, misalnya bidan, dianggap ahli yang mahatau

sehingga pasien hanya boleh pasrah saja. Dengan perkembangan ilmu

dan teknologi kesehatan yang pesat, risiko yang dihadapi pasien

semakin tinggi. Oleh karena itu, dalam hubungan antara bidan dengan

pasien, misalnya, terdapat kesederajatan. Di samping bidan, maka

pasien juga memerlukan perlindungan hukum yang proporsional yang

diatur di dalam perundang-undangan. Perlindungan tersebut terutama

diarahkan kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa bidan melakukan

kekeliruan karena kelalaian yang lazimnya disebut medical-

malpractise (malpraktek medis).

Universitas Sumatera Utara


Kebutuhan pasien akan perlindungan hukum disertai dengan hak

dan kewajiban pasien.

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai

pasien 20:

a. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan

Peraturan yang berlaku di Rumah sakit atau institusi pelayanan

kesehatan.

b. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi adil dan

makmur.

c. Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan

profesi bidan tanpa diskriminasi.

d. Pasien berhak memperoleh asuhan kebidanan sesuai dengan

profesi bidan tanpa diskriminasi.

e. Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai

dengan keinginannya.

f. Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi kehamilan

persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan.

g. Paien berhak mendapat pendampingan suami selama proses

persalinan berlangsung.

h. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai

dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku

di rumah sakit.

20
Heni Puji Wahyuningsih, Op,cit , halaman : 26-27

Universitas Sumatera Utara


i. Pasien berhak dirawat oleh dokter secara bebas menentukan

pendapat kritis dan mendapat etisnya tanpa campur tangan dari

pihak luar.

j. Pasien berhak menerima konsultasi kepada dokter lain yang

terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap

penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang

merawat.

k. Pasien berhak meminta atas privacy dan kerahasian penyakit

yang diderita termasuk data-data medisnya.

l. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:

1) Penyakit yang diderita.

2) Tindakan kebidanan yang dilakukan.

3) Alternatif terapi lainnya.

4) Prognosanya.

5) Perkiraan biaya pengobatan.

m. Pasien berhak menyetujui / memberikan izin atas tindakan yang

akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang

dideritanya.

n. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan

terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan

atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi

yang jelas tentang penyakit.

o. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

Universitas Sumatera Utara


p. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama / kepercayaan

yang dianutnya selama itu tidak mengganggu pasien lainnya.

q. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama

dalam perawatan di rumah sakit.

r. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril

maupun spiritual.

s. Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas

terjadinya kasus malpraktek.

t. Hak untuk menentukan diri sendiri (the right to self

determination), merupakan dasar dari seluruh hak pasien.

u. Pasien berhak melihat rekam medik.

Kewajiban pasien sebagai berikut :

a. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala

peraturan dan tata tertib rumah sakit atau institusi pelayanan

kesehatan.

b. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi

dokter,bidan,perawat yang merawatnya,

c. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi

semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi

pelayanan kesehatan, dokter, bidan, dan perawat.

d. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-

hal yang selalu disepakati/ perjanjian yang telah dibuatnya.

Universitas Sumatera Utara


7. Kebutuhan akan perlindungan hukum bagi para ahli.

Para ahli dalam bidang kesehatan, misalnya tenaga medis, dalam

melaksanakan profesinya melakukan suatu pekerjaan yang kadang-

kadang penuh risiko. Kalau yang bersangkutan telah melakukan

tugasnya dengan benar menurut tolak ukur profesional (standar

profesi), maka yang bersangkutan harus mendapat perlindungan

hukum. Dalam hal ini pembentuk perundang-undangan tidak hanya

harus membentuk peraturan-peraturan yang ketat mengenai kualitas

profesi, tetapi diperlukan pula usaha-usaha untuk melindungi profesi

itu (termasuk tenaga ahlinya).

Kebutuhan perlindungan hukum tidak terlepas dari hak dan

kewajiban yang dimilikinya, bidan sebagai tenaga medis memiliki hak

dan kewajibannya.

Hak-hak bidan21 :

a. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

b. Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada

setiap tingkat / jenjang pelayanan kesehatan.

c. Bidan berhak menolak keinginan pasien / klien dan keluarga

yang bertentangan dengan peraturan perundangan, dan kode

etik profesi.

21
Ibid , halaman :28-29.

Universitas Sumatera Utara


d. Bidan berhak atas privasi / kedirian dan menuntut apabila nama

baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi

lain.

e. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan jenang karir

dan jabatan yang sesuai.

f. Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang

sesuai.

Kewajiban- kewajiban bidan :

a. Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan

hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit

bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.

b. Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai

dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.

c. Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter

yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan

kebutuhan pasien.

d. Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk

didampingi oleh suami atau keluarga.

e. Bidan wajibmemberikan kesempatan kepada pasien untuk

menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

f. Bisan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya

tentang seorang pasien.

Universitas Sumatera Utara


g. Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang

tindakan yang akan dilakukan serta resiko yang mungkin dapat

timbul.

h. Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informad Consent)

atas tindakan yang akan dilakukan.

i. Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang

diberikan.

j. Bisan wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta menambah ilmu pengetahuannya melalui

pendidikan formal dan non formal.

k. Bidan wajib bekerja sama dengan proesi lain dan pihak yang

terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan

kebidanan.

8. Kebutuhan akan perlindungan hukum bagi pihak ketiga.

Dalam hubungan-hubungan antar bidan dengan pasien mungkin

tersangkut pihak ketiga. Pihak ketiga itu mungkin tenaga paramedis,

tenaga perawatan, atau tenaga kesehatan lainnya. Pihak ketiga itu

berperan serta, baik dalam kegiatan diagnostik maupun terapeutik.

Apabila terjadi kesalahan yang berakibat negatif pada pasien, siapakah

yang bertanggung jawab? Jangan sampai terjadi pihak ketiga sama

sekali tidak mendapat perlindungan hukum yang wajar.

9. Kebutuhan akan perlindungan bagi kepentingan umum.

Universitas Sumatera Utara


Tidak mustahil bahwa kepentingan para ahli kesehatan tidak serasi

dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Artinya, ada

kemungkinan bahwa apa yang diharapkan oleh masyarakat,

umpamanya, tidak sejalan dengan kode etik. Seorang penjahat yang

terkenal kejamnya tertembak dan luka parah sehingga memerlukan

perawatan di rumah sakit. Tenaga kesehatan terikat pada sumpah dan

kode etik, tetapi masyarakat mungkin mempunyai anggapan bahwa

sebaiknya penjahat yang kejam itu dibiarkan mati saja. Masalah

semacam ini juga menghendaki pengaturan yang benar, yang

menyerasikan pelbagai kepentingan, termasuk kepentingan umum.

B. Pengaturan tindak pidana malpraktek menurut KUHP

Pelayanan kesehatan yang diberikan seorang tenaga medis kepada pasien

merupakan tindakan profesi tenaga medis. Tindakan medis merupakan suatu

tindakan yang penuh dengan risiko. Risiko tersebut dapat terjadi disebabkan oleh

sesuatu yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya atau risiko yang terjadi akibat

tindakan medis yang salah. Dikatakan tindakan salah apabila tenaga medis tidak

melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar profesi medik & prosedur

tindakan medik. Apabila seorang tenaga medis melakukan tindakan salah, maka

tenaga medis tersebut dapat dikategorikan melakukan tindakan malpraktik,

sehingga dapat menyangkut aspek hukum pidana.

Universitas Sumatera Utara


Tenaga medis adalah suatu profesi yang memiliki persyaratan tertentu

karena dalam pelaksanaan profesi ini penuh dengan risiko. Persyaratan tertsebut

meliputi persyaratan teknis yang berkaitan dengan kemampuan (berkaitan dengan

basic science serta keterampilan teknik) serta persyaratan yuridis, berkaitan

dengan kompetensi.

Profesi tenaga medis mengandung risiko tinggi karena bentuk, sifat &

tujuan tindakan yang dilakukan oleh seorang tenaga medis dapat berpotensi

menimbulkan bahaya bagi seseorang. Undang-undang memberikan kewenangan

secara mandiri kepada tenaga medis untuk melakukan & bertanggung jawab

dalam melaksanakan ilmu medis menurut sebagian atau seluruh ruang lingkupnya

serta memanfaatkan kewenangan tersebut secara nyata. Seorang tenaga medis

dinyatakan melakukan kesalahan profesional apabila melakukan tindakan yang

menyimpang atau lebih dikenal sebagai malpraktik.

Dalam pengertian sempit, disebut juga sebagai malpraktik kriminal. Suatu

tindakan dikatakan sebagai malpraktik kriminal apabila memenuhi kriteria sebagai

berikut :

1. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela (actus reus).

2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea).

3. Merupakan perbuatan yang sengaja (intensional), ceroboh (recklessness),

atau kealpaan (negligence).

Universitas Sumatera Utara


Apabila tindakan tersebut tidak didasari dengan motif untuk menimbulkan akibat

buruk, maka tindakan tersebut adalah tindakan kelalaian. Akibat yang ditimbulkan

dari suatu kelalaian sebenarnya terjadi di luar kehendak yang melakukannya.

Dalam hal tindak pidana malpraktik tidak diatur dengan jelas dalam

KUHP. Pengaturan di dalam KUHP lebih kepada akibat dari perbuatan

malpraktek tersebut.

Pada pasal 360 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 361.

22
Pasal 360

Ayat 1 : Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat

dihukum dengan penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan

selama-lamanya satu tahun.

Ayat 2 : Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka

sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat

menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman

penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya

enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp.4.500,-

Pada pasal 360 memiliki perbedaan dengan pasal 359, yakni pada pasal

359 dijelaskan akibat dari perbuatan yang menyebabkan kematian orang

sedangkan dalam pasal 360 adalah :

22
R.Soesilo , Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, POLITEIA, Bogor, 2007 , halaman :
248.

Universitas Sumatera Utara


a. Luka berat

Di dalam pasal 90 KUHP dijelaskan mengenai luka berat atau luka parah

yakni :

23
1. Penyakit atau luka yang tidak boleh diharap akan sembuh lagi

dengan sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut. Jadi luka

atau sakit bagaimana besarnya, jika dapat sembuh kembali dengan

sempurna dan tidak mendatangkan bahaya maut itu bukan luka berat.

2. Terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan.

Kalau hanya buat sementara saja bolehnya tidak cakap melakukan

pekerjaannya itu tidak masuk luka berat. Penyanyi misalnya jika rusak

kerongkongannya, sehingga tidak dapat menyanyi selama-lamanya itu

masuk luka berat.

3. Tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu pancaindera.

4. Verminking atau cacat sehingga jelek rupanya.

5. Verlamming (lumpuh) artinya tidak bisa menggerakkan anggota

badannya.

6. Pikirannya terganggu melebihi empat minggu.

7. Menggugurkan atau membunuh bakal anak kandungan ibu.

b. Luka yang menyebabkan jatuh sakit (ziek) atau terhalang pekerjaan sehari-

hari.

23
Ibid, halaman : 98.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan karena salahnya (kurang hati-hatinya) menyebabkan orang luka ringan

tidak dikenakan pasal ini.

Pasal 361

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam

melakukan sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan

sepertiganya dan sitersalah dapat dipecat dari pekerjaannya, dalam waktu mana

kejahatan itu dilakukan dan hakim dapat memerintahkan supaya keputusannya itu

diumumkan.

Yang dikenakan pasal ini misalnya dokter, bidan, ahli-obat, sopir, kusir dokar,

masinis yang sebagai orang ahli dalam pekerjaan mereka masing-masing dianggap

harus lebih berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya. Apabila mereka itu

mengabaikan peraturan-peraturan atau keharusan-keharusan dalam pekerjaannya,

sehingga menyebabkan mati (pasal 359) atau luka berat (pasal 360), maka akan

dihukum lebih berat.

Sehubungan dengan aturan tindak pidana malpraktik maka diperlukan

pembuktian terhadap tindak pidana malpraktik tersebut. Pembuktian dalam hal

malpraktik merupakan upaya untuk mencari kepastian yang layak melalui

pemeriksaan dan penalaran hukum tentang benar tidaknya peristiwa itu terjadi dan

Universitas Sumatera Utara


mengapa mengapa peristiwa itu terjadi. Jadi tujuan pembuktian ini adalah untuk

mencari dan menemukan kebenaran materil, bukan mencari kesalahan terdakwa.

Berdasarkan Pasal 184 KUHAP yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah

adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Berdasarkan Pasal 183 KUHAP hakim dapat menjatuhkan pidana dengan syarat

ada dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim yang diperoleh dari dua alat

bukti tersebut atau sistem pembuktian menurut teori negative wetelijk, karena

menggabungkan antara unsur keyakinan hakim & unsur alat-alat bukti yang sah

menurut UU.

A. Keterangan saksi

Berdasarkan Pasal 1 butir 26 KUHAP, saksi adalah orang yang

dapat memberikan keterangan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri & ia alami sendiri. Keterangan saksi ini menurut

Pasal 1 butir 27 KUHAP merupakan salah satu dari alat bukti dalam

perkara. Untuk menggunakan keterangan saksi sebagai alat bukti

diperlukan paling sedikit 2 orang saksi, karena satu saksi bukan saksi

(unus testis nullus testis). Dalam kasus ini beberapa saksi dapat diajukan di

dalam persidangan pidana antara lain saksi korban, dokter anestesi &

perawat yang turut dalam tindakan operasi. Keluarga penderita tidak dapat

dijadikan saksi karena mereka termasuk memiliki hubungan

keluarga/semenda sampai derajat ketiga dengan terdakwa yang dilarang

Universitas Sumatera Utara


menjadi saksi berdasarkan Pasal 168 KUHAP dgn kekecualian Pasal

169.24

B. Keterangan ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang

yang berkeahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Seorang

dokter yang sederajat keahliannya dapat dijadikan pemberi keterangan ahli

& dalam penunjukannya akan lebih baik apabila berkonsultasi dengan IDI.

Mereka termasuk dalam kelompok yang memiliki keahlian khusus dalam

bidang tertentu seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 1 butir 28, Pasal

120, & Pasal 179 ayat (1) KUHAP. Keterangan ahli pada kasus ini

diperlukan untuk membuat suatu perkara pidana malpraktik tersebut

menjadi lebih terang & jelas.

C. Alat bukti surat

Rekam medik penderita selama menjalani perawatan di sarana

kesehatan dapat dijadikan alat bukti surat, karena rekam medik dibuat

berdasarkan undang-undang (UU no.29/2004). Dari rekam medik ini akan

dapat dilihat apa yang dilakukan dokter selama operasi berlangsung dari

laporan operasi yang dibuat oleh dokter.

24
http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-pidana-dalam-pelayanan-
kesehatan/ akses tanggal 13 Agustus 2013, jam : 13:43 WIB.

Universitas Sumatera Utara


D. Alat bukti petunjuk

Alat bukti petunjuk merupakan alat bukti berupa perbuatan,

kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya baik antara yang satu

dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan

telah terjadi suatu tindak pidana & siapa pelakunya.

E. Keterangan terdakwa

Keterangan terdakwa merupakan pernyataan terdakwa tentang

perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami

sendiri. Keterangan dokter yang melakukan tindakan medik dapat

dijadikan alat bukti yang kebenarannya dapat dicocokkan dengan rekam

medik.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai